Anda di halaman 1dari 18

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. KONSEP DASAR PENYAKIT CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
A. Pengertian CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
Chronic Kidney Disease atau penyakit renal tahap akhir (ESRD)
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddart, 2001; 1448).
Chronic Kidney Disease terjadi bila ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan
pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan individu, transisi dari sehat
ke status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu
beberapa tahun (Barbara C. Long, 1996; 368).
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat berdasarkan LFG, yang
digunakan menggunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:

Ket : pada perempuan dikalikan 0,85

Tabel Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronis atas dasar derajat peyakit


Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan ≥ 90
LFG normal atau
meningkat
2 Kerusakan ginjal dengan 60 – 89
LFG menurun ringan
3 Kerusakan ginjal dengan 30 – 59
LFG menurun ringan
4 Kerusakan ginjal dengan 15 – 29

1
LFG menurun ringan
5 Gagal ginjal terminal < 15 atau dialisis
Sumber: Sudoyo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Vol.1 Jilid II Ed.IV

B. Etiologi
Sebab-sebab gagal ginjal kronik yang sering ditentukan dapat dibagi
menjadi delapan kelas, sebagai berikut(Price, 1992;817)
1) Infeksi, misal pielonefritis kronik
2) Penyakit peradangan, misal glomerulonefritis.
3) Penyakit vaskuler hipertensi, misal nefroklerosis benegn, nefroklerosis
maligna.
4) Gangguan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliartritis
medusa, skerosis sistemik progesif.
5) Gangguan kongenital dan herediter misal penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubulus ginjal.
6) Penyakit metabolik, misal diabetesmilitus, gout, hiperparatiroididisme,
amilodosis.
7) Nefropati toksik, misal pengguanan analgetik nepropati ginjal.
8) Nefropati obtruktif misal saluran kmeih bagian atas seperti kalkuli,
meoplasma, pribosis, retroparitonial, dan saluran kemih bagian bawah
seperti hipertropi prostat, sruktur uretra, anomali gogenital pada kantong
kemih dan uretra.
9) Faktor resiko
10) Faktor resiko GGK, yaitu pada pasien dengan diabetes militus atau
hipertensi, oblisitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan
individu dengan riwayat penyakit DM, hipertensi, dan penyakit ginjal
dalam kluarga (National Kidney Founfation, 2009)

C. Patofisiologi
Menurut Price (1992; 817), penyebab CKD, antara lain: Infeksi
saluran, misalnya pyelonefritis kronik. Pada infeksi ginjal terjadi respon imun
dan peradangan yang menyebabkan edema interstisium dan kemungkinan
pembentukan jaringan parut. Tubulus adalah organ yang paling sering terkena
dan dapat mengalami atrofi. Kemampuan ginjal untuk memekatkan urine akan

2
menurun karena kerusakan tubulus-tubulus. Akibat dari keruskan tubulus-
tubulus yang mengalami atrofi menyebabkan kerusakan pada glomerulus yang
menyebabkan filtrasi dari glomerulus semakin menurun beban solute
meningkat sedangkan GFR sedikit menurun dari batas normal.
Penyakit peradangan, misalnya glomerulonefritis yaitu antibodi (IgG)
dapat dideteksi pada kapiler glomerular dan terjadi reaksi antigen-antibodi
sehingga terbentuk agregat molekul. Agregat molekul tersebut diedarkan ke
seluruh tubuh dan ada beberapa yang terperangkap di glomerulus
menyebabkan respon inflamasi, jika kejadian ini berulang akan
mengakibatkan ukuran ginjal berkurang seperlima dari ukuran normal. Akibat
respon inflamasi ini lama kelamaan menyebabkan korteks mengecil menjadi
lapisan yang tebalnya 1mm-2mm. Peradangan ini juga mengakibatkan
terbentuknya berkas jaringan parut yang merusak sisa korteks menyebabkan
permukaan ginjal menjadi kasar dan ireguler yang pada ahirnya glomeruli dan
tubulus juga menjadi jaringan parut dan terjadi kerusakan glomerulus yang
parah. Fungsi glomelurus menurun yang pada akhirnya menyebabkan
penurunan GFR.
Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis. Pada ginjal, arteriosklerosis
ginjal akibat hipertensi lama menyebabkan nefrosklerosis benigna. Gangguan
ini merupakan akibat langsung iskemia renal. Ginjal mengecil, biasanya
simetris, dan mempunyai permukaan yang berlubang-lubang dan bergranula.
Secara histologist, lesi yang esensial adalah sklerosis arteri-arteri kecil serta
arteriol yang paling nyata pada arteriol aferen. Penyumbatan arteri dan arteriol
akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus, sehingga seluruh
nefron rusak. Nefron yang masih tersisa berusaha menjaga homeostatisnya,
mengalami hipertrofi dalam usaha melaksanakan seluruh beban kerja ginjal.
Lama-kelamaan kemampuan glomelurus melakukan filtrasi semakin menurun
yang kemudain beban solute meningkat sedangkan GFR sedikit menurun dari
batas normal.
Gangguan kongenital dan herediter, misalnya penyakit ginjal polikistik
dan asidosis tubulus ginjal. Penyakit ginjal polikistik (PKD) ditandai dengan
kista-kista multiple, bilateral, dan berekspansi yang lambat laun mengganggu
dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat penekanan. Semakin lama
3
kerusakan pada parenkim ginjal semakin meluas yang pada akhirnya
mengenai glomelurus dan akan terjadi kerusakan pada glomelurus. Hal ini
mengakibatkan Filtrasi dari glomerulus semakin menurun beban solute
meningkat sedangkan GFR sedikit menurun dari batas normal (Price,
2005:937).
Penyakit metabolik, misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme dan
amiloidosis. Pada kerusakan ginjal yang disebabkan oleh diabetes melitus,
terjadi peningkatan konsentrasi glukosa dalam aliran darah (sifat glukosa yang
banyak pekat/lengket) yang selanjutnya darah yang mengandung glukosa ini
mengalami proses filtrasi/penyaringan terjadi di glomelurus. Karena viskositas
darah yang tinggi yang disebabkan oleh peningkatan kadar glukosa dalam
darah, maka lama-kelamaan akan menimbulkan kerusakan pada glomelurus
ginjal. Jika keadaan ini terus berlanjut, maka akan berkurangannya fungsi
nefron dan terjadi kerusakan pada nefron tersebut. Nefron yang masih tersisa
berusaha menjaga homeostatisya mengalami hipertrofi dalam usaha
melaksanakan seluruh beban kerja ginjal. Filtrasi dari glomerulus semakin
menurun beban solute meningkat sedangkan GFR sedikit menurun dari batas
normal (Rani V, 2012).
Nefropati toksik , misalnya penyalahgunaan obat-obatan analgesik atau
bahan kimia/nefropati timbale. Penyalahgunaan analgetik dalam waktu lama
dapat menyebabkan cedera ginjal. Ginjal merupakan salah satu yang bekerja
sebagai alat ekskresi utama untuk zat-zat yang tidak dibutuhkan lagi oleh
tubuh. Dalam melaksanakan fungsi eksklresi ini maka ginjal mendapat tugas
mengangkat hampir 25% dari seluruh aliran darah mengalir ke kedua ginjal.
Besarnya aliran darah yang menuju ke ginjal ini menyebabkan keterpaparan
ginjal terhadap bahan/zat-zat yang beredar dalam sirkulasi cukup tinggi,
akibatnya bahan-bahan yang bersifat toksik akan mudah meneyebabkan
kerusakan jaringan ginjal dalam bentuk perubahan struktur dan fungsi ginjal
yang pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan jaringan ginjal termasuk
glomerulus pada akhirnya terjadi penurunan GFR. Penyebab kerusakan ginjal
yang lain yaitu nefropati obstruktif (batu saluran kemih), infeksi saluran kemih
dan gangguan pada jaringan penyambung yang juga mempengaruhi filtrasi
dari glomerulus (Rani V, 2012).

4
Dari beberapa etiologi CKD yang sudah dijelaskan di atas, pada
akhirnya kerusakan pada ginjal yang terjadi akan menyebabkan penurunan
filtrasi dari glomerulus, peningkatan beban solute, dan penurunan GFR yang
menyebabkan keseimbangan antara peningkatan filtrasi dan peningkatan
reabsorpsi oleh tubulus tidak dapat di pertahankan. Akibatnya terjadi
ketidakseimbangan cairan elektrolit diantaranya ureum meningkat, serta
defisiensi asam folat. Kegagalan fungsi ginjal dalam mempertahankan
metabolisme serta menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit yang
menyebabkan uremia inilah yang disebut CKD. Perjalanan umum gagal ginjal
progresif dapat dibagi menjadi 5 stadium, yaitu:
1) Stadium 1
Kerusakan ginjal ditandai dengan albuminaria persisten, GFR normal atau
meningkat, GFR > 90 ml/menit/1,73 m. Pada stadium 1 penderita belum
merasakan gejala-gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih
dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN
(Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik.
Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan
memberikan beban kerja yang berat, sepersti tes pemekatan kemih yang
lama atau dengan mengadakan test GFR yang teliti.
2) Stadium 2
Penurunan GFR ringan, GFR 60-89 ml/menit/1,73 m. Kelainan ginjal yang
ditandai dengan albuminaria persisten. Biasanya tidak ada gejala yang
menunjukkan ginjal yang rusak. Karena ginjal melakukan pekerjaan dengan
baik bahkan ketika mereka sedang tidak berfungsi pada 100 %, kebanyakan
orang tidak akan tahu bahwa mereka memiliki tahap 2 CKD. Jika mereka
mengetahui mereka berada di tahap 2, itu biasanya karena mereka sedang
diuji untuk kondisi lain seperti diabetes atau tekanan darah tinggi ( dua
penyebab utama penyakit ginjal ).
Cara lain seseorang dapat menemukan mereka berada di tahap 2 CKD
meliputi:
a) Kreatinin atau urea dalam darah lebih tinggi dari tingkat normal
b) Ditemukan darah atau protein dalam urin
c) Bukti kerusakan ginjal pada MRI , CT scan , USG atau kontras X – ray
d) Sebuah riwayat keluarga penyakit ginjal polikistik (PKD)
5
3) Stadium 3
Penurunan GFR sedang yaitu 30-59 ml/menit/1,73 m ditandai dengan:
a) Kelelahan : Merasa lelah adalah umum untuk orang dengan CKD dan
sering disebabkan oleh anemia .
b) Terlalu banyak cairan: Ginjal mungkin kehilangan kemampuan mereka
untuk mengontrol berapa banyak cairan tetap dalam tubuh. Seseorang
mengalami pembengkakan (edema) di kaki mereka lebih rendah, tangan
atau wajah di sekitar mata, dengan terlalu banyak cairan seseorang
bahkan bisa merasakan sesak napas.
c) Perubahan buang air kecil: Urin mungkin berbusa jika ada protein di
dalamnya, atau gelap oranye, coklat, teh berwarna atau merah jika
mengandung darah. Seseorang mungkin buang air kecil lebih (poliuria)
atau kurang, atau bangun di malam hari untuk kencing pergi ke kamar
mandi (nokturia). Ini terjadi akibat ginjal kehilangan fleksibilitas baik
dalam memekatkan maupun mengencerkan urine.
d) Terdapat azotemia. Azotemia adalah kelainan biokimia yaitu
peningkatan kadar kreatinin dan nitrogen urea darah dan berkaitan
dengan penurunan laju filtrasi glomerular.
e) Masalah tidur: Beberapa orang memiliki kesulitan tidur atau tetap
tertidur. Gatal, kram otot atau kaki, gelisah bisa membuat mereka
terjaga.
4) Stadium 4
Penurunan GFR berat yaitu 15-29 ml/menit/1,73 m.
a) Kelelahan: Merasa lelah adalah umum untuk orang dengan CKD dan
sering disebabkan oleh anemia. Kerusakan ginjal pada CKD
menyebabkan produksi eritropoetin menurun dan anemia terjadi disertai
sesak napas, angina dan keletihan. Eritropoetin yang tidak adekuat
dapat memendekkan usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan
kecenderungan untuk mengalami perdarahan karena status pasien,
terutama dari saluran gastrointestinal sehingga terjadi anemia berat atau
sedang.
b) Terlalu banyak cairan: Ginjal mungkin kehilangan kemampuan mereka
untuk mengontrol berapa banyak cairan tetap dalam tubuh. Seseorang
mengalami pembengkakan (edema) di kaki, tangan atau wajah di sekitar
6
mata. Dengan terlalu banyak cairan seseorang bahkan bisa merasakan sesak
napas.
c) Perubahan buang air kecil: Urin mungkin berbusa jika ada protein di
dalamnya, atau gelap oranye, coklat, teh berwarna atau merah jika
mengandung darah. Seseorang mungkin buang air kecil lebih (poliuria) atau
kurang dari normal, atau bangun di malam hari untuk pergi kencing ke
kamar mandi (nokturia).
d) Masalah tidur: Beberapa orang memiliki kesulitan tidur atau tetap tertidur.
Gatal, kram otot atau kaki, gelisah bisa membuat mereka terjaga.
e) Perubahan rasa: Makanan mungkin tidak terasa seperti biasanya, atau
mungkin memiliki rasa logam.
f) Napas uremik: Sebagai urea menumpuk dalam darah (uremia), dapat
dideteksi dalam napas yang menyebabkan bau mulut. Sindrom uremia juga
bisa menyebabkan asidosis metabolik akibat ginjal tidak mampu
menyekresi asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekrsi asam akibat
tubulus ginjal tidak mampu menyekresi ammonia (NH3-) dan megapsorbsi
natrium bikarbonat (HCO3-). Penurunan eksresi fosfat dan asam organik
yang terjadi, maka mual dan muntah tidak dapat dihindarkan
g) Kehilangan nafsu makan: Orang-orang dalam tahap ini mungkin tidak
merasa seperti makan, dan beberapa orang melaporkan mengalami rasa
logam di mulut atau bau mulut.
h) Kesulitan dalam berkonsentrasi: Mengalami kesulitan mengingat atau
berfokus pada membaca dapat terjadi pada pasien dg CKD.
i) Masalah saraf: Mati rasa atau kesemutan pada jari-jari kaki atau jari tangan
merupakan gejala CKD.
5) Stadium 5
Gagal ginjal dengan GFR < 15 ml/menit/1,73 m.
a) Kehilangan nafsu makan.
b) Mual atau muntah
c) Sakit kepala
d) Menjadi lelah karena tidak bisa berkonsentrasi
e) Gatal
f) urim sedikit (oliguria= < 400ml/24 jm) atau tidak ada urin (anuria)
g) Pembengkakan , terutama di sekitar mata dan pergelangan kaki
7
h) Kram otot
i) Kesemutan di tangan atau kaki
j) Perubahan warna kulit
k) Peningkatan pigmentasi kulit
Karena ginjal tidak lagi mampu menghilangkan limbah dan cairan dari tubuh
dan racun terdapat di dalam darah, menyebabkan perasaan sakit secara
keseluruhan. Ginjal juga memiliki fungsi lain mereka tidak lagi mampu melakukan
seperti mengatur tekanan darah , memproduksi hormon yang membantu membuat
sel-sel darah merah dan mengaktifkan vitamin D untuk kesehatan tulang .

D. Manifestasi Klinis
CKD atau Gangguan ginjal kronik
1) Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti, diabetesmilitus infeksi traktus
urinalius, batu traktus urinarius, hiperuremik kimia, lupus eritomatotus sistemik
atau les.
2) Sindrum uremia terdiri dari lemah, takikardi, anoreksia, mual, muntah,
nokturia, kelbihna volume cairan(volume over load), neuropati perifer, pruritus
uremik forst, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
3) Gejala komplikasi antara lain, hipertensi , anemia, osteodistropi renal, payah
jantung, asidosis metabolic, gangguan keseimbangan elektrolit (Natrium
Klorida).

E. Klasifikasi
Klasifikasi CKD manurut NFK (Nasional Kidney Foundation) adalah sebagai
berikut :
1) Stadium I : kerusakan ginjal dengan GFR Normal atau meningkat (>90
mL/menit/1,73 m2)
2) Stadium II : kerusakan ginjal dengan GFR Menurun Ringan (60-89
mL/menit/1,73 m2)
3) Stadium III : kerusakan ginjal dengan GFR Normal atau meningkat (30-59
mL/menit/1,73 m2)
4) Stadium IV : kerusakan ginjal dengan GFR Normal atau meningkat (15-29
mL/menit/1,73 m2)

8
5) Stadium V : kerusakan ginjal dengan GFR Normal atau meningkat ( <15
mL/menit/1,73 m2)

F. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium merupakan pemeriksaan untuk menunjang
diagnosis penyakit, guna mendukung atau menyingkirkan diagnosis lainnya.
Pemeriksaan laboratorium merupakan penelitian perubahan yang timbul pada
penyakit dalam hal susunan kimia dan mekanisme biokimia tubuh (perubahan
ini bisa penyebab atau akibat). Pemeriksaan laboratorium juga sebagai ilmu
terapan untuk menganalisa cairan tubuh dan jaringan guna membantu petugas
kesehatan dalam mendiagnosis dan mengobati pasien.
Peran perawat dalam pemeriksaan laboratorium yaitu menyiapkan pasien untuk
pengambilan specimen yang akan diperiksa. Pada pasien dengan CKD
spesimen yang diperiksa dalam pemeriksaan laboratorium antara lain:
a) Urine
Cara pemeriksaan
(1) Pemeriksaan urine midstream.
Specimen urin yang dikeluarkan dengan cara umum biasanya tidak
dapat digunakan untuk pemeriksaan bacteriology. Teknik cleancatch
midstream teknik ini untuk mengambil urin ditengah tengah
pengeluaran urin saat buang air kecil dan bukan saat memulai dan
mengakhirinya serta dilakukan dengan cara yang bersih). Cara
pengumpulan clean-catch midstream
(a) Instruksi untuk pasien laki-laki
-Buka gland penis dan bersihkan daerah disekitar meatus dengan
sabun. Hilangkan semua sabun dengan kapas yang dibasahi air
-Jangan mengumpulkan urin yang pertama kali keluar buang bagian ini
(b) Kumpulkan bagian berikutnya kedalam botol steril bermulut lebar atau
tabung gelas yang berdiameter besar dengan dilindungi dan ditutup
steril
(c) Jangan mengumpulkan beberapa tetes urin terakhir karena sekresi
prostat dalam masuk kedalam specimen urin pada akhir pancaran.

9
(2) Instruksi untuk pasien perempuan
(a) Pisahkan kedua labia agar orifisium uretra tidak tertutup
(b) Bersihkan daerah disekitar meatus urinaria dengan menggunakan
spons yang dibasahi sabun cair
(c) Usap perineum dari depan kebelakang
(d) Hilangkan semua bekas sabun dengan kapas yang dibasahi air,
dengan cara menghapusnya dari depan kebelakang
(e) Pertahankan agar labia tetap terpisah dan lakukan urinasi dengan kuat
tetapi bagian pertama urin yang memancar keluar jangan ditampung
(koloni bakteri terdapat pada bagian distal orifisium uretra ; pancaran
urin yang pertama akan membasuh dan membersihkannya dari
kontaminan uretra tersebut)
(f) Kumpulkan bagian pancaran tengah dari aliran urin dengan
memastikan agar wadah yang digunakan untuk mengumpulkan
specimen urin tidak mengenai alat kelamin.
Yang diperiksa dan hasilnya
(1) Volume : biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tak
ada (anuria).
(2) Warna: secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat atau urat. Sedimen kotor,
kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin.
(3) Berat jenis: kurang dari 1,015 ( menetap pada 1,010 menunjukan
kerusakan ginjal berat).
(4) Osmolalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan tubular,
dan rasio urine dengan serum biasanya 1:1.
(5) Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mereabsorpsi
natrium.
(6) Protein: derajat tinggi proteinuria secara kuat menunjukan kerusakan
glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
(a) Pengumpulan urine 24-jam
Cara pengumpulan urin: pasien dianjurkan agar mengosongkan kandung
kemih pada waktu yang ditentukan (seperti pukul 08.00 pagi), urine ini
dibuang. Semua urine yang dikeluarkan selama 24 jam berikutnya
dikumpulkan. Specimen terakhir dikumpulkan dan disimpan 24 jam
10
sesudah pengumpulan dimulai (yaitu, pukul 08.00 pagi). Kandung kemih
harus kosong ketika pemeriksaan dimulai dan berakhir. Urine
dikumpulkan pada sebuah wadah yang bersih. Bergantung pada
pemeriksaan yang akan dilakukan, zat pengawet dapat ditambahkan atau
specimen urine mungkin harus disimpan dalam lemari pendingin.
Yang diperiksa dan hasilnya:
- Klirens kreatinin: mungkin agak turun.
b) Darah
Cara pemeriksaan
Untuk mengukur kadar ureum (BUN), kumpulkan 3-5 ml darah vena.
Penderita dianjurkan untuk puasa terlebih dulu selama 8 jam sebelum
pengambilan sampel darah untuk mengurangi pengaruh diet terhadap hasil
laboratorium.
Untuk pemeriksaan darah lengkap, darah diambil dari vena, atau
kapiler dan dimasukkan ke dalam tabung tutup ungu. Jumlah darah yang
dibutuhkan sebanyak 2-3 mL untuk pemeriksaan eritrosit, 1 ml untuk
pemeriksaan Hb. Pemeriksaan hemoglobin dilakukan dengan cara
fotoelektrik atau sahli. Nilai hematokrit atau PCV dapat ditetapkan secara
automatik menggunakan hematology analyzer atau secara manual
(makrohematokrit dan mikrohematokrit)
Untuk pemeriksaan GDA digunakan darah yang berasal dari arteri.
Tempat pengambilan darah arteri yaitu arteri radialis, arteri femoralis, arteri
brakhialis maupun arteri dorsal pedis.
Untuk memeriksa kadar protein digunakan sampel serum. Pengukuran
protein telah banyak menggunakan analyzer kimiawi otomatis. Pengukuran
kadar menggunakan prinsip penyerapan (absorbance) molekul zat warna.
Protein total biasanya diukur dengan reagen Biuret dan tembaga sulfat basa.
Penyerapan dipantau secara spektrofotometri pada λ 545 nm. Albumin
sering dikuantifikasi sendiri. Sedangkan globulin dihitung dari selisih kadar
antara protein total dan albumin yang diukur.
Untuk pemeriksaan elektrolit menggunakan sampel serum. Metode
pemeriksaan Kalsium yaitu O-cresolphthalein-complexone. Metode
pemeriksaan magnesium yaitu Xylidyl Blue.Metode pemeriksaan kalium
dan natrium yaitu ISE (Ion Selective Elektroda).
11
1) Yang diperiksa dan hasilnya
a) BUN/ kreatinin: meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar
kreatinin 10 mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
b) Hitung darah lengkap: Ht: menurun pada adanya anemia. Hb: biasanya
kurang dari 7-8 g/dL.
c) SDM: waktu hidup menurun pada defisiensi eritropoetin seperti pada
azotemia.
d) GDA: pH: penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7,2), terjadi
karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengekskresi hidrogen dan
amonia atau hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun. PCO2
menurun.
e) Natrium serum: mungkin rendah (bila ginjal “kehabisan natrium” atau
normal), menunjukan status dilusi hipernatremia.
f) Kalium: peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan
perpindahan selular (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis
SDM). Pada tahap akhir, perubahan EKG mungkin tidak terjadi sampai
kalium 6,5 mEq atau lebih besar. Peningkatan kalium ditandai dengan
gelombang T yang tinggi atau T-inversi.
g) Magnesium/ fosfat: meningkat.
h) Kalsium: menurun.
i) Protein (khusunya albumin): kadar serum menurun dapat menunjukan
kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan
pemasukan, atau penurunan sintesis karen akurang asam amino esensial
j) Osmolalitas serum: lebih besar dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan
urine
2) Pemeriksaan radiologi
Peran perawat dalam pemeriksaan radiologi adalah menjelaskan apa yang akan
dilakukan pada pasien dan mengapa hal ini dilakukan serta membantu radiographer
dalam memberikan posisi yang tepat bagi pasien sesuai pemeriksaan yang akan
dilakukan.

a. KUB foto

12
KUB foto dapat menunjukan ukuran ginjal/ ureter/ kandung kemih dan
adanya obstruksi (batu). Cara pemeriksaan: pemeriksaan ini menggunakan
bahan kontras yaitu uatu zat yang memiliki nomor atom tinggi yang berguna
untuk membedakan jaringan yang tidak dapat dilihat oleh foto rontgen biasa.
Pada pemeriksaan IVP, bahan kontras yang digunakan berbahan baku yodium
(I) dan jenis bahan kontrasnya positif (yang tampak opaque pada foto rontgen).
Persiapan pasien terdiri dari: Sehari sebelum pemeriksaan dilakukan,
pasien diminta untuk makan-makanan lunak yang tanpa serat (seperti bubur
kecap) maksudnya supaya makanan tersebut mudah dicerna oleh usus sehingga
faeces tidak keras. Makan terakhir pukul 19.00 (malam sebelum pemeriksaan)
supaya tidak ada lagi sisa makanan diusus, selanjutnya puasa sampai
pemeriksaan berakhir. Malam hari pukul 21.00, pasien diminta untuk minum
laksatif (dulcolax) sebanyak 4 tablet. Delapan jam sebelum pemeriksaan
dimulai, pasien tidak diperkenankan minum untuk menjaga kadar cairan. Pagi
hari sekitar pukul 06.00 (hari pemeriksaan), pasien diminta untuk memasukkan
dulcolax supossitoria melalui anus, supaya usus benar-benar bersih dari sisa
makanan / faeces. Selama menjalani persiapan, pasien diminta untuk tidak
banyak bicara dan tidak merokok supaya tidak ada intestinal gas (gas disaluran
pencernaan)
Bahan kontras dimasukkan/diinjeksi melalui vena fossa cubiti.
Setelah diinjeksi dilakukan foto sebanyak 4 kali yaitu: 5 menit ost injeksi, 15
menit post injeksi, 30 menit post injeksi dan post miksi (pasien disuruh
berkemih lalu difoto kembali setelah berkemih)
b. Pielogram retrograd
Pemeriksaan ini menunjukan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter. Cara
pemeriksaannya: sebuah kateter dimasukkan ke dalam ureter setelah dilakukan
sistoskopi, kemudian kontras disuntikkan melalui kateter dan akan
menggambarkan sistem pelvicalyces dan ureter.
c. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular, massa. Cara pemeriksaannya: memasukan kateter melalui arteri
femoralis dan aorta abdominalis sampai setinggi arteri renalis.zat kontraks di
suntikan pada tempat ini akan mengalir ke dalam arteri renalis dan cabang-
cabangnya.

13
d. Sisteoutretrogram berkemih
Pemeriksaan ini menunjukan ukuran kandung kemih, refluks ke dalam ureter,
retensi. Cara pemeriksaan: dengan memasukkan medium kontras melalui
sebuah kateter ke dalam kandung kemih
e. Ultrasono ginjal
Pemeriksaan ini menggunakan gelombang suara yang dipancarkan ke dalam
tubuh untuk mendeteksi abnormalitas. Organ – organ dalam sistem urinarius
akan menghasilkan gambar-gambar ultrasound yang khas. Abnormalitas seperti
akumulasi seperti akumulasi cairan, massa, malformasi, perubahan organ
ataupun obstruksi dapat diidentifikasi. Pemeriksaan USG merupakan teknik non
invasive dan tidak memerlukan persiapan khusus kecuali menjelaskan prosedur
serta tujuaanya kepada pasien.
f. Biopsi ginjal
Pemeriksaan ini berguna untuk mengevaluasi perjalanan penyakit ginjal dan
mendapatkan specimen bagi pemeriksaan mikroskopik electron serta
imunofluresen, khusus bagi penyakit glumerulus cara pemeriksaan: biopsy
ginjal dilakukan dengan menusukkan jarum biopsy melalui kulit kedalam
jaringan renal atau dengan biopsy terbuka melalui luka insisi yang kecil
didaerah pinggang.. Sebelum biopsy dilakukan, pemeriksaan koagulasi perlu
dilakukan terlebih dahulu untuk mengidentifikasi setiap resiko terjadinya
perdarahan pasca biopsy.
g. Endoskopi ginjal, nefroskopi: dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal; keluar
batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif.
h. EKG: pemeriksaan EKG ini digunakan dalam rangka melihat gambaran
mengenai hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia dan gangguan
elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia) mungkin abnormal menunjukan
ketidakseimbangan elektrolit dan asam/ basa.

G. Penatalaksanaan
14
1. Penatalaksanaan Medis
Menurut Sudoyo, 2006 perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit ginjal
kronik sesuai dengan derajatnya, dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 2.2 Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik Sesuai dengan
Derajat
Derajat LFG (ml/mnt/1,73m2) Rencana tatalaksana
1 ≥ 90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,
evaluasi perburukan (progression) fungsi ginjal,
memperkecil resiko kardiovaskular
2 60-89 Menghambat perburukan (progression) fungsi
ginjal
3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi
4 15-29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5 < 15 Terapi pengganti ginjal (transplantasi),
hemodialisis, peritoneal dialysis
Sumber : Sudoyo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Vol.1 Jilid II Ed.IV
Penjabaran masing-masing rencana tatalaksana menurut Sudoyo, 2006
meliputi :
a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasar
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah
sebelum terjadinya penurunan LFG sehingga perburukan fungsi ginjal tidak
terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsy
dan pemeriksaan hispatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat
terhadap terapi spesifik. Sebaliknya bila LFG sudah menurun sampai 20-30%
dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.
b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition)
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan
LFG pada pasien penyakit ginjal kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi
komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid
ini antara lain, gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak
terkontrol, infeksi traktur urinarius, obstruksi traktus urinarius, dan
peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.

c. Memperlambat perburukan (progression) fungsi ginjal

15
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya
hiperfiltrasi glomerulus. Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi
glomerulus ini adalah:
1) Pembatasan asupan protein
Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG ≤ 60
ml/mnt, sedangkan diatas nilai tersebut pembatasan aupan protein tidak
selalu dianjurkan. Protein yang diberikan 0,6-0,8/kg bb/hari dan jumlah
kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari. Anjuran terhadap
pembatasan asupan protein dilakukan karena kelebihan protein tidak
disimpan dalam tubuh tapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen
lain, yang terutama diekskresikan melalui ginjal. Selain itu, makanan
tinggi protein yang mengandung ion hydrogen, posfat, sulfat dan ion
unorganik lain juga di ekskreikan oleh ginjal. Oleh karena itu, pemberian
diet tinggi protein pada pasien penyakit ginjal kronis akan
mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lain
dan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolik yang disebut uremia.
Dengan demikian, pembatasan asupan protein akan mengakibatkan
berkurangnya sindrom uremik. Masalah penting lain adalah asupan
protein berlebih akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal
berupa peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus yang akan
meningkatkan progresifitas pemburukan fungsi ginjal.
2) Terapi farmakologis
Terapi farmakologis berfungsi untuk mengurangi hipertensi
intraglomerulus dan hipertropi glomerulus. Beberapa obat antihipertensi,
terutama penghambat enzim converting angiotensin (ACE inhibitor)
melalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses pemburukan
fungsi ginjal. Hal ini terjadi lewat mekanisme kerjanya sebagai
antihipertensi dan antiproteinuria.
d. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler merupakan
hal paling penting, karena 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik
disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam
pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular adalah pengendalian diabetes,
pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia, pengendalian anemia,
16
pengendalian hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan dan
gangguan keseimbangan elektrolit. Semua ini terkait dengan pencegahan dan
terapi terhadap komplikasi penyakit ginjal kronik secara keseluruhan.
e. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
Penyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang
manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi.
Seperti, mulai terjadi peningkatan tekanan darah sampai timbulnya uremia.
f. Terapi pengganti ginjal (Renal Replacement Therapy)
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium
5 atau End Stage Renal Disease (ESRD), yaitu pada LFG kurang dari 15
ml/mnt. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal
dialysis, dan transplantasi ginjal.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Debra Castner (2010), beberapa pendekatan keperawatan yang dapat
digunakan dalam memberikan asuhan terhadap pasien CKD yaitu:
a) Meninjau dan memastikan obat serta dosis yang sesuai bagi pasien CKD untuk
menghindari keparahan kerusakan ginjal. Obat-obat tertentu, seperti metformin,
bifosfonat, dan NSAID, tidak sesuai sama sekali untuk pasien dalam CKD
stadium lanjut. Perawat perlu mengetahui referensi obat yang baik meliputi
peringatan dan penyesuaian bagi pasien dengan CKD
b) Monitor asupan pasien dan output serta kepatuhan terhadap pembatasan diet.
Awasi setiap kenaikan atau penurunan berat badan 3 pound (1,4 kg) dalam 24
jam
c) Memantau tekanan darah untuk mengidentifikasi masalah dan mengukur respon
pasien terhadap pengobatan.
d) Auskultasi paru-paru dan jantung. Inspirasi crackles dan S3 dapat menunjukkan
overload cairan. Detak jantung tak beraturan dapat menunjukkan
ketidakseimbangan elektrolit.
e) Mendidik pasien dan keluarga tentang CKD. Pasien lebih mungkin untuk
berhasil dalam membatasi atau memperlambat komplikasi ketika mereka
memahami penyakit dan alasan-alasan untuk perawatan
f) Dorong pasien untuk belajar tentang dialisis, bahkan jika itu tidak diperlukan
sekarang. Mendidik pasien tentang pilihan pengobatan untuk gagal ginjal,
seperti dialisis peritoneal dan hemodialisis, dan transplantasi ginjal.
17
H. Komplikasi
1. Gagal jantung kongestif.
2. Perdarahan gastrointestinal atas/ esofageal.
3. Infeksi saluran kencing.
4. Obstruksi tarktus urinarius.
5. Hipertensi.
6. Gangguan perfusi/ aliran darah ginjal.
7. Gangguan elektrolit.

18

Anda mungkin juga menyukai