Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN MINGGU 1

ASUHAN KEPERAWATAN Tn.Z DENGAN DIAGNOSA BRONKOPNEUMONIA


DI INSTALASI GAWAT DARURAT
DI RSD K.R.M.T WONGSONEGORO SEMARANG
Disusun dalam Rangka Praktik Klinik Profesi Ners Keperawatan Gawat Darurat
Pembimbing Klinik : Ns.Siti Mahmudah., S.Kep
Dosen Pembimbing : Maulidta Karunianingtyas W, Ns., M.Kep

Disusun Oleh :
FEBY INDHIKA PUTRI
(2308024)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI


FAKULTAS KEPERAWATAN BISNIS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG
2023
1. KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Bronkopneumonia merupakan salah satu penyakit yang menyerang saluran pernapasan
dengan manifestasi klinis bervariasi mulai dari batuk, pilek yang disertai dengan panas,
sedangkan anak bronkopneumonia berat akan muncul sesak napas yang hebat.
Bronkopneumonia juga disebut pneumonia lubularis yaitu suatu peradangan pada
parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkioulus serta alveolus
disekitarnya yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrate yang disebabkan
oleh bakteri, virus, jamur, dan benda asing lainnya (Sukma, 2021).
Bronkopneumonia adalah peradangan parenkim paru yang di sebabkan oleh
bakteri, virus, jamur, ataupun benda asing yang di tandai dengan gejala panas tinggi
gelisah dipsnea, napas cepat dan dangkal, muntah, diare serta batuk kering dan
produktif (Wulandari, 2018).
Bronkopneumonia adalah suatu cadangan pada parenkim paru yang meluas sampai
bronkioli atau penyebaran langsung melalui saluran pernapasan melalui hematogen
sampai ke bronkus (Riyadi, 2019). Bronkopneumonia adalah suatu radang paru-paru
yang mempunyai penyebaran bercak, teratur dalam satu area atau lebih yang berlokasi
di dalam bronki dan meluas ke parenkim paru (Wulandari, 2018).
B. ETIOLOGI
Menurut (Nurafif, 2018) secara umum bronkopneumonia diakibatkan penurunan
mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang normal dan
sehat memiliki mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri
atas reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan
kuman keluar dari organ dan sekresi humoral setempat. Timbulnya bronkopneumonia
disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur, antara lain :
a. Bakteri :
Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella
b. Virus :
Legionella Pneumoniae
c. Jamur :
Aspergillus Spesies, Candida Albicans
d. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung kedalam paru
e. Terjadi karena kongesti paru yang lama
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh
virus penyebab bronkopneumonia yang masuk ke saluran pernapasan sehingga
terjadi peradangan bronkus dan alveolus. Inflamasi bronkus ini ditandai dengan
adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronkhi positif
dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang
terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis. Kolaps alveoli
akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas ronkhi.
Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan produksi
surfaktan sebagai pelumas yang berfungsi untuk melembabkan rongga pleura.
Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut
dari pembedahan. Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi napas,
hipoksemia, asidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan
yang akan mengakibatkan terjadinya gagal napas.

C. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar penyebab dari bronkopneumonia ialah mikroorganisme (jamur, bakteri,
virus) awalnya mikroorganisme masuk melalui percikan ludah (droplet), invasi ini
dapat masuk kesaluran pernafasan atas dan menimbulkan reaksi imonologis dari tubuh.
Reaksi ini menyebabkan peradangan, dimana ketika terjadi peradangan ini tubuh
menyesuaikan diri maka timbulah gejala demam pada penderita. Reaksi peradangan ini
dapat menimbulkan sekret, semakin lama sekret menumpuk di bronkus maka aliran
bronkus menjadi semakin sempit dan pasien dapat merasa sesak. Tidak hanya
terkumpul dibronkus lama-kelamaan sekret dapat sampai ke alveolus, paru dan
mengganggu sistem pertukaran gas di paru. Tidak hanya menginfeksi saluran napas,
bakteri ini juga dapat menginfeksi saluran cerna ketika ia terbawa oleh darah.
Bakteri ini dapat membuat flora normal dalam usus menjadi agen patogen sehingga
timbul masalah pencernaan. Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi
pertumbuhan mikroorganisme.
Keadaan ini disebabkan adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri
didalam paru menunjukkan adanya gangguan daya tahan tubuh, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan mengakibatkan timbulnya infeksi
penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran napas dan paru dapat melalui
berbagai cara, antara lain inhalasi langsung dari udara, aspirasi dari bahan-bahan yang
ada di nasofaring dan orofaring serta perluasan langsung dari tempat-tempat lain,
penyebaran secara hematogen (Nurafif, 2018).
D. PATHWAYS
E. MNIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis menurut (Wulandari, 2018) secara umum dapat dibagi menjadi :
1. Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala,
iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal.
2. Gejala umum pernafasan bahwa berupa batuk buruk, ekspektorasi sputum,
cuping hidung, sesak, sianosis.
3. Tanda pneumonia berupa peningkatan frekuensi nafas, suara nafas melemah,
ronchi, wheezing.
4. Tanda empiema berupa perkusi pekak, nyeri dada, kaku kuduk, nyeri abdomen.
5. Infeksi ekstrapulmonal.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Manurut (Nurafif, 2018) untuk dapat menegakkan diagnosa medis dapat digunakan
cara:
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah Pada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi
leukositosis (meningkatnya jumlah neutrofil).
2) Pemeriksaan sputum Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk
yang spontan dan dalam digunakan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk
mendeteksi agen infeksius.
3) Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa.
4) Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia.
5) Sampel darah, sputum dan urine untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen
mikroba.
b. Pemeriksaan radiologi
1) Ronthenogram thoraks Menunujukkan konsolidasi lobar yang seringkali
dijumpai pada infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali
dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus.
2) Laringoskopi/bronskopi Untuk menentukan apakah jalan nafas tesumbat oleh
benda padat.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi dari bronkopneumonia adalah sebagai berikut (Wulandari, 2018) :
a. Atelektasis
Atelektasis merupakan suatu kondisi di mana paru-paru gagal atau tidak dapat
mengembang secara sempurna yang disebabkan karena mobilisiasi reflek batuk
berkurang.
b. Empiema
Empiema merupakan suatu kondisi terkumpulnya nanah dalam rongga pleura
akibat infeksi dari bakteri bronkopneumonia.
c. Abses paru
Abses paru merupakan infeksi bakteri yang dapat menimbulkan penumpukan pus
di dalam paru-paru yang meradang.
d. Infeksi sistemik
e. Endokarditis
Endokarditis merupakan infeksi yang terjadi pada lapisan bagian dalam jantung
(endokardium) yang disebabkan oleh masuknya kuman ke dalam aliran darah.
f. Meningitis
Meningitis merupakan peradangan pada selaput otak dan sumsum tulang belakang
yang diakibatkan oleh infeksi bakteri
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dapat diberikan dengan bronkopneumonia yaitu :
a. Pemberian obat antibiotik penisilin ditambah dengan kloramfenikol 50-70 mg/kg
BB/hari atau diberikan antibiotik yang memiliki spectrum luas seperti ampisilin,
pengobatan ini diberikan sampai bebas demam 4-5 hari. Antibiotik yang
direkomendasikan adalah antibiotik spectrum luas seperti kombinasi beta
laktam/klavulanat dengan aminoglikosid atau sefalosporin generasi ketiga (Ridha,
2014).
b. Pemberian terapi yang diberikan pada pasien adalah terapi O2, terapi cairan dan
antipiretik. Agen antipiretik yang diberikan kepada pasien adalah paracetamol.
Paracetamol dapat diberikan dengan cara di tetesi (3 x 0,5 cc sehari) atau dengan
peroral/ sirup. Indikasi pemberian paracetamol adalah adanya peningkatan suhu
mencapai 38ºC serta untuk menjaga kenyamanan pasien dan mengontrol batuk
(Ridha, 2014).
c. Fisioterapi Dada
Fisioterapi dada sangat efektif bagi penderita penyakit respirasi. Dengan teknik
postural drainage, perkusi dada dan vibrasi pada permukaan dinding dada akan
mengirimkan gelombang amplitude sehingga dapat mengubah konsistensi dan
lokasi sekret. Fisioterapi dada dilakukan dengan teknik Tapping dan Clapping.
Teknik ini adalah suatu bentuk terapi dengan menggunakan tangan, dalam posisi
telungkup serta dengan gerakan fleksi dan ekstensi secara ritmis. Teknik ini sering
digunakan dengan dua tangan. Pada anakanak tapping dan clapping dapat
dilakukan dengan dua atau tiga jari (Hidayatin, 2019).
d. Terapi Inhalasi
Terapi inhalasi efektif diberikan pada anak dengan bronkopneumonia karena dapat
melebarkan lumen bronkus, mengencerkan dahak, mempermudah pengeluaran
dahak, menurunkan hiperaktivitas bronkus serta mencegah infeksi. Alat nebulizer
sangat tepat digunakan bagi semua kalangan usia dimulai anak-anak hingga lansia
yang mengalami gangguan pernapasan terutama dikarenakan oleh adanya mukus
berlebih, batuk ataupun sesak napas. Pengobatan nebulizer lebih efektif dari obat-
obatan yang diminum secara langsung karena di hirup langsung ke paru-paru.
2. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer
Primary Survey (Survey Primer)
Semua prosedur penanganan gawat darurat dengan kejadian trauma, maka langkah
pertama yang dilakukan sejak detik pertama pasien masuk instalasi gawat darurat
adalah pemeriksaan secara cepat dan efisien disebut sebagai primary survey. Dasar dari
pemeriksaan primary survey adalah ABCD, yaitu Airway (jalan nafas), Breathing
(pernafasan), Circulation (sirkulasi darah), Disability (status neurologi)
a. Airway ( Menjaga Jalan Nafas) dengan kontrol servikal
AirwayManajemen merupakan suatu hal yang terpenting dalam melakukan
resusitasi dan membutuhkan ketrampilan khusus dengan penanganan keadaan
gawat darurat. Oleh sebab itu, hal yang pertama harus segera dinilai adalah
kelancaran jalan nafas, meliputi pemeriksaan jalan nafas yang dapat disebabkan
oleh benda asing, fraktur manibula atau maksila, fraktur laring.
b. Breathing
Gangguan pernafasan (breathing) terjadi adanya gangguan bersifat sentral maupun
perifer. Kelainan perifer disebabkan karena akibat dari adanya aspirasi atau trauma
dada yang menyebabkan pneumothorax atau gangguan gerakan pernafasan. Hal
ini terjadi karena kerusakan pusat napas di otak. Oleh sebab itu, hal yang pertama
harus segera dinilai yaitu perhatikan kontrol servikal in-line immobilisasi dengan
buka leher dan dada penderita, tentukan dengan laju dan dalamnya pernafasan,
lakukan inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan
deviasi trakhea, espansi thoraks yang simetris, perhatikan pemakaian otot-otot
tambahan dan tanda-tanda cedera, lakukan perkusi thoraks untuk menentukan
redup atau hipersonor dan auskultasi pada thoraks bilateral.
c. Circulation (kontrol perdarahan)
Gangguan sirkulasi (circulation) terjadi karena cedera otak, dan faktor ekstra
kranial. Gangguan ini terjadi kondisi hipovolemia yang mengakibatkan
pendarahan luar, atau ruptur organ dalam abdomen, trauma dada, tamponade
jantung atau pneumothoraks dan syok septik
d. Disability-pemeriksaan neurologis singkat
Tingkat kesadaran,penilaian GCS :Eye Verbal Motorik A : tipe kesadran V:
berespon terhadap suara/verbal P: respon terhadap nyeri U : penilaian pupil
e. EXPOSURE (Pemaparan) : Keadaan tubuh baik,tidak terdapat jejas atau luka pada
tubuh klien kaji ada cedera,pendarahan,frakture,hal yg perlu di curigai,bau alkohol
bensin zat kimia,uroine dll.
ENVIRONMENTAAL CONTROL : Control lingkungn untuk menunjang
stabilitas kondisi pasien sush,lingkungan,batasi pegunjung .
2. Secondary Survey
Pemeriksaan dilakukan setelah pasien dengan keadaan stabil dan dipastikan airway,
breathing dan sirkulasidapat membaik. Prinsip survey sekunder adalah memeriksa ke
seluruh tubuh yang lebih teliti dimulai dari ujung rambut sampai ujung kaki ( head to
toe) baik pada tubuh dari bagian depan maupun belakang serta evaluasi ulang terhadap
pemeriksaan tanda vital penderita. Dimulai dengan anamnesa yang singkat meliputi
AMPLE (allergi, medication, past illness, last meal dan event of injury) :
A :Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester,
makanan)Pasien tidak memiliki alergi obat-obatan dan makanan
M :Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau penyalahgunaan
obatPasien tidak sedang menjalani pengobatan
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang
pernahdiderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan herbal)Pasien
tidak pernah memiliki riwayat penyakit yang parah seperti hipertensi, diabetesmellitus,
dan lain-lain
L : Last meal(obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi
berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk
dalam komponen ini)
Pasien terakhir makan pada jam … , pasien makan… jam sebelum kejadian
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang
menyebabkan adanya keluahan utama)

3. Pengkajian
a. Identitas : mengkaji identitas klien dan penanggung jawab yang meliputi ; nama, umur,
agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, dan alamat.
b. Keluhan utama : Saat dikaji biasanya penderita bronkopneumonia mengeluh sesak
nafas
c. Riwayat penyakit sekarang : Pada penderita bronkopneumonia biasanya merasakahn
sulit untuk bernafas, dan disertai dengan batuk berdahak, terlihat otot bantu pernafasan,
adanya suara nafas tambahan, penderita biasanya juga lemah dan tidak nafsu makan,
kadang disertai diare.
d. Riwayat penyakit dahulu : Sering menderita penyakit pernafasan bagian atas, riwayat
penyakit peradangan pernafasan dengan gejala bertahap panjang dan lama yang
disertai wheezing.
e. Riwayat kesehatan keluarga : adanya keluarga yang pernah mengalami atau menderita
penyakit bronkopneumonia.
f. Pola Kesehatan Sehari – hari
Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur,
hygiene. Apakah ada gangguan atau tidak. Kaji bagaimana klien menjalankan aktivitas
sehari-hari. Apakah klien memerlukan bantuan atau tidak dalam beraktivitas.
g. Pemeriksaan Fisik
 Insperksi : perlu diperhatikan adanya takipnea, dypsnea, sianosis sirkumoral,
pernafasan cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula non produktif
menjadi produktif, serta nyeri dada waktu bernafas, adanya retraksi dinding
dada.
 Palpasi : hati mungkin akan membesar, flemitus raba mungkin meningkat pada
sisi yang sakit dan megalami peningkatan denyut nadi.
 Perkusi : suara redup pada sisi yang sakit
 Auskultasi : pada pneumonia akan terdengar stridor suara nafas berjurang,
terdengar suara nafas tambahan atau ronchi, kadang- kadang terdengar bising
gesek pleura.
h. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan lboratorium seperti: Leukosit meningkat dan LED meningkat, X-
foto dada: Terdapat bercak-bercak infiltrate yang tersebar (bronkopneumonia)
atau yang meliputi satu atau sebagian besar lobus.
b. Pemeriksaan thoraks
4. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1) Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif (D.0001) berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum
2) Pola nafas tidak efektif (D.0005) berhubungan dengan hambatan upaya nafas
3) Nausea (D.0076) berhubungan dengan mual muntah
5. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Kriteria dan Hasil Intervensi
1 Bersihan Jalan Napas Tidak Setelah dilakukan tindakan Observasi
Efektif (D.0001) 1x2 jam diharapkan bersihan  Monitor frekuensi,
berhubungan dengan jalan nafas membaik irama, kedalaman
peningkatan produksi (L.01001) dengan kriteria dan upaya napas
sputum hasil :  Monitor pola napas
1. Batuk efektif (seperti bradypnea,
meningkat takipnea,
2. Produksi sputum hiperventilasi,
menurun kussmaul, Cheyne-
3. Mengi menurun stokes, biot,
4. Wheezing menurun ataksik)
5. Mekonium (pada  Monitor
neonatus) menurun kemampuan batuk
efektif
 Monitor adanya
produksi sputum
 Monitor adanya
sumbatan jalan
napas
 Palpasi
kesimetrisan
ekspansi paru
 Auskultasi bunyi
napas
 Monitor saturasi
oksigen
 Nilai analisa gas
darah
 Monitor hasil x-ray
thoraks
Terapeutik
 Atur interval
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien
 Dokumentasikan
hasil pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu.

2 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas
(D.0005) berhubungan 1x2 jam diharapkan pola (I.01011)
dengan hambatan upaya napas membaik dengan Observasi
nafas Kriteria Hasil :  Monitor pola napas
1. Dispnea menurun (frekuensi,
2. Penggunaan otot kedalaman, usaha
bantu napas menurun napas)
3. Pemanjangan fase  Monitor bunyi
ekspirasi menurun napas tambahan
4. Frekuensi napas (misalnya: gurgling,
membaik mengi, wheezing,
5. Kedalaman napas ronchi kering)
membaik  Monitor sputum
(jumlah, warna,
aroma)
Terapeutik
 Pertahankan
kepatenan jalan
napas dengan head-
tilt dan chin-lift
(jaw thrust jika
curiga trauma
fraktur servikal)
 Posisikan semi-
fowler atau fowler
 Berikan minum
hangat
 Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
 Lakukan
penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
 Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum
penghisapan
endotrakeal
 Keluarkan
sumbatan benda
padat dengan forsep
McGill
 Berikan oksigen,
jika perlu
Edukasi
 Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari,
jika tidak ada
kontraindikasi
 Ajarkan Teknik
batuk efektif
Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

3 Nausea (D.0076) Setelah dilakukan intervensi Manajemen Mual


berhubungan dengan mual keperawatan selama 1x2 (I.03117)
muntah jam, di harapkan tingkat Observasi
nausea menurun adalah:  Identifikasi
1. Perasaan ingin muntah pengalaman mual
menurun  Identifikasi isyarat
2. Perasaan ingin muntah nonverbal
menurun ketidaknyamanan
(mis: bayi, anak-
anak, dan mereka
yang tidak dapat
berkomunikasi
secara efektif)
 Identifikasi dampak
mual terhadap
kualitas hidup (mis:
nafsu makan,
aktivitas, kinerja,
tanggung jawab
peran, dan tidur)
 Identifikasi faktor
penyebab mual
(mis: pengobatan
dan prosedur)
 Identifikasi
antiemetik untuk
mencegah mual
(kecuali mual pada
kehamilan)
 Monitor mual (mis:
frekuensi, durasi,
dan tingkat
keparahan)
Terapeutik
 Kendalikan faktor
lingkungan
penyebab mual
(mis: bau tidak
sedap, suara, dan
rangsangan visual
yang tidak
menyenangkan)
 Kurangi atau
hilangkan keadaan
penyebab mual
(mis: kecemasan,
ketakutan,
kelelahan)
 Berikan makanan
dalam jumlah kecil
dan menarik
 Berikan makanan
dingin, cairan
bening, tidak
berbau, dan tidak
berwarna, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan istirahat
dan tidur yang
cukup
 Anjurkan sering
membersihkan
mulut, kecuali jika
merangsang mual
 Anjurkan makanan
tinggi karbohidrat,
dan rendah lemak
 Ajarkan
penggunaan teknik
non farmakologis
untuk mengatasi
mual (mis:
biofeedback,
hipnosis, relaksasi,
terapi musik,
akupresur)
Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian obat
antiemetik, jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA
Hidayatin. (2019). “PENGARUH PEMBERIAN FISIOTERAPI DADA DAN PURSED LIPS
BREATHING (TIUPAN LIDAH) TERHADAPBERSIHAN JALAN NAPAS PADA ANAK
BALITA DENGAN PNEUMONIA.” Jurnal Surya.
Nurafif. (2018). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA & NIC-NOC Jilid
1. Media Action.
Riyadi, S. & S. (2019). Asuhan keperawatan Bronkopneumonia pada anak. Graha Ilmu.
Sukma. (2021). “Pengaruh Pelaksanaan Fisioterapi Dada (Clapping) Terhadap Bersihan Jalan
Napas Pada Anak Dengan Bronkopneumonia.” Journal of Nursing and Health 5.
Wulandari, D. & M. E. (2018). Buku Ajar Keperawatan Anak. Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai