Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

KLIEN DENGAN PNEUMONIA

Laporan ini disusun Untuk Memenuhi Tugas PKK Keperawatan Medikal Bedah I

Dosen Pembimbing:
Sulastri, S.Kp, M,Kep

Disusun Oleh :

Mutiah Rosidah (21024)

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN YASPEN JAKARTA
2021-2022
A. Definisi

Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang


disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh
penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat (Bradley et.al., 2011)
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang
melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk
bercakbercak (patchy distribution) (Bennete, 2013).

B. Penyebab

Berdasarkan etiologinya pneumonia dapat disebabkan oleh :

1. Bakteri
2. Virus
3. Jamur
4. Aspirasi makanan
5. Pneumonia hipostatik
6. Sindrom Loefler. (Bradley et.al., 2011)
Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia, antara lain
virus dan bakteri seperti Pneumokokus, Staphilococcus Pneumoniae, dan H.
influenzae. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko penyakit ini
diantaranya adalah defek anatomi bawaan, defisit imunologi, polusi, GER,
aspirasidan lain-lain.

C. Patofisiologi

Jalan nafas secara normal steril dari benda asing dari area sublaringeal
sampai unit paru paling ujung. Paru dilindungi dari infeksi bakteri dengan
beberapa mekanisme:
1. filtrasi partikel dari hidung.
2. pencegahan aspirasi oleh reflek epiglottal.
3. Penyingkiran material yang teraspirasi dengan reflek bersin.
4. Penyergapan dan penyingkiran organisme oleh sekresi mukus dan sel
siliaris.
5. Pencernaan dan pembunuhan bakteri oleh makrofag.
6. Netralisasi bakteri oleh substansi imunitas lokal.
7. Pengangkutan partikel dari paru oleh drainage limpatik.
Infeksi pulmonal bisa terjadi karena terganggunya salah satu mekanisme
pertahanan dan organisme dapat mencapai traktus respiratorius terbawah melalui
aspirasi maupun rute hematologi. Ketika patogen mencapai akhir bronkiolus
maka terjadi penumpahan dari cairan edema ke alveoli, diikuti leukosit dalam
jumlah besar. Kemudian makrofag bergerak mematikan sel dan bakterial debris.
Sisten limpatik mampu mencapai bakteri sampai darah atau pleura viseral.
Jaringan paru menjadi terkonsolidasi. Kapasitas vital dan pemenuhan
paru menurun dan aliran darah menjadi terkonsolidasi, area yang tidak
terventilasi menjadi fisiologis right-to-left shunt dengan ventilasi perfusi yang
tidak pas dan menghasilkan hipoksia. Kerja jantung menjadi meningkat karena
penurunan saturasi oksigen dan hiperkapnia. (Bennete, 2013)
Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al.,
2011):
1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan
yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari
sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediatormediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen
bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot
polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini
mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)


Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna
paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini
udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah
sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)


Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)


Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

D. Manifestasi klinis

Pasien dengan bronkopneumoni dapat mengalami demam tinggi dengan


peningkata suhu secara mendadak sampai 40º. Anak sangat gelisah, sesak nafas
dan sianosis sekunder hidung dan mulut, pernafasan cuping hidung merupakan
trias gejala yang patognomotik. Kadang-kadang disertai muntah dan diare, batuk
mula-mula kering kemudian menjadi produktif.
Manifestasi yang lain yang sering adalah nyeri dada saat batuk ataupun
bernafas, batuk produktif disertai dahak purulen, sesak nafas, dyspnea sampai
terjadi sianosis, penurunan kesadaran pada keadaan yang buruk atau parah,
perubahan suara nafas ralews, ronchi, wezhing, hipotensi apabila disertai dengan
bakterimia atau hipoksia berat, tachipnea serta nadi cepat.
Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh
infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara
mendadak sampai 39-400C dan mungkin disertai kejang karena demam yang
tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai
pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk
biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah
beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi
produktif (Bennete, 2013).

E. Pathway

F. Klasifikasi
Menurut Zul Dahlan (2007), pneumonia dapat terjadi baik sebagai
penyakit primer maupun sebagai komplikasi dari beberapa penyakit lain. Secara
morfologis pneumonia dikenal sebagai berikut:
1. Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu
atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai
pneumonia bilateral atau “ganda”.
2. Bronkopneumonia, terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat
oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam
lobus yang berada didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis.
3. Pneumonia interstisial, proses inflamasi yang terjadi di dalalm dinding
alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.
Pneumonia lebih sering diklasifikasikan berdasarkan agen penyebabnya,
virus, atipikal (mukoplasma), bakteri, atau aspirasi substansi asing. Pneumonia
jarang terjadi yang mingkin terjadi karena histomikosis, kokidiomikosis, dan
jamur lain.
1. Pneumonia virus, lebih sering terjadi dibandingkan pneumonia
bakterial. Terlihat pada anak dari semua kelompok umur, sering dikaitkan
dengan ISPA virus, dan jumlah RSV untuk persentase terbesar. Dapat
akut atau berat. Gejalanya bervariasi, dari ringan seperti demam ringan,
batuk sedikit, dan malaise. Berat dapat berupa demam tinggi, batuk parah,
prostasi. Batuk biasanya bersifat tidak produktif pada awal penyakit.
Sedikit mengi atau krekels terdengar auskultasi.
2. Pneumonia atipikal, agen etiologinya adalah mikoplasma, terjadi terutama
di musim gugur dan musim dingin, lebih menonjol di tempat dengan
konsidi hidup yang padat penduduk. Mungkin tiba-tiba atau berat. Gejala
sistemik umum seperti demam, mengigil (pada anak yang lebih besar),
sakit kepala, malaise, anoreksia, mialgia. Yang diikuti dengan rinitis, sakit
tenggorokan, batuk kering, keras. Pada awalnya batuk bersifat tidak
produktif, kemudian bersputum seromukoid, sampai mukopurulen atau
bercak darah. Krekels krepitasi halus di berbagai area paru.
3. Pneumonia bakterial, meliputi pneumokokus, stafilokokus, dan
pneumonia streptokokus, manifestasi klinis berbeda dari tipe pneumonia
lain, mikro-organisme individual menghasilkan gambaran klinis yang
berbeda. Awitannya tiba-tiba, biasanya didahului dengan infeksi virus,
toksik, tampilan menderita sakit yang akut , demam, malaise, pernafasan
cepat dan dangkal, batuk, nyeri dada sering diperberat dengan nafas
dalam, nyeri dapat menyebar ke abdomen, menggigil, meningismus.
Berdasarkan usaha terhadap pemberantasan pneumonia melalui usia,
pneumonia dapat diklasifikasikan:
1. Usia 2 bulan – 5 tahun
a. Pneumonia berat, ditandai secara klinis oleh sesak nafas yang dilihat
dengan adanya tarikan dinding dada bagian bawah.
b. Pneumonia, ditandai secar aklinis oleh adanya nafas cepat yaitu
pada usia 2 bulan – 1 tahun frekuensi nafas 50 x/menit atau lebih,
dan pada usia 1-5 tahun 40 x/menit atau lebih.
c. Bukan pneumonia, ditandai secara klinis oleh batuk pilek biasa
dapat disertai dengan demam, tetapi tanpa terikan dinding dada
bagian bawah dan tanpa adanya nafas cepat.
2. Usia 0 – 2 bulan
a. Pneumonia berat, bila ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah
atau nafas cepat yaitu frekuensi nafas 60 x/menit atau lebih.
b. Bukan pneumonia, bila tidak ada tarikan kuat dinding dada bagian
bawah dan tidak ada nafas cepat.

G. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala dari pneumonia antara lain:


1. Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling sering
terjadi pada usia 6 bulan – 3 tahun dengan suhu mencapai 39,5 – 40,5
bahkan dengan infeksi ringan. Mungkin malas dan peka rangsang atau
terkadang eoforia dan lebih aktif dari normal, beberapa anak bicara
dengan kecepatan yang tidak biasa.
2. Meningismus, yaitu tanda-tanda meningeal tanpa infeksi meninges.
Terjadi dengan awitan demam yang tiba-tiba dengan disertai sakit kepala,
nyeri dan kekakuan pada punggung dan leher, adanya tanda kernig dan
brudzinski, dan akan berkurang saat suhu turun.
3. Anoreksia, merupakan hal yang umum yang disertai dengan penyakit
masa kanak-kanak. Seringkali merupakan bukti awal dari penyakit.
Menetap sampai derajat yang lebih besar atau lebih sedikit melalui tahap
demam dari penyakit, seringkali memanjang sampai ke tahap pemulihan.
4. Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang
merupakan petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya berlangssung singkat,
tetapi dapat menetap selama sakit.
5. Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat. Sering
menyertai infeksi pernafasan. Khususnya karena virus.
6. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa dibedakan
dari nyeri apendiksitis.
7. Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh
pembengkakan mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi pernafasan
dan menyusu pada bayi.
8. Keluaran nasal, sering menyertai infeksi pernafasan. Mungkin encer dan
sedikit (rinorea) atau kental dan purulen, bergantung pad tipe dan atau
tahap infeksi.
9. Batuk, merupakan gambarab umum dari penyakit pernafasan. Dapat
menjadi bukti hanya selama faase akut.
10. Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi terdengar
mengi, krekels.
11. Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak
yang lebih besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk minum dan
makan per oral.

H. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium
a. Leukosit, umumnya pneumonia bakteri didapatkan leukositosis
dengan predominan polimorfonuklear. Leukopenia menunjukkan
prognosis yang buruk.
b. Cairan pleura, eksudat dengan sel polimorfonuklear 300-
100.000/mm. Protein di atas 2,5 g/dl dan glukosa relatif lebih rendah
dari glukosa darah.
c. Titer antistreptolisin serum, pada infeksi streptokokus meningkat dan
dapat menyokong diagnosa.
d. Kadang ditemukan anemia ringan atau berat.
2. Pemeriksaan mikrobiologik
a. Spesimen: usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau
sputum darah, aspirasi trachea fungsi pleura, aspirasi paru.
b. Diagnosa definitif jika kuman ditemukan dari darah, cairan pleura
atau aspirasi paru.
3. Pemeriksaan imunologis
a. Sebagai upaya untuk mendiagnosis dengan cepat
b. Mendeteksi baik antigen maupun antigen spesifik terhadap kuman
penyebab.
c. Spesimen: darah atau urin.
d. Tekniknya antara lain: Conunter Immunoe Lectrophorosis, ELISA,
latex agglutination, atau latex coagulation.
4. Pemeriksaan radiologis, gambaran radiologis berbeda-beda untuk tiap
mikroorganisme penyebab pneumonia.
a. Pneumonia pneumokokus: gambaran radiologiknya bervariasi dari
infiltrasi ringan sampai bercak-bercak konsolidasi merata
(bronkopneumonia) kedua lapangan paru atau konsolidasi pada satu
lobus (pneumonia lobaris). Bayi dan anak-anak gambaran
konsolidasi lobus jarang ditemukan.
b. Pneumonia streptokokus, gambagan radiologik menunjukkan
bronkopneumonia difus atau infiltrate interstisialis. Sering disertai
efudi pleura yang berat, kadang terdapat adenopati hilus.
c. Pneumonia stapilokokus, gambaran radiologiknya tidak khas pada
permulaan penyakit. Infiltrat mula=mula berupa bercak-bercak,
kemudian memadat dan mengenai keseluruhan lobus atau
hemithoraks. Perpadatan hemithoraks umumnya penekanan (65%), <
20% mengenai kedua paru.

Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat pasien: Panas, batuk, nasal discharge, perubahan pola
makan, kelemahan, Penyakit respirasi sebelumnya,perawatan
dirumah, penyakit lain yangdiderita anggota keluarga di rumah
b. Pemeriksaan Fisik: Demam, dispneu, takipneu, sianosis, penggunaan
otot pernapasn tambahan, suara nafas tambahan, rales, menaikan sel
darah putih (bakteri pneumonia), arterial blood gas, X-Ray dada
c. Psikososial dan faktor perkembangan: Usia, tingkat perkembangan,
kemampuan memahami rasionalisasi intervensi, pengalaman
berpisah denganm orang tua, mekanisme koping yang diapkai
sebelumnya, kebiasaan (pengalaman yang tidak menyenangkan,
waktu tidur/rutinitas pemberian pola makan, obyek favorit)
d. Pengetahuan pasien dan keluarga: Pengalaman dengan penyakit
pernafasan, pemahaman akan kebutuhan intervensi pada distress
pernafasan, tingkat pengetahuan kesiapan dan keinginan untuk
belajar.

2.Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


a. Pola nafas tidak efektif b.d proses inflamasi
b. Intoleransi aktivitas b.d proses inflamasi, ketidakseimbangan
antara
suplai dan kebutuhan oksigen.

3, Rencana Keperawatan

NO. SDKI SLKI SIKI


1. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan - Beri posisi yang nyaman
Tindakan Keperawatan 3 x 24 - Pôsisikan untuk ventilasi
jamdiharapkan masalah vang maksimum (pertahankan
pola napas napas tidak peninggian kepala
efektif dapat teratasi Kriteria sedikitnya 30 derajat)
hasil: - Periksa posisi anak dengan
pernafasan tetap dalam sering, untuk memastikan
batas normal. bahwa anak tidak merosot.
perafasan tidak sulit, - Hindari pakaian atau gedong
anak istirahat dan tidur yang terlalu ketat.
dengan tenang - Tingkatkan istirahat dan
tidur dengan
penjadualan yang tepat.
- Dorong teknik relaksasi
- Ajarkan pada anak dan
keluarga tentang tindakan
yang mempermudah upaya
perafasan (misal: pemberi an
posisi yang tepat).
2. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan - Kaji tingkat toleransi anak.
keperawatan 3 × 24 jam - Bantu anak dalam aktivitas
diharapkan masalah intoleransi hidup sehari-hari yang
aktivitas dapat teratasi mungkin melebihi toleransi.
Kriteria hasil: - Berikan aktivitas pengalihan
Anakmentoleransi peningkatan yang sesuai dengan usia,
aktivitas. kondisi, kemampuan, dan
minat anak.
- Beri periode istirahat dan
tidur yang sesuai dengan usia
dan kondisi
- Instruksikan anak untuk
beristirahat jika lelah

D. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah pelaksanaan dari intervensi keperawatan untuk


mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah
membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang
mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan dan memfasilitasi koping. Fokus tahap implementasi asuhan
keperawatan adalah kegiatan implementasi dari perencanaan intervensi
untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. Pemenuhan kebutuhan fisik
dan emosional bervariasi, tergantung dari individu dan masalah yang spesifik,
tetapi ada beberapa komponen yang terlibat dalam implementasi asuhan
keperawatan yaitu pengkajian yang terus menerus, perencanaan,dan
pengajaran (Wilkinson 2016)

E. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses


keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana
intervensi, dan implementasinya. Tahap evaluasi pada proses keperawatan
meliputi kegiatan mengukur pencapaian tujuan klien dan menentukan
keputusan dengan cara membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan
pencapaian tujuan. Dengan mengukur perkembangan klien dalam mencapai
suatu tujuan maka perawat dapat menentukan efektivitas asuhan
keperawatan (Wilkinson 2016).

DAFTAR PUSTAKA

Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia. http://emedicine.medscape.com/article/


967822-overview. (29 September 2014 pukul 15.50 WIB)

Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., et al. 2011. The Management of
Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3
Months of Age: Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious
Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect
Dis 53 (7): 617-630

Dahlan, Zul. 2007. Pneumonia : Buku Ajar Penyakit Dalam Edisi 2 Jilid 4. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta : Penerbit IDAI

Anda mungkin juga menyukai