Anda di halaman 1dari 17

A.

Pengertian
Nefrolitiasis merujuk pada batu ginjal. Batu atau kalkuli dibentuk di dalam
saluran saluran kemih mulai dari ginjal ke kandung kemih oleh kristalisasi dari
substansi ekskresi di dalam urine (Nursalam, 2011:65).
Mary Baradero (2009:59) mendefinisikan nefrolitiasis adalah batu ginjal yang
ditemukan didalam ginjal, yang merupakan pengkristalan mineral yang mengelilingi
zat organik, misalnya nanah, darah, atau sel yang sudah mati. Biasanya batu kalkuli
terdiri atas garam kalsium (oksalat dan fosfat) atau magnesium fosfat dan asam urat.
Pendapat lain menjelaskan batu ginjal atau nefrolitiasis merupakan suatu
keadaan terdapatnya batu kalkuli di ginjal (Arif Muttaqin, 2011:108).
Batu ginjal adalah terbentuknya batu dalam ginjal (pelvis atau kaliks) dan
mengalir bersama urine (Susan Martin, 2007:726).

B. Penyebab
Menurut Kartika S. W. (2013:183) ada beberapa faktor yang menyebabkan
terbentuknya batu pada ginjal, yaitu :
a. Faktor dari dalam (intrinsik), seperti keturunan, usia (lebih banyak pada usia
30-50 tahun, dan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari pada perempuan.
b. Faktor dari luar (ekstrinsik), seperti geografi, cuaca dan suhu, asupan air (bila
jumlah air dan kadar mineral kalsium pada air yang diminum kurang), diet
banyak purin, oksalat (teh, kopi, minuman soda, dan sayuran berwarna hijau
terutama bayam), kalsium (daging, susu, kaldu, ikan asin, dan jeroan), dan
pekerjaan (kurang bergerak).
Berapa penyebab lain adalah :
a. Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kencing dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan
menjadi inti pembentukan batu saluran kencing.
b. Stasis obstruksi urine
Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah pembentukan batu
saluran kencing.
c. Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringat
sedangkan asupan air kurang dan tingginya kadar mineral dalam air minum
meningkatkan insiden batu saluran kemih.
d. Idiopatik (Arif Muttaqin, 2011:108)

C. Manifestasi Klinik (Tanda & Gejala)


Keluhan pada penderita nefrolitiasis yaitu :
a. Nyeri dan pegal di daerah pinggang : Lokasi nyeri tergantung dari dimana batu
itu berada. Bila pada piala ginjal rasa nyeri adalah akibat dari hidronefrosis
yang rasanya lebih tumpul dan sifatnya konstan. Terutama timbul pada
costovertebral.
b. Hematuria : Darah dari ginjal berwarna coklat tua, dapat terjadi karena adanya
trauma yang disebabkan oleh adanya batu atau terjadi kolik
(http://mantrinews.blogspot.com)
c.  Batu ginjal menimbulkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi pelvis
ginjal serta ureter proksimal yang menyebabkan kolik.
d. Sumbatan: batu menutup aliran urine akan menimbulkan gejala infeksi saluran
kemih: demam dan menggigil.
e. Gejala gastrointestinal, meliputi:
1) Mual
2) Muntah
3) Diare (Nursalam, 2011:67)

