Oleh:
CINDI AMELIA
DHEA RIYADI
EKO PRANCISKO
1. DEFINISI
Bronkopneumonia adalah salah satu cadangan pada parenkim paru yang meluas sampai
bronkioli atau merupakan peradangan yang terjadi pada jaringan paru yang melalui cara
penyebaran langsung melalui saluran pernapasan atau melalui hematogen sampai ke bronkus
(Sujono & Sukarmin, 2009). Bronkopneumonia adalah suatu peradangan pada parenkim paru
dimana peradangan tidak saja pada jaringan paru tetapi juga pada bronkioli (Ringel, 2012).
Bronkopneumonia adalah suatu infeksi akut pada paru-paru yang secara anatomi mengenai
bagian lobulus paru mulai dari parenkim paru sampai perbatasan bronkus yang dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda asing ditandai dengan trias (sesak napas,
pernapasan cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan mulut (Mansjoer, 2000 dalam Dewi,
2013).
2. ETIOLOGI
Penyebab tersering bronkopneumonia pada anak adalah bakteri seperti pneumococus,
diplococus pneumonia, streptococcus, hemoliticus aureus, haemophilus influenza, basilus
friendlander (klebsial pneumoni), mycobacterium tuberculosis, sedangkan yang disebabkan
oleh virus seperti respiratory syntical virus, virus influenza dan virus sitomegalik, dan oleh
jamur seperti citoplasma capsulatum, criptococcus nepromas, blastomices dermatides,
aspergillus Sp, candida albicans, mycoplasma pneumonia serta aspirasi benda asing
(Wijayaningsih, 2013).
3. KLASIFIKASI
Menurut Samuel (2014), bronkopneumonia diklasifikan sebagai berikut:
1) Bronkopneumonia sangat berat: bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup
minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik.
2) Bronkopneumonia berat: bula dijumpai retraksi tanpa sianosis dan masih sanggup minum,
maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik.
3) Bronkopneumonia: bila dijumpai retraksi tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka
anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik.
4) Bukan bronkopneumonia: hanya batuk tanpa adanya gejala dan tanda seperti di atas, tidak
perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotik.
4. PATOFISIOLOGI
Kuman penyebab bronkopneumonia masuk ke dalam jaringan paru-paru melalui saluran
pernafasan atas ke bronchiolus, kemudian kuman masuk ke dalam alveolus ke alveolus
lainnya melalui poros kohn, sehingga terjadi peradangan pada dinding bronchus atau
bronchiolus dan alveolus sekitarnya. Kemudian proses radang ini selalu dimulai pada hilus
paru yang menyebar secara progresif ke perifer sampai seluruh lobus (Ridha, 2014).
Bronkopneumonia dapat terjadi akibat inhalasi mikroba yang ada di udara, aspirasi organisme
dari nasofaring atau penyebaran hematogen dari fokus infeksi yang jauh. Bakteri yang masuk
ke paru melalui saluran nafas masuk ke bronkioli dan alveoli, menimbulkan reaksi
peradangan hebat dan menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam alveoli dan
jaringan interstitial.kuman pnemokokus dapat meluas melalui porus kohn dari alveoli ke
seluruh segmen atau lobus. Eritrosit mengalami perembesan dan beberapa leukosit dari
kapiler paru- paru. Alveoli dan septa menjadi penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit
dan fibrin serta relatif sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar. Paru menjadi
tidak berisi udara lagi, kenyal dan berwarna merah. Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah
menurun, alveoli penuh dengan leukosit dan relatif sedikit eritrosit. Kuman pneumokokus di
fagositosis oleh leukosit dan sewaktu resolusi berlangsung, makrofag masuk ke dalam alveoli
dan menelan leukosit bersama kuman pneumokokus di dalamnya. Paru masuk dalam tahap
hepatisasi abu-abu dan tampak berwarna abu-abu kekuningan. Secara perlahan-lahan sel
darah yang mati dan eksudat fibrin di buang dari alveoli. Terjadi resolusi sempurna, paru
menjadi normal kembali tanpa kehilangan kemampuan dalam pertukaran gas.
Tetapi proses konsolidasi tidak dapat berlangsung dengan baik maka setelah edema dan
terdapatnya eksudat pada alveolus maka membran dari alveolus akan mengalami kerusakan
yang dapat mengakibatkan gangguan proses difusi osmosis oksigen pada alveolus. Perubahan
tersebut akan berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah. Penurunan
itu yang secara klinis penderita mengalami pucat sampai sianosis. Terdapatnya cairan purulent
pada alveolus juga dapat akibatkan peningkatan tekanan pada paru, selain dapat berakibat
penurunan kemampuan mengambil oksigen dari luar juga mengakibatkan berkurangnya
kapasitas paru. Penderita akan berusaha melawan tingginya tekanan tersebut menggunakan
otot-otot bantu pernafasan (otot interkosta) yang dapat menimbulkan peningkatan retraksi
dada.
