Anda di halaman 1dari 15

Chronic Kidney Disease (CKD)

A. Definisi
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan penurunan glomerulus filtration rate
(GFR) (Nahas & Levin, 2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan
sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif,
irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit. Sehingga, terjadi
uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009).

B. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration
Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus Kockroft-
Gault sebagai berikut, yaitu:

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)


1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG atau ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG atau sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Sumber: Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

C. Etiologi
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap
proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan, glomerulonefritis
menjadi yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis tubulointerstitial (pielonefritis kronik
atau nefropati refluks) dan penyakit ginjal polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab
yang tidak sering terjadi yakni uropati obstruktif , lupus eritomatosus, dan lainnya
sebesar 21 %. (US Renal System, 2000 dalam Price & Wilson, 2006). Penyebab gagal
ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000 menunjukkan
glomerulonefritis menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi dengan 46,39%, disusul
dengan diabetes melitus dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi dengan 12,85%, hipertensi
dengan 8,46%, dan sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo, 2006).

D. Patofisiologi
Terlampirkan

E. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis
dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan
gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal,
usia pasien, dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis
adalah sebagai berikut, yaitu:
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki, tangan, dan sakrum), edema periorbital,
Friction rub perikardial, dan pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku
tipis dan rapuh, rambut tipis, dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental, napas dangkal, dan pernapasan Kussmaul.
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi atau pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual,muntah, konstipasi dan diare, dan pendarahan saluran gastrointestinal.
e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan atau keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas
pada telapak kaki, dan perubahan perilaku.
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, dan foot drop.
g. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler.
F. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta
Suwitra (2006) antara lain, yaitu:
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, katabolisme, dan masukan
diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik, dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin
aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal, dan peningkatan kadar
alumunium akibat peningkatan nitrogen atau ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

G. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal atau adanya
massa kista, dan obtruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
2. Biopsi ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis.
3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa.
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar, bentuk ginjal, serta adakah batu atau obstruksi lain.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises atau ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal pada
usia lanjut, diabetes melitus, dan nefropati asam urat.
d. USG
Menilai besar, bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal, anatomi sistem pelviokalises,
dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises atau
ureter proksimal, kandung kemih, dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi gangguan (vaskuler dan parenkhim),
serta sisa fungsi ginjal.
f. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali dan efusi perikarditis.
g. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks atau jari) kalsifikasi metatastik.
h. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible.
j. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, dan aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia).
k. Biopsi Ginjal
Dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau perlu
untuk mengetahui etiologinya.
l. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1) Laju endap darah
2) Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus atau nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan
menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular, dan
amrasio.
3) Ureum dan Kreatinin
Ureum: urine / ureum sering 1:1.
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga
tahap akhir (mungkin rendah, yaitu 5).
4) Hiponatremia
5) Hiperkalemia
6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8) Gula darah tinggi
9) Hipertrigliserida
10) Asidosis metabolik

H. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk mempertahankan fungsi
ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama mungkin, serta dapat mencegah atau
mengobati komplikasi (Smeltzer, 2001; Rubenstain dkk, 2007). Terapi konservatif tidak
dapat mengobati GGK, namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini karena
yang dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis atau transplantasi
ginjal.
Lima sasaran dalam manajemen medis GGK, meliputi:
1. Untuk memelihara fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara mengontrol proses
penyakit melalui kontrol tekanan darah (diet, kontrol berat badan, dan obat-obatan)
dan mengurangi intake protein (pembatasan protein dan dapat menjaga intake protein
sehari-hari dengan nilai biologik tinggi < 50 gr), dan katabolisme (menyediakan kalori
nonprotein yang adekuat untuk mencegah atau mengurangi katabolisme)
2. Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus , neurologik, perubahan
hematologi, dan penyakit kardiovaskuler.
3. Meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan, dan diet.
4. Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota keluarga.
(Black & Hawks, 2005)
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan dialisi tetap
atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10 ml/mnt. Dialisis juga
diiperlukan bila:
Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
Overload cairan (edema paru)
Ensefalopati uremic dan penurunan kesadaran
Efusi perikardial
Sindrom uremia ( mual, muntah, anoreksia, dan neuropati) yang memburuk.

Menurut Sunarya, penatalaksanaan dari CKD berdasarkan derajat LFG nya, yaitu:
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada
Doenges (2001) & Carpenito (2006), yaitu:
1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti
proses pengobatan, penggunaan obat-obatan, dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada
siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu
kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk atau berdiri yang terlalu lama dan
lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum, mengandung banyak senyawa,
dfan zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulonefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius
bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu
6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi, dan air naik atau
turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidakseimbangan antara output dan input. Tandanya
adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu,
peningkatan tekanan darah, atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
a. Keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, dan terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran
pasien dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, terjadi dispnea, nadi meningkat, dan
reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi atau
terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning atau kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran
telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering
dan pecah-pecah, dan mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid dan terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal dan dada berdebar-debar. Terdapat otot
bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru
(rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, dan terdapat suara tambahan pada
jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, dan perut buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, dan terdapat
ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang,
dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat /
uremia, dan terjadi perikarditis.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin, retensi cairan
dan natrium.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia mual
muntah.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan (anemia, retensi produk sampah,
dan prosedur dialysis).
C. Rencana Asuhan Keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan & KH Intervensi Keperawatan


1. Kelebihan volume cairan Tujuan: Fluid Management:
b.d penurunan haluaran urin Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji status cairan, timbang berat badan, keseimbangan masukan dan
dan retensi cairan dan keperawatan selama 3x24 jam haluaran, turgor kulit, dan adanya edema.
natrium. volume cairan dapat seimbang. Rasional: Pengkajian merupakan data dasar berkelanjutan untuk
memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.
Kriteria Hasil: 2. Batasi masukan cairan.
NOC: Fluid Balance Rasional: Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal,
Terbebas dari edema, efusi, dan haluaran urin, dan respon terhadap terapi.
anasarka. 3. Identifikasi sumber potensial cairan.
Bunyi nafas bersih dan tidak Rasional: Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat
adanya dipsnea. diidentifikasi.
Memilihara tekanan vena 4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan cairan.
sentral, tekanan kapiler paru, Rasional: Kenyamanan pasien dapat meningkatkan kepatuhan
output jantung, dan vital sign terhadap pembatasan diet.
normal. 5. Beritahu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat
pembatasan cairan.
Rasional: Kenyamanan pasien dapat meningkatkan kepatuhan
terhadap pembatasan diet.
6. Tingkatkan dan dorong hygiene oral dengan sering.
Rasional: Hygiene oral dapat mengurangi kekeringan membrane
mukosa mulut.

Hemodialysis therapy
1. Ambil sampel darah dan meninjau kimia darah (misalnya BUN,
kreatinin, natrium, pottasium, tingkat phospor) sebelum perawatan
untuk mengevaluasi respon terhadap terapi.
2. Rekam tanda vital: berat badan, denyut nadi, pernapasan, dan tekanan
darah untuk mengevaluasi respon terhadap terapi.
3. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk menghilangkan jumlah yang tepat
dari cairan berlebih di tubuh klien.
4. Bekerja secara kolaboratif dengan pasien untuk menyesuaikan
panjang dialisis, peraturan diet, keterbatasan cairan dan obat-obatan
untuk mengatur cairan dan elektrolit pergeseran antara pengobatan.
2 Gangguan nutrisi kurang Setelah dilakukan asuhan Nutritional Management
dari kebutuhan tubuh b.d keperawatan selama 3x24 jam nutrisi 1. Kaji status nutrisi, perubahan berat badan, nilai laboratorium BUN,
anoreksia mual muntah. seimbang dan adekuat. dan kreatinin.
Rasional: Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan
Kriteria Hasil: mengevaluasi intervensi.
NOC: Nutritional Status 2. Kaji pola diet nutrisi pasien, riwayat diet, makanan kesukaan, dan
Nafsu makan dapat meningkat hitung kalori.
Tidak terjadi penurunan BB Rasional: Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam
Masukan nutrisi adekuat menyusun menu.

