Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Medis


2.2 Definisi Chronic Kidney Disease (CKD)
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir
dengan gagal ginjal. (Setiati, dkk, 2015)

Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap,
penyebab glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler(nefrosklerosis), proses
obstruktif (kalkuli), penyakit kolagen (lupus sistemik), agen nfritik (aminoglikosida), penyakit
endokrin (diabetes). (Doengoes.2014)

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CKD adalah penyakit ginjal yang
tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara total seperti sediakala. CKD adalah
penyakit ginjal tahap akhir yang dapat disebabakan oleh berbagai hal. Dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit, yang
meyebabkan komplikasi hipertensi maupun diabetes militus.

2.3 Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration Glomerulus)
dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus kockrof – gault sebagia
berikut : (Sudoyo 2010).

LFG (ml/mnt/1,73 m²) = (140 – umur) x berat badan


72 x kreatinin plasma (mg/dl)

Derajat Penjelasan LFG(ml/mn/1.73m2)


I Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau meningkat ≥ 90
II Kerusakan ginjal dengan LFG meningkat atau ringan 60-89
III Kerusakan ginjal dengan LFG meningkat atau sedang 30-59
IV Kerusakan ginjal dengan LFG meningkat atau berat 15-29
V Gagal ginjal <15 atau dialysis
klasifikasi penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajadnya.
Tabel 1: Tabel klasifikasi penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajadnya.
2.4 Etiologi
Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju filtrasi glomerulus atau
yang disebut juga penurunan glomerulus filtration rate (GFR). Penyebab gagal ginjal kronik
menurut Andra & Yessie, 2013):
1. Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabkan iskemik ginjal
dan kematian jaringan ginjal. Lesi yang paling sering adalah Aterosklerosis pada arteri
renalis yang besar, dengan konstriksi skleratik progresif pada pembuluh darah. Hyperplasia
fibromaskular pada satu atau lebih artieri besar yang juga menimbulkan sumbatan pembuluh
darah. Nefrosklerosis yaitu suatu kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak
di obati, dikarakteristikkan oleh penebalan, hilangnya elastistisitas system, perubahan darah
ginjal mengakibatkan penurunan aliran darah dan akhirnya gagal ginjal.
2. Gangguan imunologis : seperti glomerulonephritis
3. Infeksi : dapat dijelaskan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli yang
berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini
mencapai ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering secara ascenden
dari traktus urinarius bagiab bawah lewat ureter ke ginjal sehingga dapat
menimbulkan kerusakan irreversible ginjal yang disebut pielonefritis.
4. Gangguan metabolik : seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak
meningkat sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan di ginjal dan
berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati amiloidosis yang
disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal pada dinding pembuluh
darah secara serius merusak membrane glomerulus.
5. Gangguan tubulus primer : terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau logam
berat.
6. Obstruksi traktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan kontstriksi
uretra.
7. Kelainan kongenital dan herediter : penyakit polikistik sama dengan kondisi
keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista atau kantong berisi cairan
didalam ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat
konginetal (hypoplasia renalis) serta adanya asidosis.
2.5 Patofisiologi
Gagal ginjal kronik merupakan penyakit yang dapat menimbulkan hipertensi melalui
mekanisme peningkatan resistensi peredaran darah ke ginjal dan penurunan fungsi kapiler
glomerulus. Mekanisme ini menimbulkan keadaan hipoksia pada ginjal dan meningkatnya
aktivitas renin, angiotensinogen, angiotensin I, angiotensin II, Hub(ACE), aldosteron dan
penurunan bradikinin, penurunan nitric oxide(NO).
Peningkatan dan penurunan substansi ini menyebabkan terjadinya vasokonstriksi pembuluh
darah, peningkatan tahanan perifer, serta meningkatnya volume plasma yang pada akhirnya
menyebabkan peningkatan tekanan darah (hipertensi). Hipertensi atau peningkatan tekanan
darah yang terjadi akibat penyakit ginjal merupakan mekanisme umpan balik untuk
menurunkan dan menyeimbangkan substansi yang keluar agar tekanan darah menjadi normal
kembali, tetapi apabila kerusakan ginjal (renal disease) tidak diobati dengan baik, maka akan
menambah berat penyakit hipertensi.
Sehingga penanganan Hipertensi pada penyakit ginjal harus dilihat secara baik, karena
keduanya saling berhubungan erat, dimana penyakit ginjal dapat menyebabkan hipertensi, dan
hipertensi yang menetap dapat menyebabkan penyakti ginjal yang lebih memburuk lagi.

2.6 Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Suharyanto dan Majdid (2009) diantaranya
adalah :
1. AnemiaAnemia pada penyakit gagal ginjal kronik disebabkan oleh produksi eritropoietin
yang tidak adekuat oleh ginjal dan diobati dengan pemberian eritropoietin subkutan atau
intravena. Pemberian eritropoietin subkutan atau intravena bisa bekerja dengan baik apabila
kadar besi, fosfat, dan vit B12 adekuat dan keadaan pasien baik.
2. Hipertensi
Penyakit vaskuler merupakan penyebab utama kematian pada gagal ginjal kronik. Sebagian
besar penyakit hipertensi pada gagal ginal kronik disebabakan oleh hipervolemia akibat
retensi 12 12 natrium dan air. Jika fungsi ginjal memadai, pemberian furosemid dapat
bermanfaat.
3. Dehidrasi
Hilangnya fungsi ginjal biasanya menyebabbkan retensi natrium dan air akibat hilangnya
nefron. Ginjal tetap mempertahankan filtrasi namun kehilangan fungus tubulus sehingga
mengekskresikan urin yang sangat encer yang menyebabkan dehidrasi.
4. Gastrointestinal
Gejala mual, muntah, anoreksia, dan dada terasa terbakan sering dirasakan pasien gagal
ginjal kronik. Esofagitis, angiodisplasia dan pancreatitis juga tinggi terjadi pada pasien
gagal ginjal kronik.
5. Endokrin
Pada pria, gagal ginjal kronik dapat menyebabkan kehilangan libido, impotensi, dan
penurunan jumlah serta mortilitas sperma. Pada wanita, sering terjadi kehilangan libido,
berkurangnya ovulasi dan infertilitas.
6. Penyakit jantung
Perikarditis dapat terjadi dan lebih besar kemungkinan terjadinya jika kadar ureum, fosfat
tinggi atau terdapat hiperparatiroidisme sekunder yang berat. Kelebihan cairan dan
hipertensi dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri atau kardiomiopati dilatasi.
2.7 Manifestasi Klinis
Menurut perjalanan klinisnya (Corwin, E (2009):
1. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat menurun hingga 25%
dari normal.
2. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami polyuria dan
nokturia, GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar kreatinin serum dan BUN
sedikit meningkat diatas normal.
3. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, letargi,
anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer,
pruritus, uremic frost, pericarditis, kejang-kejang sampai koma), yang ditandai
dengan GFR kurang dari 5-10 ml/menit, kadar serum kreatinin dan BUN
meningkat tajam, dan terjadi perubahan biokimia dan gejala yang komplek.
2.8 Pataway

Tabel 2. pathaway

2.9 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah
komplikasi, yaitu sebagai berikut (Muttaqin, 2011) :
1. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan dengan mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius, seperti
hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia,
menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas, menghilangkan
kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka.

Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode terpi yang bertujuan
untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan
dari tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah sangat menurun (lebih dari
90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga kelangsungan hidup individu, maka perlu
dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada 2 jenis dialisis :
a. Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)
Hemodialisis atau HD adalah jenis dialisis dengan menggunakan mesin dialiser yang
berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada proses ini, darah dipompa keluar dari tubuh,
masuk kedalam mesin dialiser. Didalam mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat
racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan khusus untuk
dialisis), lalu setelah darah selesai di bersihkan, darah dialirkan kembali kedalam tubuh.
Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah salit dan setiap kalinya membutuhkan
waktu sekitar 2-4 jam.
b. Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut)
Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah dengan bantuan
membrane peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, darah tidak perlu dikeluarkan dari
tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin dialisis.
2. Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat menimbulkan
kematian mendadak. Hal pertama yang harus diingat adalah jangan menimbulkan
hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis
dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan
mengurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
3. Koreksi anemia
Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi, kemudian mencari apakah
ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan
akan dapat meninggikan Hb. Tranfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang
kuat, misalnya ada infusiensi coroner.
4. Koreksi asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium Bikarbonat
dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi
intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal
dapat juga mengatasi asidosis.
5. Pengendalian hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilatator dilakukan. Mengurangi intake
garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal
disertai retensi natrium.
6. Transplantasi ginjal
Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal kronik, maka seluruh faal
ginjal diganti oleh ginjal yang baru.

2.10 Konsep Asuhan Keperawatan


Menurut Muttaqin dan Sari (2014) penatalaksanaan Asuhan Keperawatan pada
pasien gagal ginjal kronik adalah:

1. Pengkajian

1) Identitas

2) Riwayat Kesehatan

a) Keluhan Utama dan Riwayat Kesehatan Sekarang


(1) Aktivitas/ istirahat : kelelahan yang ekstrim, kelemahan, malaise.
(2) Sirkulasi : riwayat hipertensi lama adalah berat, palpitasi, nyeri dada
(3) Integritas ego : faktor stress, contohnya finansial, hubungan dan sebagainya
perasaan tak berdaya, tidak ada harapan, tidak ada kekuatan.
(4) Eliminasi : penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria, abdomen kembung,
diare/ konstipasi.
(5) Makanan/ cairan : berat badan naik (edema), berat badan turun (malnutrisi),
anorexia, nyeri ulu hati, mual/ muntah, rasa metalik pada mulut yang tidak sedap
(nafas amoniak), dan penggunaan diuretic.
(6) Neurosensori : sakit kepala, pengelihatan kabur, kram otot/ kejang, sindrom
kaki gelisah, kebas rasa terbakar pada telapak kaki, kebas/ kesemutan dan
kelemahan, terutama ekstremitas bawah (neuropati perifer).
(7) Nyeri/ kenyamanan : nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri kaki
(memburuk pada malam hari).
(8) Pernafasan : nafas pendek, dipsnoe nokturnal paraksismal, batuk
dengan/tanpa sputum kental dan banyak.
(9) Keamanan : kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi

b) Riwayat Kesehatan Masa Lalu


Kaji adanya riwayat penyakit chronik kidney disease, infeksi saluran kemih,
payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia,
dan prostatektomi, kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi
saluran perkemihan berulang, penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi
pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebabnya. Penting untuk
dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat
alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.

c) Psikososial Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialisis
akan menyebabkan klien mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan klien
mengalami kecemasan, gangguan konsep diri (gambaran diri) dan gangguan peran
keluarga (self esteem).

3) Pengkajian Fokus

Menurut Muttaqin dan Sari (2014) pengkajian fokus pada pasien gagal ginjal kronik
adalah sebagai berikut:
a) B1 (Breathing) : klien bernafas dengan bau urine (Fetor Uremik) sering
didapatkan pada fase ini. Respon uremia didapatkan adanya pernafasan kusmaul.
Pola nafas cepat dan dalam, merupakan pembuangan karbondioksida yang
menumpuk di sirkulasi.
b) B2 (blood) : Pada kondisi uremia berat, tindakan auskultasi perawat akan
menemukan adanya Friction Rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial.
Didapatkan tanda gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT >3
detik, palpitasi, nyeri dada/ angina dan sesak nafas, gangguan irama jantung,
edema penurunan perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat
hiperkalemia, dan gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel.
c) B3 (Brain) : Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral
(perubahan proses pikir dan disorientasi), klien sering kejang, adanya neuropati
perifer, burning feet perifer,restless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
d) B4 (Bladder) : Penurunan urine output <400ml/hari, terjadi penurunan libido berat.
e) B5 (Bowel) : Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder
dari bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna
sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
f) B6 (Bone) : Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala,kram otot, nyeri kaki,
kulit gatal, pruritas, demam (sepsis, dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit,
fraktur tulang, defosit fosfat kalsium pada kulit, dan terjadi keterbatasan gerak
sendi.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon manusia terhadap
gangguan kesehatan atau proses kehidupan atau kerentanan respon dari seorang
individu.
Menurut Herdman dan Kamitsuru (2015), diagnosa yang muncul pada pasien
chronic kidney disease (CKD) adalah :
1) Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan volume cairan
dalam rentan normal.
kriteria hasil :
a) Terbebas dari odema, efusi, anaskara.
b) Bunyi nafas bersih, tidak ada dypsneu/ ortopneu.
c) Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jatung dan
vital sign dalam batas normal.
d) Terbebas dari kelelahan , kecemasan atau kebingungan.
e) Menjelaskan indikator kelebihan cairan.
Intervensi:
a) Monitor cairan
b) Pemasangan infus
c) Manajemen elektrolit atau cairan
d) Monitor tanda-tanda vial
e) Manajemen edema serebral
Implementasi:
a) Memonitor cairan
b) Memasang infus
c) Melakukan menejemen elektrolit atau cairan
d) Memonitor tanda-tanda vital
e) Melakukan menejemen edema serebral.
Evaluasi : Volume cairan klien dalam rentan normal.
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologis
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan kebutuhan
nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria hasil :
a) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.
b) Berat badan ideal sesuai berat badan.
c) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
d) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
e) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
Intervensi :
a) Monitor nutrisi
b) Konseling nutrisi
c) Monitor tanda-tanda vital
d) Manajemen gangguan makan
e) Penahapan diet
Implementasi :
a) Memonitor nutrisi
b) Memberikan konseling nutrisi
c) Memonitor tanda-tanda vital
d) Memenejemen gangguan makan
e) Meberikan penahapan diet.