Secara hematogen maupun langsung (lewat penyebaran sel) mikroorganisme yang terdapat di
dalam paru dapat menyebar ke bronkus. Setelah terjadi fase peradangan lumen bronkus
berserbukan sel radang akut, terisi eksudat (nanah) dan sel epitel rusak. Bronkus dan
sekitarnya penuh dengan netrofil (bagian leukosit yang banyak pada saat awal peradangan
dan bersifat fagositosis) dan sedikit eksudat fibrinosa. Bronkus rusak akan mengalami fibrosis
dan pelebaran akibat tumpukan nanah sehingga dapat timbul bronkiektasis. Selain itu
organisasi eksudat dapat terjadi karena absorpsi yang lambat. Eksudat pada infeksi ini mula-
mula encer dan keruh, mengandung banyak kuman (streptokokus, virus dan lain-lain).
Selanjutnya eksudat berubah menjadi purulen, dan menyebabkan sumbatan pada lumen
bronkus. Sumbatan tersebut dapat mengurangi asupan oksigen dari luar sehingga penderita
mengalami sesak nafas.
Terdapatnya peradangan pada bronkus dan paru juga akan mengakibatkan peningkatan
produksi mukosa dan peningkatan gerakan silia pada lumen bronkus sehingga timbul
peningkatan reflek batuk. Perjalanan patofisiologi di atas bisa berlangsung sebaliknya yaitu
didahului dulu dengan infeksi pada bronkus kemudian berkembang menjadi infeksi pada paru
(Riyadi, 2009).
5. PATHWAY
wah
Intake cairan
efektif
menurun Hipovolemia
gas
Defisit nutrisi
6. MANIFESTASI KLINIS
1) Demam
2) Kesulitan bernapas
3) Sesak napas
4) Nyeri dada yang mungkin memburuk dengan batuk atau bernapas dalam
5) Batuk lender
6) Berkeringat
7) Menggigil
8) Nyeri otot
9) Mudah lelah
10) Penurunan nafsu makan
11) Sakit kepala
12) Mual dan muntah
13) Serta batuk darah
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan darah
b) Pemeriksaan sputum
c) Analisa gas darah
d) Kultur darah
e) Sempel darah, sputum, dan urin
2) Pemeriksaan radiologi
a) Rontgenogram thoraks
b) Laringoskopi bronkoskop
8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan bronkopneumonia menurut Mansjoer (2000) dan Ngastiyah (2005) dibagi
menjadi sebagai berikut:
1) Penatalksanaan medis
a) Penisilin ditambah dengan Cloramfenikol atau diberikan antibiotik yang mempunyai
spektrum luas seperti Ampisilin,pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5
hari.
b) Pemberian oksigen cairan intervensi
c) Karena sebagian besar pasien jatuh ke dalam asidosis metabolic akibat kurang makan
dan hipoksia, maka dapat di berikan koreksi sesuai dengan hasil analisis gas darah
arteri.
d) Pasien pneumonia ringan tidak perlu di rawat di rumah sakit.
2) Penatalaksanaan Keperawatan
a) Menjaga kelancaran pernafasan
Klien pneumonia berada dalam keaadaan dispnea dan sianosis karena adanya radang
paru dan banyaknya lendir di dalam bronkus atau paru. Agar klien dapat bernafas secara
lancar, lendir teersebut harus di keluarkan dan untuk memenuhi kebutuhan O2 perlu di
bantu dengan memberikan O2 21/menit secara rumat.
b) Kebutuhan istirahat
Klien pneumonia adalah klien dengan kondisi tubuh lemah, suhu tubuhnya tinggi,
sering hiperpireksia maka klien perlu istirahat yang cukup, semua kebutuhan klien harus
di tolong di tempat tidur. Usahakan pemberian obat secara tepat, usahakan keadaan
tenang dan nyaman agar pasien dapat istirahat sebaik- baiknya.
c) Kebutuhan nutrisi dan cairan
Pasien bronkopneumonia hamper selalu mengalami masukan makanan yang kurang.
Suhu tubuh yang tinggi selama beberapa hari dan masukan cairan yang kurang dapat
menyebabkan dehidarsi. Untuk mencegah dehidrasi dan kekurangan kalori di pasang
infuse dengan cairan glukosa 5% dan Nacl 0,9%.
d) Mengontrol suhu tubuh
Pasien bronkopneumonia sewaku- waktu dapat mengalami hiperpireksia. Untuk ini
maka harus dikontrol suhu tiap jam. Dan dilakukan kompres serta obat- obatan satu jam
setelah di kompres di cek kembali apakah suhu telah turun.
9. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada bronkopneumonia adalah:
1) Empiema, yaitu suatu keadaan terkumpulnya nanah dalam rongga pleura yang terdapat di
satu tempat atau seluruh rongga pleura.
2) Otitis media akut, yaitu suatu peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
3) Atelektasis adalah penyakit restriktif akut yang mencakup kolaps jaringan paru (alveoli)
atau unit fungsional paru.
4) Emfisema adalah gangguan pengembangan peru-paru yang ditandai oleh pelebaran ruang
udara di dalam paru-paru disertai destruktif jaringan.
5) Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang menutupi otak dan
medula spinalis).
10. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1) Pengkajian
Anamnesis utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah sesak napas, batuk, dan peningkatan frekuensi pernapasan, lemas dan nyeri kepala
(Muttaqin, 2008).
k) Data psikologis
a. Anak
Krisis hospitalisasi, mekanisme koping yang terbatas dipengaruhi oleh: usia,
pengalaman sakit, perpisahan, adanya support, keseriusan penyakit.
b. Orang tua
Reaksi orang tua terhadap penyakit anaknya dipengaruhu oleh:
1) Keseriusan ancaman terhadap anaknya
2) Pengalaman sebelumnya
3) Prosedur medis yang akan dilakukan pada anaknya
4) Adanya suportif dukungan
5) Agama, kepercayaan dan adat
6) Pola komunikasi dalam keluarga
2) Analisa Data
3) Diagnosa keperawatan
a) Bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napas
b) Hipovolemia b.d kekurangan intake cairan
c) Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan
d) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
e) Hipertermia b.d proses penyakit (infeksi)
f) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
3) Perencanaan keperawatan
Diagnosa
No Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Bersihan jalan SLKI SIKI
napas tidak Latihan batuk efektif
Luaran Utama :
efektif Observasi
Bersihan jalan napas meningkat
a. Identifikasi kemampuan batuk
Kriteria hasil :
b. Monitir adanya retensi sputum
a. Batk efektif meningkat
c. Monitor tanda dan gejaa infeksi saluran
b. Produk sputum menurun napas
c. Mengi menurun d. Monitor input dan output cairan (mis.
d. Wheezing menurun Jumlah dan karaktristik)
e. Mekonium menurun Terapeutik
f. Dispnea menurun a. Atur osisi semi powler atau powler
Diagnosa
No Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Hipertermia SLKI SIKI
Manajemen hipertermia
Luaran Utama :
Observasi
Termoregulasi membaik
a. Identifikasi penyebab hipertermia
Kriteria hasil :
(dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
a. Menggigil meningkat
penggunaan inkubator)
b. kulit merah meningkat
b. Monitor suhu tubuh
c. kejang meningkat
c. Monitor kadar elektrolit
d. konsumsi oksigen meningkat
d. Monitor haluaran urine
e. poloereksi meningkat
Terapeutik
f. vasokontriksi perifer meningkat
a. Sediakan lingkungan yang dingin
g. kutis memorata meningkat
b. Longgarkan atau lepaskan pakaian
h. pucat meningkat suhu tubuh
c. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
membaik
d. Berikan cairan oral
i. suhu kulit membaik
e. Ganti linen setiap hari atau lebih sering
Luaran Tambahan :
jika mengalami hiperhidrosis (keringat
a. Kontrol risiko
b. Perfusi perifer berlebih).
c. Status kenyamanan f. Lakukan pendinginan eksternal (selimut
d. Termoregulasi neonatus hipotermia/kompres dingin pada dahi,
e. Tingkat cedera leher, dada, abdomen, aksila)
Edukasi: Anjurkan tirah baring
Kolaborasi: Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit intravena, jika
perlu
(Sumber : PPNI, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, 2018. PPNI, Standar Luaran
Keperawatan Indonesia, 2018)
Diagnosa
No Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Hipovolemia SLKI SIKI
Manajemen hipovolemia
Luaran Utama :
Observasi
Status cairan membaik
a. Perikasa tanda dan gejala hipovelemia
Kriteria hasil :
(mis. prekuensi nadi meningkat, nadi
a. Kekuatan nadi meningkat
teraba lemah, teknan darah menurun,
b. Turgor kulit meningkat
teknan nadi menyempit, tugor kulit
c. Output urine meningkat
menurun, membran mukosa kering,
d. Ortopnea menurun
volume urin menurun, hematokrit
e. Dispnea menurun
meningkat, haus, lemah.)
