Disusun oleh:
Jelita Maharanie
NIM. 220170100011050
2. Etiologi
Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan gagal ginjal kronis bisa
disebabkan dari ginjal sendiri dan dari luar ginjal (Arif Muttaqin, 2013):
Penyakit dari Ginjal
● Glomerulonefritis
● Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis.
● Batu ginjal: nefrolitiasis
● Trauma langsung pada ginjal
● Keganasan pada ginjal
● Polycystic Kidney Disease
● Batu Ginjal (Nefrolitiasis)
● Penyakit tubulus primer: hiperkalemia primer, hipokalemia kronik, keracunan
logam berat seperti tembaga, dan kadmium.
● Penyakit vaskuler: iskemia ginjal akibat kongenital atau stenosis arteri ginjal,
hipertensi maligna atau hipertensi aksekrasi.
● Obstruksi: batu ginjal, fobratis retroperi toneal, pembesaran prostat striktur uretra,
dan tumor.
Penyakit dari Luar Ginjal
● Diabetes Melitus
● Hipertensi
3. Tanda dan Gejala
• Gejala dini : lethargi,sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang,mudah tersinggung, depresi
• Gejala yg lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah,nafas dangkal
4. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronik berdasarkan nilai laju glomerulus, yaitu stadium
yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. (Parazella,
2015)
Tabel Klasifikasi dari GFR (Clarkson, 2015 dan K. K. Zadeh (2011) dan E. Chang
(2010):
Std Deskripsi LFG (ml/mnt/1,73m2)
5. Komplikasi
- Kelebihan Cairan
- Hiperkalemia
- Metabolik Asidosis
- Gangguan Mineral dan Tulang
- Hipertensi
- Anemia
- Dislipidemia.
- Disfungsi Seksual
6. Pemeriksaan Diagnostic
Pemeriksaan Laboratorium
● Laju endap darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia dan hipoalbuminemia
● Hiponatremia: umumnya karena kelebihan cairan
● Hiperkalemia: biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya
diuresis
● Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia: umumnya disebabkan gangguan
metabolisme dan diet rendah protein
● Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal ginjal,
(resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer)
● Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH yang menurun,
HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-basa
organik pada gagal ginjal.
● Hb : menurun karena pasien mengalamii anemia Hb < 7-8 gr/dl
● BUN/Kreatinin :meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir. Rasio BUN
dan kreatinin = 12:1 – 20:1
● GDA: asidosis metabolic, PH <7,2
● Protein albumin: menurun (< 3,4-4,8 gr/dl)
● Natrium serum: rendah. (< 1135-153 mEq/L)
● Kalium, magnesium: meningkat (Cl: >3,5-5,1 mEq/L, Mg: > 1,5-2,5 mEq/L)
● Kalsium : menurun (< 8,5-10,5 mEq/L)
Pemeriksaan Urin
● Volume : biasanya < 400-500ml/24 jam atau bahkan tidak ada urin (anuria)
● Warna : secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh zat yang tidak
terreabsorbsi maksimal atau terdiri dari pus, bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen kotor,
kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin.
● Berat jenis : < 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal tubular
● Klirens kreatinin : mungkin menurun.
● Natrium : > 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium.
● Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan kerusakan
glumerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
● Osmolalitas: < 350 mOsm/kg, rasio urin/serum = 1:1
Pemeriksaan Radiologi: ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari
komplikasi yang terjadi
a. USG: untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat.
b. IVP (Intra Vena Pielografi): untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan ini
mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu, misalnya: usia lanjut, DM
dan nefropati Asam urat.
c. Foto Polos Abdomen : untuk menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau
obstruksi lain. Foto polos yang disertai dengan tomogram memberikan hasil keterangan
yang lebih baik.Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu penderita
diharapkan tidak puasa.
d. Renogram: untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (vaskuler,
parenkim, eksresi), serta sisa fungsi ginjal.
e. EKG : untuk mengetahui kemungkinan hipertropi ventrikel kiri dan kanan, tanda-tanda
perikarditis, disritmia, gangguan elektrolit.
f. Renal anterogram : mengkaji terhadap sirkulasi ginjal dan ekstravaskularisasi serta adanya
masa.
g. Rotgen thorak : mengetahui tanda-tanda kardiomegali dan odema paru.
Pemeriksaan Patologi Anatomi
Biopsy ginjal : Dilakukan bila ada keraguan diagnostic gagal ginjal kronik atau perlu
diketahui etiologi daru penyakit ini
7. Penatalaksanaan
a. Terapi konservatif :tujuannya mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif,
meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme
secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2016).
● Peranan Diet: 1) Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal dengan
memperhitungkan sisa fungsi ginjal, agar tidak memberatkan kerja ginjal. 2)Mencegah dan
menurunkan kadar ureum darah yang tinggi (uremia). 3)Mengatur keseimbangan cairan
dan elektrolit. 4)Mencegah atau mengurangi progresifitas gagal ginjal, dengan
memperlambat turunnya laju filtrasi glomerulus (Almatsier, 2016).
● Kebutuhan Jumlah Kalori: untuk GGK harus adekuat dengan tujuan utama, yaitu
mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara
status gizi. Energi cukup yaitu 35 kkal/kg BB.
● Kebutuhan Cairan: Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat
supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari. Cairan dibatasi yaitu sebanyak jumlah urine
sehari ditambah dengan pengeluaran cairan melalui keringat dan pernapasan (±500 ml).
● Kebutuhan Elektrolit dan Mineral: bersifat individual tergantung dari LFG dan penyakit
ginjal dasar (underlying renal disease).
● Vitamin cukup, bila perlu berikan suplemen piridoksin, asam folat, vitamin C, vitamin D.
b. Terapi Simtomatik
● Asidosis Metabolic: harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium (hiperkalemia).
Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali.
Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau
serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
● Anemia: Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan
terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati
karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
● Keluhan Gastrointestinal: Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan
yang sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama
(chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa
mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis
adekuat dan obat-obatan simtomatik.
● Kelainan kulit : Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
● Kelainan neuromuskular: Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi
hemodialisis regular yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
● Hipertensi : Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
● Kelainan sistem kardiovaskular : Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan
kardiovaskular yang diderita.
c. Terapi Medis
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG
kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan
transplantasi ginjal .
1. Dialisis : Dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius seperti
hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Terdapat dua teknik yang digunakan dalam
dialisis, yaitu :
✔ Hemodialisis adalah suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan atau
produk limbah karena dalam tubuh penderita gagal ginjal tidak mampu melaksanakan
proses tersebut (Brunner&Suddarth, 2012). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu
indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut,
yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan
cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan
Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif,
yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat.
2. Dialisis peritoneal merupakan alternatif hemodialisa pada penanganan gagal ginjal akut
dan kronis. Pengobatan ini jarang dipakai untuk jangka panjang. Akhir-akhir ini sudah
populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri
dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur
lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular,
pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis,
kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal
terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-
morbidity dan co-mortality.
3. Transplantasi Ginjal: Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka
seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal baru. Pertimbangan program transplantasi ginjal :
● Cangkok ginjal dapat mengambil alih seluruh 100% fungsi dan faal ginjal
● Kualitas hidup normal kembali
● Survival rate meningkat
● Komplikasi (biasanya dapat di antisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan.
B. Konsep Anemia
1. Definisi
Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin (protein pembawa
O2) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
membawa O2 dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer sehingga pengiriman O2 ke
jaringan menurun.
Anemia dapat didefinisikan sebagai nilai hemoglobin, hematokrit, atau jumlah eritrosit per
milimeter kubik lebih rendah dari normal (Dallman dan Mentzer, 2016)
2. Etiologi
Anemia dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
a. Gangguan pembentukan eritrosit
Gangguan pembentukan eritrosit terjadi apabila terdapat defisiensi substansi tertentu
seperti mineral (besi, tembaga), vitamin (B12, asam folat), asam amino, serta gangguan
pada sumsum tulang.
b. Perdarahan
Perdarahan baik akut maupun kronis mengakibatkan penurunan total sel darah merah
dalam sirkulasi.
c. Hemolisis
Hemolisis adalah proses penghancuran eritrosit.
Anemia pada Gagal Ginjal Kronis terutama diakibatkan oleh berkurangnya produksi
Eritropoietin. Eritropoetin merupakan hormon yang dapat merangsang sumsum tulang
untuk memproduksi sel darah merah. Anemia yang terjadi pada gagal ginjal kronis
biasanya jenis normokrom normositer dan non regeneratif. Anemia merupakan kendala
yang cukup besar bagi upaya mempertahankan kualitas hidup pasien GGK. Anemia yang
terjadi dapat mengganggu sejumlah aktifitas fisiologis sehingga dapat meningkatkan angka
morbiditas dan mortalitas.
3. Tanda Gejala
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindroma anemia yang dijumpai pada
ADB apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dl, badan lemah, lesu, cepat lelah,
mata berkunang-kunang serta telinga mendenging. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien
yang pucat, terutama pada konjunctiva dan jaringan di bawah kuku.Sedangkan gejala khas
pada ADB adalah: Koilonychia, Atropi papil , dan Stomatitis angularis (cheilosis),
4. Klasifikasi
Berdasarkan gambaran morfologik, anemia diklasifikasikan menjadi tiga jenis anemia:
a. Anemia normositik normokrom.
Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena perdarahan akut, hemolisis,
dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang. Terjadi penurunan
jumlah eritrosit tidak disertai dengan perubahan konsentrasi hemoglobin (Indeks
eritrosit normal pada anak: MCV 73 – 101 fl, MCH 23 – 31 pg , MCHC 26 – 35 %),
bentuk dan ukuran eritrosit.
b. Anemia makrositik hiperkrom
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal danhiperkrom karena
konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal.(Indeks eritrosit pada anak MCV > 73 fl,
MCH = > 31 pg, MCHC = >35 %). Ditemukan pada anemia megaloblastik (defisiensi
vitamin B12, asam folat), serta anemia makrositik non-megaloblastik (penyakit
hati,dan myelodisplasia)
c. Anemia mikrositik hipokrom
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal danmengandung
konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal. (Indekseritrosit : MCV < 73 fl,
MCH < 23 pg, MCHC 26 - 35 %).Penyebab anemia mikrositik hipokrom:
d. Berkurangnya zat besi: Anemia Defisiensi Besi.
e. Berkurangnya sintesis globin: Thalasemia danHemoglobinopati.
f. Berkurangnya sintesis heme: Anemia Sideroblastik.
5. Pemeriksaan Diagnostic
Kriteria diagnosis ADB menurut WHO dan Lanzkowsky:
1) Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia
2) Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata < 31% (Normal : 32 –35 %)
3) Kadar Fe serum < 50 Ug/dl ( Normal 80 – 180 ug/dl)
4) Saturasi transferin < 15% (Normal 20 – 50 %)
5) Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositik yang dikonfirmasi dengan kadar
MCV, MCH, dan MCHC yang menurun.
6) Pada perwarnaan sumsum tulang tidak ditemukan besi atau besi berkurang.
6. Komplikasi
- Kekurangan zat besi berdampak buruk kepada sistem kekebalan tubuh manusia.
Inilah yang membuat Anda lebih mudah terserang penyakit lainnya.
- Terjadinya gagal jantung, yaitu saat kinerja jantung menurun dan tidak bisa
memompa darah ke seluruh bagian tubuh dengan baik.
- Meningkatkan risiko komplikasi pada ibu dan janinnya : keguguran, pertumbuhan
janin yang lambat atau tidak normal dan lahir prematur.
7. Penatalaksanaan
Secara umum, anemia dapat diatasi dengan:
a. Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan
antelmintik yang sesuai.
b. Pemberian preparat Fe: Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat)
dosis 4-6 mg besi elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara
waktu makan. Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin
normal.
c. Bedah : Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan
karena diverticulum Meckel.
d. Suportif : Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar besi tinggi yang
bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan).
2. Tujuan Hemodialisa
Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan :
1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat.
2. Membuang kelebihan air.
3. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
5. Memperbaiki status kesehatan penderita.
4. Proses Hemodialisa
Mekanisme proses pada mesin hemodialisa, darah dipompa dari tubuh masuk
kedalam mesin dialysis lalu dibersihkan pada dialyzer (ginjal buatan), lalu darah pasien
yang sudah bersih dipompakan kembali ke tubuh pasien.
Mesin dialysis yang paling baru telah dilengkapi oleh system komputerisasi dan
secara terus menerus memonitor array safty-critical parameter, mencangkup laju alir darah
dan dialysate, tekanan darah, tingkat detak jantung, daya konduksi, pH dan lain-lain. Bila
ada yang tidak normal, alarm akan berbunyi. Dalam hemodialysis memerlukan akses
vascular (pembuluh darah) hemodialysis (AVH) yang cukup baik agar dapat diperoleh
aliran darah yang cukup besar, yaitu diperlukan kecepatan darah sebesar 200 – 300
ml/menit secara kontinyu selama hemodialysis 4 – 5 jam.
AVH dapat berupa kateter yang dipasang di pembuluh darah vena di leher atau paha
yang bersifat temporer. Untuk yang peramanen dibuat hubungan antara arteri dan vena,
biasanya di lengan bawah disebut arteriovenous fistula, lebih populer bila disebut (brescia)
cimino fistula. Kemudian darah dari tubuh pasien masuk ke dalam sirkulasi darah mesin
hemodialysis yang terdiri dari selang inlet/arterial (ke mesin) dan selang outlet/venous
(dari mesin ke tubuh), kedua ujungnya disambung ke jarum dan kanula yang ditusuk ke
pembuluh darah pasien. Darah setelah melalui selang inlet masuk ke dialisar. Jumlah
darah yang menempati sirkulasi darah di mesin berkisar 200 ml. Dalam dialiser darah
dibersihkan, sampah-sampah secara kontinyu menembus membrane dan menyeberang ke
kompartemen dialisat, di pihak lain cairan dialisat mengalir dalam mesin hemodialysis
dengan kecepatan 500 ml/menit masuk ke dalam dialiser pada kompartemen dialisat.
Cairan dialisat merupakan cairan yang pekat dengan bahan utama elektrolit dan glukosa,
cairan ini dipompa masuk ke mesin sambil dicampur dengan air bersih yang telah
mengalami proses pembersihan yang rumit (water treatment). Selama proses
hemodialysis, darah pasien diberi heparin agar tidak membeku bila berada di luar tubuh
yaitu dalam sirkulasi darah mesin.
Prinsip hemodialysis sama seperti metoda dialysis. Melibatkan difusi zat terlarut ke
sembarang suatu selaput semipermeable. Prinsip pemisahan menggunakan membran ini
terjadi pada dialyzer. Darah yang mengandung sisa-sisa metabolisme dengan konsentrasi
yang tinggi dilewatkan pada membrane semipermeable yang terdapat dalam dialyzer,
dimana dalam dialyzer tersebut dialirkan dialysate dengan arah yang berlawanan (counter
current).
5. Alasan dilakukan Hemodialisa
Indikasi dilaberikan tindakan HD, antara lain:
HD emergency
1. Kegawatan ginjal
- Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi
- Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)
- Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)
- Hiperkalemia (terjadi perubahan ECG, biasanya K >6,5 mmol/l )
- Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
- Uremia ( BUN >150 mg/dL)
- Ensefalopati uremikum
- Neuropati/miopati uremikum12
- Perikarditis uremikum
- Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L)
- Hipertermia (suhu >380C)
2. Keracunan akut (alcohol, obat-obatan) yang bisa melewati membrane dialysis
HD persiapan (preparative)
HD kronik (regular)
HD kronik merupakan hemodialisis yang dikerjakan berkelanjutan seumur
hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis. Menurut The Kidney
Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National Kidney Foundation
(NKF) (2013) dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt. Keadaan pasien yang
mempunyai GFR <15ml/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru
perlu dimulai jika dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah ini (Daurgirdas et
al., 2007):
a) GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis
b) Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan muntah.
c) Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
d) Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
e) Komplikasi metabolik yang refrakter.
6. Frekuensi Hemodialisa
Frekuensi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, tetapi
sebagian besar penderita menjalani dalisa sebanyak 3 kali/minggu. Program dialisa
dikatakan berhasil jika :
1. Penderita kembali menjalani hidup normal
2. Penderita kembali menjalani diet yang normal
3. Jumlah sel darah merah sulit ditoleransi
4. Tekanan darah normal
5. Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif
Dialisa bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk gagal ginjal
kronis atau sebagai pengobatan sementara sebelum penderita menjalani pencangkokan
ginjal. Pada gagal ginjal akut, dialisa dilakukan hanya selama beberapa hari atau beberapa
minggu, sampai fungsi ginjal kembali normal.
7. Komplikasi Hemodialisa
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan
hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain :
1. Kram otot
2. Hipotensi
3. Aritmia
4. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
5. Hipoksemia
6. Perdarahan
7. Gangguan pencernaan
8. Pembekuan darah
2. Diagnosa Keperawatan
❖ Pre Hemodialisa
1. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluan urin, retensi cairan dannatrium.
2. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, perikarditis
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intakemakanan yang
inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
4. Risiko ketidakseimbangan elektrolit b.d disfungsi ginjal, kekurangan atau kelebihan
volume caian, program pengobatan
5. Resiko ketidakefektifan perfusi ginjal b.d gangguan metabolis, penyakit ginjal, hipertnsi,
lanjut usia, program pengobatan.
6. Keletihan b.d kelesuan fisiologis (anemia, penyakit), malnutrisi d.d tidak mampu
mempertahankan aktivitas fisik pada tingkat biasanya, peningkatan kelelahan fisik
7. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b.d kurangnya informasi
kesehatan.
8. Kerusakan integritas kulit b.d kondisi gangguan metabolic
9. Resiko harga diri rendah situasional b.d penyakit fisik, gangguan peran sosial dan fungsi.
10. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional mengenai tindakan yang akan dialkukan
11. Risiko jatuh b.d anemia
❖ Intra hemodialisa
1. Resiko Perdarahan b.d efek samping terkait terapi seperti hemodialisa, kemoterapi
2. Risiko infeksi b.d penurunan daya tahan tubuh primer, tindakaninvasive
3. Nyeri akut b.d agen cedera di daerah insersi
4. Gangguan rasa nyaman b.d ansietas, merasa kurang senang dengan situasi,
5. Risiko kekurangan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi (mekanisme
peredaran darah/cairan tidak efektif saat proses dialisis berlangsung)
❖ Post hemodialisa
1. Risiko infeksi b.d penurunan daya tahan tubuh primer, tindakaninvasive
2. Kerusakan integritas kulit b.d kondisi gangguan metabolic, benda asing yang menusuk
permukaan kulit
3. Nyeri akut b.d agen cedera di daerah insersi
Intervensi
No Diagnosa Tujuan/KH Intervensi
1 Keletihan Setelah dilakukan askep 1X24 NIC: Energy Management
jam Klien merasa keletihannya - Koreksi status fisiologis (missal: sedang
berkurang menjalankan kemoterapi, anemia, HD)
Kriteria Hasil: - Monitor intake nutrisi
● Menyeimbangkan kegiatan - Bantu klien menentukan aktifitas yang
dengan istirahat bisa dilakukannya
● Mengadaptasikan kegiatan - Anjurkan psien untuk duduk jika meraa
sehari-hari dengan tingkat lelah, jangan memaksakan diri
kekuatan - Konsultasikan dengan ahli gizi diet
● Pastikan asupan nutrisi yang dapat meningkkatkan energy
yang adekuat
2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan askep 1x24 Monitor Pernafasan:
Pola nafas jam pola nafas klien
menunjukkan ventilasi yg - Monitor irama, kedalaman dan
adekuat dg kriteria : frekuensi pernafasan.
● Tidak ada dispnea - Perhatikan pergerakan dada.
● Kedalaman nafas normal - Auskultasi bunyi nafas
● Tidak ada retraksi dada / - Monitor peningkatan ketdkmampuan
penggunaan otot bantuan istirahat, kecemasan dan seseg nafas.
pernafasan Airway Management
- Atur posisi tidur klien untuk
maximalkan ventilasi
- Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Monitor status pernafasan dan
oksigenasi sesuai kebutuhan
- Auskultasi bunyi nafas
- Bersihhkan skret jika ada dengan batuk
efektif / suction jika perlu.
3 Kelebihan volume Setelah dilakukan askep 1x24 Fluit manajemen:
cairan b.d. jam keseimbangan cairan - Monitor status hidrasi (kelembaban
mekanisme pasien membaik. membran mukosa, nadi adekuat)
pengaturan Kriteria hasil: - Monitor tnada vital
melemah ● Bebas dari edema anasarka, - Monitor adanya indikasi
efusi overload/retraksi
● Suara paru bersih - Kaji daerah edema jika ada
● Tanda vital dalam batas
normal Fluit monitoring:
- Monitor intake/output cairan
- Monitor serum albumin dan protein
total
- Monitor RR, HR
- Monitor turgor kulit dan adanya
kehausan
- Monitor warna, kualitas dan BJ urine
4 Ketidakseimbanga Setelah dilakukan askep 1- Manajemen Nutrisi
n nutrisi kurang 3x24jam klien menunjukan - kaji pola makan klien
dari kebutuhan status nutrisi adekuat Kriteria - Kaji makanan yang disukai oleh klien.
tubuh Hasil: - Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan
● BB stabil nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan
● tidak terjadi mal nutrisi, klien.
● tingkat energi adekuat, - Anjurkan klien untuk meningkatkan
● masukan nutrisi adekuat asupan nutrisinya.
- Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien
Monitor Nutrisi
- Monitor BB setiap hari jika
memungkinkan.
- Monitor respon klien terhadap situasi
yang mengharuskan klien makan.
- jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
bersamaan dengan waktu klien makan.
- Monitor adanya mual muntah.
- Monitor adanya gangguan dalam proses
mastikasi/input makanan misalnya
perdarahan, bengkak dsb.
- Monitor intake nutrisi dan kalori.
5 Kurang Setelah dilakukan askep … Pendidikan : proses penyakit
pengetahuan jam Pengetahuan klien / - Kaji pengetahuan klien tentang
tentang penyakit keluarga meningkat dg KH: penyakitnya
dan Pasien mampu: - Jelaskan tentang proses penyakit (tanda
pengobatannya ● Menjelaskan kembali dan gejala), identifikasi kemungkinan
penjelasan yang diberikan penyebab.
● Mengenal kebutuhan - Jelaskan kondisi klien
perawatan dan pengobatan - Jelaskan tentang program pengobatan
tanpa cemas dan alternatif pengobantan
● Klien / keluarga kooperatif - Diskusikan perubahan gaya hidup yang
saat dilakukan tindakan mungkin digunakan untuk mencegah
komplikasi
- Diskusikan tentang terapi dan
pilihannya
- Eksplorasi kemungkinan sumber yang
bisa digunakan/ mendukung
- instruksikan kapan harus ke pelayanan
- Tanyakan kembali pengetahuan klien
tentang penyakit, prosedur perawatan
dan pengobatan
6 Resiko infeksi Setelah dilakukan askep ... jam Kontrol infeksi
risiko infeksi terkontrol dg - Ajarkan tehnik mencuci tangan
KH: - Ajarkan tanda-tanda infeksi
● Bebas dari tanda-tanda - laporkan dokter segera bila ada tanda
infeksi infeksi
● Angka leukosit normal - Tingkatkan masukan gizi yang cukup
● Pasien mengatakan tahu - Anjurkan istirahat cukup
tentang tanda-tanda dan - Berikan PEN-KES tentang risk infeksi
gejala infeksi Proteksi Infeksi:
- monitor tanda dan gejala infeksi
- Pantau hasil laboratorium
- Amati faktor-faktor yang bisa
meningkatkan infeksi
Daftar Pustaka
Rivandi, Janis. Dkk. 2015. Hubungan Diabetes MelitusDengan Kejadian Gagal Ginjal Kronik. Bagian
Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
Chobanian, A.V., Bakris, G.L., Black H.R., CushmanW.C., Green L.A., Izzo J.L., Jr., et al, 2013.
The seventh report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure: The JNC 7 Report. JAMA;289:2560-72.
Corwin, E.J. 2015. Buku Saku Patofisiologi, edisi 14. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynn, dan Alice C. Geissler. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Ganiswarna, S. G. (2013). Famakologi dan Terapi. Jakarta: Bagian Farmakologi FK-UI.
Gareth Beevers. Para patofisiologi hipertensi. British Medical Journal. FindArticles.com.
Hopper D.P, dan William S.L. 2017. Understanding Medical Surgical Nursing Third Edition.
Philadelphia: FA Davis Company
HughesAD, Schachter M. Hypertension and blood vessels. Hughes AD, Schachter M. Hipertensi dan
pembuluh darah. Br Med Bull 1994;50:356-70. Br Med Bull 2004; 50:356-70.
Mansjoer A, et al. 2012. Gagal ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius FKUI.
NIH. 2018. The National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse (NKUDIC). the
National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK).
(http://www.kidney.niddk.nih.gov).
Patel, P. R. 2017. Lecture Notes: Radiologi Ed. 2. Surabaya: Erlangga.
Purnomo, B. Basuki.2010.Dasar-dasar Urolog , cetakan 6. Jakarta : CV. Infomedika
Purnomo, Basuki. B. 2011. Dasar – Dasar Urologi. Edisi Ke Tiga. Jakarta :Sagung Seto
Rasad, Sjahriar. 2015. Radiologi Diagnostik Ed. 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Renal Services & Urology Directorate. 2010. Nephrotic Syndrome. a patients’ guide.
(http://www.kidney.org.uk).
Rindiastuti, Yuyun. 2016. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta: EGC.
Silvia A. Price, Lorraince M. Wilson. Patofisiologi. Jakarta: EGC. 2013.