Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan CKD


Periode Praktik 23 s.d. 28 Januari

Disusun oleh :
Sherly Widyastuti / Kelompok Martha
NPM : 202291021

Dosen Pembimbing :
Ns. Armina, M.Kep., Ns. Sp.Kep.An
Dr. Ns., Ratu Kusuma, S.Kep, M.Biomed
Ns. Dwi Kartika Pebrianti, S.Kep

Program Studi Profesi Ners Jalur Umum/Khusus


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim Jambi
Januari 2023
A. Pengertian
Gagal ginjal adalah ginjal kehilangan kemampuan untuk mempertahankan
volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal. Gagal
ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yaitu kronik dan akut (Nurarif &
Kusuma, 2013).
Gagal Ginjal Kronik merupakan suatu kondisi dimana organ ginjal sudah tidak
mampu mengangkut sampah sisa metabolik tubuh berupa bahan yang biasanya
dieliminasi melalui urin dan menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi
renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit,
serta asam basa (Abdul, 2015).

B. Penyebab dan Faktor Predisposisi


Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju filtrasi
glomerulus atau yang disebut juga penurunan glomerulus filtration rate (GFR).
Penyebab gagal ginjal kronik menurut Andra & Yessie, 2013):
1. Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabkan
iskemik ginjal dan kematian jaringan ginajl.
2. Gangguan imunologis : seperti glomerulonephritis
3. Infeksi : dapat dijelaskan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli yang
berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri.
4. Gangguan metabolik : seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak
meningkat sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan di ginjal dan
berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati amyloidosis yang
disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal pada dinding
pembuluh darah secara serius merusak membrane glomerulus.
5. Gangguan tubulus primer : terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau logam
berat.
6. Obstruksi traktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan kontstriksi
uretra.
7. Kelainan kongenital dan herediter : penyakit polikistik sama dengan kondisi
keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista atau kantong berisi cairan
didalam ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat
konginetal (hypoplasia renalis) serta adanya asidosis.

C. Manisfestasi Klinik
1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat
badan berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas
dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem
yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga
sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain :
Hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem
renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner
(akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan
perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan,
kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan kardiovaskuler Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas
akibat perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung akibat
penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
b. Gannguan Pulmoner Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum
kental dan riak, suara krekels.
c. Gangguan gastrointestinal Anoreksia, nausea, dan fomitus yang
berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada
saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau
ammonia.
d. Gangguan muskuloskeletal Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya
sehingga selalu digerakan ), burning feet syndrom ( rasa kesemutan
dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati ( kelemahan
dan hipertropi otot-otot ekstremitas.
e. Gangguan Integumen kulit berwarna pucat akibat anemia dan
kekuning-kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal-gatal akibat
toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrim Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi
menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic
glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa biasanya
retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
h. System hematologi anemia yang disebabkan karena berkurangnya
produksi eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum-sum
tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit
dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi
trombosis dan trombositopeni.

D. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban
bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron
yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana
timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini
fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau
lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka
gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner
& Suddarth, 2001 : 1448).
Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
 Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum
normal dan penderita asimptomatik.
 Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak,
Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
 Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat
penurunan LFG :
 Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan
LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
 Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-
89 mL/menit/1,73 m2
 Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
 Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15- 29mL/menit/1,73m2 –
 Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal
ginjal terminal.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test )
dapat digunakan dengan rumus :
( 140−umur ) × berat badan
Clearance creatinin ( ml/ menit ) =
72× creatini serum

Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85


E. Pathway Keperawatan
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gagal ginjal kronik dapat dilakukan dua tahap yaitu dengan
terapi konservatif dan terapi pengganti ginjal. Tujuan dari terapi konservatif adalah
mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan
akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal, dan
memelihara keseimbangan cairan elektrolit. Beberapa tindakan konservatif yang dapat
dilakukan dengan pengaturan diet pada pasien dengan gagal ginjal kronik diantaranya
yaitu :
1. Diet rendah protein : Diet rendah protein bertujuan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan
terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen. Jumlah protein yang
diperbolehkan kurang dari 0,6 g protein/Kg/hari dengan LFG (Laju Filtrasi
Glomerulus) kurang dari 10 ml/menit.
2. Terapi diet rendah Kalium : Hiperkalemia (kadar kalium lebih dari 6,5 mEq/L)
merupakan komplikasi interdiliatik yaitu komplikasi yang terjadi selama
periode antar hemodialisis. Hiperkalemia mempunyai resiko untuk terjadinya
kelainan jantung yaitu aritmia yang dapat memicu terjadinya cardiac arrest
yang merupakan penyebab kematian mendadak. Jumlah yang diperbolehkan
dalam diet adalah 40-80 mEq/hari.
3. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam Asupan cairan
pada gagal ginjal kronik membutuhkan regulasi yang hati-hati. Asupan yang
terlalu bebas dapat menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edem, dan juga
intoksikasi cairan. Kekurangan cairan juga dapat menyebabkan dehidrasi,
hipotensi, dan memburuknya fungsi ginjal. Aturan umum untuk asupan cairan
adalah keluaran urine dalam 24 jam ditambah 500 ml yang mencerminkan
kehilangan cairan yang tidak disadari.
4. Kontrol hipertensi : Pada pasien hipertensi dengan gagal ginjal kronik,
keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan
darah sering diperlukan diuretik loop, selain obat antihipertensi.
5. Mencegah dan tata laksana penyakit tulang ginjal : Hiperfosfatemia dikontrol
dengan obat yang mengikat fosfat seperti aluminium hidroksida (300-1800
mg) atau kalsium karbonat pada setiap makan.
6. Deteksi dini dan terapi infeksi : Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien
imunosupresif dan terapi lebih ketat.
7. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal : Banyak obat-obatan yang harus
diturunkan dosisnya karena metaboliknya toksik dan dikeluarkan oleh ginjal.
8. Deteksi dini dan terapi komplikasi : Awasi dengan ketat kemungkinan
ensefalopati uremia, perikarditis, neuropati perifer, hiperkalemia yang
meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, infeksi yang mengancam jiwa,
kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialisis.
9. Teknis nafas dalam : Breathing exercise atau teknis nafas dalam bertujuan
untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta mengurangi
udara yang terperangkap serta mengurangi kerja bernapas. Latihan nafas
dalam dapat dilakukan dengan menarik nafas melalui hidung dengan mulut
tertutup tahan selama 3 detik, kemudian mengeluarkan nafas pelan-pelan
melalui mulut dengan posisi bersiul, purse lips breathing dilakukan dengan
atau tanpa kontraksi otot abdomen selam ekspirasi dan tidak ada udara yang
keluar melalui hidung, dengan purse lips breathing akan terjadi peningkatan
tekanan pada rongga mulut, kemudian tekanan ini akan diteruskan melalui
cabang-cabang bronkus sehingga dapat mencegah air trapping dan kolaps
saluran nafas kecil pada waktu ekspirasi (Mu’fiah, 2018).

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada gagal ginjal kronik stadium akhir yaitu
pada LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat
berupa :
1. Hemodialisa : Hemodialisa adalah suatu cara untuk mengeluarkan produk sisa
metabolisme melalui membran semipermiabel atau yang disebut dengan
dialisis. Salah satu langkah penting sebelum memulai hemodialisis yaitu
mempersiapkan acces vascular beberapa minggu atau beberapa bulan sebelum
hemodilasis dengan tujuan untuk memudahkan perpindahan darah dari mesin
ke tubuh pasien.
2. CAPD (Continuous Ambulatory Peritonial Dyalisis) : CAPD dapat digunakan
sebagai terapi dialisis untuk penderita gagal ginjal kronik sampai 3-4 kali
pertukaran cairan per hari. Pertukaran cairan dapat dilakukan pada jam tidur
sehingga cairan peritonial dibiarkan semalam. Terapi dialisis tidak boleh
terlalu cepat pada pasien dialisis peritonial. Indikasi dialisis peritonial yaitu :
a. Anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun).
b. Pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskuler
c. Pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila
dilakukan hemodialisis.
d. Kesulitan pembuatan AV shunting.
e. Pasien dengan stroke.
f. Pasien gagal ginjal terminal dengan residual urin masih cukup.
g. Pasien nefropati diabetik disertai morbidity dan co-mortality.
3. Transplantasi ginjal : Transplantasi ginjal merupakan cara pengobatan yang
lebih disukai untuk pasien gagal ginjal stadium akhir. Kebutuhan transplantasi
ginjal jauh melebihi ketersediaan ginjal yang ada dan juga kecocokan dengan
dengan pasien (umumnya keluarga dari pasien). Transplantasi ginjal
memerlukan dana dan peralatan yang mahal serta sumber daya yang memadai.
Komplikasi akibat pembedahan atau reaksi penolakan tubuh merupakan
keadaan yang timbul akibat dari transplantasi ginjal.

G. Pemeriksaan Penunjanag
Menurut E Marlynn (2000) pemeriksaan penunjang pada pasien dengan gagal
ginjal kronik dapat dilakukan pemeriksaan antara lain :
1. Urine : Volume biasanya kurang dari 400 ml /24 jam (oliguria) atau anuria.
Warna secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri,
lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, bila warna kecoklatan menunjukkan
adanya darah, hemoglobin, mioglobin, porfirin. Berat jenis kurang dari 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat. Osmolalitas kurang dari 350 mOsm/kg
menunjukkan kerusakan ginjal tubular. Klirens kreatinin menurun, natrium
lebih dari 40 mEq/lt, proteinuria dengan nilai 3 sampai 4 lebih.
2. Darah : BUN/kreatinin : meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap
akhir. Hitung darah lengkap: Ht menurun, Hb kurang dari 7-8 gr. Eritrosit :
waktu hidup menurun. GDA (Glukosa Darah Acak) : Ph menurun kurang dari
7,2, asidosis metabolik. Natrium serum menurun, kalium meningkat,
magnesium/fosfat meningkat, protein (khusus albumin) : menurun.
3. Osmolaritas serum lebh dari 285 mOsm/kg.
4. Pelogram retrograd, mengetahui abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
5. Ultrasono ginjal untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya massa, kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
6. Endoskopi ginjal, nefroskopi untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria, dan pengangkatan tumor selektif.
7. Arteriogram ginjal untuk mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler, massa.
8. EKG (Elektrokardiogram) : ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
9. Foto kaki, tengkorak, koluna spinal dan tangan : demineralisasi.
10. Biopsy ginjal : menentukan sel jaringan untuk diagnosis histologist

H. Pengkajian Fokus
Pengkajian
1. Identitas pasien Meliputi nama lengkat, tempat tinggal, umur, tempat lahir,
asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua.
2. Keluhan utama Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan
istirahat dan tidur, takikardi/takipnea pada waktu melakukan aktivitas dan
koma.
3. Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya Berapa lama pasien
sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa, bagaimana cara minum
obatnya apakan teratur atau tidak, apasaja yang dilakukan pasien untuk
menaggulangi penyakitnya.
4. Aktifitas/istirahat : Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur
(insomnia/gelisah atau samnolen), kelemahan otot, kehilangan tonus,
penurunan rentang gerak.
5. Sirkulasi Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada
(angina), hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki,
telapak tangan, nadi lemah, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia,
yang jarang pada penyakit tahap akhir, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning,
kecenderungan perdarahan.
6. Integritas ego Faktor stress, perasaan tak berdaya, taka da harapan, taka da
kekuatan, menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
7. Eliminasi Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap
lanjut), abdomen kembung, diare, atau konstipasi, perubahan warna urine,
contoh kuning pekat, merah, coklat, oliguria.
8. Makanan/Cairan Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat
badan (malnutrisi), anoreksia, nyeriulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak
sedap pada mulut (pernapasan ammonia), penggunaan diuretic, distensi
abdomen/asietes, pembesaran hati (tahap akhir), perubahan turgor
kulit/kelembaban, ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah
9. Neurosensori Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, syndrome
“kaki gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan,
khususnya ekstremitas bawah, gangguan status mental, contoh penurunan
lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran, stupor, kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang,
rambut tipis, kuku rapuh dan tipis
10. Nyeri/kenyamanan Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki dan
perilaku berhatihati/distraksi, gelisah.
11. Pernapasan Napas pendek, dyspnea, batuk dengan/tanpa sputum kental dan
banyak, takipnea, dyspnea, peningkatan frekuensi/kedalaman dan batuk
dengan sputum encer (edema paru).
12. Keamanan Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis,
dehidrasi), normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan pada pasien
yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal, petekie, area ekimosis
pada kulit, fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi
13. Seksualitas Penurunan libido, amenorea, infertilitas
14. Interaksi social Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
15. Penyuluhan/Pembelajaran Riwayat Diabetes Melitus (resiko tinggi untuk
gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus urenaria,
maliganansi, riwayat terpejan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan,
penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini/berulang

I. Diagnosa Keperawatan
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang
muncul pada pasien CKD adalah:
1. Penurunan curah jantung
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
3. Perubahan nutrisi

J. Perencanaan Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil : mempertahankan
curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas
normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem
aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya
(skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema
sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan : Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan
kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari,
keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda
vital
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin,
dan respon terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga
dalam pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan
cairan terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,


mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil:
menunjukan BB stabil
Intervensi :
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat
mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan
intervensi
c. Berikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e. Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak
disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan
makanan
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC

Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC

Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-
proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai
Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai