1. DEFINISI
- Gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal
dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang
beredardalamdarahsertakomplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau
transplantasi ginjal). (Nursalam, 2006)
- Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urin dan sampah nitrogen lain
dalam darah). (Brunner & Suddart, 2002)
- Gagal ginjal kronis adalah destruksi struktur ginjal yang progresif dan
terus-menerus. Gagal ginjal kronis dapat timbul dari hampir semua
penyakit. Selain itu pada individu yang rentan, nefropati analgesic,
destruksi papilla ginjal yang terkait dengan pamakaian harian obat-obatan
analgesic selama bertahun-tahun dapat menyebabkan gagal ginjal kronis.
Apa pun sebabnya, terjadi perburukan fungsi ginjal secara progresif yang
ditandai dengan penurunan GFR yang progresif. (Corwin, 2009)
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, dan ditandai dengan uremia (urea dan
limbah nitrogen dalam darah), dan dapat terjadi pada individu yang rentan,
nefropati analgesic, destruksi papilla ginjal yang terkait dengan pamakaian
harian obat-obatan analgesik selama bertahun-tahun.
2. KLASIFIKASI
- Berdasarkan sebabnya
Menurut Suharyanto dan Madjid (2009), gagal ginjal kronis dapat
diklasifikasikan berdasarkan sebabnya, yaitu sebagai berikut:
Klasifikasi Penyakit Penyakit
Penyakit infeksi dan peradangan Pielonefritis kronik, Glomerulonefritis
Penyakit vaskuler hipertesif Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis
maligna, Stenosis arteri renalis
Gangguan jaringan penyambung Lupus eritematosus sistemik, Poliartritis
nodusa, Sklerosis sistemik progresif
Gangguan kongenital dan heredite Penyakit ginjal polikistik, Asidosis tubulus
ginjal
Penyakit metabolik Diabetes Melitus, Gout Disease,
Hipertiroidisme
Nefropati toksi Penyalahgunaan analgesic, Nefropati
timbale
Nefropati obstruksi Saluran kemih bagian atas: kalkuli,
neoplasma, fibrosis retroperineal. Saluran
kemih bagian bawah: hipertropi prostat,
striktur uretra, anomali leher kandung
kemih dan uretra.
3. ETIOLOGI
Umumnya gagal ginjal kronik disebabkan penyakit ginjal intrinsic difus
dan menahun. Tetapi hampir semua nefropati bilateral dan progresif akan
berakhir dengan gagal ginjal kronik. Umumnya penyakit diluar ginjal, missal
nefropati obstruktif dapat menyebabkan kelainan ginjal intrinsic dan berakhir
dengan gagal ginjal kronik. Glomerulonefritis hipertensi essensial dan
pielonefritis merupakan penyebab paling sering dari gagal ginjal kronik kira-
kira 60%. Gagal ginjal kronik yang berhubungan dengan penyakit ginjal
polikistik dan nefropati obstruktif hanya 15 – 20 %. Glomerulonefritis kronik
merupakan penyakit parenkim ginjal progresif dan difus, seringkali berakhir
dengan gagal ginjal kronik. Laki-laki lebih sering dari wanita, umur 20 – 40
tahun. Sebagian besar pasien relatif muda dan merupakan calon utama untuk
transplantasi ginjal.
Glomerulonefritis mungkin berhubungan dengan penyakit-penyakit
system (Glomerulonefritis sekunder) seperti Lupus Eritomatosus Sitemik,
Poliarthritis Nodosa, Granulomatosus Wagener. Glomerulonefritis
(Glomerulopati) yang berhubungan dengan diabetes melitus
(Glomerulosklerosis) tidak jarang dijumpai dan dapat berakhir dengan gagal
ginjal kronik. Glomerulonefritis yang berhubungan dengan amiloidosis sering
dijumpai pada pasien-pasien dengan penyakit menahun sperti tuberkolosis,
lepra, osteomielitis, dan arthritis rheumatoid, dan myeloma.
Penyakit ginjal hipertensif (arteriolar nefrosklerosis) merupakan salah satu
penyebab gagal ginjal kronik. Insiden hipertensi essensial berat yang berekhir
dengan gagal ginjal kronik kurang dari 10 %.
Kira-kira 10 -15% pasien-pasien dengan gagal ginjal kronik disebabkan
penyakit ginjal congenital seperti Sindrom Alport, penyakit Fabbry, Sindrom
Nefrotik Kongenital, penyakit ginjal polikistik, dan amiloidosis. Pada orang
dewasa, gagal ginjal kronik yang berhubungan dengan infeksi saluran kemih
dan ginjal (Pielonefritis) tipe uncomplicated jarang dijumpai, kecuali
tuberculosis, abses multiple, nekrosis papilla renalis yang tidak mendapatkan
pengobatan adekuat. Seperti diketahui,nefritis interstisial menunjukkan
kelainan histopatologi berupa fibrosis dan reaksi inflamasi atau radang dari
jaringan interstisial dengan etiologi yang banyak. Kadang dijumpai juga
kelainan-kelainan mengenai glomerulus dan pembuluh darah, vaskuler.
Nefropati asam urat menempati urutan pertama dari etiolgi nefrotis
interstisial.
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian
Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi
terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%),
hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%) (Roesli, 2008).
a. Glomerulonefritis
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal
yang etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan
gambaran histopatologi ertentu pada glomerulus (Markum, 1998).
Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan
primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya
berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila
kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes
melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau
amiloidosis (Prodjosudjadi, 2006).
Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan
ditemukan secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan
ringan atau keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi
pengganti ginjal seperti dialisis (Sukandar, 2006).
b. Diabetes melitus
Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo
(2005) diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena
penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan
berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus
dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan
adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air
kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala tersebut
dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang
tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya (Waspadji,
1996).
c. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi
(Mansjoer, 2001). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi
dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak
diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau
disebut juga hipertensi renal (Sidabutar, 1998).
d. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan
atau material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada
keadaan ini dapat ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal,
baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik,
kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal
polikistik merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan.
Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik
dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru
bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat
ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan
autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik
dewasa (Suhardjono, 1998).
4. FAKTOR RESIKO
Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes
melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun,
dan individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan
penyakit ginjal dalam keluarga (National Kidney Foundation, 2009).
5. PATOFISIOLOGI
Ketika kerusakan ginjal dimulai, sebuah rangkaian proses terjadinya gagal
ginjal terjadi kemudian.
a. Sebagai respons terhadap cidera ginjal, diperkirakan terjadi
peningkatan tekanan intra-glomerulus dengan hipertrofi glomerulus,
karena ginjal mencoba untuk menyesuaikan diri akibat kehilangan
nefron untuk mempertahankan fungsi filtrasi pada glomerulus.
b. Terjadi peningkatan permeabilitas glomerular terhadap molekul
makro seperti Transformasi Growth Factor-beta (TGF-beta), asam
lemak, penanda pro-inflamasi dari stres oksidan, dan protein; yang
menyebabkan toksisitas pada matriks mesangial; menyebabkan
perluasan sel mesangial, pembengkakan, fibrosis, dan jaringan parut
glomerulus.
c. Selain itu, cedera ginjal mengakibatkan peningkatan produksi
angiotensin II, menyebabkan peningkatan TGF-beta, berkontribusi
terhadap sintesis kolagen dan jaringan parut di ginjal dalam
glomerulus.
d. Baik perubahan struktural maupun perubahan biokimia, seluler, dan
molekuler, tampaknya menyebabkan kerusakan jaringan ginjal
progresif dan hilangnya fungsi ginjal.
e. Semua bentuk penyakit ginjal kronis maupun akut, juga terkait dengan
penyakit tubulo-interstisial; sebuah mekanisme cedera yang tidak
diketahui secara pasti, namun masalah sekunder akibat pengurangan
suplai darah disamping infiltrasi limfosit dan mediator inflamasi akan
menyebabkan fibrosis interstisial dan atrofi tubular.
6. MANIFESTASI KLINIS
a. Kardiovaskuler yaitu yang ditandai dengan adanya hipertensi (akibat
retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistem renin-angiotensin-
aldosteron), pitting edema (kaki, tangan, sacrum), edema periorbital,
friction rub pericardial, serta pembesaran vena leher, frekuensi jantung
yang tidak regular akibat hiperkalemia.
b. Integumen yaitu yang ditandai dengan warna kulit abu-abu mengkilat,kulit
kering dan bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh serta rambut
tipis dan kasar
c. Pulmoner yaitu yang ditandai dengan krekeis, sputum kental dan liat,
napas dangkal seta pernapasan kussmaul
d. Gastrointestinal yaitu yang ditandai dengan napas berbau ammonia,
ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia, mual dan muntah,
konstipasi dan diare, serta perdarahan dari saluran GI
e. Neurologi yaitu yang ditandai dengan kelemahan dan keletihan, konfusi,
disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapakkaki,
serta perubahan perilaku
f. Muskuloskletal yaitu yang ditandai dengan kram otot, kekuatan otot
hilang, fraktur tulang yang disebabkan oleh ketidakseimbangan kalsium-
fosfor, serta foot drop.
g. Reproduksi yaitu ditandai dengan amenore dan atrofi testikuler
(Smeltzer, 2001; Suyono, 2001)
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Doenges (2000) adalah sebagai berikut:
Pemeriksaan Urine
Volume Biasanya kurang dari 400 ml / 24 jam atau urine tak ada(a
nuria)
Osmolalitas Kurang dari 300 mosm / kg menunjukkan kerusakan
tubular.
Pemeriksaan Darah
SDM Waktu hidup menurun pada defesiensi eriropoetinseperti
pada azotemia.
