TINJAUAN TEORI
Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap,
penyebab glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler(nefrosklerosis), proses
obstruktif (kalkuli), penyakit kolagen (lupus sistemik), agen nfritik (aminoglikosida), penyakit
endokrin (diabetes). (Doengoes.2014)
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CKD adalah penyakit ginjal yang
tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara total seperti sediakala. CKD adalah
penyakit ginjal tahap akhir yang dapat disebabakan oleh berbagai hal. Dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit, yang
meyebabkan komplikasi hipertensi maupun diabetes militus.
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration Glomerulus)
dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus kockrof – gault sebagia
berikut : (Sudoyo 2010).
2.6 Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Suharyanto dan Majdid (2009) diantaranya
adalah :
1. AnemiaAnemia pada penyakit gagal ginjal kronik disebabkan oleh produksi eritropoietin
yang tidak adekuat oleh ginjal dan diobati dengan pemberian eritropoietin subkutan atau
intravena. Pemberian eritropoietin subkutan atau intravena bisa bekerja dengan baik apabila
kadar besi, fosfat, dan vit B12 adekuat dan keadaan pasien baik.
2. Hipertensi
Penyakit vaskuler merupakan penyebab utama kematian pada gagal ginjal kronik. Sebagian
besar penyakit hipertensi pada gagal ginal kronik disebabakan oleh hipervolemia akibat
retensi 12 12 natrium dan air. Jika fungsi ginjal memadai, pemberian furosemid dapat
bermanfaat.
3. Dehidrasi
Hilangnya fungsi ginjal biasanya menyebabbkan retensi natrium dan air akibat hilangnya
nefron. Ginjal tetap mempertahankan filtrasi namun kehilangan fungus tubulus sehingga
mengekskresikan urin yang sangat encer yang menyebabkan dehidrasi.
4. Gastrointestinal
Gejala mual, muntah, anoreksia, dan dada terasa terbakan sering dirasakan pasien gagal
ginjal kronik. Esofagitis, angiodisplasia dan pancreatitis juga tinggi terjadi pada pasien
gagal ginjal kronik.
5. Endokrin
Pada pria, gagal ginjal kronik dapat menyebabkan kehilangan libido, impotensi, dan
penurunan jumlah serta mortilitas sperma. Pada wanita, sering terjadi kehilangan libido,
berkurangnya ovulasi dan infertilitas.
6. Penyakit jantung
Perikarditis dapat terjadi dan lebih besar kemungkinan terjadinya jika kadar ureum, fosfat
tinggi atau terdapat hiperparatiroidisme sekunder yang berat. Kelebihan cairan dan
hipertensi dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri atau kardiomiopati dilatasi.
2.7 Manifestasi Klinis
Menurut perjalanan klinisnya (Corwin, E (2009):
1. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat menurun hingga 25%
dari normal.
2. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami polyuria dan
nokturia, GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar kreatinin serum dan BUN
sedikit meningkat diatas normal.
3. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, letargi,
anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer,
pruritus, uremic frost, pericarditis, kejang-kejang sampai koma), yang ditandai
dengan GFR kurang dari 5-10 ml/menit, kadar serum kreatinin dan BUN
meningkat tajam, dan terjadi perubahan biokimia dan gejala yang komplek.
2.8 Pataway
Tabel 2. pathaway
2.9 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah
komplikasi, yaitu sebagai berikut (Muttaqin, 2011) :
1. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan dengan mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius, seperti
hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia,
menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas, menghilangkan
kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka.
Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode terpi yang bertujuan
untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan
dari tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah sangat menurun (lebih dari
90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga kelangsungan hidup individu, maka perlu
dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada 2 jenis dialisis :
a. Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)
Hemodialisis atau HD adalah jenis dialisis dengan menggunakan mesin dialiser yang
berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada proses ini, darah dipompa keluar dari tubuh,
masuk kedalam mesin dialiser. Didalam mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat
racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan khusus untuk
dialisis), lalu setelah darah selesai di bersihkan, darah dialirkan kembali kedalam tubuh.
Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah salit dan setiap kalinya membutuhkan
waktu sekitar 2-4 jam.
b. Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut)
Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah dengan bantuan
membrane peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, darah tidak perlu dikeluarkan dari
tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin dialisis.
2. Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat menimbulkan
kematian mendadak. Hal pertama yang harus diingat adalah jangan menimbulkan
hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis
dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan
mengurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
3. Koreksi anemia
Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi, kemudian mencari apakah
ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan
akan dapat meninggikan Hb. Tranfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang
kuat, misalnya ada infusiensi coroner.
4. Koreksi asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium Bikarbonat
dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi
intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal
dapat juga mengatasi asidosis.
5. Pengendalian hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilatator dilakukan. Mengurangi intake
garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal
disertai retensi natrium.
6. Transplantasi ginjal
Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal kronik, maka seluruh faal
ginjal diganti oleh ginjal yang baru.
1. Pengkajian
1) Identitas
2) Riwayat Kesehatan
c) Psikososial Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialisis
akan menyebabkan klien mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan klien
mengalami kecemasan, gangguan konsep diri (gambaran diri) dan gangguan peran
keluarga (self esteem).
3) Pengkajian Fokus
Menurut Muttaqin dan Sari (2014) pengkajian fokus pada pasien gagal ginjal kronik
adalah sebagai berikut:
a) B1 (Breathing) : klien bernafas dengan bau urine (Fetor Uremik) sering
didapatkan pada fase ini. Respon uremia didapatkan adanya pernafasan kusmaul.
Pola nafas cepat dan dalam, merupakan pembuangan karbondioksida yang
menumpuk di sirkulasi.
b) B2 (blood) : Pada kondisi uremia berat, tindakan auskultasi perawat akan
menemukan adanya Friction Rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial.
Didapatkan tanda gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT >3
detik, palpitasi, nyeri dada/ angina dan sesak nafas, gangguan irama jantung,
edema penurunan perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat
hiperkalemia, dan gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel.
c) B3 (Brain) : Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral
(perubahan proses pikir dan disorientasi), klien sering kejang, adanya neuropati
perifer, burning feet perifer,restless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
d) B4 (Bladder) : Penurunan urine output <400ml/hari, terjadi penurunan libido berat.
e) B5 (Bowel) : Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder
dari bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna
sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
f) B6 (Bone) : Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala,kram otot, nyeri kaki,
kulit gatal, pruritas, demam (sepsis, dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit,
fraktur tulang, defosit fosfat kalsium pada kulit, dan terjadi keterbatasan gerak
sendi.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon manusia terhadap
gangguan kesehatan atau proses kehidupan atau kerentanan respon dari seorang
individu.
Menurut Herdman dan Kamitsuru (2015), diagnosa yang muncul pada pasien
chronic kidney disease (CKD) adalah :
1) Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan volume cairan
dalam rentan normal.
kriteria hasil :
a) Terbebas dari odema, efusi, anaskara.
b) Bunyi nafas bersih, tidak ada dypsneu/ ortopneu.
c) Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jatung dan
vital sign dalam batas normal.
d) Terbebas dari kelelahan , kecemasan atau kebingungan.
e) Menjelaskan indikator kelebihan cairan.
Intervensi:
a) Monitor cairan
b) Pemasangan infus
c) Manajemen elektrolit atau cairan
d) Monitor tanda-tanda vial
e) Manajemen edema serebral
Implementasi:
a) Memonitor cairan
b) Memasang infus
c) Melakukan menejemen elektrolit atau cairan
d) Memonitor tanda-tanda vital
e) Melakukan menejemen edema serebral.
Evaluasi : Volume cairan klien dalam rentan normal.
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologis
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan kebutuhan
nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria hasil :
a) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.
b) Berat badan ideal sesuai berat badan.
c) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
d) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
e) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
Intervensi :
a) Monitor nutrisi
b) Konseling nutrisi
c) Monitor tanda-tanda vital
d) Manajemen gangguan makan
e) Penahapan diet
Implementasi :
a) Memonitor nutrisi
b) Memberikan konseling nutrisi
c) Memonitor tanda-tanda vital
d) Memenejemen gangguan makan
e) Meberikan penahapan diet.