Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

BRONKOPNEUMONIA
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Disusun Oleh :
Dewi Safa Azizah, S.Kep (113122085)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS AL-IRSYAD CILACAP
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
A. DEFINISI
Bronkopneumonia adalah peradangan parenkim paru yang di
sebabkanoleh bakteri, virus, jamur, ataupun benda asing yang di tandai
dengan gejala panas tinggi gelisah dipsnea, napas cepat dan dangkal, muntah,
diare serta batuk kering dan produktif (Hidayat, 2009 dalam Dewi & Erawati,
2016).
Bronkopneumonia adalah suatu cadangan pada parenkim paru yangmeluas
sampai bronkioli atau penyebaran langsung melalui saluran pernapasan
melalui hematogen sampai ke bronkus (Sujono & Riyadi,
2009).Bronkopneumonia adalah suatu radang paru-paru yang mempunyai
penyebaran bercak, teratur dalam satu area atau lebih yang berlokasi di dalam
bronki dan meluas ke parenkim paru (Smeltzer, 2003 dalam Dewi &
Erawati,2016).
Bronkopneumonia adalah peradangan umum dari paru-paru, juga disebut
sebagai pneumonia bronkial, atau pneumonia lobular. Peradangan dimulai
dalam tabung bronkial kecil bronkiolus, dan tidak teratur menyebar ke alveoli
peribronchiolar dan saluran alveolar (PDPI Lampung & Bengkulu, 2017).

B. ETIOLOGI
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) secara umum bronkopneumonia
diakibatkan penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi
organisme patogen. Orang normal dan sehat memiliki mekanisme pertahanan
tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas reflek glotis dan batuk,
adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari
organ dan sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri virus dan jamur,
antara lain :
1. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella
2. Virus : Legionella Pneumoniae
3. Jamur : Aspergillus Spesies, Candida Albicans
4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung kedalam paru
5. Terjadi karena kongesti paru yang lama
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan
oleh virus penyebab Bronkopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan
sehingga terjadi peradangan bronkus dan alveolus. Inflamasi bronkus ini
ditandai dengan adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk
produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai
alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis,
emfisema dan atelektasis.
Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas,
dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan
penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untuk
melembabkan rongga fleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam
rongga paru) adalah tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis
mengakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis respiratori,
pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan
terjadinya gagal napas (PDPI Lampung & Bengkulu, 2017).

C. MANIFESTASI KLINIS
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian
atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik secara mendadak sampai
37,6-40°C dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi. Selain itu,
anak bisa menjadi sangat gelisah, pernapasan cepat dan dangkal disertai
pernapasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut.
Sedangkan, batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit, seorang anak
akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa
batuk kering kemudian menjadi produktif.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
1. Inspeksi: Pernafasan cuping hidung (+), sianosis sekitar hidung dan
mulut, retraksi sela iga.
2. Palpasi: Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.
3. Perkusi: Sonor memendek sampai beda.
4. Auskultasi: Suara pernapasan mengeras (vesikuler mengeras) disertai
ronki basah gelembung halus sampai sedang.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya
daerah yang terkena. Pada perkusi thoraks sering tidak dijumpai adanya
kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung
halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens)
mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernapasan
pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat
terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi
antara 2-3 minggu (PDPI Lampung & Bengkulu, 2017).

D. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar penyebab dari bronkopneumonia ialah mikroorganisme
(jamur, bakteri, virus) awalnya mikroorganisme masuk melalui percikan
ludah (droplet) invasi ini dapat masuk kesaluran pernafasan atas dan
menimbulkan reaksi imonologis dari tubuh. reaksi ini menyebabkan
peradangan, dimana ketika terjadi peradangan ini tubuh menyesuaikan diri
maka timbulah gejala demam pada penderita.
Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan sekret, semakin lama sekret
semakin menumpuk di bronkus maka aliran bronkus menjadi semakin sempit
dan pasien dapat merasa sesak. Tidak hanya terkumpul dibronkus lama-
kelamaan sekret dapat sampai ke alveolus paru dan mengganggu sistem
pertukaran gas di paru.
Tidak hanya menginfeksi saluran nafas, bakteri ini juga dapat menginfeksi
saluran cerna ketika ia terbawa oleh darah. Bakteri ini dapat membuat flora
normal dalam usus menjadi agen patogen sehingga timbul masalah
pencernaan.
Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan adanya mekanisme pertahanan paru.
Terdapatnya bakteri didalam paru menunjukkan adanya gangguan daya tahan
tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan mengakibatkan
timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran
nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain inhalasi langsung dari
udara, aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring serta
perluasan langsung dari tempat-tempat lain, penyebaran secara hematogen
(Nurarif & Kusuma, 2015).
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui
jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli
dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli
membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu
(Bradley, 2011):
1. Stadium I/Hiperemia (4-12 jam pertama atau stadium kongesti).
Pada stadium I, disebut hiperemia karena mengacu pada respon
peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang
terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah
pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut
mencakup histamin dan prostaglandin.
2. Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)
Pada stadium II, disebut hepatitis merah karena terjadi sewaktu alveolus
terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh
penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang
terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit
dan cairan sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti
hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal
sehingga orang dewasa akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung
sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III/ Hepatisasi Kelabu (3-8 hari berikutnya)
Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel- sel darah
putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan
fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis
sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi,
lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah
menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV/Resolusi (7-11 hari berikutnya)
Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi
oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan secret, sehingga
terjadidemam, batuk produkif, ronchi positif dan mual.
E. PATHWAYS
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) untuk dapat menegakkan diagnosa
keperawatan dapat digunakan cara :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis
(meningkatnya jumlah neutrofil). Leukositosis dapat mencapai 15.000
- 40.000 mm3 dengan pergeseran ke kiri.
b. Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan
dan dalam digunakan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk
mendeteksi agen infeksius.
c. Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status
asam basa. Analisa gas darah arteri bisa menunjukkan asidosis
metabolik dengan atautanpa retensi CO2.
d. LED meningkat
e. WBC (white blood cell) biasanya kurang dari 20.000 cells mm3
f. Elektrolit mungkin rendah
g. Bilirubin meningkat
h. Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia.
i. Sampel darah, sputum dan urine untuk tes imunologi untuk
mendeteksi antigen mikroba
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Ronthenogram Thoraks
Menunujukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada
infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali
dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus.
b. Laringoskopi/bronskopi
Untuk menentukan apakah jalan nafas tesumbat oleh benda padat.

