LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
DI RUANG ICU RS UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK
DISUSUN OLEH :
BAB I
KONSEP DASAR TEORITIS
1
2
secara normal padapenyakit gagal ginjal tahap akhir respon ginjal yang
sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit tidak terjadi.
Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko
terjadinya edema,gagal jantung kongestif,dan hipertensi (Smeltzer &
Bare, dalam Husaini, 2020).
2. Etiologi
Menurut Vaidya & Aeddula (2020), penyebab CKD bervariasi dan
paling umum yang dapat menyebabkan CKD adalah sebagai berikut:
a. Diabetes mellitus tipe 1 dan
b. Hipertensi
c. Glomerulonefritis primer
d. Nefritis tubulointerstitial kronis
e. Penyakit keturunan
f. Glomerulonefritis atau vaskulitis sekunder
g. Diskrasia atau neoplasma sel plasma
3. Klasifikasi
Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif
GFR (Glomerulo Filtration Rate). Stadium-stadium gagal ginjal kronis
didasarkan pada tingkat GFR yang tersisa dan mencakup (Sudoyo
dalam Divanda, 2019):
a. Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun 50%
dari normal.
b. Insufisiensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35%
dari normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami
kerusakan sendiri karena beratnya beban yang mereka terima.
c. Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.
Semakinbanyak nefron yang mati.
d. Penyakit ginjal stadium-akhir, yang terjadi apabila GFR menjadi
kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional
yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan
3
4. Patofisiologi
Patofisiologi CKD disebabkan mekanisme kerusakan ginjal,
awalnya diakibatkan oleh etiologi dari CKD yang paling sering terjadi
seperti Hipertensi, Diabetes Melitus, dan Glomerulonefritis. Pasien
Diabetes Melitus sehingga Hiperglikemik atau kelebihan kadar gula
dimana penyebabkan kerja ginjal menjadi berat untuk menyaring
kelebihan kadar gula dalam darah, jika hal itu terjadi terus menerus
akan menyebabkan kerusakan pada glomerulus yang merupakan
selaput tipis sebagai menyaring darah di ginjal. Pasien Hipertensi
sehingga terjadi tekanan darah yang menyebabkan arterosklerosis
yaitu pembengkakan pembuluh darah dan kaku sehingga lumen
pembuluh darah mengecil dan darah yang membawa oksigen tidak bisa
mengalir ke dalam ginjal akibatnya menyebabkan penurunan LFG.
Dari penurunan LFG akan terjadi adaptif hemodinamik atau
hiperfiltrasi, yang mana dapat menyebabkan peningkatan tekanan
4
5. Manifestasi Klinis
Menurut Haryono & Robinson dalam Parwati (2019), CKD
memiliki tanda dan gejala sebagai berikut:
a. Ginjal dan gastrointestinal biasanya munculhiponatremimaka akan
muncul hipotensi karena ginjal tidak bisa mengatur keseimbangan
cairan dan elektrolit dan gangguan reabsorpsi menyebabkan
sebagian zat ikut terbuang bersama urine sehingga tidak bisa
menyimpan garam dan air dengan baik.Saat terjadi uremia
makaakan merangsang reflekmuntah padaotak.
