Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN

KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


BRONKOPNEUMONIA
DI RUANG NUSA INDAH RSUD MARDI
WALUYO BLITAR KOTA BLITAR

Oleh :
FATIN AFIZAH SARI BINTI SUKARI
NIM. 40219009

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI
WIYATA KEDIRI
2019
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
BRONKOPNEUMONIA
DI RUANG NUSA INDAH RSUD MARDI
WALUYO BLITAR KOTA BLITAR

NAMA : FATIN AFIZAH SARI BINTI SUKARI


NIM 40219009
INSTITUSI : INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI

PEMBIMBING INSTITUSI PEMBIMBING LAHAN

( ) ( )
A. Definisi Bronkopneumonia
Bronkopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya
menyerang di bronkeoli terminal. Bronkopneumonia termasuk jenis infeksi
paru yang disebabkan agen infeksius dan terdapat pada daerah bronkus dan
sekitar alveoli (Nurarif dan Kusuma, 2013).
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis, yaitu peradangan
parenkim paru yang melibatkan bronkus /bronkiolus yang berupa distribusi
bercak-bercak (patchy distribution. Konsolidasi bercak ini biasanya berpusat
di sekitar bronkus yang mengalami peradangan multifocal atau bilateral
(Putri, 2010).
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang
meluas sampai bronkioli atau dengan kata lain peradangan terjadi pada
jaringan paru melalui cara penyebaran langsung dari saluran pernapasan atau
hematogen sampai ke bronkus (Sujono, 2010).

B. Klasifikasi Bronkopneumonia
Berikut merupakan klasifikasi pneumonia :
1. Community Acquired Pneunomia dimulai juga sebagai penyakit
pernafasan umum & dapat berkembang menjadi sebuah pneumonia.
Pneumonia Streptococal ialah suatu organisme penyebab umum. Type
pneumonia ini umumnya menimpa kalangan anak-anak atau kalangan
orang lanjut usia
2. Hospital Acquired Pneumonia dikenal juga sebagai pneumonia
nosokomial. Organisme seperti ini ialah suatu aeruginisa pseudomonas.
Klibseilla / aureus stapilococcus, ialah bakteri umum penyebab hospital
acquired pneumonia.
3. Lobar & Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi
infeksi. Saat Ini ini pneumonia diklasifikasikan berdasarkan organisme,
bukan cuma menurut lokasi anatominya.
4. Pneumonia viral, bakterial & fungi dikategorikan berdasarkan dari agen
penyebabnya, kultur sensifitas dilakukan untuk dapat mengidentifikasikan
organisme perusak.
(Reeves, 2011).
C. Etiologi Bronkopneumonia
Menurut perantaranya, bronkopneumonia dapat disebabkan oleh hal-
hal sebagai berikut :
1. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut.
Organisme gram posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous,
dan streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus
influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
2. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi
droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama
pneumonia virus.
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar
melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya
ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.
4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC).
Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi.
(Reeves, 2011).
Bronkopneumonia dapat juga dikatakan sebagai suatu peradangan
pada parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur.
Penyebab paling sering adalah stafilokokus, streptococcus, H. influenza,
Proteus sp dan pseudomonas aeruginosa (Putri, 2011).

D. Manifestasi Klinis Bronkopneumonia


Bronchopneumonia biasanya didahului oleh infeksi
traktusrespiratoris bagian atas selama beberapa hari suhu tubuh naik sangat
mendadak sampai 39-40 derajat celcius dan kadang disertai kejang karena
demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispenia pernafasan cepat dan
dangkal disertai pernafasan cuping hidung serta sianosis sekitar hidung dan
mulut, kadang juga disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak
ditemukan pada permulaan penyakit tapi setelah beberapa hari mula-mula
kering kemudian menjadi produktif.
Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan
fisik tetapi dengan adanya nafs dangkal dan cepat, pernafasan cuping hidung
dan sianosis sekitar hidung dan mulut dapat diduga adanya pneumonia. Hasil
pemeriksaan fisik tergantung luas daerah auskultasi yang terkena, pada
perkusi sering tidak ditemukan kelainan dan pada auskultasi mungkin hanya
terdengar ronchi basah nyaring halus dan sedang. (Ngastiyah, 2015).
1. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan
a. Nyeri pleuritik
b. Nafas dangkal dan mendengkur
c. Takipnea
2. Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi
a. Mengecil, kemudian menjadi hilang
b. Krekels, ronki,
3. Gerakan dada tidak simetris
4. Menggigil dan demam 38,8 ° C sampai 41,1°C, delirium
5. Diafoesis
6. Anoreksia
7. Malaise
8. Batuk kental, produktif Sputum kuning kehijauan kemudian berubah
menjadi kemerahan atau berkarat
9. Gelisah
10. Sianosis Area sirkumoral, dasar kuku kebiruan
11. Masalah-masalah psikososial : disorientasi, ansietas, takut mati

