Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN PADA NY.

D DENGAN DIAGNOSA
CKD (Chronic Kidney Disease) D I RUANG IGD RSUP
TAHAJUDDIN CHALID MAKASSAR

OLEH :
Riska Wirdha Astrianti, S.Kep
B0323754
CI LAHAN CI INSITUSI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SULAWESI BARAT
TAHUN 2024
Konsep Medis
A. Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) Gagal ginjal yaitu ginjal kehilangan
kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh
dalam keadaan asupan makanan normal. Gagal ginjal kronis (Chronic Renal
Failure) adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai
dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta
komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal) (Arsela,
2022)
Gagal ginjal kronik adalah penurunan dari laju fungsi ginjal dan
berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya, pengeluaran dari protein
melalui urine, serta karena hipertensi. Penyakit dari gagal ginjal cenderung lebih
cepat berkembang pada pasien yang mengekresikan protein dalam jumlah besar
atau dengan pasien yang memiliki tekanan darah yang cukup tinggi. (Lisnawati,
2020)
Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal
lanjut secara bertahap, penyebab glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit
vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruktif (kalkuli), penyakit kolagen (lupus
sistemik), agen nfritik (aminoglikosida), dan penyakit endokrin (diabetes)
(Damayanti, 2021)
B. Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang
merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal
difus dan bilateral.(2021 NORA n.d.)
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE),
poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7.Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati
timbale. 8.Nefropati obstruktif
 Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra.
C. Klasifikasi
Klasifikasi dibagi menjadi beberapa tahap sebagai berikut (Arsela, 2022)
1. Tahap 1
 GFR dapat normal atau sedikit lebih tinggi dari normal (> 90
mL/menit/1,73 m2)
 Terdapat disfungsi ginjal; bagaimanapun, hal tersebut mungkin tidak
terdiagnosis akibat sedikitnya gejalahrasio nitrogen urea darah/kreatinin
(BUN/Cr) normal dan kehilangan nefron kurang dari 75 %
2. Tahap 2
 GFR sedikit menurun (60 hinggal 89 mL/menit/1,73 m2), sedikit
meningkat pada BUN/Cr
 Klien dapat asimtomatis atau mengalami hipertensi
 Terdapat poliuria dan nokturia – gagal haluarann tinggi
3. Tahap 3
 Penurunan sedang pada GFR (30 hingga 59 mL/menit/1,73 m2)
 Terdapat abnormalitas cairan dan elektrolit serta komplikasi lain
 Klien dapat asimtomatis atau mengalami hipertensi.
4. Tahap 4
 Penurunan berat pada GFR (155 hingga 29 mL/menit/1,73 m2)0
dan/atau albuminuria sangat tinggi (>300 mg/24jam).
 Klien mengalami kekacauan endokrin/mettabolik atau gangguan
keseimbangan cairan atau elektrolit, malnutrisi energi-protein,
kehilangan massa tubuh tanpa lemak, kelemahan otot, edema perifer
dan pulmonal 29
 Waktunya merujuk ke nefrologis ketika lajuu filtrasi glomerulus
mencapai 30 mL/menit/1,73 m2 yang diyakni meningkatkan hasil
ESRD dan pemilihan modaliitas dialisis yang tepat.
5. Tahap 5
 GFR <15 ml/menit/1,73 atau pada dialysis
 klien mengalami asidosis metabolik, komplikasi kardiovaskuler seperti