b. Kardiovaskuler biasanya terjadi aritmia, hipertensi, kardiomiopati,
pittingedema, pembesaran vena leher
c. Respiratori system akan terjadi edema pleura, sesak napas, nyeri
pleura, nafas dangkal, kusmaull, sputum kental dan liat
d. Integument maka pada kulit akan tampak pucat, kekuning-
kuningan kecoklatan,biasanya juga terdapat purpura, petechie,
timbunan urea pada kulit, warna kulit abu-abu mengilat, pruritus,
kulit kering bersisik, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis
dan kasar
e. Neurologis biasanya ada neuropathy perifer,nyeri, gatal pada
8
6. Komplikasi
Komplikasi CKD yang paling sering terjadi termasuk kelainan
cairan dan elektrolit (ketidakseimbangan natrium & air dan hoeostasis
kalium), anemia, hiperparatiroid sekunder dan osteodistrofi ginjal,
cardiovascular (hipertensi dan hiperlipidemia), asidosis metabolik, dan
komplikasi lain yang dihasilkan dari efek CKD pada sistem organ lain,
termasuk malnutrisi, pruritus, dan uremik (Dipiro et al, 2015)
9
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada klien CKD,
yaitu(Nuari & Widayati, 2017) :
a. Pemeriksaan pada urine meliputi :
1) Volume urinepada orang normal yaitu 500-3000 ml/24 jam atau
1.200 ml selama siang hari sedangkan pada orang CKD
produksi urinekurang dari 400ml/24 jam atau sama sekali tidak
ada produksi urine(anuria) (Debora, 2017).
2) Warna urine pada temuan normaltransparan atau jernih dan
temuan pada orang CKD didapatkan warna urine keruh karena
disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen
kotor, kecoklatan karena ada darah, Hb, myoglobin,
porfirin(Nuari & Widayati, 2017).
3) Berat jenisuntuk urine normal yaitu 1.010-1.025 dan
jika<1.010 menunjukan kerusakan ginjal berat (Nuari &
Widayati, 2017).
4) Kreatinin kreatinin kemungkinan menurundan untuk nilai
normalnyamenurut Verdiansah (2016), yaitu:
a) Laki laki : 97 mL/menit –137 mL/menit per 1,73 m2
b) Perempuan : 88 mL/menit –128 mL/menit per 1,73 m2
5) Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4+) menunjukkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen ada.
Normalnnya pada urine tidakditemukan kandungan protein.
b. Pemeriksaan darah
1) BUN meningkat dari keadaan normal 10.0-20.0 mg/dL,
kreatinin meningkat dari nilai normal <0.95 mg/dL, ureum
lebih dari nilai normal 21-43 mg/dL
2) Hemoglobin biasanya < 7-8 gr/dl
3) SDM menurundari nilai normal 4.00-5.00, defisiensi
eritopoetin
4) BGA menunjukkan asidosis metabolik,pH <7,2
5) Natrium serum rendahdari nilai normal 136-145 mmol/L
10
8. Penatalaksanaan Medik
Penatalaksanaan terapi pada pasien CKD dapat dilakukan dengan
mengurangi resiko kardiovaskular, Modifikasi gaya hidup seperti :
olahraga secara teratur (30 menit/hari), makan sehat, dan menghindari
merokok. Untuk pasien dengan CKD dan Diabetes Melitus, target
kontrol glikemik dengan diberikan terapi statin. Meminimalkan cedera
ginjal lebih lanjut pada pasien dengan CKD, neprotoksin harus
dihindari. Selain itu, penggunaan jangka panjang NSAID juga tidak
harus direkomendasikan untuk pasien dengan CKD. Renin angiotensin
system blokade dapat diberkan untuk pasien dengan CKD dan Diabetes
Mellitus yang memiliki Hipertensi (tekanan darah >130/80 mmHg),
serta proteinuria (misalnya, nefropati diabetik), ACEI (ACE Inhibitor)
atau ARB (Angitensin Reseptor Bloker) harus diberikan sebagai
pengobatan (Grill & Brimble, 2018).
11
2. Indikasi
a. Indikasi segera
Koma, perikarditis, atau efusi pericardium, neuropati perifer,
hiperkalemi, hipertensi maligna, over hidrasi atau edema paru,
oliguri berat atau anuria.( Arliza, 2016)
b. Indikasi dini
Gejala uremia, mual, muntah, perubahan mental, penyakit tulang,
gangguan pertumbuhan dan perkembangan seks dan perubahan
kulitas hidup, laboratorium abnormal, asidosis, azotemia (kreatinin
8-12 mg %) dan Blood Urea Nitrogen (BUN) : 100 –120 mg %,
TKK : 5 ml/menit.
c. Frekuensi hemodialisa
Frekuensi dialisa bervariasi, tergantung kepada banyaknya fungsi
12
3. Tujuan
a. Menggantikan ungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang
sisa- sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan
sisa metabolisme yang lain. ( Fritiwi, 2019 )
b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh
yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan
fungsi ginjal
d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan
yang lain.