E. Patofisiologi Bronkopneumonia
Kuman penyebab bronchopneumonia masuk ke dalam jaringan paru-
paru melaui saluran pernafasan atas ke bronchiolus, kemudian kuman masuk
ke dalam alveolus ke alveolus lainnya melalui poros kohn, sehingga terjadi
peradangan pada dinding bronchus atau bronchiolus dan alveolus sekitarnya.
Kemudian proses radang ini selalu dimulai pada hilus paru yang
menyebar secara progresif ke perifer sampai seluruh lobus. Dimana proses
peradangan ini dapat dibagi dalam empat (4) tahap, antara lain :
1. Stadium Kongesti (4 – 12 jam)
Dimana lobus yang meradang tampak warna kemerahan,
membengkak, pada perabaan banyak mengandung cairan, pada irisan
keluar cairan kemerahan (eksudat masuk ke dalam alveoli melalui
pembuluh darah yang berdilatasi)
2. Stadium Hepatisasi (48 jam berikutnya)
Dimana lobus paru tampak lebih padat dan bergranuler karena sel
darah merah fibrinosa, lecocit polimorfomuklear mengisi alveoli (pleura
yang berdekatan mengandung eksudat fibrinosa kekuningan).
3. Stadium Hepatisasi Kelabu (3 – 8 hari)
Dimana paru-paru menjadi kelabu karena lecocit dan fibrinosa
terjadi konsolidasi di dalam alveolus yang terserang dan eksudat yang ada
pada pleura masih ada bahkan dapat berubah menjadi pus.
4. Stadium Resolusi (7 – 11 hari)
Dimana eksudat lisis dan reabsorbsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali pada struktur semua (Putri, 2011).
Menurut Muscari (2015) Bronkopneumonia berasal dari pneumonia
yang meluas peradangannya sampai ke bronkus. Bronkopneumonia biasanya
diawali dengan infeksi ringan pada saluran pernapasan atas, seiring dengan
perjalanan penyakit maka hal itu akan menyebabkan peradangan parenkim.

F. Komplikasi Bronkopneumonia
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :
1. Atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps
paru yang merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau reflek batuk
hilang.
2. Empyema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalm rongga
pleura yang terdapat disatu tempat atau seluruh rongga pleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dala jaringan paru yang meradang.
4. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
5. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
(Wong, 2010)

G. Pemeriksaan Penunjang Bronkopneumonia


Menurut Nurarif dan Hardhi (2013), untuk dapat menegakkan diagnosa
keperawatan dapat dilakukan pemeriksaan :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
b. Pemeriksaan sputum
c. Analisa gas darah
d. Kultur darah
e. Sampel darah, sputum dan urin
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Rontgen Thorax
b. Laringoskopi/ bronkoskopi
Sedangkan menurut Muscari (2015), temuan yang sering muncul pada
saat pemeriksaan diagnostik dan laboratorium antara lain sebagai berikut :
1. Foto sinar-x dada akan menunjukkan infiltrasi difus atau bercak,
konsolidasi, infiltrasi menyebar luas atau bercak berkabut, bergantung
jenis pneumonia.
2. HDL dapat menunjukkan peningkatan SDP.
3. Kultur darah, pewarnaan Gram, dan kultur sputum dapat menentukan
organisme penyebab.
4. Titer antistreptolisin-O (ASO) positif merupakan pemeriksaan diagnostik
pneumonia streptokokus.

H. Penatalaksanaan Bronkopneumonia
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan menurut Mansjoer (2010) :
1. Oksigen 1-2 liter per menit
2. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan eksternal bertahap
melaui selang nasogastrik dengan feeding drip
3. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk transport muskusilier
4. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa elektrolit
Sedangkan penatalaksanaan umum keperawatan pada klien
bronkopneumonia adalah sebagai berikut menurut Hidayat (2015):
1. Latihan batuk efektif atau fisioterapi paru
2. Pemberian oksigenasi yang adekuat
3. Pemenuhan dan mempertahankan kebutuhan cairan
4. Pemberian nutrisi yang adekuat
5. Penatalaksanaan medis dengan medikasi, apabila ringan tidak perllu antibiotic.
Tetapi, apabila penyakit masuk stadium berat klien harus dirawat inap. Makah al
yang perlu diperhatikan adalah pemilihan antibiotic berdasarkan usia, keadaan
umum, dan kemungkinan penyebab. Antibiotic yang mungkin diberikan adalah
penosolin prokain dan kloramfenikol atau kombinasi ampisilin dan kloksasilin
atau eritromisin dan kloramfenikol dan sejenisnya.

I. Pathway Bayi Prematur


(Terlampir)

J. Asuhan Keperawatan Bayi Prematur


1) Pengkajian
a. Identitas.
b. Riwayat Keperawatan.
1) Keluhan utama.
Biasanya anak sangat gelisah, terjadi dispnea, pernapasan
cepat dan dangkal, diserai adanya pernapasan cuping hidupng,
serta sianosis disekitar hidung & mulut. Kadang disertai muntah
serta diare, tinja berdarah dengan atau tanpa adanya lendir, dan
anoreksia
2) Riwayat penyakit sekarang.
Bronkopneumonia umumnya didahului oleh infeksi
saluran pernapasan pada bagian atas selama beberapa hari.
Suhu tubuh bisa saja meningkat sangat mendadak mencapai
39-40oC dan kadang pula disertai adanya kejang akibat demam
yang tinggi.
3) Riwayat penyakit dahulu.
Biasanya pernah menderita penyakit infeksi yang
menyebabkan menurunnya sistem imun
4) Riwayat kesehatan keluarga.
Apabila ada anggota keluarga yg menderita penyakit ispa
mka keluarga lain dapat tertular.
5) Riwayat kesehatan lingkungan.
Pneumonia umumnya sering terjadi pada musim hujan
dan awal musim semi. Selain itu pemeliharaan kesehatan &
kebersihan lingkungan yg kurang juga dapat menyebabkan anak
menderita sakit.
6) Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap sangat
beresiko tinggi untuk mendapat penyakit ispa atas atau bawah
lantaran sistem pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat untuk
dapat melawan infeksi sekunder.
c. Pemeriksaan persistem.
1) Sistem
kardiovaskuler.
Takikardi, iritability.
2) Sistem pernapasan.
Adanya sesak napas, retraksi dada, pernapasan cuping
hidung, takipnea, ronki, wheezing, batuk produktif atau non
produktif, pernapasan tidak teratur/ireguler, pergerakan dada
asimetris, perkusi redup pada daerah terjadinya konsolidasi,
terdapat adanya sputum/sekret.
3) Sistem pencernaan.
Anak biasanya malas minum/makan, muntah, berat badan
mengalami penurunan, lemah.
4) Sistem eliminasi.
Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang tua
mungkin belum bisa memahami mengenai alasan anak menderita
diare sampai terjadi adanya dehidrasi (ringan sampai berat).
5) Sistem saraf.
Biasanya anak mengalami demam, kejang, sakit kepala
yang ditandai dengan menangis terus pada anak-anak atau malas
minum.
6) Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Tonus otot menurun, lemah secara umum,
7) Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan atau masalah.
8) Sistem integumen.
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis,
pucat, akral hangat, kulit kering.
9) Sistem penginderaan.
Tidak ada masalah attau kelainan.
2) Masalah Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Gangguan pertukaran gas
3. Penurunan curah jantung
4. Defisit nutrisi
5. Termoregulasi tidak efektif
6. Intoleransi aktivitas
7. Resiko Infeksi

Intervensi Keperawatan
Diagnosa Dan Data Tujuan Dan Kriteria
No Intervensi Keperawatan
Fokus Hasil
1. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan Latihan batuk efektif
tidak efektif intervensi keperawatan Observasi :
Dengan faktor yang selama …×24 jam, maka  Identifikasi
berhubungan : bersihan jalan nafas kemampuan batuk
 Spasme jalan nafas meningkat, dengan  Monitor adanya
 Hipersekresi jalan kriteria hasil : retensi sputum
nafas  Batuk efektif  Monitor tanda dan
 Disfungsi meningkat gejala infeksi
neuromuskuler  Produksi sputum salurahan nafas
 Adanya jalan nafas menurun Terapeutik :
buatan  Mengi menurun  Atur posisi semi-
 Benda asing dalam  Wheezing menurun fowler atau fowler
jalan nafas  Meconium menurun  Pasang perlak dan
 Sekresi yang  Dyspnea menurun bengkok di pangkuan
tertahan  Ortopnea menurun pasien
 Hyperplasia dinding  Sulit berbicara  Buang secret pada
jalan nafas menurun tempat sputum
 Proses infeksi  Sianosis meurun Edukasi :
 Respon alergi  Gelisah menurun  Jelaskan tujuan dan
 Efek agen  Frekuensi nafas prosedur batuk efektif
farmakologis membaik  Anjurkan Tarik nafas
Ditandai dengan :  Pola nafas membaik dalam melalui hidung
DS : selama 4 detik,
 Dispnea ditahan selama 2
 Sulit berbicara detik, kemudian
 Ortopnea keluarkan dari mulut
DO : dengan bibir mencucu
 Batuk tidak efektif (dibulatkan) selama 8
 Tidak mampu batuk detik
 Sputum berlebihan  Anjurkan mengulangi
Tarik nafas dalam
 Mengi, wheezing
hingga 3 kali
dan atau ronkhi
 Anjurkan batuk
kering
dengan kuat langsung
 Meconium di jalan
nafas
 Gelisah setelah Tarik nafas
 Sianosis dalam yang ke-3
 Bunyi nafas Kolaborasi :
menurun  Kolaborasi pemberian
 Frekuensi nafas mukolitik atau
berubah ekspektoran, jika
 Pola nafas berubah perlu
2. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan Terapi oksigen
gas tindakan keperawatan Observasi
Dengan faktor yang selama … × 24 jam,  Monitor kecepatan
berhubungan : pertukaran gas meningkat, aliran oksigen
 Ketidakseimbangan dengan kriteria hasil :  Monitor posisi alat
ventilasi – perfusi  Tingkat kesadaran terapi oksigen
 Perubahan membran meningkat  Monitor aliran
alveolus – kapiler  Dyspnea menurun oksigen secara
 Bunyi nafas periodik dan pastikan
Ditandai dengan : tambahan menurun fraksi yang diberikan
DS :  Pusing menurun cukup
 Mengeluh dyspnea  Penglihatan kabur  Monitor efektifitas
 Mengeluh pusing menurun terapi oksigen
 Mengeluh  Diaphoresis menurun  Monitor kemampuan
penglihatan kabur  Gelisah menurun melepaskan oksigen
DO :  Nafas cuping hidung saat makan
 PCO2 meningkat/ menurun  Monitor tanda-tanda
menurun  PCO2 membaik hipoventilasi
 PO2 menurun  PO2 membaik  Monitor tanda dan
 Takikardi  Takikardi membaik gejala toksikasi
 pH arteri  pH arteri membaik oksigen dan
meningkat/menurun  Sianosis membaik atelaktasis
 Sianosis  Pola nafas membaik  Monitor tingkat
 Bunyi nafas Warna kulit membaik kecemasan akibat
tambahan terapi oksigen
 Diaphoresis  Monitor integritas
 Gelisah mukosa hidung akibat
 Nafas cuping hidung pemasangan oksigen
 Pola nafas abnormal Terapeutik
 Warna kulit abnormal  Bersihkan sekret pada
Kesadaran menurun mulut, hidung, dan
trakea, jika perlu
 Pertahankan
kepatenan jalan nafas
 Siapkan dan atur
peralatan pemberian
oksigen
 Berikan oksigen
tambahan, jika perlu
 Tetap berikan oksigen
saat pasien
ditransfortasi
 Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai
dengan tingkat
mobilitas pasien
Edukasi
 Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan oksigen
di rumah
Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
 Kolaborasi
penggunaan oksigen
saat aktivitas dan/atau
tidur
3. Penurunan curah Setelah dilakukan Perawatan jantung
jantung tindakan keperawatan Observasi :
Dengan faktor yang selama….x 24jam, curah  Identifikasi
berhubungan : jantung meningkat tanda/gejala primer
 Perubahan irama Kriteria hasil : penurunan curah
jantung  Kekuatan nadi perifer jantung
 Perubahan frekuensi meningkat  Identifikasi
