Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN & ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

M
DENGAN PNEUMONIA
DI RS BEN MARI MALANG

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen Keperawatan Medikal Bedah

OLEH :
SILVIA WIDYATANTI
2014314901037

STIKES MAHARANI MALANG


PROGRAM STUDI NERS
2021
LEMBAR PENGESAHAN
DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Disusun Oleh : Silvia Widyatanti

NIM : 2014314901037

Program Studi : Profesi Ners

Institusi : STIKes Maharani

Malang, 17 Desember 2021

Pembimbing Institusi Pembimbing CI

( Ns. Regista Trigantara, S.Kep., M.Kep ) ( Yanuar Imas Sekar V., Amd. Kep )
1.1 Konsep Pneumonia

1.1.1 Pengertian

Pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh


mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, parasite. pneumonia juga disebabkan oleh
bahan kimia dan paparan fisik seperti suhu atau radiasi. (Djojodibroto, 2014).
Pneumonia merupakan infeksi pada paru yang bersifat akut. Penyebabnya adalah
bakteri, virus, jamur, bahan kimia atau kerusakan fisik dari paru-paru, dan bisa juga
disebabkan pengaruh dari penyakit lainnya. Pneumonia disebabkan oleh Bakteri
Streptococcus dan Mycoplasma pneumonia, sedangkan virus yang menyebabkan
pneumonia yaitu Adenoviruses, Rhinovirus, Influenza virus, Respiratory syncytial virus
(RSV) dan para influenza (Athena & Ika, 2014).

1.1.2 Etiologi
Menutut Padila (2013) etiologi pneumonia:
1. Bakteri
Pneumonia bakteri didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram positif seperti:
Streptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri gram
negative seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa
2. Virus
Disebabkan virus influenza yang menyebar melalui droplet. Penyebab utama
pneumonia virus ini yaitu Cytomegalovirus.
3. Jamur
Disebabkan oleh jamur hitoplasma yang menyebar melalui udara yang
mengandung spora dan ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.
4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya pada
pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2013). Penyebaran infeksi
melalui droplet dan disebabkan oleh streptococcus pneumonia, melalui selang
infus yaitu stapilococcus aureus dan pemakaian ventilator oleh P. Aeruginosa
dan enterobacter. Dan bisa terjadi karena kekebalan tubuh dan juga mempunyai
riwayat penyakit kronis. Selain diatas penyebab terjadinya pneumonia yaitu dari
Non mikroorganisme:
1. Bahan kimia.
2. Paparan fisik seperti suhu dan radiasi (Djojodibroto, 2014).
3. Merokok.
4. Debu, bau-bauan, dan polusi lingkungan (Ikawati, 2016).

1.1.3 Klasifikasi
Menurut pendapat Amin & Hardi (2015)
1. Berdasarkan anatomi:
a. Pneumonia lobaris yaitu terjadi pada seluruh atau sebagian besar dari
lobus paru. Di sebut pneumonia bilateral atau ganda apabila kedua paru
terkena.
b. Pneumonia lobularis, terjadi pada ujung bronkhiolus, yang tersumbat oleh
eksudat mukopurulen dan membentuk bercak konsolidasi dalam lobus
yang berada didekatnya.
c. Pneumonia interstitial, proses inflamasi yang terjadi didalam dinding
alveolar dan interlobular.
2. Berdasarkan inang dan lingkungan
a. Pneumonia komunitas
Terjadi pada pasien perokok, dan mempunyai penyakit penyerta
kardiopulmonal.
b. Pneumonia aspirasi
Disebabkan oleh bahan kimia yaitu aspirasi bahan toksik, dan akibat
aspirasi cairan dari cairan makanan atau lambung.
c. Pneumonia pada gangguan imun
Terjadi akibat proses penyakit dan terapi. Disebabkan oleh kuman
pathogen atau mikroorganisme seperti bakteri, protozoa, parasite, virus,
jamur dan cacing.

1.1.4 Patofisiologi
Menurut pendapat Sujono & Sukarmin (2009), kuman masuk kedalam jaringan
paru-paru melalui saluran nafas bagian atas menuju ke bronkhiolus dan alveolus. Setelah
Bakteri masuk dapat menimbulkan reaksi peradangan dan menghasilkan cairan edema
yang kaya protein.
Kuman pneumokokusus dapat meluas dari alveoli ke seluruh segmen atau lobus.
Eritrosit dan leukosit mengalami peningkatan, sehingga Alveoli penuh dengan cairan
edema yang berisi eritrosit, fibrin dan leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar,
paru menjadi tidak berisi udara. Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah menurun sehingga
alveoli penuh dengan leukosit dan eritrosit menjadi sedikit.
Setelah itu paru tampak berwarna abu-abu kekuningan. Perlahan sel darah merah
yang akan masuk ke alveoli menjadi mati dan terdapat eksudat pada alveolus Sehingga
membran dari alveolus akan mengalami kerusakan yang dapat mengakibatkan gangguan
proses difusi osmosis oksigen dan berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang
dibawa oleh darah.

Secara klinis penderita mengalami pucat sampai sianosis. Terdapatnya cairan purulent
pada alveolus menyebabkan peningkatan tekanan pada paru, dan dapat menurunan
kemampuan mengambil oksigen dari luar serta mengakibatkan berkurangnya kapasitas
paru. Sehingga penderita akan menggunakan otot bantu pernafasan yang dapat
menimbulkan retraksi dada. Secara hematogen maupun lewat penyebaran sel,
mikroorganisme yang ada di paru akan menyebar ke bronkus sehingga terjadi fase
peradangan lumen bronkus. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkan produksi
mukosa dan peningkatan gerakan silia sehingga timbul reflek batuk.

1.1.5 Manifestasi Klinis


Gambaran klinis beragam, tergantung pada organisme penyebab dan penyakit pasien
Brunner & Suddarth (2011).

1. Menggigil mendadak dan dengan cepat berlanjut menjadi demam (38,5° C


sampai 40,5° C).

2. Nyeri dada pleuritik yang semakin berat ketika bernapas dan batuk.

3. Pasien yang sakit parah mengalami takipnea berat (25 sampai 45 kali
pernapasan/menit) dan dyspnea, prtopnea ketika disangga.

4. Nadi cepat dan memantul, dapat meningkat 10 kali/menit per satu derajat
peningkatan suhu tubuh (Celcius).

5. Bradikardi relativ untuk tingginya demam menunjukkan infeksi virus, infeksi


mikroplasma, atau infeksi organisme Legionella.

6. Tanda lain : infeksi saluran napas atas, sakit kepala, demam derajat rendah, nyeri
pleuritik, myalgia, ruam faringitis, setelah beberapa hari, sputum mucoid atau
mukopurulen dikeluarkan.
7. Pneumonia berat : pipi memerah, bibi dan bantalan kuku menunjukkan sianosis
sentral.

8. Sputum purulent, bewarna seperti katar, bercampur darah, kental, atau hijau,
bergantung pada agen penyebab

9. Nafsu makan buruk, dan pasien mengalami diaphoresis dan mudah lelah.

10. Tanda dan gejala pneumonia dapat juga bergantung pada kondisi utama pasien
(misal, yang menjalani terapi imunosupresan, yang menurunkan resistensi
terhadap infeksi.

1.1.6 Komplikasi
Komplikasi pneumonia meliputi hipoksemia, gagal respiratorik, effuse pleura,
empyema, abses paru, dan bacteremia, disertai penyebaran infeksi ke bagian tubuh lain
yang menyebabkan meningitis, endocarditis, dan pericarditis (Paramita 2011).

1.1.7 Pencegahan
Pencegahan pneumonia yaitu menghindari dan mengurangi faktor resiko, meningkatkan
pendidikan kesehatan, perbaikan gizi, pelatihan petugas kesehatan dalam diagnosis dan
penatalaksanaan pneumonia yang benar dan efektif (Said, 2010).

1.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis secara umum untuk pneumonia menurut Manurung dkk (2009)
adalah :
1. Pemberian antibiotik seperti : penicillin, cephalosporin pneumonia
2. Pemberian antipiretik, analgetik, bronkodilator
3. Pemberian oksigen
4. Pemberian cairan parenteral sesuai indikasi.
Sedangkan untuk penyebab pneumonia bervariasi sehingga penanganannya pun akan
disesuaikan dengan penyebab tersebut.

1.2 Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan dilakukan dengan cara pengumpulan data secara subjektif
(data yang didapatkan dari pasien/keluarga) melalui metode anamnesa dan data
objektif (data hasil pengukuran atau observasi). Menurut Nurarif (2015),
pengkajian yang harus dilakukan adalah :
a. Indentitas: Nama, usia, jenis kelamin,
b. Riwayat sakit dan kesehatan
1) Keluhan utama: pasien mengeluh batuk dan sesak napas.
2) Riwayat penyakit sekarang: pada awalnya keluhan batuk tidak
produktif, tapi selanjutnya akan berkembang menjadi batuk
produktif dengan mukus purulen kekuning-kuningan,
kehijauhiajuan, kecokelatan atau kemerahan, dan serring kali
berbau busuk. Klien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi
dan menggigil (onset mungkin tiba-tiba dan berbahaya). Adanya
keluhan nyeri dada pleuritits, sesak napas, peningkatan frekuensi
pernapasan, dan nyeri kepala.
3) Riwayat penyakit dahulu: dikaji apakah pasien pernah menderita
penyakit seperti ISPA, TBC paru, trauma. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
4) Riwayat penyakit keluarga: dikaji apakah ada anggota keluarga
yang menderita penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab
pneumoni seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
5) Riwayat alergi: dikaji apakah pasien memiliki riwayat alergi
terhadap beberapa oba, makanan, udara, debu.
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum: tampak lemas, sesak napas
2) Kesadaran: tergantung tingkat keprahan penyakit, bisa somnolen
3) Tanda-tand vital:
- TD: biasanya normal
- Nadi: takikardi
- RR: takipneu, dipsneu, napas dangkal
- Suhu: hipertermi
4) Kepala: tidak ada kelainan
Mata: konjungtiva nisa anemis
5) Hidung: jika sesak, ada pernapasan cuping hidung
Paru:
- Inspeksi: pengembangan paru berat dan tidak simetris, ada
penggunaan otot bantu napas
- Palpasi: adanya nyeri tekan, peningkatan vocal fremitus pada
daerah yang terkena.
- Perkusi: pekak bila ada cairan, normalnya timpani
- Auskultasi: bisa terdengar ronchi.
6) Jantung: jika tidak ada kelainan, maka tidak ada gangguan
7) Ekstremitas: sianosis, turgor berkurang jika dehidrasi, kelemahan

B. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus berlebihan yang
ditandai dengan jumlah sputum dalam jumlah yang berlebihan, dispnea,sianosis,
suara nafas tambahan (ronchi).
2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan yang
ditandai dengan dispena, dispena, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan
cuping hidung.
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-
kalpier yang ditandai dengan dispnea saat istirahat, dispneu saat aktifitas ringan,
sianosis.
4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Asupan diet kurang yang ditandai dengan ketidakmampuan menelan
makanan,membran mukosa pucat, penurunan berat badan selama dalam
perawatan.
5) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen yang ditadai dengan Dispnea setelah beraktifitas,keletihan,
ketidaknyamanan setelah beraktifitas
6) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber pengetahuan yang
ditandai dengan ibu/keluarga mengatakan tidak mengetahui penyakit yang diderita
pasien, cara penularan, faktor resiko, tanda dan gejala, penanganan dan cara
pencegahannya

C. Intervensi

a. Diagnosa : Ketidakefektif an bersihan jalan nafas b.d mukus berlebihan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,


diharapkan mukus hilang / berkurang
Kriteria Hasil :

1. Frekuensi pernafasan normal (30-50x/menit)

2. Irama pernafasan normal (teratur)

3. Kemampuan untuk mengeluarkan secret (pasien dapat melakukan batuk


efektif jika memungkinkan)

4. Tidak ada suara nafas tambahan (seperti ; Ronchi,wezing,mengi)

5. Tidak ada penggunaan otot bantu napas (tidak adanya retraksi dinding
dada)

6. Tidak ada batuk

Intervensi :

1. Monitor status pernafasan dan respirasi sebagaimana mestinya

2. Posisikan pasien semi fowler, atau posisi fowler

3. Observasi kecepatan,irama,ked alaman dan kesulitan bernafas

4. Auskultasi suara nafas

5. lakukan fisioterapi dada sebagaimana mestinya

6. Kolaborasi pemberian O2 sesuai instruksi

7. Ajarkan melakukan batuk efektif

8. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai penggunaan perangkat oksigen


yang memudahkan mobilitas

b. Diagnosa : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan


membran alveolar-kalpiler
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan pertukaran gas tidak terganggu.

Kriteria Hasil :

1. Tidak dispnea saat istirahat

2. Tidak dispneu saat aktifitas ringan

3. Tidak sianosis yaitu kulit tampak normal atau tidak kebiruan

4. Tidak ada penggunaan otot bantu nafas (tidak ada retraksi dinding dada)
Intervensi :.

1) Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernapas

2) Pertahankan kepatenan jalan napas

3) Observasi adanya suara napas tambahan

4) Kolaborasi pemberian O2

5) Ajarkan pasien dan keluarga mengenai penggunaan perangkat oksigen yang


memudahkan mobilitas

c. Diagnosa : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara


suplai dan kebutuhan oksigen

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,


diharapkan bisa beraktivitas

Kriteria Hasil :

1) Kemudahan dalam melakukan ADL

Intervensi :

1) Observasi sistem kardiorespirasi pasien selama kegiatan (misalnya ;


takikardi, distrimia, dispnea)

2) Monitor lokasi dan sumber ketidaknyamanan/ nyeri yang dialami pasien


selama aktifitas

3) Lakukan Rom aktif atau pasif

4) Lakukan terapi non farmakologis (terapi musik)

5) Kolaborasi pemberian terapi farmakologis untuk mengurangi kelelahan

6) Beri Penyuluhan kepada keluarga dan pasien tentang nutrisi yang baik dan
istirahat yang adekuat

D. Implementasi

Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai


dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat
bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi
dan dimonitor kemajuan klien.

E. Evaluasi

Evaluasi merupakan bagian akhir dari proses keperawatan. Evaluasi


dilakukan ntuk mengetahui tingkat keberhasilan tindakan yang telah dilakukan.
Adapun cara membandingkannya, yaitu:
S (Subjective) : adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien
setelah tindakan diberikan.
O (Objective) : adalah informasi yag didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah
tindakan dilakukan.
A (Assesment) : adalah membandingkan antara informasi subjective dan
objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil
kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebagian atau
tidak teratasi.
P (Planning) : adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa.
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzzane C . 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
vol 1 ed 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Muttaqin, Arif .2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan,
Salemba Medika, Jakarta.
Price, Sylvia Anderson dan Lorraine M. Wilson . 2005 . Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit vol 2 ed 1 . Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Anda mungkin juga menyukai