5. Peralatan Hemodialisa
a. Arterial –Venouse Blood Line (AVBL) (Desitasari, dalam Husaini,
2020).AVBL terdiri dari :
14
6. Proses Hemodialisa
Pada proses hemodialisa, darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring
di dalam ginjal buatan (dialyzer). Darah yang telah disaring kemudian
dialirkan kembali ke dalam tubuh. Rata –rata manusia mempunyai
sekitar 5,6 s/d 6,8 liter darah, dan selama proses hemodialisa hanya
sekitar 0,5 liter yang berada di luar tubuh. Untuk proses hemodialisa
dibutuhkan pintu masuk atau akses agar darah dari tubuh dapat keluar
dan disaring oleh dialyzer kemudian kembalike dalam tubuh. Terdapat
3 jenis akses yaitu arteriovenous (AV) fistula, AV graft dan central
venous catheter. AV fistula adalah akses vaskular yang paling
direkomendasikan karena cenderung lebih aman dan juga nyaman
untuk pasien. Sebelum melakukan proses hemodialisa (HD), perawat
akan memeriksa tanda –tanda vital pasien untuk memastikan apakah
16
7. Komplikasi Hemodialisa
a. Kram otot ( Sapri, 2018)
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya
hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa.
Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikancairan)
yang cepat dengan volume yang tinggi.
b. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat
asetat, rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik,
neuropatiotonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan.
c. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa,
penurunan kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum
17
2016:32).
BAB II
WEB OF CAUTION (WOC)
21
22
23
24
25
26
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
26
27
3) Tanda-Tanda Vital
4) Lama Dialisis
5) Ultra Filtrasi
6) Blood Pump (Qb)
7) Pemberian Heparin
8) Jenis Dializer
9) Jenis Dialisat
10) Jenis Akses Vaskuler
d. Pemeriksaan Laboratorium
e. Pemeriksaan Penunjang Lain
(Sumber : Modul PKK KMB, Profesi Ners 2020)
2. Diagnosa Keperawatan
a. CKD
1) (D. 0003) Gangguan Pertukaran Gas
2) (D. 0009) Perfusi Perifer Tidak Efektif
3) (D. 0077) Nyeri Akut
4) (D. 0022) Hipervolemia
5) (D. 0019) Defisit Nutrisi
6) (D. 0129) Gangguan Integritas Kulit/ Jaringan
7) (D. 0080) Ansietas
8) (D. 0142) Risiko Infeksi
9) (D. 0012) Risiko Perdarahan
10) (D. 0056) Intoleransi Aktivitas
11) (D. 0057) Keletihan
b. Pre Hemodialisa
1) (D. 0009) Perfusi Perifer Tidak Efektif
2) (D. 0005) Pola Napas Tidak Efektif
3) (D. 0022) Hipervolemia
4) (D. 0019) Defisit Nutrisi
5) (D. 0080) Ansietas
6) (D. 0057) Keletihan
7) (D. 0139) Risiko Gangguan Integritas Kulit/ Jaringan
28
c. Intra Hemodialisa
1) (D. 0077) Nyeri Akut
2) (D. 0022) Hipervolemia
3) (D. 0131) Hipotermia
4) (D. 0076) Nausea
5) (D. 0056) Intoleransi Aktivitas
6) (D. 0012) Risiko Perdarahan
7) (D. 0034) Risiko Hipovolemia
8) (D. 0039) Risiko Syok
d. Post Hemodialisa
1) (D. 0129) Gangguan Integritas Kulit/ Jaringan
2) (D. 0076) Nausea
3) (D. 0012) Risiko Perdarahan
4) (D. 0142) Risiko Infeksi
5) (D. 0136) Risiko Cidera
6) (D. 0111) Defisit Pengetahuan (SDKI, 2017)
28
B. PENGATURAN POSISI
1. Observasi
a. Monitor status oksigenisasi sebelum dan
sesudah mengubah posisi
b. Monitor alat traksi agar selalu tepat