perikarditis, ensefalopati, neuropati, dan banyak manifestasi yang lain
menunjukkan penyakit tahap akhir.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik gagal ginjal kronik yaitu : (Dila & Panma 2020)
1. Sistem hematopoietik: Anemia (cepat lelah) dikarenakan eritropoietin
menurun, trombositopenia dikarenakan adanya perdarahan, ekimosis
dikarenakan trombositopenia ringan, perdarahan dikarenakan koagulapati
dan kegiatan trombosit menurun
2. Sistem kardiovaskular: Hipervolemia dikarenakan retensi natrium, hipertensi
dikarenakan kelebihan muatan cairan, takikardia, disritmia dikarenakan
hiperkalemia, gagal jantung kongestif dikarenakan hipertensi kronik,
perikarditis dikarenakan toksin uremik dalam cairan pericardium
3. Sistem pernafasan: Takipnea, pernapasan kussmaul, halitosis uremik atau
fetor, sputum yang lengket, batuk disertai nyeri, suhu tubuh meningkat, hilar
pneumonitis, pleural friction rub, edema paru
4. Sistem gastrointestinal: Anoreksia, mual dan muntah dikarenakan
hiponatremia, perdarahan gastrointestinal, distensi abdomen, diare dan
konstipasi Sistem neurologi: Perubahan tingkat kesadaran (letargi, bingung,
stupor, dan koma) dikarenakan hiponatremia dan penumpukan zatzat toksik,
kejang, tidur terganggu, asteriksis
5. Sistem skeletal: Osteodistrofi ginjal, rickets ginjal, nyeri sendi dikarenakan
ketidakseimbangan kalsium-fosfor dan ketidakseimbangan hormon
paratiroid yang ditimbulkan
6. Kulit: Pucat dikarenakan anemia, pigmentasi, pruritus dikarenakan uremic
frost, ekimosis, lecet
7. Sistem perkemihan: Haluaran urine berkurang, berat jenis urine menurun,
proteinuria, fragmen dan sel urine, natrium dalam urine berkurang semuanya
dikarenakan kerusakan nefron
8. Sistem reproduksi: Interfilitas dikarenakan abnormalitas hormonal, libido
menurun, disfungsi ereksi, amenorea.
E. Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik yaitu : (Arsela, 2022)
1. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolic, katabolisme dan
masukan diet berlebihan.
2. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin
angiostensin-aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinalakibat iritasi oleh toksin dan kehilangan
darah selama hemodialisis.
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolism vitamin D abnormal dan
peningkatan kadar alumunium.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik, yaitu (Damayanti, 2021)
1. Foto Polos Abdomen (Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau
obstruksi lain).
2. USG (Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal, anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat).
3. Renogram (Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi gangguan (vaskuler,
parenkhim) serta sisa fungsi ginjal).
4. Pemeriksaan Radiologi Jantung (Mencari adanya kardiomegali, efusi
perikarditis)
5. Pemeriksaan radiologi Tulang (Mencari osteodistrofi (terutama pada
falangks /jari) kalsifikasi metatastik).
6. Pemeriksaan radiologi Paru (Mencari uremik lung yang disebabkan karena
bendungan).
7. EKG (Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri,
tandatanda perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia).
8. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
a. Laju endap darah
b. Urin
 Volume: Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine
tidak ada (anuria).
 Warna: Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh
pus / nanah, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen kotor,
warna kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan
porfirin.
 Berat Jenis: Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat).
 Osmolalitas: Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1.
 Ureum dan Kreatinin Kreatinin: Biasanya meningkat dalam
proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga tahap akhir (mungkin
rendah yaitu 5)
G. Penatalaksanaan
Ada beberapa penatalaksanaan untuk gagal ginjal kronik yaitu : (Lisnawati,
2020)
1. Penatalaksanaan medis
 Keseimbanagan cairan diatur berdasarkan perhitungan berat
badan, pengukuran serial tekanan vena sentral (CVP), serum dan
konsentrasi urine, kehilangan cairan, tekanan darah, dan status
klinis pasien.
 Aliran darah dikembalikan ke ginjal dengan menggunakan cairan
intravena, albumin, atau transfusi produk darah.
 Dialisis dilakukan untuk mencegah komplikasi meliputi,
hiperkalemia, asidosis metaboik, perikarditis dan edema
pulmonal.
 Resin pengganti kation ( melalui oral atau reteni edema)
 Dekstrosa 50% melalui intravena, insulin, dan pegganti kalsium,
untuk pasien yang hemodialisanya tidak stabil.
 Gas dan darah harus ditangani ketika asidosis berat.
 Natrium bikarbonat untuk menaikkan pH plasma.
 Penggantian dien protein sesuai dengan kebutuha individu untuk
memberikan hasi yang maksimal.
 Pemenuhan kebutuhan kalori dengan diet tinggi karboohidrat,
nutrisi parenteral
 Makanan yang mengandung kalsium dan fosfor dibatasai
 Kimia darah dievaluasi untuk mengidentifikasi kadar kalium,
natrium, dan pengganti cairan selama fase oligurik.
 Setelah fase diuresis, diet tinggi protein dan tinggi kalori
diberikan, dilanjutkan dengan pengembalian aktivitas secara
bertahap.
2. Penatalaksanaan Farmakologis
 Hiperfosfatemia dan hipokalsemia ditangani engan obat yang
dapat mengikatkan fosfat dalam saluran cerna ( kalsium karbona,
kalsium asetat, sevalamer hydrochloride) semua agen harus
diberikan bersama makanan.
 Hipertensi dapat ditangani dengan pengontrolan volume
intravaskular dan dengan mengkonsumsi obat antihipertensi.
 Gagal jantung dan edema pulmonal dapat ditangani dengan diet
rendah natrium dan pembatasan cairan, diuresis, agens inotropik (
digoksin atau dobutamin), dan dialisis.
 Asidosis metabolik diatasi dengan mengkonsumsi suplemen
natrium bikarbonat atau dengan dialysis
 Pasien diobservasi untuk dilihat tanda awal dari kelainan
neurologik (kedutan, skit kepala, delirium atau aktivitas kejang);
diazepam intravaskuler (Valium) atau fenitoin (Dilantin) diatasi
untuk mengtasi kejang
 Anemia ditangani dengan rekombinan eritropoietin (Epogen);
hemoglobin dan hematokrit dipantau secara berkala.
3. Penatalaksanaan keperawatan
 Kaji status cairan pasien dan identifikasi sumber potensial terjadi
ketidak seimbangan cairan.
 Terapkan program diet untuk menjaga asupan nutrisi pasien yang
memadai sesuai batasan regimen terapi.
 Dukung perasaan positif dengan mendorong pasien
meningkatkan kemampuan perawatan diri untuk lebih mandiri.
 Berikan penjelasan informasi pada pasien dan juga keluarga
terkait dengan gagal ginjal kronk, pilihan pengobatan, dan juga
kemungkinan komplikasi.
 Memberikan dukungan emosional

Konsep Keperawatan
A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas : Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50 – 70
tahun), usia muda, dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada
laki - laki. Laki-laki sering memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan ginjal
mengalami kegagalan filtrasi. pekerjaan dan pola hidup sehat. Gagal ginjal
kronis merupakan periode lanjut dari insidensi gagal ginjal akut, sehingga
tidak berdiri sendiri
2. Keluhan Utama : Keluhan utama sangat bervariasi, terlebih jika terdapat
penyakit sekunder yang menyertai. Keluhan bisa berupa urine output yang
menurun (oliguria) sampai pada anuria, penurunan kesadaran karena
komplikasi pada sistem sirkulasi-ventilasi, anoreksia, mual dan muntah,
dialoresis, fatigue, napas berbau urea, dan pruritus. Kondisi ini dipicu oleh
karena penumpukkan (akumulasi) zat sisa metabolisme/toksin dalam tubuh
3. Riwayat Penyakit Sekarang : Pada klien dengan gagal ginjal kronis biasanya
terjadi penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola napas
karena komplikasi dari gangguan sistem ventilasi, fatigue, perubahan
fisiologis kulit, bau urea pada napas. Selain itu, karena berdampak pada proses
(sekunder karena intoksikasi), maka akan terjadi anoreksi, nausea dan vomit
sehingga beresiko untuk terjadinya gangguan nutrisi
4. Riwayat Penyakit Dahulu : Gagal ginjal kronik dimulai dengan periode gagal
ginjal akut dengan berbagai penyebab (multikausa). Oleh karena itu, informasi
penyakit terdahulu akan menegaskan untuk penegakan masalah. Kaji riwayat
ISK, payah jantung, penggunaan obat berlebihan (overdosis) khsuusnya obat
yang bersifat nefrotoksik, BPH, dan lain sebagainya yang mampu
mempengaruhi kerja ginjal. Selain itu, ada beberapa penyakit yang
berlangsung mempengaruhi atau menyebabkan gagal ginjal yaitu diabetes
mellitus, hipertensi, batu saluran kemih (urolithiasis)
5. Riwayat Kesehatan Keluarga : Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular
dan menurun, sehingga sisilah keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit
ini. Namun, pencetus sekunder seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh
terhadap kejadian penyakit gagal ginjal kronis, karena penyakit tersebut
bersifat herediter. Kaji pola kesehatan keluarga yang diterapkan jika ada
anggota keluarga yang sakit, misalnya minum jamu saat sakit
6. Riwayat Psikososial : Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika klien
memiliki koping adaptif yang baik. Pada klien gagal ginjal kronis, biasanya
perubahan psikososial terjadi pada waktu klien mengalami perubahan struktur
fungsi tubuh dan menjalani proses dialisa. Klien akan mengurung diri dan
lebih banyak berdiam diri (murung). Selain itu, kondisi ini juga dipicu oleh
biaya yang dikeluarkan selama proses pengobatan, sehingga klien mengalami
kecemasan
7. Pemeriksaan Fisik :
 Keadaan umum Keadaan umum klien dengan gagal ginjal kronik
biasanya lemah. (fatigue), tingkat kesadaran bergantung pada tingkat
toksisitas
 anda vital Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi,
nafas cepat (tachypneu), dyspnea
 Pemeriksaan body systems
8. Sistem Pernapasan (B1: Breathing) : Adanya bau urea pada bau napas. Jika
terjadi komplikasi pada asidosis atau alakdosis respiratorik maka kondisi
pernapasan akan mengalami patologis gangguan. Pada napas akan semakin
cepat dan dalam sebagi bentuk kompensasi tubuh mempertahankan ventilasi
(kussmaul)
9. Sistem kardiovaskular (B2: Bleeding) : Penyakit yang berhubungan langsung
dengan kejadian gagal ginjal kronis salah satunya adalah hipertensi. Tekanan
darah yang tinggi di atas ambang kewajaran akan mempengaruhi volume
vaskuler. Stagnasi ini akan memicu retensi natrium dan air sehingga akan
meningkatkan beban jantung
10.Sistem Neuromuskuler (B3: Brain) : Penurunan kesadaran terjadi jika telah
mengalami hiperkarbic dan sirkulasi cerebral terganggu. Oleh karena itu,
penurunan kognitif dan terjadinya disorienntasi akan dialami klien gagal ginjal
kronis
11.Sistem Perkemihan (B4: Bowel) : Dengan gangguan/kegagalan fungsi ginjal
secara kompleks (filtrasi, sekresi, reabsorbsi dan ekskresi), maka manifestasi
yang paling menonjol adalah penurunan urine 3 detik. Palpatasi jantung, chest
pain, dsypneu, gangguan irama jantung dan gangguan sirkulasi lainnya.
Kondisi ini akan semakin parah jika zat sisa metabolisme semakin tinggi
dalam tubuh karena tidak efektif dalam ekskresinya. Selain itu, pada fisiologis
darah sendiri sering ada gangguan anemia karena penurunan eritropoetin
12.Sistem Muskuluskeletal (B6: Bone) : Dengan penurunan/kegagalan fungsi
sekresi pada ginjal maka berdampak pada proses demineralisasi tulang
sehingga resiko terjadinya osteoporosis tinggi
B. Diangnosa
1. Pre Hemodialisis
 Hypervolemia b.d kelebihan asupan cairan
 Resiko infeksi b.d prosedur invasi
2. Intra Hemodialisis
 Intoleransi Aktivitas b.d proses hemodialisis
 Resiko pendaran b.d pemberian agen farmakologi
3. Post Hemodialisis
 Resiko pendarahan b.d efek samping terapi
No DIAGNOSA KEPERAWTAN PERENCANAAN

TUJUAN & KRETERIA HASIL INTERVENSI

2 3 4

1. 1. Pola Napas Tidak Setelah dilakukan intervensi Manajemen jalan nafas


Efektif b.d hambatan keperawatan selama 1x8
upaya napas ( kelemahan jam maka diharapkan pola Observasi :
nafas membaik dengan 1. Monitor pola napas
otot pernapasan) d.d (frekuensi,
kriteria hasil :
dispnea 1. Dispnea menurun kedalaman,usaha
2. Frekuensi nafas napas)
membaik 2. Monitor bunyi napas
tambahan (mis.
3. Penggunaaan otot Gurgling, mengi,
bantu napas wheezing,ronkhi
menurun kering)
3. Monitor sputum
(jumlah, warna ,
aroma)
Terapeutik:
1. Posisikan semi
fowler atau fowler
2. Berikan minum
hangat
3. Ajarkan nafas dalam
4. Berikan oksigen ,
jika perlu
Edukasi :
1. Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari,
jika tidak kontra
indikasi

Kriteria Hasil : Setelah


dilakukan intervensi
keperawatan selama 1 x8
jam, maka perawatan diri
meningkat dengan kriteria
hasil :
1. Kemampuan mandi
meningkat
2. Kemampuan
mengenakan pakaian
meningkat
3. Kemampuan makan
meningkat
4. Kemampuan ke
toilet meningkat
2. Intoleransi Aktivitas b.d Setelah dilakukan intervensi Manajemen energi
kelemahan d.d tekanan darah keperawatan selama 1 x8 Observasi :
berubag ˃20% dari kondisi jam, maka perawatan diri 1. Identifikasi
istirahat meningkat dengan kriteria gangguan fungsi
hasil : tubuh yang
mengakibatkan
1. Kemampuan mandi
kelelahan
meningkat
2. Monitor kelelahan
2. Kemampuan
fisik dan emosional
mengenakan pakaian
3. Monitor pola dan
meningkat
jam tidur
3. Kemampuan makan
Terapeutik :
meningkat
1. Sediakan lingkungan
4. Kemampuan ke
nyaman dan rendah
toilet meningkat
stimulus (mis.
Cahaya,suara,kunjun
gan)
2. Lakukan latihan
rentang gerak pasif
3. Fasilitasi duduk di
sisi tempat tidur, jika
tidak dapat
berpindah atau
berjalan
Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
3. Anjurkan
menghubungi
perawat jika tanda
dan gejala kelelahan
tidak berkurang

C. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Oleh karena
itu, jika intervensi keperawatan yang telah dibuat dalam perencanaan
dilaksanakan atau diaplikasikan pada pasien, maka tindakan tersebut dikatakan
implementasi keperawatan (Kardiyudiani & Susanti, 2019)
D. Evaluasi
Tahap evaluasi dilakukan untuk menentukan tingkat keefektifan
pelaksanaan asuhan keperawatan. proses evaluasi dilakukan dengan
melakukan pengkajian respons pasien berdasarkan kriteria tujuan. Apabila
tujuan dan outcomes tidak tercapai, perlu dipikirkan kembali rencana kerja
melalui suatu proses untuk mengembangkan rencana perawatan yang lebih
efektif (Kardiyudiani & Susanti, 2019)
DAFTAR PUSTAKA

Arsela Delfani Ade Crisna, S. Kep, (2022) Karya Ilmiah Akhir Asuhan Keperawatan
Kegawatdaruratan Pada Ny.A Dengan Dengan Diagnosa Dm + Chronic Kidney
Disease (Ckd) On Hd Di Ruang Hd Rspal Dr.Ramelan Surabaya: Program Studi
Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Surabaya

Damayanti Desika Putri, (2021) Karya Ilmiah Akhir Asuhan Keperawatan


Kegawatdaruratan Pada Pasien Ny. I Dengan Diagnosa Medis Chronic Kidney
Disease (Ckd) Stage 5 + Hipertensi Di Ruangan Hemodialisa Rspal Dr. Ramelan
Surabaya : Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah
Surabaya

Kardiyudiani, & Susanti. (2019). Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta: PT


Pustaka Buku.

Lisnawati Linda Sri, S. Kep, (2020) Karya Tulis Ilmiah. Bandung : Program Studi
Diploma Iii Keperawatan Universitas Bhakti Kencana Bandung

Risky Ratna Dila, Yuanita Panma (2020), Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gagal Ginjal Kronik Rsud Kota Bekasi, Jakarta Timur : Akademi keperawatan Pasar
Rebo, Departemen Keperawatan Medikal Bedah

2021 nora, andi. “nora, andi.”