Evaluasi : kebutuhan nutrisi dapat teratasi.

3) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan


nutrisi ke jaringan sekunder.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan perfusi jaringan
adekuat.
Kriteria Hasil:
a) Membran mukosa merah muda
b) Konjungtivita tidak anemis
c) Akral hangat
d) TTV dalam batas normal
e) Tidak ada edema
Intervensi:
a) Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi periper. (cek
nadi perifer,oedema, kapiler refil, temperatur ekstremitas).
b) Kaji nyeri.
c) Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan.
d) Atur posisi klien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk memperbaiki
sirkulasi.
e) Monitor status cairan intake dan output.
f) Evaluasi nadi, oedema
g) Berikan therapi antikoagulan.
Evaluasi : perfusi jaringan adekuat

4) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi paru


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola nafas
membaik
Kriteria Hasil :
a) Dispneu menurun
b) Penggunaan otot bantu pernafasan menurun
c) Ortopneu (sesak dalam kondisi berbaring) menurun
d) Pernafasan cuping hidung menurun
e) Pola nafas normal
f) Kapasital vital membaik
g) Tekanan ekspirasi membaik
h) Tekanan inspirasi membaik
Intervensi :
a) Monitor tanda-tanda vital
b) Terapi oksigen
c) Manajemen jalan nafas
d) Manajemen jalan nafas buatan
e) Manajemen alergi.
Implementasi :
a) Memonitor tanda-tanda vital
b) Memberikan Terapi oksigen
c) Memenajemen jalan nafas
d) Memajemen jalan nafas buatan
e) Memenajemen alergi.
Evaluasi : Pola nafas klien dalam rentan normal.

5) Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan


peningkatan afterload vasokonstriksi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi penurunan
curah jantung
Kriteria hasil : Tekanan darah dalam rentang normal I
Intervensi:
a) Pantau tekanan darah
b) Catat denyut nadi sentral dan perifer
c) Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas
d) Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan waktu pengisisan kapiler
e) Pertahankan pembatasan aktivitas
Implementasi:
a) Memantau tekanan darah
b) Mencatat Denyut nadi dan perifer
c) melakukan auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas
d) mengkaji warna kulit, kelembaban, suhu, dan waktu pengisian kapiler
e) memotivasi untuk membatasi aktivitas
Evaluasi : gangguan curah jantung dapat teratasi.
6) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan metabolisme
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak ada
gangguan kulit klien dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
a) Integritas kulit yang baik bisa dipertahanka
b) Tidak ada luka/ lesi pada kulit.
c) Mampu melindungi kulit dan mempetahankan kelembaban kulit
dan perawatan alami.
d) Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya cedera berulang
Intervensi :
a) Monitor elektrolit
b) Monitor tanda-tanda vital
c) Pengecekan kulit
d) Menejemen pengobatan
e) Manajemen elektrolit atau cairan.
Implementasi :
a) Memonitor elektrolit
b) Memonitor tanda-tanda vital
c) Melakukan Pengecekan kulit
d) Memanejemen pengobatan
e) Mamenajemen elektrolit atau cairan.
Evaluasi : kulit klien tidak mengalami kerusakan yang parah.

Anda mungkin juga menyukai