Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ESRD
DI RUANG IGD RUMAH SAKIT LAVALETTE MALANG

Oleh :
Widyaningsih
(NIM :2024201033)

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAJAPAHIT MOJOKERTO
2022
A. Konsep Medis

1. Pengertian Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal adalah ginjal kehilangan kemampuan untuk mempertahankan

volume dan komposisi cairan tubuh dlam keadaan asupan makanan normal. Gagal

ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yaitu kronik dan akut (Nurarif &

Kusuma, 2013).

Gagal Ginjal Kronik merupakan suatu kondisi dimana organ ginjal sudah tidak

mampu mengangkut sampah sisa metabolik tubuh berupa bahan yang biasanya

dieliminasi melalui urin dan menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan

ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan,

elektrolit, serta asam basa (Abdul, 2015)

Sedangkan menurut Black (2014) Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah

gangguan fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh

tidak mampu memelihara metabolisme dan gagal memelihara keseimbangan cairan

dan elektrolit yang berakibat pada peningkatan ureum. Pada pasien gagal ginjal

kronis mempunyai karakteristik bersifat menetap, tidak bisa disembuhkan dan

memerlukan pengobatan berupa, trensplantasi ginjal, dialysis peritoneal,

hemodialysis dan rawat jalan dalam waktu yang lama (Desfrimadona, 2016).
2. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik

(Sumber: Brunner&Sudart, 2013 dan SDKI, 2016)


Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti gangguan metabolic

(DM), infeksi (Pielonefritis), Obstruksi Traktus Urinarius, Gangguan Imunologis,

Hipertensi, Gangguan tubulus primer (nefrotoksin) dan Gangguan kongenital yang

menyebabkan GFR menurun.

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagai nefron (termasuk glomerulus dan

tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron

yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai

reabsorbsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini

memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron rusak. Beban

bahanyang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa di reabsorbsi berakibat

dieresis osmotic disertai poliuri dan haus.

Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak timbul disertai

retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas

dan muncul gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas

kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada tingkat ini

fungsi renal yang demikian lebih rendah itu. (Barbara C Long).

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolism protein (yang normalnya

diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi

setiap system tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan

semakin berat (Smeltzer dan Bare, 2011)

3. Etiologi

Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju filtrasi

glomerulus atau yang disebut juga penurunan glomerulus filtration rate (GFR). Penyebab

gagal ginjal kronik menurut Andra & Yessie, 2013):

a. Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabkan

iskemik ginjal dan kematian jaringan ginajl. Lesi yang paling sering adalah
Aterosklerosis pada arteri renalis yang besar, dengan konstriksi skleratik progresif

pada pembuluh darah. Hyperplasia fibromaskular pada satu atau lebih artieri besar

yang juga menimbulkan sumbatan pembuluh darah. Nefrosklerosis yaitu suatu

kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak di obati, dikarakteristikkan

oleh penebalan, hilangnya elastistisitas system, perubahan darah ginjal

mengakibatkan penurunan aliran darah dan akhirnya gagal ginjal.

b. Gangguan imunologis : seperti glomerulonephritis

c. Infeksi : dapat dijelaskan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli yang berasal

dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini mencapai ginjal

melalui aliran darah atau yang lebih sering secara ascenden dari traktus urinarius

bagiab bawah lewat ureter ke ginjal sehingga dapat menimbulkan kerusakan

irreversible ginjal yang disebut pielonefritis.

d. Gangguan metabolik : seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak meningkat

sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan di ginjal dan berlanjut dengan

disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati amyloidosis yang disebabkan oleh

endapan zat-zat proteinemia abnormal pada dinding pembuluh darah secara serius merusak

membrane glomerulus.

e. Gangguan tubulus primer : terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau logam berat.

f. Obstruksi traktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan kontstriksi

uretra.

g. Kelainan kongenital dan herediter : penyakit polikistik sama dengan kondisi

keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista atau kantong berisi cairan

didalam ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat

konginetal (hypoplasia renalis) serta adanya asidosis.

4. Tanda dan Gejala

Menurut perjalanan klinisnya (Corwin, E (2009):

a. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat menurun hingga
25% dari normal.

b. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami polyuria dan nokturia, GFR

10% hingga 25% dari normal, kadar kreatinin serum dan BUN sedikit meningkat

diatas normal.

c. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, letargi, anoreksia,

mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic

frost, pericarditis, kejang-kejang sampai koma), yang ditandai dengan GFR kurang

dari 5-10 ml/menit, kadar serum kreatinin dan BUN meningkat tajam, dan terjadi

perubahan biokimia dan gejala yang komplek.

5. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan

mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut (Muttaqin, 2011) :

a. Dialisis

Dialisis dapat dilakukan dengan mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius,

seperti hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas

biokimia, menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas,

menghilangkan kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka.

Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode terpi yang

bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan

kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah

sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga

kelangsungan hidup individu, maka perlu dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada 2

jenis dialisis :

1) Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)


Hemodialisis atau HD adalah jenis dialisis dengan menggunakan mesin

dialiser yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada proses ini, darah dipompa
keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Didalam mesin dialiser, darah

dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat

(suatu cairan khusus untuk dialisis), lalu setelah darah selesai di bersihkan,

darah dialirkan kembali kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu

di rumah salit dan setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.

2) Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut)

Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah dengan

bantuan membrane peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, darah tidak perlu

dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin dialisis.

b. Koreksi hiperkalemi

Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat

menimbulkan kematian mendadak. Hal pertama yang harus diingat adalah jangan

menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga

dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka

pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat,

dan pemberian infus glukosa.

c. Koreksi anemia

Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi, kemudian

mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal

pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Tranfusi darah hanya dapat diberikan

bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada infusiensi coroner.

d. Koreksi asidosis

Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium

Bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium

bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang.

Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.


e. Pengendalian hipertensi

Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilatator dilakukan.

Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena tidak

semua gagal ginjal disertai retensi natrium.

f. Transplantasi ginjal

Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal kronik, maka

seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan dasar utama proses perawatan yang akan membantu dalam

penentuan status kesehatan dan pola pertahanan pasien, mengidentifikasi kekuatan dan

kebutuhan pasien serta merumuskan diagnose keperawatan (Smeltezer and Bare, 2011 :

Kinta, 2012).

a. Identitas pasien

Meliputi nama lengkat, tempat tinggal, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama

orang tua, pekerjaan orang tua.

b. Keluhan utama

Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,

takikardi/takipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.

c. Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya

Berapa lama pasien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa, bagaimana

cara minum obatnya apakan teratur atau tidak, apasaja yang dilakukan pasien untuk

menaggulangi penyakitnya.

d. Aktifitas/istirahat :

Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur (insomnia/gelisah atau


samnolen), kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak

e. Sirkulasi

Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada (angina), hipertensi,

nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak tangan, nadi lemah,

hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir,

pucat, kulit coklat kehijauan, kuning, kecenderungan perdarahan.

f. Integritas ego

Faktor stress, perasaan tak berdaya, taka da harapan, taka da kekuatan, menolak,

ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.

g. Eliminasi

Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut), abdomen

kembung, diare, atau konstipasi, perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah,

coklat, oliguria.

h. Makanan/Cairan

Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi),

anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernapasan

ammonia), penggunaan diuretic, distensi abdomen/asietes pembesaran hati (tahap

akhir), perubahan turgor kulit/kelembaban, ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah

i. Neurosensori

Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, syndrome “kaki gelisah”, rasa

terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah,

gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan

berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor,

kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis

j. Nyeri/kenyamanan

Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki dan perilaku berhati- hati/distraksi,
gelisah.

k. Pernapasan

Napas pendek, dyspnea, batuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak, takipnea,

dyspnea, peningkatan frekuensi/kedalaman dan batuk dengan sputum encer (edema

paru).

l. Kenyamanan

Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), normotermia

dapat secara actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih

rendah dari normal, petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, keterbatasan gerak

sendi

m. Seksualitas

Penurunan libido, amenorea, infertilitas

n. Interaksi social

Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi

peran biasanya dalam keluarga.

o. Penyuluhan/Pembelajaran

Riwayat Diabetes Melitus (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis

herediter, kalkulus urenaria, maliganansi, riwayat terpejan pada toksin, contoh obat,

racun lingkungan, penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini/berulang.

2. Diagnosis

Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons pasien

terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang

berlangsung aktual maupun potensial. diagnosis keperawatan dibagi menjadi dua jenis,

yaitu diagnosis negatif dan diagnosis positif . diagnosis negatif menunjukkan bahwa

pasien dalam kondisi sakit atau beresiko mengalami sakit sehingga penegakan diagnosis

ini akan mengarahkan pemberian intervensi keperawatan yang bersifat penyembuhan,


pemulihan dan pencegahan. Diagnosis ini terdiri atas Diagnosis Aktual dan Diagnosis

Resiko. Sedangkan diagnosis positif menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sehat dan

dapat mencapai kondisi yang lebih sehat dan optimal. Diagnosis ini disebut juga dengan

Diagnosis Promosi Kesehatan (ICNP, 2015)

Pada diagnosis aktual, indikator diagnostiknya terdiri atas penyebab dan

tanda/gejala. Pada diagnosis resiko tidak memiliki penyebab dan tanda/gejala, hanya

memiliki faktor resiko.

Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien. Kemungkinan diagnosa

keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah sebagai berikut

(Brunner&Sudart, 2013 dan SDKI, 2016):

a. Hipervolemia

b. Defisit nutrisi

c. Nausea

d. Gangguan pertukaran gas

e. Resiko penurunan curah jantung

f. Perfusi perifer tidak efektif

3. Perencanaan

Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, pasien, keluarga, dan

orang terdekat pasien untuk merumuskan rencana tindakan keperawatan guna mengatasi

masalah yang dialami pasien. Tahap perencanaan ini memiliki beberapa tujuan penting,

diantaranya sebagai alat komunikasi antar sesama perawat dan tim kesehatan lainnya,

meningkatkan kesinambungan asuhan keperawatan bagi pasien, serta mendokumentasikan

proses dan kriteria hasil asuhan keperawatan yang ingin dicapai. Unsur terpenting dalam

tahap perencanaan ini adalah membuat orioritas urutan diagnoa keperawatan, merumuskan

tujuan, merumuskan kriteria evaluasi, dan merumuskan intervensi keperawatan (Asmadi,

2008)
Tabel 2.1 Perencanaan asuhan keperawatan pada pasien Gagal Ginjal
Kronik (sumber: SIKI, 2018)

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil
Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipervolemia
keperawatan selama 3x8 Observasi:
jam maka hipervolemia 1. Periksa tanda dan gejala
meningkat dengan kriteria hipervolemia (edema, dispnea,
hasil: suara napas tambahan)
1. Asupan cairan 2. Monitor intake dan output cairan
meningkat 3. Monitor jumlah dan warna urin
2. Haluaran urin meningkat Terapeutik
3. Edema menurun 4. Batasi asupan cairan dan garam
4. Tekanan darah membaik 5. Tinggikan kepala tempat tidur
5. Turgor kulit membaik Edukasi
6. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan cairan
Kolaborasi
7. Kolaborasai pemberian diuretik
8. Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat deuretik
9. Kolaborasi pemberian continuous
renal replecement therapy
(CRRT), jika perlu

Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi


keperawatan selama 3x8 Observasi
jam diharapkan pemenuhan 1. Identifikasi status nutrisi
kebutuhan nutrisi pasien 2. Identifikasi makanan yang disukai
tercukupi dengan kriteria 3. Monitor asupan makanan
hasil: 4. Monitor berat badan
1. intake nutrisi tercukupi Terapeutik
2. asupan makanan dan 5. Lakukan oral hygiene sebelum
cairan tercukupi makan, jika perlu
6. Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
7. Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
Edukasi
8. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
9. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
10. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrisi yang dibutuhkan,
jika perlu
11. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan

Nausea Setelah dilakukan tindakan Manajemen Mual Observasi


keperawatan selama 3x8 1. Identifikasi pengalaman mual
jam maka nausea membaik 2. Monitor mual (mis. Frekuensi,
dengan kriteria hasil: durasi, dan tingkat keparahan)
1. Nafsu makan membaik Terapeutik
2. Keluhan mual menurun 3. Kendalikan faktor lingkungan
3. Pucat membaik penyebab (mis. Bau tak sedap,
Takikardia membaik (60-100 suara, dan rangsangan visual yang
kali/menit) tidak menyenangkan)
4. Kurangi atau hilangkan keadaan
penyebab mual (mis. Kecemasan,
ketakutan, kelelahan)
Edukasi
5. Anjurkan istirahat dan tidur
cukup
6. Anjurkan sering membersihkan
mulut, kecuali jika merangsang
mual
7. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengatasi mual(mis.
Relaksasi, terapi musik,
akupresur)
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian antiemetik,
jika perlu

Gangguan Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi


pertukaran gas keperawatan selama 3x8 Observasi
jam diharapkan pertukaran 1. Monitor frekuensi, irama,
gas tidak terganggu dengak kedalaman dan upaya napas
kriteria hasil: 2. Monitor pola napas
3. Monitor saturasi oksigen
1. Tanda-tanda vital dalam 4. Auskultasi bunyi napas
rentang normal
2. Tidak terdapat otot bantu Terapeutik
napas 5. Atur interval pemantauan
3. Memelihara kebersihan respirasi sesuai kondisi pasien
paru dan bebas dari 6. Bersihkan sekret pada mulut dan
tanda-tanda distress hidung, jika perlu
pernapasan 7. Berikan oksigen tambahan, jika
perlu
8. Dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi
9. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
10. Informasikan hasil pemantauan

Kolaborasi
11. Kolaborasi penentuan dosis
oksigen

Resiko Setelah dilakukan asuhan Perawatan Jantung Observasi:


penurunan keperawatan selama 3x8 1. Identifikasi tanda dan gejala
curah jantung jam diharapkan penurunan primer penurunan curah jantung
(mis. Dispnea, kelelahan)
curah jantung meningkat
2. Monitor tekanan darah
dengan kriteria hasil: 3. Monitor saturasi oksigen
1. Kekuatan nadi perifer
meningkat Terapeutik:
2. Tekanan darah membaik 4. Posisikan semi-fowler atau fowler
5. Berikan terapi oksigen
100-130/60-90 mmHg
3. Lelah menurun Edukasi
4. Dispnea menurun dengan
6. Ajarkan teknik relaksasi napas
frekuensi 16-24 x/menit
dalam
7. Anjurkan beraktifitas fisik sesuai
toleransi

Kolaborasi
8. kolaborasi pemberian antiaritmia,
jika perlu

Perfusi perifer Setelah dilakukan tindakan Perawatan sirkulasi


tidak efektif perawatan selama 3x8 jam
maka perfusi perifer Observasi
1. Periksa sirkulasi perifer (mis.
meningkat dengan kriteria
Nadi perifer, edema, pengisian
hasil: kapiler, warna, suhu)
1. denyut nadi perifer 2. Monitor perubahan kulit
meningkat 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri
2. Warna kulit pucat atau bengkak
menurun 4. Identifikasi faktor risiko
3. Kelemahan otot gangguan sirkulasi
menurun
4. Pengisian kapiler Terapeutik
membaik 5. Hindari pemasangan infus atau
5. Akral membaik pengambilan darah di area
6. Turgor kulit keterbatasan perfusi
membaik 6. Hindari pengukuran tekanan
darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
7. Lakukan pencegahan infeksi
8. Lakukan perawatan kaki dan
kuku
Edukasi
9. Anjurkan berhenti merokok
10. Anjurkan berolahraga rutin
11.Anjurkan mengecek air mandi
untuk menghindari kulit terbakar
12. Anjurkan meminum obat
pengontrol tekanan darah secara
teratur
Kolaborasi
13.Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu

Intoleransi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi : (I. 05178)


aktivitas 3x24 jam diharapkan 1. Observasi : Identifikasi
(D.0056) toleransi aktivitas gangguan fungsi tubuh yang
meningkat, dengan menyebabkan lelah, monitor
kriteria hasil : (L.05047) kelelahan fisik dan emosional
1. Frekuensi nadi 2. Terapeutik : Sediakan
meningkat (5) lingkungan yang nyaman &
2. Keluhan lelah menurun rendah stimulus
(5)
3. Edukasi : Anjurkan tirah
3. Dispnea saat aktivitas baring, anjurkan melakukan
menurun (5)
aktivitas secara bertahap
4. Dispnea setelah
4. Kolaborasi : Kolaborasi
aktivitas menurun (5) dengan ahli gizi untuk
meningkatkan asupan makanan

Gangguan Setelah dilakukan tindakan Perawatan integritas kulit : (I.


11353)
integritas 3x24 jam diharapkan
kulit integritas kulit dan 1. Observasi : Identifikasi
jaringan meningkat, penyebab gangguan
(D.0129)
integritas kulit
dengan kriteria hasil : (L.
14125) 2. Terapeutik : Ubah posisi
1. Kerusakan jaringan setiap 2 jam jika tirah baring,
menurun (5) lakukan pemijatan pada area
2. Kerusakan lapisan kulit penonjolan tulang
menurun (5) 3. Edukasi : Anjurkan
3. Elastisitas meningkat (5) menggunakan pelembab/lotion,
anjurkan meningkatkan asupan
4. Tekstur membaik (5) nutrisi, anjurkan minum air yang
cukup.

4. Implementasi

Implementasi merupakan langkah keempat dalam proses asuhan keperawatan

dengan melaksanakan berbagai strategi kesehatan (tindakan keperawatan) yang telah

direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan yang di prioritaskan.


Proses pelaksanaan imolementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-

faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi

keperawatan dan kegiatan komunikasi (Kozier et al., 2010)

Menurut Purwaningsih & Karlina (2010) ada 4 tahap operasional yang harus

diperhatikan oleh perawat dalam melakukan implementasi keperawatan, yaitu sebagai

berikut :

a. Tahap Prainteraksi

Membaca rekam medis pasien, mengeksplorasi perasaan, analisis kekuatan dan

keterbatasan professional pada diri sendiri, memahami rencana keperawatan yang

baik, menguasai keterampilan teknis keperawatan, memahami rasional ilmiah dan

tindakan yang akan dilakukan, mengetahui sumber daya yang diperlukan,

memahami kode etik dan aspek hukum yang berlaku dalam pelayanan keperawatan,

memahami standar praktik klinik keperawatan untuk mengukur keberhasilan dan

penampilan perawat harus meyakinkan

b. Tahap Perkenalan

Mengucapkan salam, memperkenalkan nama, enanyakan nama, umur, alamat

pasien, menginformasikan kepada pasien tujuan dan tindakan yang akan dilakukan

oleh perawat, memberitahu kontrak waktu, dan memberi kesempatan pada pasien

untuk bertanya tentang tindakan yang akan dilakukan

c. Tahap Kerja

Menjaga privasi pasien, melakukan tindakan yang sudah direncanakan, hal-

hal yang perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan tindakan adalah energi pasien,

pencegahan kecelakaan dan komplikasi, rasa aman, kondisi pasien, respon pasien

terhadap tindakan yang telah diberikan.

d. Tahap Terminasi
Beri kesempatan pasien untuk mengekspresikan perasaannya setelah dilakukan

tindakan oleh perawat, berikan feedback yang baik kepada pasien dan puji atas

kerjasama pasien, kontrak waktu selanjutnya, rapikan peralatan dan lingkungan

pasein dan lakukan terminasi, berikan salam sebelum menginggalkan pasien,

lakukan pendokumentasian

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan suatu proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari

tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi dilakukan terus-menerus terhadap respon

pasien pada tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi proses atau promotif

dilakukan setiap selesai tindakan. Evaluasi dapat dilakukan menggunakan SOAP sebagai

pola pikirnya.

S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah

teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah tidak teratasi atau muncul masalah baru.

P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon pasien

Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:

a. Masalah teratasi, jika pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan

kriteria hasil yang telah ditetapkan.

b. Masalah teratasi sebagian, jika pasien menunjukkan sebahagian dari kriteria hasil

yang telah ditetapkan.

c. Masalah belum teratasi, jika pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama

sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan

d. Muncul masalah baru, jika pasien menunjukkan adanya perubahan kondisi atau

munculnya masalah baru

Anda mungkin juga menyukai