jantung  Ejection fraction (EF) tanda/gejala sekunder
 Perubahan meningkat penurunan curah
kontaktilitas  Palpitasi menurun jantung
 Perubahan preload  Bradikardia menurun  Monitor tekanan
 Perubahan afterload  Tarkikardia menurun darah
Ditandai dengan :  Gambar EKG aritmia  Monitor intake dan
DS : menurun output cairan
 Palpitasi  Lelah menurun  Monitor berat badan
 Lelah  Edema menurun setiap hari pada waktu
 Dispnea  Distensi vena yang sama
 Batuk jugularis menurun  Monitor saturasi
 Ortopnea  Dispnea menurun oksigen
 Paroxysmal  Oliguria menurun  Monitor keluhan nyeri
noctumal  Batuk menurun dada
DO :  Suara jantung S4  Monitor EKG 12
 Bradikardia/takikardi menurun sadapan
a  Suara jantung S3  Monitor aritmia
 Gambaran EKG menurun  Monitor nilai
aritmia atau  Mumur jantung laboratorium jantung
gangguan konduksi menurun  Monitor fungsi alat
 Edema  Berat badan menurun pancu jantung
 Distensi vena  Tekananan darah  Periksa tekanan darah
jugularis membaik dan frekuensi nadi
 Central venous sebelum dan sesudah
pressure (CVP) aktivitas
meningkat/menurun  Periksa tekanan darah
 Hepatomegaly dan frekuensi nadi
 Tekanan darah tinggi sebelum dan sesudah
menurun/meningkat pemberian obat
Terapeutik
 Nadi perifer teraba  Posisikan pasien
lemah semi-fowler atau
 Capillary refill time fowle dengan kaki ke
>3 detik bawah atau posisi
 Oliguria nyaman.
 Warna kulit pucat  Berikan diet jantung
dan atau sianosis yang sesuai
 Terdengar suara  Gunakan stocking
jantung S3 dan atau elastis atau pneumatic
S4 intermiten
 Fasilitasi pasien dan
keluarga unruk
modifikasi gaya hidup
sehat
 Berikan terapi
relaksasi untuk
mengurangi stress
 Berikan dukungan
emosional dan
spiritual
 Berikan oksigen untuk
mempertahankan
saturasi oksigen >94%
Edukasi
 Anjurkan beraktivitas
fisik sesuai toleransi
 Anjurkan beraktivitas
fisik secara bertahap
 Anjurkan berhenti
merokok
 Ajarkan keluarga dan
pasien mengukur
berat badan harian
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
antiaritmia
 Rujuk ke program
rehabilitas jantung
4. Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen nutrisi
Dengan faktor yang intervensi keperawatan Observasi :
berhubungan : selama ... X 24 jam, maka  Identifikasi status
 Ketidamampuan status nutrisi membaik, nutrisi
menelan makanan dengan kriteria hasil :  Identifikasi alergi dan
 Ketidakmampuan  Porsi makanan yang intoleransi makanan
mencerna makanan dihabiskan meningkat  Identifikasi makanan
 Ketidakmampuan  Kekuatan otot yang disukai
mengabsorbsi mengunyah  Identifikasi kebutuhan
nutrient meningkat kalori dan jenis
 Peningkatan  Kekuatan otot nutrien
kebutuhan menelan meningkat  Identifikasi perlunya
metabolism  Serum albumin penggunaan selang
 Faktor ekonomi meningkat nasogastrik
 Faktor fisiologis  Verbalisasi keinginan  Monitor asupan
Ditandai dengan ; untuk meningkatkan makanan
Ds : nutrisi meningkat  Monitor berat badan
 Mengatakan cepat  tentang pilihan  Monitor hasil
kenyang setelah makanan yang sehat pemeriksaan
makan meningkat laboratorium
 Mengeluh kram/nyeri  Pengetahuan tentang Terapeutik :
abdomen makanan, minuman  Lakukan oral hygiene
 Mengatakan nafsu dan standar asupan sebelum makan jika
makan menurun nutrisi yang tepat perlu
Do : meningkat  Fasilitasi menentukan
 Berat badan menurun  Perasaan cepat pedoman diet
minimal 10% kenyang menurun  Sajikan makanan
dibawah rentang  Nyeri abdomen secara menarik dan
normal menurun sesuai
 Bising usus hiperaktif Berat badan membaik  Berikan makanan
otot pengunyah  Imt membaik tinggi serat untuk
lemah  Frekuensi makan mencegah konstipasi
 Otot menelan lemah membaik  Berikan makana
 Membran mukosa  Nafsu makan tinggi kalori dan
pucat membaik protein
 Sariawan  Bising usus membaik  Hentikan pemberian
 Serum albumin turun  Tebal lipatan trisep makan melalui selang
 Rambut rontok membaik nasogastik jika asupan
berlebihan  Membran mukosa o ral dapat ditoleransi
 Diare membaik Edukasi :
 Anjurkan posisi
duduk, jika mampu
 Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan
 Kolaborasi dengan
ahli gizi
5. Termoregulasi Tidak Setelah dilakukan Regulasi Temperatur
Efektif intervensi keperawatan Observasi
Dengan faktor yang dalam waktu … x 24 jam  Monitor suhu baya
berhubungan : perawatan, termoregulasi sapai stabil
 Stimulus pusat neonatus membaik  Monitor suhu tubuh
termoregulasi dengan kriteria hasil :  Monitor tekanan
 Berat badan ekstrem  Menggigil meningkat darah, frekuensi nadi,
 Ketidakedekuatan  Kulit merah dan pernafasan
suplai lemak meningkat  Monitor warna dan
subkutan  Kejang meningkat suhu kulit
 Terpapar suhu  Akrosianosis  Monitor dan catat
lingkungan rendah meningkat tanda gejala
 Perubahan laju  Konsumsi oksigen hipotermia atau
metabolism meningkat hipertermia
Ditandai dengan :  Piloereksi meningkat Terapeutik
DS :
 -  Vasokontriksi perifer  Pasang alat pemantau
DO : meningkat suhu, jika perlu
 Kulit teraba dingin  Kutis memorata  Tingkatkan asupan
 Menggigil meningkat cairan dan nutrisi
 Suhu tubuh di bawah  Pucat meningkat yang adekuat
normal  Takikardi meningkat  Bedong bayi segera
 Akrosianosis  Takipnea meningkat setelah lahir
 Bradikardia  Bradikardia  Masukkan bayi dalam
 Dasar kuku sianotik meningkat plastic segera setelah
 Hipoglikemia  Dasar kuku sianolik lahir
 Hipoksia meningkat  Gunakan topi bayi
 Pengisian kapiler > 3  Hipoksia meningkat  Tempatkan bayi baru
detik  Suhu tubuh membaik lahir di bawah radiasi
 Konsumsi oksigen 36,5 – 37,5 0C warmer
meningkat  Suhu kulit membaik  Pertahankan
 Ventilasi menurun  Kadar glukosa darah kelembaban incubator
 Piloereksi membaik  Hangatkan terlebih
 Takikardi  Pengisian kapiler dahulu bahan-bahan
 Vasokontriksi perifer membaik < 2 detik yang akan kontak
 Ventilasi membaik dengan bayi
 Kutis memorata
 Tekanan darah  Hinder meletakkan
membaik bayi di dekat jendela
terbuka
 Gunakan matras
penghangat, selimut
hangat dan
penghangat ruangan
 Gunakan kasur
pendingin
 Sesuaikan suhu
lingkungan dengan
kebutuhan pasien
Edukasi
 Jelaskan cara
pencegahan heat
exhaustion dan heat
stroke
 Jelaskan cara
pencegahan
hipotermia
 Demontrasikan teknik
perawatan metode
kanguru
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
antipiretik, jika perlu
6. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Manajemen Energi
Dengan faktor yang intevensi keperawatan Observasi :
berhubungan : selama … x 24 jam,  Identifikasi gangguan
 Ketidakseimbangan maka toleransi aktivitas fungsi tubuh yang
antara suplai dan meningkat, dengan mengakibatkan
kebutuhan oksigen kriteria hasil : kelelahan
 Kelemahan  Saturasi oksigen  Monitor kelelahan
 Tirah baring meningkat fisik dan emosional
 Gaya hidup monoton  Frekuensi nadi  Monitor pola dan jam
Ditandai dengan : meningkat tidur
DS :  Kemudahan dalam  Monitor lokasi dan
 Mengeluh lelah melakukan aktivitas ketidanyamanan
 Mengeluh dyspnea meningkat selama melakukan
saat/setelah aktivitas  Kecepatan berjalan aktivitas
 Merasa tidak nyaman meningkat Terapeutik :
setelah beraktivitas  Kekuatan tubuh  Sediakan lingkungan
 Mengeluh lemah bagian atas yang nyaman dan
DO : meningkat rendah stimulus
 Frekuensi jantung  Kekuatan tubuh  Lakukan latihan
meningkat > 20 % bagian bawah rentang gerak pasif
dari kondisi istirahat meningkat dan aktif
 Tekanan darah  Keluhan lelah  Berikan aktivitas
berubah > 20 % dari menurun distraksi yang
kondisi istirahat  Dispnea dalam menenangkan
 Sianosis melakukan aktivitas  Fasilitasi duduk di sisi
 Gambaran EKG menurun tempat tidur, jika
menunjukkan aritmia  Dispnea setelah tidak dapat berpindah
 Gambaran EKG melakukan aktivitas / berjalan
menunjukkan iskemia menurun Edukasi :
 Tekanan darah  Anjurkan tirah baring
membaik  Anjurkan melakukan
 Frekuensi nafas aktivitas secara
membaik bertahap
 EKG iskemia  Anjurkan
membaik menghubungi perawat
jika tanda dan gejala
kelelahan tidak
berkurang
 Anjurkan strategi
koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi :
 Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang
meningkatkan asupan
makanan.

7. Resiko infeksi Setelah dilakukan Manajemen


Dengan faktor yang intervensi keperawatan imunisasi/vaksinasi
berhubungan : selama ... X 24 jam, maka Observasi :
 Penyakit kronis (DM) tingkat infeksi menurun,  Identifikasi riwayat
 Efek prosedur dengan kriteria hasil : kesehatan dan riwayat
invasive  Kebersihan tangan alergi
 Malnutrisi meningkat  Identifikasi
 Peningkatan paparan  Kebersihan badan kontraindikasi
organisme pathogen meningkat pemberian imunisasi
lingkungan  Nasfu makan  Identifikasi status
meningkat imunisasi setiap
 Ketidakadekuatan  Demam menurun kunjungan ke
pertahanan tubuh  Kemerahan menurun pelayanan kesehatan
primer :  Nyeri menurun Terapeutik :
 Gangguan  Bengkak menurun  Berikan suntikan pada
peristaltic  Vesikel menurun bayi di bagian paha
 Kerusakan  Cairan berbau busuk anterolateral
integritas kulit menurun  Dokumentasikan
 Perubahan  Sputum berwarna informasi vaksinasi
sekresi ph hijau menurun  Jadwalkan imunisai
 Penurunan kerja  Drainase pada interval waktu
siliaris purulent yang tepat
 Ketuban pecah menurun Edukasi :
lama  Plusia menurun  Jelaskan tujuan,
 Ketuban pecah  Periode malaise manfaat, reaksi yang
sebelum menurun terjadi, jadwal, efek
waktunya  Periode menggigil samping
 Merokok menurun  Informasikan
 Statis cairan  Latergi menurun imunisasi yang
tubuh diwajibkan
 Gangguan kognitif
 Ketidakadekuatan pemerintah
menurun
pertahanan tubuh  Informasikan
 Kadar sel darah putih
sekunder : imunisasi yang
membaik
 Penurunan melindungi terhadap
 Kultur darah
hemoglobin penyakit namun saat
membaik
 Imununosupresi ini tidak diwajibkan
 Kultur urine pemerintah
 Leukopenia membaik
 Informasikan
 Supresi respon  Kultur sputum vaksinasi untuk
inflamasi membaik kejadian khusus
 Vaksinasi tidak  Kultur area luka  Informasikan
adekuat membaik penundaan pemberian
 Kultur feses membaik imunisasi tidak berarti
mengulang vaksin
gratis kembali
 Informasikan
penyedia layanan
pekan imunisasi
nasional yang
menyediakan vaksin
gratis
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Putri. 2011. Psikologi Perkembangan. Surakarta: PGSD UMS.


Hidayat, A.Aziz Alimul. 2015. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika
Mansjoer, A (2010) Kapita Selekta Kedokteran jilid I. Jakarta: Media Aesculapius.
Muscari, Mary E. 2015. Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik Ed.3. Jakarta : EGC.
Ngastiyah. 2015. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA (North American Nursing
Diagnosis Association) NIC – NOC. Yogyakarta : Mediaction Publishing.
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Defisini dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
Reevers, Charlene J et all. 2011. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba
Medica
Riyadi, Sujono dan Sukarmin. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak Ed.1. Graha
Ilmu : Jogjakarta.
Wong D. L., Huckenberry M.J.(2010).Wong’s Nursing care of infants and children.
Mosby Company, St Louis Missouri

Anda mungkin juga menyukai