2. Teraupetik
32
C. TERAPI RELAKSASI
1. Observasi
a. Identifikasi penurunan tingkat energi,
ketidakmampuan berkonsentrasi atau gejala
lain yang mengganggu kemampuan kognitif
b. Periksa ketegangan otot
c. Monitor respons terhadap terapi relaksasi
2. Terapeutik
a. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa
gangguan dengan pencahayaan dan suhu
ruangan nyaman, jika memungkinkan
b. Gunakan pakaian longgar
c. Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang
dengan analgetik atau tindakan medis lain,
jika sesuai
33
4. Evaluasi
Evaluasi ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil akhir
yang teramati dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat dalam
rencana keperawatan.(Ernawati, 2019). Untuk lebih mudah melakukan
pemantauan dalam kegiatan evaluasi keperawatan maka kita
menggunakan komponen SOAP yaitu:
S : data subyektif.
O : data objektif.
A : analisis, interpretasi dari data subyektif dan data objektif.
Analsisis merupakan suatu masalah atau diagnosis yang masih terjadi,
atau masalah atau diagnosis yang baru akibat adanya perubahan status
kesehatanklien.
P : planning, yaitu perencanaan yang akan dilakukan, apakah
dilanjutkan,ditambah atau dimodifikasi. (Ernawati, 2019).
Tujuan Dan Kriteria Hasil
Diagnosa Keperawatan
(SLKI PPNI, 2019)
(D.0022) : Hipervolemia 1. Asupan cairan membaik
2. Output urin membaik
3. Membrane mukosa lembab
4. Asupan makanan meningkat
5. Edema menurun
6. Dehidrasi menurun
7. Asites menurun
8. Konfusi menurun
9. Tekanan darah membaik
10. Kekuatan nadi membaik
11. Frekuensi nadi membaik
12. Mata cekung membaik
13. Turgor kulit membaik
14. Berat badan membaik
(D.0077) : Nyeri Akut 1. Rileks meningkat
2. Keluhan tidak nyaman menurun
3. Gelisah menurun
4. Kesejahteraan fisik meningkat
5. Kesejahteraan psikologis meningkat
6. Merintih menurun
7. Menangis menurun
(D.0142) : Resiko Infeksi 1. Kemerahan menurun
2. Nyeri menurun
3. Bengkak menurun
4. Drainase purulen menurun
37
Referensi :
Djamaludin, D. (2021). Pengaruh Breathing Exercise Terhadap Level
Fatigue Pasien Hemodialisis. Universitas Malahayati
DAFTAR PUSTAKA
Ariyanto, dkk. (2018). Beberapa Faktor Risiko Kejadian Penyakit Ginjal Kronik
(PGK) Stadium V Pada Kelompok Usia Kurang Dari 50 Tahun. Studi di
RSUD dr.H.Soewondo Kendal dan RSUD dr.Adhyatma,MPH Semarang
Divanda, D. R. (2019). Asuhan Gizi Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Di Rumah
Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul. Skripsi thesis,
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
Grill, A. K., & Brimble, S. (2018). Approach To The Detection And Management
Of Chronic Kidney Disease: What Primary Care Providers Need To
Know
40
41
Rini, A. S., & Suryandari, D. (2019). Asuhan Keperawatan Pasien Chronic Kidney
Disease (CKD) Dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman:
Ansietas. STIKes Kusuma Husada Surakarta, 1–7.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Sdki). Edisi
1. Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(Siki). Edisi 1. Jakarta. DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(Slki). Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI