Disusun oleh :
Sherly Widyastuti / Kelompok Martha
NPM : 202291021
Dosen Pembimbing :
Ns. Armina, M.Kep., Ns. Sp.Kep.An
Dr. Ns., Ratu Kusuma, S.Kep, M.Biomed
Ns. Dwi Kartika Pebrianti, S.Kep
C. Manisfestasi Klinik
1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat
badan berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas
dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem
yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga
sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain :
Hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem
renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner
(akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan
perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan,
kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan kardiovaskuler Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas
akibat perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung akibat
penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
b. Gannguan Pulmoner Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum
kental dan riak, suara krekels.
c. Gangguan gastrointestinal Anoreksia, nausea, dan fomitus yang
berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada
saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau
ammonia.
d. Gangguan muskuloskeletal Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya
sehingga selalu digerakan ), burning feet syndrom ( rasa kesemutan
dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati ( kelemahan
dan hipertropi otot-otot ekstremitas.
e. Gangguan Integumen kulit berwarna pucat akibat anemia dan
kekuning-kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal-gatal akibat
toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrim Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi
menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic
glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa biasanya
retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
h. System hematologi anemia yang disebabkan karena berkurangnya
produksi eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum-sum
tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit
dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi
trombosis dan trombositopeni.
D. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban
bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron
yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana
timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini
fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau
lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka
gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner
& Suddarth, 2001 : 1448).
Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum
normal dan penderita asimptomatik.
Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak,
Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat
penurunan LFG :
Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan
LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-
89 mL/menit/1,73 m2
Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15- 29mL/menit/1,73m2 –
Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal
ginjal terminal.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test )
dapat digunakan dengan rumus :
( 140−umur ) × berat badan
Clearance creatinin ( ml/ menit ) =
72× creatini serum
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada gagal ginjal kronik stadium akhir yaitu
pada LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat
berupa :
1. Hemodialisa : Hemodialisa adalah suatu cara untuk mengeluarkan produk sisa
metabolisme melalui membran semipermiabel atau yang disebut dengan
dialisis. Salah satu langkah penting sebelum memulai hemodialisis yaitu
mempersiapkan acces vascular beberapa minggu atau beberapa bulan sebelum
hemodilasis dengan tujuan untuk memudahkan perpindahan darah dari mesin
ke tubuh pasien.
2. CAPD (Continuous Ambulatory Peritonial Dyalisis) : CAPD dapat digunakan
sebagai terapi dialisis untuk penderita gagal ginjal kronik sampai 3-4 kali
pertukaran cairan per hari. Pertukaran cairan dapat dilakukan pada jam tidur
sehingga cairan peritonial dibiarkan semalam. Terapi dialisis tidak boleh
terlalu cepat pada pasien dialisis peritonial. Indikasi dialisis peritonial yaitu :
a. Anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun).
b. Pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskuler
c. Pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila
dilakukan hemodialisis.
d. Kesulitan pembuatan AV shunting.
e. Pasien dengan stroke.
f. Pasien gagal ginjal terminal dengan residual urin masih cukup.
g. Pasien nefropati diabetik disertai morbidity dan co-mortality.
3. Transplantasi ginjal : Transplantasi ginjal merupakan cara pengobatan yang
lebih disukai untuk pasien gagal ginjal stadium akhir. Kebutuhan transplantasi
ginjal jauh melebihi ketersediaan ginjal yang ada dan juga kecocokan dengan
dengan pasien (umumnya keluarga dari pasien). Transplantasi ginjal
memerlukan dana dan peralatan yang mahal serta sumber daya yang memadai.
Komplikasi akibat pembedahan atau reaksi penolakan tubuh merupakan
keadaan yang timbul akibat dari transplantasi ginjal.
G. Pemeriksaan Penunjanag
Menurut E Marlynn (2000) pemeriksaan penunjang pada pasien dengan gagal
ginjal kronik dapat dilakukan pemeriksaan antara lain :
1. Urine : Volume biasanya kurang dari 400 ml /24 jam (oliguria) atau anuria.
Warna secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri,
lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, bila warna kecoklatan menunjukkan
adanya darah, hemoglobin, mioglobin, porfirin. Berat jenis kurang dari 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat. Osmolalitas kurang dari 350 mOsm/kg
menunjukkan kerusakan ginjal tubular. Klirens kreatinin menurun, natrium
lebih dari 40 mEq/lt, proteinuria dengan nilai 3 sampai 4 lebih.
2. Darah : BUN/kreatinin : meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap
akhir. Hitung darah lengkap: Ht menurun, Hb kurang dari 7-8 gr. Eritrosit :
waktu hidup menurun. GDA (Glukosa Darah Acak) : Ph menurun kurang dari
7,2, asidosis metabolik. Natrium serum menurun, kalium meningkat,
magnesium/fosfat meningkat, protein (khusus albumin) : menurun.
3. Osmolaritas serum lebh dari 285 mOsm/kg.
4. Pelogram retrograd, mengetahui abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
5. Ultrasono ginjal untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya massa, kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
6. Endoskopi ginjal, nefroskopi untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria, dan pengangkatan tumor selektif.
7. Arteriogram ginjal untuk mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler, massa.
8. EKG (Elektrokardiogram) : ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
9. Foto kaki, tengkorak, koluna spinal dan tangan : demineralisasi.
10. Biopsy ginjal : menentukan sel jaringan untuk diagnosis histologist
H. Pengkajian Fokus
Pengkajian
1. Identitas pasien Meliputi nama lengkat, tempat tinggal, umur, tempat lahir,
asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua.
2. Keluhan utama Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan
istirahat dan tidur, takikardi/takipnea pada waktu melakukan aktivitas dan
koma.
3. Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya Berapa lama pasien
sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa, bagaimana cara minum
obatnya apakan teratur atau tidak, apasaja yang dilakukan pasien untuk
menaggulangi penyakitnya.
4. Aktifitas/istirahat : Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur
(insomnia/gelisah atau samnolen), kelemahan otot, kehilangan tonus,
penurunan rentang gerak.
5. Sirkulasi Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada
(angina), hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki,
telapak tangan, nadi lemah, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia,
yang jarang pada penyakit tahap akhir, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning,
kecenderungan perdarahan.
6. Integritas ego Faktor stress, perasaan tak berdaya, taka da harapan, taka da
kekuatan, menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
7. Eliminasi Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap
lanjut), abdomen kembung, diare, atau konstipasi, perubahan warna urine,
contoh kuning pekat, merah, coklat, oliguria.
8. Makanan/Cairan Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat
badan (malnutrisi), anoreksia, nyeriulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak
sedap pada mulut (pernapasan ammonia), penggunaan diuretic, distensi
abdomen/asietes, pembesaran hati (tahap akhir), perubahan turgor
kulit/kelembaban, ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah
9. Neurosensori Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, syndrome
“kaki gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan,
khususnya ekstremitas bawah, gangguan status mental, contoh penurunan
lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran, stupor, kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang,
rambut tipis, kuku rapuh dan tipis
10. Nyeri/kenyamanan Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki dan
perilaku berhatihati/distraksi, gelisah.
11. Pernapasan Napas pendek, dyspnea, batuk dengan/tanpa sputum kental dan
banyak, takipnea, dyspnea, peningkatan frekuensi/kedalaman dan batuk
dengan sputum encer (edema paru).
12. Keamanan Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis,
dehidrasi), normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan pada pasien
yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal, petekie, area ekimosis
pada kulit, fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi
13. Seksualitas Penurunan libido, amenorea, infertilitas
14. Interaksi social Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
15. Penyuluhan/Pembelajaran Riwayat Diabetes Melitus (resiko tinggi untuk
gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus urenaria,
maliganansi, riwayat terpejan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan,
penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini/berulang
I. Diagnosa Keperawatan
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang
muncul pada pasien CKD adalah:
1. Penurunan curah jantung
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
3. Perubahan nutrisi
J. Perencanaan Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil : mempertahankan
curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas
normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem
aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya
(skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema
sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan : Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan
kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari,
keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda
vital
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin,
dan respon terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga
dalam pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan
cairan terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-
proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai
Penerbit FKUI