Pemeriksaan GDA
Magnesium/fosfat Meningkat
Kalsium Menurun
1) Laboratorium
Untuk menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat GGK,
menentukan gangguan sistem, dan membantu menetapkan etiologi.
a. Analisa urin dan kultur
Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen,
SDM, keton, SDP, TKK/CCT
- Pemeriksaan urine 24 jam, memperlihatkan penurunan pembersihan
kreatinin
- Rasio protein atau albumin terhadap kreatinin dalam contoh urin
pertama pada pagi hari atau sewaktu
b. Ureum, kreatinin serum, CCT (fungsi ginjal)
- BUN (Blood ureum nitrogen) dan kreatinin, pada umumnya
menunjukkan peningkatan, kalium meningkat, magnesium
meningkat, kalsium menurun, protein menurun
c. Hemopoesis: Hb, Ht, faktor pembekuan
- Hematokrit dan hemoglobin turun
d. Elektrolit, AGD
Menurut Grabes, Mark A. 2006
a. BUN dan kreatinin, pada umumnya menunjukkan peningkatan
b. Pemeriksaan urine 24 jam, memperlihatkan penurunan pembersihan
kreatinin
c. Biasanya terdapat asidosis dan anemia normokromiknormositik,
sedangkan hiperkalemia dan hiponatremia sering timbul.
Menurut (Mary, Baradero., 2009)
a. Radiografi atau ultrasound akan memperlihatkan ginjal yang kecil
dan atrofi
b. Nilai BUN serum, kreatinin, dan GFR tidak normal
c. Hematokrit dan hemoglobin turun
d. pH plasma rendah
e. peningkatan kecepatan pernapasan mengisyaratkan kompensasi
pernapasan akibat asidosis metabolik
2) Penunjang
a. USG, Pemeriksaan pencitraan ginjal
Untuk mencari adanya faktor yang reversibel seperti obstruksi oleh
karena batu atau massa tumor, dan untuk menilai apakah proses
sudah lanjut
b. Pielografi Intra Vena (PIV)
Dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion pyelography,
untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter
c. Pemeriksaan Prelografi Retrograd
Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel.
d. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia,
hipokalsemia). Kemungkinan abnormal menunjukkan
ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa.
e. Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi
ginjal. Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau
obstruksi lain.
f. Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid
overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikadial.
g. Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi dan kalsifikasi metastatik
h. Arteriogramginjal
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular,
massa.
Penjelasan Pemeriksaan Lab
1. Kreatinin (serum dan urine)
Definisi
Kreatinin adalah produksi katabolisme otot yang berasal dari
pemecahan kreatin otot dan kreatin fosfat. Jumlah produksi kreatinin
sesuai dengan massa otot. Ginjal mengeluarkan kreatinin. Jika 50 % atau
lebih nefron rusak, kadar kreatinin meningkat. Kreatinin serum secara
khusus berguna dalam mengevaluasi fungsi glomerulus.
Kreatinin serum dinilai lebih sensitif dan merupakan indikator
penyakit ginjal yang lebih spesifik daripada BUN. Serum ini kemudian
meningkat dan tidak dipengaruhi oleh diet atau masukan cairan. Rasio
normal BUN/kreatinin adalah 10:1. Nilai rasio yang lebih tinggi dari
normal menunjukkan adanya gangguan pre-renal.
Nilai rujukan
DewasaSerum: 0,5-1,5 mg/dL; 45-13,25 μmol/L (unit SI). Pada wanita
kadarnya sedikit lebih rendah akibat massa otot yang kurang
Urine: 1-2 g/24 jam
Anak Bayi baru lahir: 0,8-1,4 mg/dL; Bayi: 0,7-1,7 mg/dL; 2-6
tahun: 0,3-0,6 mg/dL, 27-54 μmol/L (unit SI); Anak yang
lebih besar: 0,4-1,2 mg/dL, 36-106 μmol/L (unit SI; nilai
sedikit meningkat sesuai umur karena otot-otot yang kuat)
Lansia mempunyai kadar yang lebih rendah karena berkurangnya
kekuatan otot-otot dan menurunnya produksi kreatinin
Nilai kritis
Meningkat pada: gagal ginjal, chronic nephritis, urinary tract obstruction,
muscle disease (seperti gigantisme, acromegaly, myasthenia gravis),
CHF, shock.
Menurun pada: orang tua, orang-orang dengan ukuran tubuh kecil massa
otot yang menurun, muscle atrophy atau inadequat dietary protein.
Implikasi keperawatan
Pre-test:
Jelaskan pada penderita tujuan
pemeriksaan dan banyaknya sampel darah yang diperlukan
Puasa 8 jam sebelumnya
Instruksikan kepada penderita agar
menghindari latihan berat 8 jam sebelum pemeriksaan
Instruksikan penderita agar tidak
makan daging merah 24 jam sebelum pemeriksaan
Post-test:
Tekan di tempat bekas pengambilan darah
Beri label spesimen dan kirim ke laboratorium
Laporkan temuan abnormal kepada dokter
Penurunan kadar :
Dapat disebabkan oleh diet rendah protein, malnutrisi, atau
kerusakan hepar berat
Overhidrasi
Kehamilan trimester 3
Rasio BUN-creatinine yang rendah berkaitan dengan diet protein
rendah, rhabdomyolisis, sirosis, atau syndrome of inappropiate
antidiuretic hormone secretion (SIADH)
Implikasi keperawatan
Pre-test:
o Jelaskan pada penderita tujuan pemeriksaan dan
banyaknya sampel darah yang akan diambil
o Tidak diperlukan puasa sebelumnya
o Instruksikan penderita agar menghindari diet tinggi
merah sebelum pemeriksaan
Post-test:
o Tekan di tempat bekas pengambilan darah
o Beri label spesimen dan kirim ke laboratorium segera
o Laporkan temuan abnormal kepada dokter
Nilai ini dihitung dengan rumus Cockcroft-Gault atau MDRD (modification of diet in
renal disease) sebagai berikut :
Cockcroft-Gault :
72 x Kreatinin Serum
fltrasi glomerulus. Stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju
filtrasi glomerulus yang lebih rendah.
Pembagian klasifikasi adalah sebagai berikut : Pasien yang
memiliki GFR >90, tetapi memiliki fungsi ginjal yang normal, namun
berada pada stadium dengan risiko meningkat. Sedangkan GFR>90
namun terdapat kerusakan ginjal atau proteinuria, fungsi ginjal memang
masih normal, tapi penyakit ginjal kronik sudah berada pada stadium 1.
GFR dengan nilai 60-89, fungsi ginjal akan mengalami penurunan ringan
dan penyakit berada pada stadium 2. Sedangkan stadium 3, jika GFR
berada pada nilai 30-59 dan fungsi ginjal mengalami penurunan sedang.
Stadium 4, ginjal mengalami penurunan berat dengan nilai GFR 15-29.
Dan pasien dinyatakan gagal ginjal terminal jika GFR kurang dari 15.
6. Ultrasonografi (USG)
Definisi
USG adalah suatu prosedur diagnostik yang digunakan untuk
melihat struktur jaringan tubuh atau analisa bentuk gelombang dari
Doppler. Pemeriksaan ultrasound yang disebut tranduser diletakkan di
atas permukaan kulit atau di atas rongga tubuh untuk menghasilkan
sebuah sorotan ultrasound di dalam jaringan. Gelombang bunyi yang
direfleksikan atau gema dari jaringan dapat ditransformasikan oleh
sebuah komputer ke dalam skan, grafik, atau bunyi yang dapat didengar
(Doppler).
Ultrasound dapat mendeteksi kelainan jaringan (massa, kista,
edema, batu). Ultrasound tak dapat digunakan untuk menentukan
kelainan tulang atau organ-organ yang berisi udara. Pemeriksaan ini
relatif murah dan tidak menyebabkan bahaya bagi klien.
Nilai rujukan
Pola gambaran organ atau analisa spektrum doppler normal
Nilai kritis
Akan memperlihatkan ginjal yang lebih kecil dan atrofik dibandingkan
usia dan besar tubuh penderita CRF
Implikasi keperawatan
Pre-test:
Jelaskan prosedur pemeriksaan kepada klien
Jelaskan pada klien bahwa prosedur ini tidak sakit, tidak
terkontaminasi dengan radiasi, dan pemeriksaan ultrasound aman
dan cepat
Anjurkan klien bertanya dan mengapresiasikan perasaannya.
Bersikap jujur pada klien dan keluar
7. Angiografi
Definisi
Istilah angiografi (pemeriksaan terhadap pembuluh-pembuluh
darah) dan arteriografi (pemeriksaan terhadap arteri) digunakan tumpang
tindih. Kateter dimasukkan ke dalam arteri femoralis atau brakhialis dan
zat kontras disuntikkan untuk memudahkan penglihatan terhadap
pembuluh darah. Angiografi berguna untuk mengevaluasi pembuluh
darah dan untuk mengidentifikasi vaskularisasi yang abnormal karena
adanya tumor. Pemeriksaan ini dilakukan bila CT (tomografi komputer)
atau skrining radionukleid memberi kesan adanya kelainan pembuluh
darah.
Pada ginjal: pemeriksaan ini memungkinkan penglihatan terhadap
pembuluh dan parenkim ginjal. Aortogram dapat dilakukan dengan
angiografi ginjal untuk mendeteksi kelainan pembuluh di aorta dan untuk
memperlihatkan hubungan arteri ginjal ke aorta. Sehingga hasilnya dapat
digunakan untuk mengetahui penyebab gagal ginjal.
Nilai rujukan
Struktur dan pembuluh darah normal
Nilai kritis
Pembuluh darah pada ginjal mengalami kelainan terutama pembuluh
arteri ginjal ke aorta.
Implikasi keperawatan
Pra-test
Jelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan angiografi
Kaji riwayat hipersensitivitas terhadap yodium, makanan laut, atau
zat kontras untuk prosedur sinar X (pielogram intravena [IVP])
Jelaskan bahwa bila kontras disuntikkan mungkin terasa hangat,
rasa panas yang hilang dalam waktu 1-2 menit. Pasien harus tenang
sehingga gambar jelas.
Jelaskan bahwa pemeriksaan tidak menyebabkan nyeri, tetapi
mungkin menyebabkan rasa tidak nyaman
Catat tanda-tanda vital
Intra-test
Monitor tanda-tanda vital
Kaji reaksi vasovagal (komplikasi umum; penurunan nadi, dan
tekanan darah, dingin, dan lembab). Beri cairan IV dan atropin per
IV. Reaksi berakhir sekitar 15-20 menit
Pasca-test
Beri tekanan pada lokasi penyuntikkan selama 5-10 menit atau
lebih sampai perdarahan berhenti
Monitor tanda vital sesuai pesanan
Berikan tirah baring 12-24 jam atau sesuai pesanan. Aktivitas
dibatasi selama 1 hari
Periksa nadi perifer pada ekstremitas (mis; dorsalis pedis,
femoralis, radialis)
Beri kompres dingin atau kantung es pada edema dan nyeri di
lokasi penyuntikan
Monitor haluaran urin dan cairan IV
Observasi adanya reaksi alergi lambat terhadap kontras
Bersikap jujur pada klien dan keluarga
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Sylvia Price (2000) adalah sebagai berikut :
a. Penatalaksanaan Medis
- Obat anti hipertensi yang sering dipakai adalah Metildopa
(Aldomet), propanolol dan klonidin. Obat diuretik yang dipakai
adalah furosemid (lasix).
- Hiperkalemia akut dapat diobati dengan pemberian glukosa
daninsulin intravena yang memasukan K +ke dalam sel, ataudengan
pemberian kalsium glukonat 10% intravena denganhati-hati
sementara EKG terus diawasi. Bila kadar K + tidakdapat diturunkan
dengan dialisis, maka dapat digunakan resin penukar kation natrium
polistiren sulfonat (Kayexalate).
- Pengobatan untuk anemia yaitu : rekombinasi eritropoetin (r-EPO)
secara meluas, untuk anemia uremik: dengan memperkecil
kehilangan darah, pemberian vitamin,androgen untuk wanita,
depotestoteron untuk pria dan transfusidarah.
- Asidosis berat akan dikoreksi dengan pemberian NaHCO3
parenteral.
- Dialisis peritoneal : merupakan alternatif dari hemodialisis pada
penanganan gagal ginjal akut dan kronik.
Pada orang dewasa, 2 L cairan dialisis steril dibiarkan mengalirke
dalam rongga peritoneal melalui kateter selama 10-20
menit.Biasanya keseimbangan cairan dialisis dan
membransemipermeabel peritoneal yang banyak vaskularisasinya
akan tercapai setelah dibiarkan selama 30 menit.
- Transplantasi ginjal : prosedur standarnya adalah memutarginjal
donor dan menempatkannya pada fosa iliaka pasien sisikontralateral.
Dengan demikian ureter terletak di sebelahanterior dari pembuluh
darah ginjal, dan lebih mudahdianastomosis atau ditanamkan ke
dalam kandung kemih resipien.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
- Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
- Penimbangan berat badan setiap hari
- Batasi masukan kalium sampai 40-60 mEq/hr
- Mengkaji daerah edema
- Melakukan perawatan kulit
- Lakukan perawatan oral hygien
- Lakukan pengukuran EKG, mengindikasi adanya hiperkalemiac.
c. Penatalaksanaan diit tinggi karbohidrat, rendah protein, rendah natrium,
batasi diit
rendah protein sampai mendekati 1g / kgBB selama fase oliguri. Memini
malkan pemecahan protein dan untuk mencegah penumpukan hasil akhir
toksik. Batasi makanan dan cairan yang mengandungkalium dan fosfor
(pisang, buah dan jus-jusan serta kopi).