f. Edema perifer menurun
b. Monitor intake dan output cairan
g. Frekuensi nadi membaik
Terapeutik
h. Tekanan darah membaik
a. Hitung kebutuhan cairan
i. Tekanan nadi membaik
b. Berikan posisi modifel tandenbrug
j. Suhu tubuh membaik
c. Berikan asupan cairan oral
Edukasi
a. Anjurkan memperbanyak asupan cairan
oral
b. Anjurkan menghindari perubahan posisi
mendadak
Kolaboasi
a. Kolaborasi pemberian cairan IV isotinis
(mis. RL, NaCl)
b. Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotensi
1 Defisit nutrisi SLKI SIKI
Manajemen nutrisi
Luaran Utama :
Observasi
Status nutrisi membaik
a. Identifikasi status nutrisi
Kriteria hasil :
b. Identifikasi alergi dan intoleransi
a. Porsi makan yang dihabiskan
makanan
meningkat
c. Identifikasi msakana yang disukai
b. Kekuatan otot mengunyah
d. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
meningkat
nutrisi
c. Kekuatan otot menelan meningkat
e. Identifikasi perlunya pengguanaan selang
berat badan membaik
nasogastrik
d. Nafsu makan membaik
f. Monitor asupan makanan
Luaran Tambahan :
g. Monitr berat badan monitor hasil
a. Berat badan
pemeriksaan laboratorium
b. Emelinasi pekal
Terapeutik
c. Fungsi gastroitestinal
a. Lakukan oral hygiene sebelu makan
d. Nafsu makan
b. Fasilitasi penentuan pedoman diet
e. Prilaku meningkt berat badan
c. Sajikan makanan secara menarik dan
f. Status menelan
suhu yang sesuai
g. tingkat depresi
d. Berikan makanan tinggi serat untuk
h. tingkat nyeri
mencegah konstipasi
e. Berikan makanan tinggi kalori dan
protein
f. Berikan suplemen makanan
Edukasi
a. Anjurkan posisi duduk
b. identifikasi
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi
(Sumber : PPNI, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, 2018. PPNI, Standar Luaran
Keperawatan Indonesia, 2018)
Diagnosa
No Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Gangguan SLKI SIKI
pertukaran gas Pemantauan respirasi
Luaran Utama :
Observasi
Pertukaran gas meningkat
a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
Kriteria hasil :
upaya napas
a. Tingkat kesadaran meningkat
b. Monitor pola napas
b. Dispnea menurun
c. Monitor kemampuan batuk efektif
c. Bunyi napas tambahan menurun
d. Monitor adanya produksi sputum
d. Pusing menurun
e. Monitor adanya sumbatan jalan napas
e. Penglihatan kabur menurun
f. Palpalsi kesimetrisan ekspansi paru
f. Diaforesi menurun
g. Auskultasi bunyi napas
g. Gelisah menurun
h. Monitoe saturasi oksigen
h. Cuping hidung menurun
Terapeutik
Luaran Tambahan :
a. Atur interval pementauan respirasi
a. Keseimbangan asam-basa
sesuatu kondisi pasien
b. Konservasi energi
b. Dokumentasi hasil pemantauan
c. Perfusi paru
Edukasi
d. Respons ventilasi mekanik
a. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
e. Tingkat delirium
b. Informasikan hasil pemantauan
(Sumber : PPNI, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, 2018. PPNI, Standar Luaran
Keperawatan Indonesia, 2018)
Ngemba, H. R. (2015). Model Inferensi Sistem Pendukung Keputusan Pathway Klinik Asuhan
Keperawatan Bronchopneumonia. Seminar Nasional Informatika Medis (SNIMed), page 4.
PPNI. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Ridha, H. (2014). Buku Ajar Keperawatan Anak . Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Riyadi, S. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Anak . Yogyakarta: Graha Ilmu.
Said, M. (2010). Pengendalian Pneumonia Anak-Balita dalam Rangka Pencapaian MDG4 Vol.3.
Buletin Jendela Epidemiologi ISSN 2087-1546, 16-21.
Samuel, A. (2014). Bronkopneumonia On Pediatric Patient. J Agromed Unila Volume 1 Nomor
2. Page 187.
Sujono, R. & Sukarmin. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wijayaningsih, K. S. (2013). Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: CV Trans Info Media.