Menghabiskan porsi makan 3. Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi (anoreksia,

Hasil lab normal (albumin dan mual atau muntah, diet yang tidak menyenangkan bagi pasien, depresi,

kalium) kurang memahami pembatasan diet, dan stomatitis).


Rasional: Dapat menyediakan informasi mengenai faktor lain yang
dapat dirubah atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan oral.
4. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet.
Rasional: Mendorong peningkatan masukan diet.
5. Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi
telur, produk susu, dan daging.
Rasional: Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan
nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan.
6. Anjurkan camilan tinggi kalori, rendah protein, dan rendah natrium
diantara waktu makan.
Rasional: Mengurangi makanan dan protein yang dibatasi,
menyediakan kalori untuk energi, membagi protein untuk
pertumbuhan, dan penyembuhan jaringan.
7. Jelaskan rasional pembatasan diet, hubungannya dengan penyakit
ginjal, peningkatan urea, dan kadar kreatinin.
Rasional: Meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara
diet, urea, dan kadar kreatinin dengan penyakit renal.
8. Ubah jadwal medikasi, sehingga medikasi ini tidak segera diberikan
sebelum makan.
Rasional: Ingesti medikasi sebelum makan dapat menyebabkan
anoreksia dan rasa kenyang.
9. Sediakan daftar makanan yang dianjurkan secara tertulis dan anjurkan
untuk memperbaiki rasa tanpa menggunakan natrium dan kalium.
Rasional: Daftar yang dibuat dapat menyediakan pendekatan positif
terhadap pembatasan diet, dan merupakan referensi untuk pasien dan
keluarga yang dapat digunakan dirumah.
10. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.
Rasional: Faktor yang tidak menyenangkan dapat berperan dalam
menimbulkan anoreksia.
11. Timbang berat badan harian.
Rasional: Untuk memantau status cairan dan nutrisi.
3 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan Activity Management
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam 1. Kaji faktor yang dapat menimbulkan keletihan (anemia,
keletihan (anemia, retensi aktivitas pasien dapat ditoleransi. ketidakseimbangan cairan elektrolit, retensi produk sampah, dan
produk sampah, dan depresi).
prosedur dialysis). Kriteria Hasil: Rasional: Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan.
NOC: Activity Status 2. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat
Mampu melakukan aktivitas ditolerasi (bantu jika keletihan terjadi.
sehari-hari (ADLs) secara Rasional: Meningkatkan aktivitas ringan atau sedang dan memperbaiki
mandiri. harga diri.
3. Anjurkan aktivitas alternative dengan istirahat.
Rasional: Mendorong latihan dan akivitas dalam batas-batas yang
dapat ditoleransi dan istirahat yang adekuat.
4. Anjurkan untuk istirahat setelah dialisis.
Rasional: Istirahat yang adekuat dianjurkan setelah dialisis.
PATHWAY
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Dialisis Pada Diabetes Melitus. http://internis.files.wordpress.com/2011/01/dialisis-


pada-diabetes-melitus.pdf diakses pada tanggal 23 Februari 2014

Anita dkk. Penggunaan Hemodialisis pada Bidang Kesehatan yang Memakai Prinsip Ilmu
Fisika. http://dc128.4shared.com/doc/juzmT0gk/preview.html diakses pada tanggal 23
Februari 2014

Bakta, I Made & I Ketut Suastika,. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta : EGC.
1999

Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical Management
for Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier inc. 2005

Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. Nursing Intervention
Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier. 2008.

Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.


Jakarta: EGC. 2012.

Johnson, M. Etal. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby Elsevier. 2008.

Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. USA : Oxford University Press. 2010

Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. 2002

Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2 Edisi
8. Jakarta : EGC. 2001

Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006

Anda mungkin juga menyukai