D. Patofisiologi
Zat pembentuk batu dapat mempercepat dalam kencing jika batas solvabilitas
terlampaui. Dalam jangkauan metastabil yang diduga, pengembangan batu mulia
mungkin tidak terjadi sama sekali atau hanya berlanjut secara bertahap, meskipun
susunannya sangat mendalam. Meskipun demikian, dengan asumsi peningkatan fokus
melewati jangkauan metastabil, kristalisasi terjadi, melarutkan permata yang telah
terbentuk bisa saja terjadi dengan menurunkan fiksasi di bawah jangkauan metastabil.
Menurut Silbernagl (2007), campuran paling terkenal yang ditemukan pada
batu ginjal adalah kalsium oksalat (sekitar 70%), kalsium fosfat atau
magnesiumamonium fosfat (sekitar 30%), dan xantin atau sistin ( 100%) pada
peningkatan filtrasi dan pelepasan batu zat-zat penghantar akan mendorong fiksasi
yang meluas di batu. plasma.
Selanjutnya, hiperkalsiuria dan fosfaturia terjadi akibat perluasan konsumsi
usus dan aktivasi dari tulang, misalnya jika ada kelebihan PTH atau kalsitriol.
Hiperkalsemia dapat disebabkan oleh ketidakteraturan metabolisme dalam pemecahan
asam amino atau melalui perluasan asimilasi dalam susu. Hiperurisemia terjadi karena
pasokan yang berlebihan, campuran baru yang meluas, atau kerusakan purin yang
meluas, batu xantin dapat terjadi jika perkembangan purin sangat meluas dari
pemecahan xantin purin menjadi korosif urat terhambat. Meskipun demikian, xantin
lebih pelarut daripada korosif urat, sehingga batu xantin lebih jarang terjadi.
Struktur batu ginjal di tubulus ginjal dan kemudian berdiam di kelopak,
infidibulum, pelvis ginjal, dan bahkan dapat mengisi panggul, seperti kelopak seluruh
ginjal. batu yang mengisi pyelum dan beberapa kali ginjal memberikan gambaran
taring rusa yang diduga batu starghon, penyimpangan atau pemeriksaan pada
kerangka pelvis ginjal (penyempitan infidibulum dan stenosis uretropelvis) bekerja
dengan perbaikan batu ginjal.
Batu yang tidak terlalu besar digerakkan oleh peristaltik otot rangka panggul
dan turun ke ureter menjadi batu ureter. Gerak peristaltik ureter mencoba untuk 8
memasukkan batu ke dalam kandung kemih. Batu yang kecil (> 5 mm) secara
keseluruhan dapat lewat dengan cepat, sementara yang lebih besar secara teratur tetap
berada di ureter dan menyebabkan respons yang berapi-api, dan menyebabkan
penyumbatan konstan sebagai hidronefrosis. menyebabkan anomali primer pada
banyak saluran kemih bagian atas.
Hambatan di ureter menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, batu di
pileum dapat menyebabkan hidronefrosis, dan batu di kaliks mayor dapat
menyebabkan kaliumektasis di kaliks yang dimaksud. Kapanpun disertai dengan
penyakit opsional, dapat menyebabkan pyonefrosis, urosepsis, bisul ginjal, sakit
perinefrik, kanker paranephric, atau pieloneferitis. Dalam kondisi mutakhir kerusakan
ginjal dapat terjadi dan jika mengenai kedua sisi dapat menyebabkan gagal ginjal
yang berkepanjangan. Keadaan batu ginjal memberikan masalah keperawatan pada
pasien reaksi yang berbeda terhadap hambatan, kontaminasi, dan kejengkelan.
(Raufandita, 2019)
E. Pathway Keperawatan

Infeksi saluran kemih kronik. Gangguan metabolism (paratiroidisme,


Hiperuresemia, hiperkalsiuria). Dehidrasi. Benda asing. Jaringan mati.
Inflamasi usus. Masukan vitamin D yang berlebihan.

Pengendapan garam mineral. Infeksi.


Mengubah pH urin dari asam menjadi
alkalis.

Pembentukan batu di ginjal (Nefrolitiasis)

Obstruksi/Penyumbatan di ginjal

Inflamasi/Peradangan Peningkatan distensi abdomen Kurang pengetahuan

Resiko infeksi Anoreksia Cemas

Rangsangan terhadap Output berlebihan


mediator reseptor nyeri

Ketidak seimbangan nutrisi


Presepsi nyeri kurang dari kebutuhan tubuh

Nyeri akut

Intoleransi Aktivitas
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada batu ginjal, yaitu:
a. Terapi medis dan simtomatik
Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau melarutkan batu yang
dapat dilarutkan adalah batu asam urat, dilarutkan dengan pelarut solutin G.
Terapi simtomatik berusaha untuk menghilangkan nyeri. Selain itu dapat
diberikan minum yang lebih/banyak sekitar 2000 cc/hari dan pemberian
diuretik bendofluezida 5 – 10 mg/hr.
b. Terapi mekanik (Litotripsi)
Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan
untuk membawa tranduser melalui sonde kebatu yang ada di ginjal. Cara ini
disebut nefrolitotripsi. Salah satu alternatif tindakan yang paling sering
dilakukan adalah ESWL. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)
adalah tindakan memecahkan batu ginjal dari luar tubuh dengan menggunakan
gelombang kejut.
c. Tindakan bedah
Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor, (alat gelombang
kejut). Pengangkatan batu ginjal secara bedah merupakan mode utama.
Namun demikian saat ini bedah dilakukan hanya pada 1-2% pasien. Intervensi
bedah diindikasikan jika batu tersebut tidak berespon terhadap bentuk
penanganan lain. Ini juga dilakukan untuk mengoreksi setiap abnormalitas
anatomik dalam ginjal untuk memperbaiki drainase urin. Jenis pembedahan
yang dilakukan antara lain:
1) Pielolititomi                          : jika batu berada di piala ginjal
2) Nefrolithotomi/nefrektomi   : jika batu terletak didalam ginjal
3) Ureterolitotomi                     : jika batu berada dalam ureter
4) Sistolitotomi                         : jika batu berada di kandung kemih

G. Pemeriksaan Penunjang
Ada beberapa pemeriksaan diagnostik dalam menegakkan diagnosa nefrolitiasis,
yaitu:
a. Urin
1) PH lebih dari 7,6
2) Sediment sel darah merah lebih dari 90%
3) Biakan urin
4) Ekskresi kalsium fosfor, asam urat
b. Darah
1) Hb turun
2) Leukositosis
3) Urium kreatinin
4) Kalsium, fosfor, asam urat
c. Radiologi
1) Foto BNO/NP untuk melihat lokasi batu dan besar batu
2) USG abdomen
3) PIV (Pielografi Intravena)
4) Sistoskpi (Mary Baradero, 2008:61)

H. Pengkajian Fokus
1. Penkajian
Menurut Asmadi (2008:167) pengkajian merupakan tahap awal dari proses
keperawatan. Disini, semua data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan
status kesehatan klien saat ini.
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, no registrasi,
diagnose medis, dan tanggal medis.
2) Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasa sangat mengganggu saat ini.
Menurut (Arif Muttaqin, 2011:110) keluhan utama yang lazim didapatkan
adalah nyeri pada pinggang. Untuk lebih komprehensifnya, pengkajian nyeri
dapat dilakukan dengan pendekatan PQRST.

Pengkajian Nyeri dengan pendekatan PQRST


Pengkajian Teknik Pengkajian, Prediksi Hasil, dan implikasi Klinis
Provoking Incident Tidak ada penyebab spesifik yang menyebabkan nyeri, tetapi pada
beberapa kasus di dapatkan bahwa pada perubahan posisi secara
tiba-tiba dari berdiri atau berbaring berubah ke posisi duduk atau
melakukan fleksi pada badan biasanya menyebabkan keluhan
nyeri.
Quality of pain Kualitas nyeri batu ginjal dapat berupa nyeri kolik ataupun bukan
kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos
system kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk
mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik
tersebut menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat
sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan
sensai nyeri. Nyeri non-kolik terjadi akibat peregengan kapsul
ginjal karena terjadi terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal.
Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai keluhan nyeri
diseluruh area kostovertebral dan keluhan gastrointestinal seperti
mual dan muntah. Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat
terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat dari reflex retrointestinal
dan proksimitas anatomi ginjal ke lambung, pankreas dan usus
besar.
Region, radiation, Batu ginjal yang terjebak di ureter menyebabkan keluhan nyeri
relief yang luar biasa, akut dan kolik yang menyebar ke paha dan
genetalia. Pasien merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit
urine yang keluar dan biasanya mengandung darah akibat aksi
abrasive batu. Keluhan ini disebut kolik ureteral. Nyeri yang
berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita
ke bawah mendekati kandung kemih, sedangkan pada pria
mendekati testis.
Severity (scale) of Pasien bisa ditanya dengan menggunakan rentang 0-4 dan pasien
pain akan menilai seberapa jauh yang dirasakan.
0= Tidak ada nyeri
1= Nyeri ringan
2= Nyeri sedang
3= Nyeri berat
4= Nyeri berat sekali/tak tertahan
Skala nyeri pada kolik batu ginjal secara lazim berada pada posisi
3 di rentang 0-4 pengkajian skala nyeri.
Time Sifat mula timbulnya (onset), tentukan apakah gejala timbul
mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu juga. Tanyakan
apakah gejala-gejala timbul secara terus menerus atau hilang
timbul (intermiten). Tanyakan apa yang sedang dilakukan pasien
pada waktu gejala timbul. Lama timbulnya (durasi), tentukan
kapan gejala tersebut pertama kali timbul dan usahakan
menghitung tanggalnya seteliti mungkin. Misalnya, tanyakan
kepada pasien apa yang pertama kali dirasakan tidak biasa atau
tidak enak

3) Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan di bagi menjadi 3 yaitu :
a) Riwayat penyakit sekarang.
Mengetahui bagaimana penyakit itu timbul, penyebab dan faktor yang
mempengaruhi, memperberat sehingga mulai kapan timbul sampai di bawa
ke RS.
b) Riwayat penyakit dahulu.
Klien dengan batu ginjal didapatkan riwayat adaya batu dalam
ginjal.Menurut Kartika S. W. (2013:137) kaji adanya riwayat batu saluran
kemih pada keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis, riwayat
penyakit bedah usus halus, bedah abdomen sebelumnya,
hiperparatiroidisme, penggunaan antibiotika, anti hipertensi, natrium,
bikarbonat, alupurinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau
vitamin D.
c) Riwayat penyakit keluarga.
Yaitu mengenai gambaran kesehatan keluarga adanya riwayat keturunan
dari orang tua.
d) Riwayat Psikososial
Bagaimana hubungan dengan keluarga, teman sebaya dan bagaimana
perawat secara umum. Menurut Arif Muttaqin (2011:112) pengkajian
psikologis pasien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat
untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan
perilaku pasien. Perawat mengumpulkan pemerikasaan awal pasien tentang
kapasitas fisik dan intelektual saat ini, yang menentukan tingkat perlunya
pengkajian psikososialspiritual yang seksama.
2. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
Pengkajian pola-pola fungsi kesehatan pada pasien dengan
diagnosa nefrolitiasis, yaitu :
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup
Bagaimana pola hidup orang atau klien yang mempunyai penyakit batu ginjal
dalam menjaga kebersihan diri klien perawatan dan tata laksana hidup sehat.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Nafsu makan pada klien batu ginjal terjadi nafsu makan menurun karena
adanya luka pada ginjal.
Kaji adanya mual dan muntah, nyeri tekan abdomen, diit tinggi purin, kalsium
oksalat atau fosfat, atau ketidakcukupan pemasukan cairan, terjadi abdominal,
penurunan bising usus (Kartika S. W., 2013:187).
c. Pola aktivitas dan latihan
Klien mengalami gangguan aktivitas karena kelemahan fisik gangguan karena
adanya luka pada ginjal. 
d. Pola eliminasi
Bagaimana pola BAB dan BAK pada pasien batu ginjal biasanya BAK sedikit
karena adanya sumbatan atau batu ginjal dalam saluran kemih, BAK normal.
e. Pola tidur dan istirahat
Klien batu ginjal biasanya tidur dan istirahat kurang atau terganggu karena
adanya penyakitnya.
f. Pola persepsi dan konsep diri
Bagaimana persepsi klien terdapat tindakan operasi yang akan dilakukan dan
bagaimana dilakukan operasi.
g. Pola sensori dan kognitif
Bagaimana pengetahuan klien tarhadap penyakit yang dideritanya selama di
rumah sakit.
h. Pola reproduksi sexual
Apakah klien dengan nefrolitiasis dalam hal tersebut masih dapat melakukan
dan selama sakit tidak ada gangguan yang berhubungan dengan produksi
sexual.
i. Pola hubungan peran
Biasanya klien nefrolitiasis dalam hubungan orang sekitar tetap baik tidak ada
gangguan. 
j. Pola penaggulangan stress
Klien dengan nefrolitiasis tetap berusaha dab selalu melakukan hal yang
positif jika stress muncul.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Klien tetap berusaha dan berdo’a supaya penyakit yang di derita ada obat dan
dapat sembuh.
3. Pemeriksaan Fokus Fisik
Menurut Arif Muttaqin (2011:113) pada pemeriksaan fokus nefrolitiasisdidapatkan
adanya perubahan TTV sekunder dari nyeri kolik. Pasien terlihat sangat kesakitan,
keringat dingin, dan lemah.
a. Inspeksi : Pada pola eliminasi urine terjadi perubahan akibat adanya hematuri,
retensi urine, dan sering miksi. Adanya nyeri kolik menyebabkan pasien
terlihat mual dan muntah.
b. Palpasi : Palpasi ginjal dilakukan untuk mengidentifikasi masa. Pada beberapa
kasus dapat teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis.
c. Perkusi : Perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan
memberikan ketokan pada sudut kostovertebral dan didapatkan respon nyeri.

I. Diagnosa Keperawatan

1. Ansietas
2. Risiko Infeksi
3. Nyeri Akut
4. Intoleransi Aktivitas
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari Kebutuhan tubuh
J. Perencanaan Keperawatan

Diagnosa Intervensi
No Tujuan & Kriteria Hasil
Keperawatan Keperawatan
1 Ansietas Setelah dilakukan intervensi keperawatan Reduksi Ansietas (I.09314)
selama 3 x 24 jam, maka tingkat ansietas Observasi
menurun, dengan kriteria hasil:  Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis: kondisi,
1. Verbalisasi kebingungan menurun waktu, stresor)
2. Verbalisasi khawatir akibat  Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
kondisi yang dihadapi menurun  Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
3. Perilaku gelisah menurun Terapeutik
4. Perilaku tegang menurun  Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
5. Konsentrasi membaik kepercayaan
6. Pola tidur membaik  Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika
memungkinkan
 Pahami situasi yang membuat ansietas
 Dengarkan dengan penuh perhatian
 Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
 Tempatkan barang pribadi yang memberikan
kenyamanan
 Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan
 Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang
akan datang
Edukasi
 Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin
dialami
 Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
 Anjurkan keluarga untuk tetap Bersama pasien, jika
perlu
 Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif,
sesuai kebutuhan
 Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
 Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
 Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
 Latih Teknik relaksasi
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

2 Resiko Infeksi Setelah dilakukan intervensi keperawatan Pencegahan Infeksi (I.14539)


selama 3 x 24 jam, maka tingkat infeksi Observasi
menurun, dengan kriteria hasil:  Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
1. Demam menurun Terapeutik
2. Kemerahan menurun  Batasi jumlah pengunjung
3. Nyeri menurun  Berikan perawatan kulit pada area edema
4. Bengkak menurun  Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
5. Kadar sel darah putih membaik dan lingkungan pasien
 Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
 Ajarkan etika batuk
 Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

3 Nyeri Akut Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Nyeri (I.08238)


selama 3 x 24 jam, maka tingkat nyeri Observasi
menurun, dengan kriteria hasil:  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
1. Keluhan nyeri menurun kualitas, intensitas nyeri
2. Meringis menurun  Identifikasi skala nyeri
3. Sikap protektif menurun  Idenfitikasi respon nyeri non verbal
4. Gelisah menurun  Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
5. Kesulitan tidur menurun nyeri
6. Frekuensi nadi membaik  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
 Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
nyeri (mis: TENS, hypnosis, akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, Teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis:
suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
 Ajarkan Teknik farmakologis untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

4 Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Energi (I.05178)


selama 3 x 24 jam, maka toleransi Observasi
aktivitas meningkat, dengan kriteria hasil:  Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
1. Keluhan Lelah menurun kelelahan
2. Frekuensi nadi membaik  Monitor kelelahan fisik dan emosional
3. Dispnea saat aktivitas menurun  Monitor pola dan jam tidur
4. Dispnea setelah aktivitas menurun  Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas
Terapeutik
 Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis:
cahaya, suara, kunjungan)
 Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
 Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
 Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan

5 Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Nutrisi (I.03119)


Defisit Nutrisi selama 3 x 24 jam, maka status nutrisi Observasi
membaik, dengan kriteria hasil:  Identifikasi status nutrisi
1. Porsi makan yang dihabiskan  Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
meningkat\  Identifikasi makanan yang disukai
2. Berat badan membaik  Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
3. Indeks massa tubuh (IMT)  Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
membaik  Monitor asupan makanan
 Monitor berat badan
 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
 Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
 Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis: piramida
makanan)
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
 Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan, jika perlu
 Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastik
jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
 Ajarkan posisi duduk, jika mampu
 Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis:
Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Aprillia, Tubagus, V., & Loho, E. (2017). Profil CT-Scan Non-kontras pada Penderita
Nefrolitiasis di Bagian Radiologi FK Unsrat / SMF Radiologi RSUP Prof . Dr . R . D .
Kandou. Jurnal E-Clinic (ECl), 5, 2–6.

Aslim, O., Utomo, N. B., Prasidja, N., Prasetyo, R. B., Aslim, O., Utomo, N. B.,
Prasidja, N., & Prasetyo, R. B. (2014). Original Article Dari Dua Sentimeter Di
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto Tahun 2011-2014 Treatment of
Kidney Stone With Stone Burden More Than Two Centimeters in Gatot Soebroto
Indonesia Army Central Hospital in 2011-2014.

Egziabher, T. B. G., & Edwards, S. (2013). ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.


S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN : POST OPERASI
NEFROLITOTOMI DEXTRA HARI KE-II DI RUANG EDELWAIS RSUD
BANYUMAS. Africa’s Potential for the Ecological Intensification of Agriculture,
53(9), 1689–1699.

Fildayanti, W. (2019). Election of Open Stone Surgery (Oss) As Treatment To Case


on Staghorn Stone. Jurnal Medical Profession (MedPro), 1(1), 16.

Fauzi, A., & Putra, M. M. A. (2016). Nefrolitiasis. Majority, 5(2), 69–73.

Fikriani, H., & Wardhana Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran JlRaya Bandung
Sumedang Km, Y. W. (2018). Alternatif Pengobatan Batu Ginjal Dengan Seledri. 16,
531–539.

Hadibrata, E., Tjahjo, M. D., Fadli, M. Y., Priyono, A. H., Spesialis, D., Urologi, B.,
Kedokteran, F., Lampung, U., Umum, D., Kedokteran, F., & Lampung, U. (2020).
Efikasi dan Keamanan Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy ( ESWL ) tipe
Piezoelektrik Pada Pasien Batu Ginjal The Efficacy and Safety of Piezoelectric Type
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy ( ESWL ) as Management of Kidney Stone
Patients. 4, 122–127.

Gustiawan. (2019). No TitleΕΛΕΝΗ. In Αγαη (Vol. 8, Issue 5).

Hasanah, U. (2016). Mengenal Penyakit Batu Ginjal. Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera,
14(28), 76–85. https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jkss/article/view/4698/4129

Mayasari, D., & Wijaya, D. C. (2020). Faktor Paparan Sinar Matahari dan
Hiperkalsiuria 40 sebagai Faktor Risiko Pembentukan Batu Ginjal pada Pekerja
Agrikultur. J Agromedicine Unila |, 7(1), 13–18.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/agro/article/view/2774
Nursalam. (2011). asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan perkemihan.
155–168.

Raufandita, A. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN POST OP


NEFROSTOMI DENGAN NYERI AKUT DI RUANG MELATI 4 RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH DR SOEKARDJO TASIKMALAYA.

Ridwan, M. S., Timban, J. F. J., & Ali, R. H. (2015). Gambaran Ultrasonografi Ginjal
Pada Penderita Nefrolitiasis Dibagian Radiologi Fk Unsrat Blu Rsup Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado Periode 1 Januari – 30 Juni 2014. E-CliniC, 3(1).
https://doi.org/10.35790/ecl.3.1.2015.6828

Samita, L. (2018). Program studi d iii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan
perintis padang tahun 2018. 1–104.

Tondok, M. E. B. (2014). Angka Kejadian Batu Ginjal Di Rsup Prof. Dr. R. D.


Kandou Manado Periode Januari 2010 – Desember 2012. E-CliniC, 2(1), 1–7.
https://doi.org/10.35790/ecl.2.1.2014.3722

Wira Citerawati SY, Y., Nurjanah Widiastuti, E., & Ayu Hapsari, R. (2018). Faktor
Risiko Pasien Batu Ginjal Rawat Jalan RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya.
Jurnal Vokasi Kesehatan, 4(2), 97. https://doi.org/10.30602/jvk.v4i2.140

Anda mungkin juga menyukai