G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medis pada pasien bronkopneumonia adalah :
1. Pasien diposisikan semi fowler 45⁰ untuk inspirasi maksimal.
2. Pemberian oksigen 1-5 lpm.
3. Infus KDN 1 500 ml/24 jam. jumlah cairan sesuai dengan berat badan,
kenaikan suhu dan status hidrasi.
4. Pemberian ventolin yaitu bonkodilator untuk melebarkan bronkus.
5. Pemberian antibiotic diberikan selama sekurang-kurangnya seminggu
sampai pasien tidak mengalami sesak nafas lagi selama tiga hari dan tidak
ada komplikasi lain.
6. Pemberian antipiretik untuk menurunkan demam
7. Pengobatan simtomatis, Nebulizer, Fisioterapi dada, Pungsi pleura
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN BRONKOPNEUMONIA

A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan merupakan langkah pertama dari proses
keperawatan. Pengkajian dilakukan dengan kegiatan pengumpulan data
yang akurat dari klien (Hidayat, 2021). Pengumpulan data dilakukan
untuk mengetahui status kesehatan pasien dan mengidentifikasi masalah
kesehatan risiko, aktual maupun potensial. Pengkajian juga merupakan
kumpulan informasi subjektif dan objekif pasien yang menjadi dasar
rencana keperawatan (Siregar dkk., 2021).
1. Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan atau gejala saat awal dilakukan
pengkajian yang menyebabkan pasien berobat (Hidayat, 2021). Pasien
hipoglikemia yang mengalami ketidakstabilan kadar glukosa darah
akan mengeluhkan terjadinya penurunan kesadaran akibat suplai
glukosa ke otak tidak maksimali (Mansyur, 2018). Selain itu pasien
biasanya menunjukkan tanda dan gejala seperti mengantuk, pusing,
gangguan koordinasi, palpitasi, mengeluh lapar, gemetar, kesadaran
menurun, perilaku aneh, sulit bicara, berkeringat.
2. Pengkajian Primer
Pengkajian primer kegawatdaruratan pada umumnya menggunakan
pendekatan A-B-C (Airway, Breathing dan Circulation) (Harmono,
2016).
a. Airway
Mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai
control servikal jika dicurigai adanya fraktur servical atau basis
cranii. Ukur frekuensi nafas pasien dan dengarkan jika ada nafas
tambahan. Kaji adanya sumbatan jalan napas, karena adanya
penurunan kesadaran/koma sebagai akibat dari gangguan transport
oksigen ke otak (Harmono, 2016).
b. Breathing
Mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar
oksigenasi adekuat. Jika pasien merasa sesak segera berikan terapi
oksigen sesuai indikasi. Gambaran klinik yang penting
diperhatikan pada pasien hipoglikemia adalah sesak napas
(tachypnea, hyperpnea) dan asidosis metabolik (Mansyur, 2018).
c. Circulation
Kaji adanya kesemutan dibagian ekstremitas, keringat dingin,
hipotermi, nadi lemah, tekanan darah menurun. Pasien dengan
ketidakstabilan kadar glukosa darah akibat hipoglikemia akan
mengalami perubahan hemodinamik melalui peningkatan denyut
jantung, dan tekanan darah sistolik di perifer. Konsekwensi dari
perubahan hemodinamik tersebut adalah peningkatan beban kerja
jantung yang dapat memicu terjadinya serangan iskemia dan
gangguan perfusi jantung. Perubahan fungsional lainnya pada
kondisi hipoglikemia adalah aktivasi sistim saraf otonom yang
ditandai oleh pengeluaran keringat yang berlebihan, tremor dan
gemetar, penurunan suhu tubuh, tahikardia, fibrilasi bahkan
kematian mendadak (Mansyur, 2018).
d. Disability
Kaji status umum dan neurologi dengan memeriksa atau cek GCS
dan cek reflek pupil. Pasien dengan diagnosa ketidakstabilan kadar
glukosa darah akibat hipoglikemia biasanya mengalami
kelemahan otot, tampak lemas, pusing, sakit kepala, perubahan
perilaku, kebingungan, penurunan fungsi kognitif, kejang-kejang
sampai penurunan kesadaran dan koma (Mansyur, 2018).
e. Exposure
Kaji adanya trauma pada seluruh tubuh pasien. Kaji tanda vital
pasien.
3. Pengkajian sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesa terkait riwayat penyakit
pasien, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang (Harmono,
2016)
a. Riwayat penyakit (Hidayat, 2021)
1) Riwayat penyakit terdahulu
Catatan tentang penyakit yang pernah dialami pasien sebelum
masuk RS.
2) Riwayat penyakit sekarang
Catatan tentang riwayat penyakit pasien saat dilakukan
pengkajian.
3) Riwayat penyakit keluarga
Catatan tentang penyakit keluarga yang berhubungan dengan
penyakit pasien saat ini.
b. Pemeriksaan fisik (Maria, 2021)
1) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih
kental, gigi mudah goyah, gusi mudah 23 bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa
mata keruh.
2) Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman
bekas luka, kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus
dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut
dan kuku.
3) Sistem pernafasan
Kaji status pernapasan pasien meliputi frekuensi napas, irama
napas, kedalaman napas, suara napas tambahan, retraksi
dinding dada. Observasi adanya sesak nafas, batuk, sputum
dan nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi.
4) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi / bradikardi, hipertensi / hipotensi, aritmia,
kardiomegalis.
5) Sistem gastrointestinal Terdapat polifagi, polidipsi, mual,
muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan,
peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
6) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau
sakit saat berkemih.
7) Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi
badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di
ekstrimitas.
8) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
c. Riwayat psikososial
Episode hipoglikemia pada pasien diabetes juga dapat
menyebabkan gangguan psikososial berupa ketakutan yang
berlebihan terhadap hipoglikemia, perasaan bersalah yang tinggi,
menjadi irrasional, tingkat kecemasan tinggi, dan perasaan tidak
bahagia dan pada akhirnya dapat mengucilkan diri dari dari
kehidupan sosial (Mansyur, 2018).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan
hipoglikemia (D. 0027)
2. Risiko hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan
(D. 0034)
3. Kesiapan peningkatan pengetahuan berhubungan dengan perilaku
upaya peningkatan kesehatan (D. 0113)

C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa SLKI SIKI


Keperawatan
1. Bersihan jalan Bersihan jalan napas (L. Manajemen jalan napas
napas tidak
01001) (I. 01011)
efektif b.d
sekresi yang Setelah dilakukan tindakan Observasi
tertahan (D.
keperawatan 3 x 24 jam 1. Monitor pola napas
0149)
diharapkan bersihan jalan 2. Monitor bunyi napas
napas pada pasien dapat tambahan
teratasi, dengan kriteria hasil 3. Monitor sputum
: Terapeutik
Ekspektasi : membaik 1. Posisikan semi fowler
1. Produksi sputum (5) atau fowler
2. Dispnea (5) 2. Berikan minuman
3. Ortopnea (5) hangat
Ket : 3. Lakukan penghisapan
1. Memburuk lendir kurang dari 15
2. Cukup memburuk detik
3. Sedang 4. Berikan oksigen
4. Cukup membaik Edukasi
5. Membaik 1. Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari
2. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
espektoran, mukolitik
2. Hipertermia Termoregulasi (L.14134) Manajemen Hipertemia (I.
b.d proses 015506)
inflamasi Setelah dilakukan tindakan
penyakit di Observasi
keperawatan 3 x 24 jam
paru-paru (D.
0130) diharapkan termoregulasi 1. Identifikasi
pada pasien dapat teratasi, penyebab
dengan kriteria hasil : hipertermia
Ekspektasi : Membaik 2. Monitor suhu tubuh
1. Menggigil (5)
Terapeutik
2. Takikardi (5)
3. Suhu tubuh (5) 1. Sediakan lingkungan
Keterangan : yang dingin
1. Memburuk 2. Longgarkan pakaian
2. Cukup memburuk 3. Berikan cairan oral
3. Sedang 4. Lakukan
4. Cukup membaik pendinginan
5. Membaik eksternal kompres
dingin
5. Berikan oksigen

Edukasi

1. Ajarkan tirah baring

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena
DAFTAR PUSTAKA

NANDA Internasional Inc. 2017. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi


2015-2017, Edisi 10. Jakarta: EGC.
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik. I. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
PPNI. 2018a. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan. II. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
PPNI. 2018b. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan. 1st edn. Jakarta: DPP PPN
Gloria M. Bulechek, et al. 2013. Nursing Interventions Classifications (NIC),
Edisi Keenam. Missouri: Mosby Elsevier Morhedd, dkk. 2013.
Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi10. Jakarta:
EGC Nurarif, A.H. & Kusuma, H. 2015.

Anda mungkin juga menyukai