TERAPI UMUM
1) Cairan dan Elektrolit
Pertama diberikan sampai dengan 3000ml IV,lalu diberikan sampai
diuresis cukup 40-70ml/jam
Cairan dibatasi bila ada :
Edema Asupan garam di batasi bila edema terjadi
Hipertensi Hipertensi sedang maupun berat diatasi dengan obat
hipertensi standard.Contoh obat anti hipertensi yang dapat
dipakai(antagonis kalsium non-dihidropiridin,vasodilator langsung,
Receptor AT1 blocker,Doxazosine,Beta-blocker,Penghambat EAC)
hati-hati dengan bahaya hiperkalemia)
Gagal jantung kongestif Terjadi penimbunan cairan dan natrium
karena itu di berikan pembatasan asupan natrium/ diberikan diuretik
mis.(furosemid,bu-metamid dan torsemid)
Natrium di batasi,namun cukup untuk menjaga volume cairan
ekstraseluler
Rekomendasi diet Natrium
Pada GGK : Na 1000-3000mg
Pada Hemodialisis/dialisis peritoneal : Na 750-1000mg
Makanan kaya kalium harus dihindari. Hiperkalemia (tingginya kadar
kalium dalam darah) sangat berbahaya karena meningkatkan resiko
terjadinya gangguan irama jantung dan cardiac arrest. Jika kadar
kalium terlalu tinggi, maka diberikan natrium polisteren sulfonat untuk
mengikat kalium, sehingga kalium dapat dibuang bersama
tinja.Hiperkalemi akut diberikan insulin dan dekstrose
IV,fludrokortison,albuterol nebulizer dan pada Hiperkalemi kronis dapat
diberikan natrium polystyrene sulfonate(Kayexalate)
Rekomendasi diet Kalium
Pada GGK : K 40-70mEq
Pada Hemodialisis/dialisis peritoneal : K sampai 70-80mEq
2) Medikamentosa
Terapi Simptomatik
Terapi ini hanya ditujukan untuk meminimalkan gejala ysng timbul
pada pasien tetapi tidak mengatasi kausa dari penyakit GGK.Terapi
simptomatik yang digunakan pada GGK cukup banyak tetapi berdasarkan
pertimbangan bahwa pasien telah mengal GGK stadium akhir maka
penggunaan terapi simptomatik tidak memberikan hasil berarti malah
dapat memperburuk fungsi ginjal dari pasien tersebut.Sehingga digunakan
terapi simptomatik untuk memperbaiki keadaan umum
mempersiapkan pasien pada terapi pengganti ginjal.
a) Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik harus di koreksi karena meningkatkan serum
(hiperkalemia)
a. Suplemen alkali
Suplemen alkali efektif untuk mencegah dan terapi asidosis
metabolik
Larutan ShÖhl
Kalsium karbonat 5gram per hari
b. Terapi alkali
Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus di berikan intravena , bila
pH < 7.3. Serum bikarbonat < 20mEq/L
b) Anemia normokrom normositer
Anemia ini berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan
defisiensi hormone eritropoeitin ( ESF= erythropoietic stimulating
factors) Anemia normokom normositer ini refrakter terhadap obat
hematinik
a. Rekombinant human erithropoietin (r-HuEPO) merupakan obat
pilihan utama R/Eprex 30-50 U per kgBB
b. Alternatif lain hormon androgen dan preparat cobalt
c) Hipertensi
Diberikan ACEI atau CCB (Calcium Channel Blocker).
performing keletihan
activities of Daily
Living (ADL)
BATU GINJAL
A. Definisi
Urolitiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) ditraktus urinarius. Batu
terbentuk di dalam traktus ketika konsentrsi substansi tertentu seperti kalsium
oksalat, kalsium fospat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk
ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal
mencegah kristalisasi dalam urine. Kondisi lain yang mempengaruhi laju
pembentukan batu mencakup pH urine dan status cairan klien (batu cenderung
terjadi pada klien dehidrasi) (Brunner & Suddarth 2002).
Urolitiasis adalah Batu ginjal (kalkulus) bentuk deposit mineral, paling
umum oksalat Ca2+ dan fosfat Ca2+, namun asam urat dan kristal lain juga
membentuk batu, meskipun kalkulus ginjal dapat terbentuk dimana saja dari
saluran perkemihan, batu ini paling sering ditemukan pada pelvis dan kalik ginjal.
(Marilynn E,Doenges 2002).
B. Etiologi
Batu ginjal kebanyakan tidak diketahui penyebabnya. Namun ada beberapa
macam penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya batu ginjal, antara lain :
renal tubular acidosis dan medullary sponge kidney. Secara epidemiologi terdapat
dua factor yang mempermudah/ mempengaruhi terjadinya batu pada saluran
kemih pada seseorang. Faktor-faktor ini adalah faktor intrinsik, yang merupakan
keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik, yaitu pengaruh
yang berasal dan lingkungan disekitarnya.
Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
a. Umur Penyakit batu saluran kemih paling sering didapatkan pada usia
30-50 tahun.
b. Hereditair (keturunan). Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
Dilaporkan bahwa pada orang yang secara genetika berbakat terkena
penyakit batu saluran kemih, konsumsi vitamin C yang mana dalam
vitamin C tersebut banyak mengandung kalsium oksalat yang tinggi akan
memudahkan terbentuknya batu saluran kemih, begitu pula dengan
konsumsi vitamin D dosis tinggi, karena vitamin D menyebabkan
absorbs kalsium dalam usus meningkat.
c. Jenis kelamin Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibanding
dengan pasien perempuan.
1) Faktor ekstrinsiknya antara lain adalah:
a. Asupan air Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium
pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran
kemih.
b. Diet Obat sitostatik untuk penderita kanker juga memudahkan
terbentuknya batu saluran kemih, karena obat sitostatik bersifat
meningkatkan asam urat dalam tubuh. Diet banyak purin, oksalat, dan
kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih.
c. Iklim dan temperatur Individu yang menetap di daerah beriklim panas
dengan paparan sinar ultraviolet tinggi akan cenderung mengalami
dehidrasi serta peningkatan produksi vitamin D3 (memicu peningkatan
ekskresi kalsium dan oksalat), sehingga insiden batu saluran kemih akan
meningkat.
d. Pekerjaan Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaanya
banyak duduk atau kurang aktifitas ( sedentary life )
e. Istirahat ( bedrest ) yang terlalu lama, misalnya karena sakit juga dapat
menyebabkan terjadinya penyakit batu saluran kemih.
f. Geografi pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran
kemih lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah
ston belt (sabuk batu).
Faktor etiologi:
obstruksi Pembedahan
Intervensi bedah
a) Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL), tehnik ini menggunakan
getaran gelombang untuk memecahkan batu dari luar sehingga batu menjadi
serpihan kecil yang pada akhirnya dapat keluar dengan sendirinya.
b) Percutaneus nephrolithotomy atau pembedahan terbuka dapat dilakukan pada
batu ginjal yang besar atau yang mengalami komplikasi atau untuk batu yang
tidak berhasil dikeluarkan dengan cara ESWL.
H. Komplikasi
Jika batu dibiarkan dapat menjadi sarang kuman yana dapat menimbulkan
infeksi saluran kemih, pylonetritis, yang akhirnya merusak ginjal, kemudian
timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya yang jauh lebih parah.
I. Pencegahan
1) Minum banyak air putih sehingga produksi urin dapat menjadi 2-2,5 liter
per hari
2) Diet rendah protein, nitrogen, dan garam
3) Hindari vitamin C berlebih, terutama yang berasal dari suplemen
4) Hindari mengonsumsi kalsium secara berlebihan
5) Konsumsi obat seperti thiazides, potasium sitrat, magnesium sitrat, dan
allopurinol tergantung dari jenis batunya.
2) Masalah keperawatan
a) Perubahan eliminasi urine
b) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan
c) Resiko tinggi terhadap infeksi
d) Gangguan rasa nyaman, nyeri
e) Kurang pengetahuan tentang kondisi , prognosis dan kebutuhan
pengobatan
3) Diagnosis keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah data data yang didapatkan pada pengkajian
keperawatan kemudian disusunlah diagnosa yang umum timbul pada batu
saluran kemihMenurut Marliynn E, Doengoes diagnose keperawatan pada
klien dengan Post Operasi Ureter Resection Sitoscopy adalah:
a) Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi bedah, tekanan
dan mitasi kateter/ badan
b) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kesulitan mengontrol perdarahan, pembatasan pra- operasi
c) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
sekunder terhadap: presedur bedah, presedur alat invasive, alat selama
pembedahan kateter, irigasi kandung kemih.
d) Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih, reflek spasme
otot: presedur bedah atau tekanan dari balon kandung kemih.
e) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
f) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan
pengetahuan atau informasi.
4) Rencana tindakan keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi dan Rasional
keperawatan
4. Nyeri berhubungan NOC: pain level dan pain control NIC:Pain Managament
dengan iritasi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
mukosa kandung selama 3X24 jam nyeri berkurang (P=penyebab, Q=kualitas dan kuantitas, R=daerah dan
kemih, reflek spasme Kriteria Hasil: penyebarannya, S=seberapa kuat nyeri yang
dirasakan, T=waktu terjadinya nyeri)
otot: presedur bedah- Pasien mampu mengontrol nyeri (tahu
2. kontrol lingkungan pasien yang dapat mempengaruhi
atau tekanan dari penyebab nyeri dan mampu menggunakan
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan
balon kandung teknik nonfarmakologi untuk mengurangi
kebisingan
nyeri)
kemih. 3. ajarkan tentang teknik non farmakologi seperti teknik
- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,
relaksasi nafas dalam
frekuensi)
4. tingkatkan istirahat
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
5. evaluasi keefektifan control nyeri
berkurang 6. Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase.
Pertahankan selang bebas dari lekukan dan bekuan.
7. Kolaborasi dalam pemberian antispasmodic
5. Ansietas NOC: Anxiety self control, coping NIC: anxiety reduction
berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. gunakan pendekatan yang menenangkan
perubahan status selama 1X24 jam ansietas dapat 2. jelaskan semua prosedur dan apa yang yang dirasakan
kesehatan teratasi selama prosedur
3. dengarkan dengan penuh perhatian
Kriteria Hasil: 4. identifikasi tingkat kecemasan
5. instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
- Pasien mampu mengidentifikasi dan
mengungkapkan gejala cemas
- Mengidentifikasi, mengungkapkan dan
menunjukkan tekhnik untuk mengontrol
cemas
- Vital sign dalam batas normal
6. Defisiensi NOC : NIC : teaching : disease proses
pengetahuan Knowledge : disease proses 1. berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien
berhubungan dengan Knowledge : health behavior tentang proses penyakit yang spesifik
kurangnya pajanan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2. gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada
penyakit
pengetahuan atau selama 1X24 jam klien mengetahui
3. gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat
informasi. informasi tetntang penyakitnya. 4. sediakan informasi tentang kondisi
Kriteria Hasil : 5. diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
- pasien dan keluarga menyatakan diperlukan
pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis, dan program
pengobatan
- pasien dan keluarga mampu
melaksanakan prosedur yang telah
dijelaskan
HEMODIALISIS
1. Definisi Hemodialisis
Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal yang menggunakan
alat khusus dengan tujuan mengeluarkan toksisn uremik dan mengatur cairan, elektrolit
tubuh. Hemodialisis adalah pengalihan darah pasien dari tubuhnya melalui dialiser yang
terjadi secara difusi dan ultrafiltrasi, kemudian darah kembali lagi ke dalam tubuh pasien.
Hemodialisis memerlukan akses ke sirkulasi darah pasien, suatu mekanisme untuk
membawa darah pasien ked an dari dializen (tempat terjadi pertukaran cairan, elektrolit,
dan zat sisa tubuh), serta dialiser.
Ada 5 cara memperoleh akses ke sirkulasi darah pasien :
1) Fistula arteriovena
2) Graft arteriovena
3) Shunt (pirai) arteriovena eksternal
4) Kateterisasi vena femoralis
5) Kateterisasi vena subklavia
(Baradero, 2008)
2. Indikasi Hemodialisis
Indikasi HD dibedakan menjadi HD emergency atau HD segera dan HD kronik.
Hemodialisis segera adalah HD yang harus segera dilakukan.
Indikasi hemodialisis segera antara lain (Daurgirdas et al., 2007):
1) Kegawatan ginjal
a. Klinis : keadaan uremik berat, overhidrasi.
b. Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam).
c. Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam).
d. Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K >6,5 mmol/l).
e. Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l).
f. Uremia (BUN >150 mg/dL).
g. Ensefalopati uremikum.
h. Neuropati/miopati uremikum.
i. Perikarditis uremikum.
j. Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L).
k. Hipertermia
2) Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membrane dialisis.
Indikasi Hemodialisis Kronik
Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan berkelanjutan seumur hidup
penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis. Menurut K/DOQI dialisis
dimulai jika GFR <15 ml/mnt. Keadaan pasien yang mempunyai GFR <15ml/menit
tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika dijumpai salah
satu dari hal tersebut di bawah ini (Daurgirdas et al., 2007) :
a. GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis.
b. Gejala uremia meliputi : lethargy, anoreksia, nausea, mual dan muntah.
c. Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
d. Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
e. Komplikasi metabolik yang refrakter.
Prinsip kerja hemodialisis adalah komposisi solute (bahan terlarut) suatu larutan
(kompartemen darah) akan berubah dengan cara memaparkan larutan ini dengan larutan
lain (kompartemen dialisat) melalui membrane semipermeabel (dialiser). Perpindahan
solute melewati membran disebut sebagai osmosis. Perpindahan ini terjadi melalui
mekanisme difusi dan UF. Difusi adalah perpindahan solute terjadi akibat gerakan
molekulnya secara acak, utrafiltrasi adalah perpindahan molekul terjadi secara konveksi,
artinya solute berukuran kecil yang larut dalam air ikut berpindah secara bebas bersama
molekul air melewati porus membran. Perpindahan ini disebabkan oleh mekanisme
hidrostatik, akibat perbedaan tekanan air (transmembrane pressure) atau mekanisme
osmotik akibat perbedaan konsentrasi larutan (Daurgirdas et al., 2007). Pada mekanisme
UF konveksi merupakan proses yang memerlukan gerakan cairan disebabkan oleh
gradient tekanan transmembran (Daurgirdas et al., 2007).
4. Komplikasi Hemodialisis
a. Komplikasi akut
Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis berlangsung.
Komplikasi yang sering terjadi adalah: hipotensi, kram otot, mual muntah, sakit
kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil (Daurgirdas et al.,
2007; Bieber dan Himmelfarb, 2013). Komplikasi yang cukup sering terjadi adalah
gangguan hemodinamik, baik hipotensi maupun hipertensi saat HD atau HID.
Komplikasi yang jarang terjadi adalah sindrom disekuilibrium, reaksi dialiser, aritmia,
tamponade jantung, perdarahan intrakranial, kejang, hemolisis, emboli udara,
neutropenia, aktivasi komplemen, hipoksemia (Daurgirdas et al., 2007).
b. Komplikasi kronis
Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan hemodialisis kronik. Komplikasi kronik
yang sering terjadi adalah sebagai berikut :
1. Penyakit jantung
2. Malnutrisi
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Renal ostedystrophy
6. Neuropaty
7. Disfungsi reproduksi
8. Komplikasi pada akses
9. Gangguan perdarahan
10. Infeksi
11. Amiloidosis
12. Acqured cystic kidney disease
DAFTAR PUSTAKA