LAPORAN ANALISA SINTESA TINDAKAN KEPERAWATAN
DI INSTALASI GAWAT DARURAT

A. Identitas Klien
Nama : Ny. D
Umur : 62 Tahun
Alamat : Sinjai
Tanggal Masuk : 4-3-2024
B. Diagnosa Medis
CKD stage 5
C. Diagnosa Keperawatan
Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas d.d dyspneu
DS :
 Pasien mengatakan sesak napas
 keluarga pasien mengatakan pasien sesak napas sejak 4 hari yang lalu
 pasien mengatakan lemas sejak satu minggu terakhir
 pasien mengatakan mual
 pasien mengatakan ada riwayat DM sejak I0 tahun yang lalu
DO :
 pasein tampak sesak
 Pernapasan : 24x/m
 Spo2 : 94%
 Terpasang oksigen menggunakan nasal kanul 3 liter/menit
Dasar Pemikiran
Gagal ginjal kronik adalah penurunan dari laju fungsi ginjal dan
berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya, pengeluaran dari
protein melalui urine, serta karena hipertensi. Penyakit dari gagal ginjal
cenderung lebih cepat berkembang pada pasien yang mengekresikan
protein dalam jumlah besar atau dengan pasien yang memiliki tekanan
darah yang cukup tinggi. (Lisnawati, 2020)
Sesak nafas sering kali ditemukan pada penderita Chronic Kidney
Disease (CKD). Salah satu faktor pencetus terjadinya sesak nafas adalah
hipertensi. Hipertensi yang tidak terkontrol akan menyebabkan arteri di
sekitar ginjal menyempit, melemah, dan mengeras. Kerusakan pada arteri
ini akan menghambat darah yang diperlukan oleh jaringan sehingga
menyebabkan nefron tidak bisa menerima oksigen dan nutrisi yang
dibutuhkan. Jika ginjal terganggu, maka proses pembentukan sel darah
merah di sumsum tulang juga akan ikut terganggu yang dapat
menyebabkan jumlah oksigen yang bisa dihantarkan ke seluruh tubuh ikut
berkurang. Sehingga penderita CKD tidak bisa bernafas secara normal dan
mengalami sesak nafas. Masalah utama yang sering terjadi adalah
ketidakefektifan pola nafas. Ketidakefektifan pola nafas pada penderita
CKD jika tidak segera ditangani dapat menyebabkan berbagai masalah
yaitu asidosis metabolik, pernafasan kussmaul dengan pola nafas cepat,
kegagalan nafas, efusi pleura, dan kesadaran menurun (Narsa et al., 2022).
Edema paru merupakan komplikasi yang terjadi pada CKD yang
memiliki tanda dan gejala sesak nafas akibat hipoksia yang disebabkan
oleh penumpukan cairan di alveoli (edema paru). Penumpukan cairan di
alveoli atau jaringan paru disebabkan penurunan fungsi ginjal
menyebabkan protein yang normalnya diekskresikan ke dalam urin
tertimbun dalam darah dan dapat hilang melebihi produksinya atau yang
biasa disebut sebagai hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia merupakan
karakteristik dari CKD, menurunkan tekanan osmotik plasma dan
mendorong pergerakan cairan dari kapiler paru, sehingga terjadinya edema
paru. Akibatnya muncul masalah ketidakefektifan pola nafas secara
progresif yang menimbulkan sesak nafas, nafas tampak cepat atau yang
disebut pernafasan kussmaul yang dapat mengancam jiwa (Aprioningsih et
al., 2021).
D. Tindakan Keperawatan Dan Rasional
1. Pola nafas membaik dengan memberikan oksigen
Rasional :
Yang dapat dilakukan segera untuk mengatasi seseorang yang
mengalami gangguan sistem pernapasan sehingga kebutuhan oksigen
dalam tubuh tidak terpenuhi secara normal yaitu dengan pemberian
oksigen. Oksigen sangat berperan penting dalam pernapasan juga dalam
tubuh untuk proses pembentukan metabolisme sel sehingga jika
kekurangan oksigen akan menimbulkan dampak buruk bagi tubuh,
sehingga diperluka terapi oksigen. Oksigen diberikan menggunakan
nasal kanul 3 liter/menit. Pemberian oksigen dilakukan agar pasien
tidak sesak napas (Mugihartadi,2020)
E. Prosedur Tindakan Keperawatan
Pemberian oksigen
1. Tahap pra interaksi
 Identifikasi kebutuhan/indikasi pasien
 Cuci tangan
 Siapkan alat
2. Tahap orientasi
 Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik dan
menanyakan nama, alamat dan tanggal lahir pasien
 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
 Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
3. Tahap kerja
 Bantu klien pada posisi semi fowler jika memungkinkan, untuk
memberikan kemudahan ekspansi dada dan pernafasan lebih
mudah
 Pasang peralatan oksigen dan humidifier
 Nyalakan oksigen dengan sesuai advis
 Periksa aliran oksigen pada selang sesuai kebutuhan
 Sambung nasal kanul dengan selang oksigen
 Pasang nasal kanul pada hidung
 Letakkan ujung kanul ke dalam lubang hidung dan selang serta
kaitkan dibelakang telingan atau mengelilingi kepala.
 Plester kanul pada sisi wajah, selipkan kasa di bawah selang
pada tulang pipi untuk mencegah iritasi
 Kaji respon pasien terhadap oksigen dalam 15-30 menit, seperti
warna, pernapasan, gerakan dada, ketidaknyamanan dan
sebagainya.
 Periksa aliran dan air humidifier dalam 30 menit.
 Kaji iritasi hidung. Beri air atau cairan pelumas sesuai
kebutuhan untuk melemaskan mukosa hidung
4. Tahap terminasi
 Evaluasi hasil
 Dokumentasikan hasil
 Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
 Bereskan alat-alat
 Cuci tangan
F. Analisis Sintesa Tindakan Keperawatan b.d Diagnosa Keperawatan

Penurunan ekspansi paru

Sesak napas

Kekurangan suplai oksigen di dalam tubuh

Pemberian oksigen

Pola napas membaik

RR: 20 SPO2: 97

G. Efek Yang Timbul Dari Tindakan Keperawatan


Efek samping yang dapat timbul pada pemberian oksigen menurut
(Maya,2017) :
1. Apabila pemasangan nasal kanul terlalu lama akan menyebabkan
iritasi pada mukosa hidung, iritasi kulit sekitar hidung serta
hiperoksia dan hiperkapnia.
2. Keracunan oksigen, apabila pemberian oksigen dengan konsentrasi
tinggi (diatas 60%) dalam jangka waktu yang lama akan
menimbulkan perubahan paru dalam bentuk kongesti paru,
penebalan membran alveoli, edema, konsolidasi dan antelektasis.
H. Evaluasi

1. Evaluasi pasien
S : pasien mengatakan sudah tidak terlalu sesak seperti sebelumnya
O : RR : 20x/m
A : pola napas tidak efektif belum teratasi (pasien masih sedikit sesak)
P : lanjutkan intervensi
2. Evaluasi diri
pemberian oksigen hal yang perlu diperhatikan yaitu pemasangan
yang benar dan aliran oksigen. Setelah pemasangan oksigen dianjurkan
untuk memonitor oksigen, air dalam humidifier, frekuensi nafas dan
Spo2 pasien.
3. Tindakan keperawatan
Tindakan keperawatan lain yang dapat dilakukan untuk
mengatasi diagnosa keperawatan: Pola nafas tidak efektif yaitu:
1. Posisikansemifowler
2. Lakukan fisioterapi dada
3. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head tilt daan chin lift, jaw-
thrust jika dicurigai trauma servikal
4. Monitor pola nafas
5. Monitor bunyi nafas
6. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik (Suction)
I. Pathway

Diabetes Melitus Hipertensi Infeksi Saluran Kemih Nefropati Toksik

Gagal Ginjal Kronik

GFR menurun Renin meningkat proteinuria Fungsi ginjal menurun BUN dan kreatinin naik

urin secara maksimal Protein dalam


Angiotensin
Ginjal tidak mampu mengencerkan Eritrosit menurun Asotemia
meningkat darah menurun

HB menurun Sindrom uremia


Produksi urin menurun Tekanan osmotik turun
Produksi urin menurun
Anemia prepospatemia
Cairan keluar ke ekstravaskuler
Vasokonstriksi pembuluh darah
Disuria O2 dalam darah turun Pruritus

Anuria Edema
hipertensi Suplai 02 turun Kerusakan integritas kulit

Kelebihan volume cairan hipervolemia


Intoleransi aktivitas
Perfusi perifer tidak efektif

Anda mungkin juga menyukai