Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN PADA BRONKOPNEUMONIA

Oleh:
CINDI AMELIA
DHEA RIYADI
EKO PRANCISKO

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANI SALEH


JURUSAN KEPERAWATAN S-1
PROGRAM PROFESI NERS
BEKASI, MARET 2021
LAPORAN PENDAHULUAN PADA BRONKOPNEUMONIA

1. DEFINISI
Bronkopneumonia adalah salah satu cadangan pada parenkim paru yang meluas sampai
bronkioli atau merupakan peradangan yang terjadi pada jaringan paru yang melalui cara
penyebaran langsung melalui saluran pernapasan atau melalui hematogen sampai ke bronkus
(Sujono & Sukarmin, 2009). Bronkopneumonia adalah suatu peradangan pada parenkim paru
dimana peradangan tidak saja pada jaringan paru tetapi juga pada bronkioli (Ringel, 2012).

Bronkopneumonia adalah suatu infeksi akut pada paru-paru yang secara anatomi mengenai
bagian lobulus paru mulai dari parenkim paru sampai perbatasan bronkus yang dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda asing ditandai dengan trias (sesak napas,
pernapasan cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan mulut (Mansjoer, 2000 dalam Dewi,
2013).

2. ETIOLOGI
Penyebab tersering bronkopneumonia pada anak adalah bakteri seperti pneumococus,
diplococus pneumonia, streptococcus, hemoliticus aureus, haemophilus influenza, basilus
friendlander (klebsial pneumoni), mycobacterium tuberculosis, sedangkan yang disebabkan
oleh virus seperti respiratory syntical virus, virus influenza dan virus sitomegalik, dan oleh
jamur seperti citoplasma capsulatum, criptococcus nepromas, blastomices dermatides,
aspergillus Sp, candida albicans, mycoplasma pneumonia serta aspirasi benda asing
(Wijayaningsih, 2013).

3. KLASIFIKASI
Menurut Samuel (2014), bronkopneumonia diklasifikan sebagai berikut:
1) Bronkopneumonia sangat berat: bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup
minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik.
2) Bronkopneumonia berat: bula dijumpai retraksi tanpa sianosis dan masih sanggup minum,
maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik.
3) Bronkopneumonia: bila dijumpai retraksi tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka
anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik.
4) Bukan bronkopneumonia: hanya batuk tanpa adanya gejala dan tanda seperti di atas, tidak
perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotik.

4. PATOFISIOLOGI
Kuman penyebab bronkopneumonia masuk ke dalam jaringan paru-paru melalui saluran
pernafasan atas ke bronchiolus, kemudian kuman masuk ke dalam alveolus ke alveolus
lainnya melalui poros kohn, sehingga terjadi peradangan pada dinding bronchus atau
bronchiolus dan alveolus sekitarnya. Kemudian proses radang ini selalu dimulai pada hilus
paru yang menyebar secara progresif ke perifer sampai seluruh lobus (Ridha, 2014).

Bronkopneumonia dapat terjadi akibat inhalasi mikroba yang ada di udara, aspirasi organisme
dari nasofaring atau penyebaran hematogen dari fokus infeksi yang jauh. Bakteri yang masuk
ke paru melalui saluran nafas masuk ke bronkioli dan alveoli, menimbulkan reaksi
peradangan hebat dan menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam alveoli dan
jaringan interstitial.kuman pnemokokus dapat meluas melalui porus kohn dari alveoli ke
seluruh segmen atau lobus. Eritrosit mengalami perembesan dan beberapa leukosit dari
kapiler paru- paru. Alveoli dan septa menjadi penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit
dan fibrin serta relatif sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar. Paru menjadi
tidak berisi udara lagi, kenyal dan berwarna merah. Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah
menurun, alveoli penuh dengan leukosit dan relatif sedikit eritrosit. Kuman pneumokokus di
fagositosis oleh leukosit dan sewaktu resolusi berlangsung, makrofag masuk ke dalam alveoli
dan menelan leukosit bersama kuman pneumokokus di dalamnya. Paru masuk dalam tahap
hepatisasi abu-abu dan tampak berwarna abu-abu kekuningan. Secara perlahan-lahan sel
darah yang mati dan eksudat fibrin di buang dari alveoli. Terjadi resolusi sempurna, paru
menjadi normal kembali tanpa kehilangan kemampuan dalam pertukaran gas.

Tetapi proses konsolidasi tidak dapat berlangsung dengan baik maka setelah edema dan
terdapatnya eksudat pada alveolus maka membran dari alveolus akan mengalami kerusakan
yang dapat mengakibatkan gangguan proses difusi osmosis oksigen pada alveolus. Perubahan
tersebut akan berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah. Penurunan
itu yang secara klinis penderita mengalami pucat sampai sianosis. Terdapatnya cairan purulent
pada alveolus juga dapat akibatkan peningkatan tekanan pada paru, selain dapat berakibat
penurunan kemampuan mengambil oksigen dari luar juga mengakibatkan berkurangnya
kapasitas paru. Penderita akan berusaha melawan tingginya tekanan tersebut menggunakan
otot-otot bantu pernafasan (otot interkosta) yang dapat menimbulkan peningkatan retraksi
dada.

Secara hematogen maupun langsung (lewat penyebaran sel) mikroorganisme yang terdapat di
dalam paru dapat menyebar ke bronkus. Setelah terjadi fase peradangan lumen bronkus
berserbukan sel radang akut, terisi eksudat (nanah) dan sel epitel rusak. Bronkus dan
sekitarnya penuh dengan netrofil (bagian leukosit yang banyak pada saat awal peradangan
dan bersifat fagositosis) dan sedikit eksudat fibrinosa. Bronkus rusak akan mengalami fibrosis
dan pelebaran akibat tumpukan nanah sehingga dapat timbul bronkiektasis. Selain itu
organisasi eksudat dapat terjadi karena absorpsi yang lambat. Eksudat pada infeksi ini mula-
mula encer dan keruh, mengandung banyak kuman (streptokokus, virus dan lain-lain).
Selanjutnya eksudat berubah menjadi purulen, dan menyebabkan sumbatan pada lumen
bronkus. Sumbatan tersebut dapat mengurangi asupan oksigen dari luar sehingga penderita
mengalami sesak nafas.

Terdapatnya peradangan pada bronkus dan paru juga akan mengakibatkan peningkatan
produksi mukosa dan peningkatan gerakan silia pada lumen bronkus sehingga timbul
peningkatan reflek batuk. Perjalanan patofisiologi di atas bisa berlangsung sebaliknya yaitu
didahului dulu dengan infeksi pada bronkus kemudian berkembang menjadi infeksi pada paru
(Riyadi, 2009).
5. PATHWAY

Penyebab (virus, bakteri, jamur)

Infeksi Saluran Pernafasan Atas

wah

Intake cairan
efektif
menurun Hipovolemia
gas
Defisit nutrisi

Sumber: Clinical Pathway Bronkopneumonia (Ngemba, 2015)

6. MANIFESTASI KLINIS
1) Demam
2) Kesulitan bernapas
3) Sesak napas
4) Nyeri dada yang mungkin memburuk dengan batuk atau bernapas dalam
5) Batuk lender
6) Berkeringat
7) Menggigil
8) Nyeri otot
9) Mudah lelah
10) Penurunan nafsu makan
11) Sakit kepala
12) Mual dan muntah
13) Serta batuk darah

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan darah
b) Pemeriksaan sputum
c) Analisa gas darah
d) Kultur darah
e) Sempel darah, sputum, dan urin
2) Pemeriksaan radiologi
a) Rontgenogram thoraks
b) Laringoskopi bronkoskop

8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan bronkopneumonia menurut Mansjoer (2000) dan Ngastiyah (2005) dibagi
menjadi sebagai berikut:
1) Penatalksanaan medis
a) Penisilin ditambah dengan Cloramfenikol atau diberikan antibiotik yang mempunyai
spektrum luas seperti Ampisilin,pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5
hari.
b) Pemberian oksigen cairan intervensi
c) Karena sebagian besar pasien jatuh ke dalam asidosis metabolic akibat kurang makan
dan hipoksia, maka dapat di berikan koreksi sesuai dengan hasil analisis gas darah
arteri.
d) Pasien pneumonia ringan tidak perlu di rawat di rumah sakit.
2) Penatalaksanaan Keperawatan
a) Menjaga kelancaran pernafasan
Klien pneumonia berada dalam keaadaan dispnea dan sianosis karena adanya radang
paru dan banyaknya lendir di dalam bronkus atau paru. Agar klien dapat bernafas secara
lancar, lendir teersebut harus di keluarkan dan untuk memenuhi kebutuhan O2 perlu di
bantu dengan memberikan O2 21/menit secara rumat.
b) Kebutuhan istirahat
Klien pneumonia adalah klien dengan kondisi tubuh lemah, suhu tubuhnya tinggi,
sering hiperpireksia maka klien perlu istirahat yang cukup, semua kebutuhan klien harus
di tolong di tempat tidur. Usahakan pemberian obat secara tepat, usahakan keadaan
tenang dan nyaman agar pasien dapat istirahat sebaik- baiknya.
c) Kebutuhan nutrisi dan cairan
Pasien bronkopneumonia hamper selalu mengalami masukan makanan yang kurang.
Suhu tubuh yang tinggi selama beberapa hari dan masukan cairan yang kurang dapat
menyebabkan dehidarsi. Untuk mencegah dehidrasi dan kekurangan kalori di pasang
infuse dengan cairan glukosa 5% dan Nacl 0,9%.
d) Mengontrol suhu tubuh
Pasien bronkopneumonia sewaku- waktu dapat mengalami hiperpireksia. Untuk ini
maka harus dikontrol suhu tiap jam. Dan dilakukan kompres serta obat- obatan satu jam
setelah di kompres di cek kembali apakah suhu telah turun.

9. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada bronkopneumonia adalah:
1) Empiema, yaitu suatu keadaan terkumpulnya nanah dalam rongga pleura yang terdapat di
satu tempat atau seluruh rongga pleura.
2) Otitis media akut, yaitu suatu peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
3) Atelektasis adalah penyakit restriktif akut yang mencakup kolaps jaringan paru (alveoli)
atau unit fungsional paru.
4) Emfisema adalah gangguan pengembangan peru-paru yang ditandai oleh pelebaran ruang
udara di dalam paru-paru disertai destruktif jaringan.
5) Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang menutupi otak dan
medula spinalis).
10. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1) Pengkajian
Anamnesis utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah sesak napas, batuk, dan peningkatan frekuensi pernapasan, lemas dan nyeri kepala
(Muttaqin, 2008).

a) Identitas klien dan keluarga


b) Keluhan uama:
Adanya demam, kejang, sesak nafas, batuk produktif, tidak mau makan, anak rewel dan
gelisah, sakit kepala.
c) Riwayat kehamilan dan persalinan:
a. Riwayat kehamilan: penyakit injeksi yang pernah diderita ibu selama hamil,
perawatan ANC, imunisasi TT.
b. Riwayat persalinan: apakah usia kehamilan cukup, lahir prematur, bayi
kembar, penyakit persalinan, apgar scor.
d) Keadaan kesehatan saat ini:
(Anak lemah, tidak mau makan, sianosis, sesak nafas dan dangkal gelisah, ronchi (+),
wheezing (+), batuk, demam, sianosis daerah mulut dan hidung, muntah, diare).
e) Riwayat keluarga
Riwayat penyakit infeksi, TBC, Pneumonia, dan penyakit- penyakit infeksi saluran
nafas lainnya.
f) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum: tampak lemah, sakit berat
b. Tanda- tanda vital (TD menurun, nafas sesak, nadi lemah dan cepat, suhu
meningkat, distresss pernafasan, sianosis)
c. TB/ BB Sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan
d. Kulit (tampak pucat, siaonosis, biasanya turgor jelek)
e. Kepala (sakit kepala)
f. Mata (tidak ada yang begitu spesifik)
g. Hidung (nafas cuping hidung, sianosis)
h. Mulut (pucat sianosis, membrane mukosa kering, bibir kering dan pucat)
i. Telinga, lihat secret, kebersihan, biasanya tidak ada spesifik pada kasus ini.
j. Leher (tidak terdapat pembesaran KGB dan kelenjar tiroid)
k. Jantung (pada kasus komplikasi ke endokarditis, terjadi bunyi tambahan.
l. Paru (infiltrasi pada lobus paru, perkusi pekak (redup), ronchi (+), wheezing (+),
sesak nafas istirahat dan bertambah saat beraktifitas.
m. Punggung (tidak ada spesifik)
n. Abdomen (bising usus (+), distensi abdomen, nyeri biasanya tidak ada.
o. Genitallia (tidak ada gangguan)
p. Ekstremitas (kelemahan, penurunan aktifitas, sianosis ujung jari dan kaki).
q. Neurologis (terdapat kelemahan otot, tanda refleks spesifik tidak ada).
g) Pemeriksaan penunjang
a. Leukositosis (15.000 – 40.000/m3)
b. Gas darah arteri
c. Ro. Thorax =infiltrat pada lapangan paru
h) Riwayat social
Siapa pengasuh klien, interaksi social, kawan bermain, peran ibu, keyakinan agama/
budaya.
i) Kebutuhan dasar
a) Makan dan minum
b) Penurunan intake, nutrisi dan cairan, diare, penurunan BB, mual dan muntah
c) Aktifitas dan istirahat
d) Kelemahan, lesu, penurunan aktifitas, banyak berbaring
e) BAK
f) Tidak begitu terganggu
g) Kenyamanan Malgia, sakit kepala
h) Higiene: penampilan kusut, kurang tenaga
j) Pemeriksaan tingkat perkembangan
a. Motorik kasar: setiap anak berbeda, bersifat familiar, dan dapat dilihat dari
kemampuan anak menggerakkan anggota tubuh.
b. Motorik halus: gerakkan tangan dan jari untuk mengambil benda, menggengggam,
mengambil dengan jari, menggambar, menulis dihubungkan dengan usia.

k) Data psikologis
a. Anak
Krisis hospitalisasi, mekanisme koping yang terbatas dipengaruhi oleh: usia,
pengalaman sakit, perpisahan, adanya support, keseriusan penyakit.
b. Orang tua
Reaksi orang tua terhadap penyakit anaknya dipengaruhu oleh:
1) Keseriusan ancaman terhadap anaknya
2) Pengalaman sebelumnya
3) Prosedur medis yang akan dilakukan pada anaknya
4) Adanya suportif dukungan
5) Agama, kepercayaan dan adat
6) Pola komunikasi dalam keluarga
2) Analisa Data

Data Etiologi Masalah


Data subjektif: Hipersekresi jalan Bersihan jalan
Klien mengatakan sesak, sulit bicara. napas napas tidak efektif
Data objektif:
Batuk tidak efektif, tidak mampu batuk,
sputum berlebih, mengi, wheezing, dan/atau
ronki kering, gelisah, sianosis, bunyi napas
menurun, frekuensi napas dan pola napas
berubah.
Data subjektif: Ketidakseimbangan Gangguan
Klien mengatakan sesak napas, pusing dan ventilasi-perfusi pertukaran gas
penglihatan kabur.
Data objektif:
PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun,
takikardia, pH arteri meningkat/menurun,
bunyi napas tambahan, sianosis, diaforesis,
gelisah, napas cuping hidung, pola napas
abnormal (cepat/lambat, regular/iregular,
dalam/dangkal), warna kulit (pucat, kebiruan),
kesadaran menurun.
Data subjektif: Kekurangan intake Hipovolemia
Klien mengatakan lemas dan haus. cairan
Data objektif:
Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
tekanan darah menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor kulit menurun, membran
mukosa kering, volume urin menurun,
hematokrit meningkat.
Data subjektif: Ketidakmampuan Defisit nutrisi
Klien mengatakan cepat kenyang setelah menelan makanan
makan, kram/nyeri abdomen, nafsu makan
menurun.
Data objektif:
Berat badan menurun minimal 10% di bawah
rentang ideal, bising usus hiperaktif, otot
pengunyah lemah, otot menelan lemah,
membran mukosa pucat, sariawan.
Data subjektif: - Proses penyakit Hipertermia
Data objektif: (infeksi)
Suhu tubuh klien di atas normal, kulit merah,
kejang, takikardi, takipnea, kulit terasa hangat.
Data subjektif: Ketidakseimbangan Intoleransi
Klien mengeluh lelah, sesak saat/setelah antara suplai dan aktivitas
aktivitas, merasa tidak nyaman setelah kebutuhan oksigen.
beraktivitas, merasa lemah.
Data objektif:
Frekuensi jantung meningkat >20% dari
kondisi istirahat, tekanan darah berubah >20%
dari kondisi istirahat, sianosis.

3) Diagnosa keperawatan
a) Bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napas
b) Hipovolemia b.d kekurangan intake cairan
c) Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan
d) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
e) Hipertermia b.d proses penyakit (infeksi)
f) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

3) Perencanaan keperawatan

Diagnosa
No Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Bersihan jalan SLKI SIKI
napas tidak Latihan batuk efektif
Luaran Utama :
efektif Observasi
Bersihan jalan napas meningkat
a. Identifikasi kemampuan batuk
Kriteria hasil :
b. Monitir adanya retensi sputum
a. Batk efektif meningkat
c. Monitor tanda dan gejaa infeksi saluran
b. Produk sputum menurun napas
c. Mengi menurun d. Monitor input dan output cairan (mis.
d. Wheezing menurun Jumlah dan karaktristik)
e. Mekonium menurun Terapeutik
f. Dispnea menurun a. Atur osisi semi powler atau powler

g. Otopnea menurun b. Pasang perlak dan bengkok dibangku


pasien
h. Sulit bicara menurun
c. Buang sekret pada tempat sputum
i. Sianosi menurun
Edukasi
j. Gelisah menurun
a. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk
k. Frekuensi napas membaik
l. Pola napas membaik efektif
Luaran Tambahan : b. Anjurkan tarik napas dalam melalui
a. Kontrol gejala hidung selama 4 detik, ditahan selama 2

b. Pertukaran gas detik, kemudian keluarkan dari mulut


dengan bibir dibulatkan selama 3 kali
c. Respon alergi lokal
c. Ajarkan mengulangi tarik napas dalam
d. Resspon alergi sistemik
selama 3 kali
e. Respon pentilasi mekanik
d. Ajarkan batuk dengan kuat langsung
f. Tingkat infeksi
setelah tarik napas dalam yang ke 3
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu
(Sumber : PPNI, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, 2018. PPNI, Standar Luaran
Keperawatan Indonesia, 2018)

Diagnosa
No Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Hipertermia SLKI SIKI
Manajemen hipertermia
Luaran Utama :
Observasi
Termoregulasi membaik
a. Identifikasi penyebab hipertermia
Kriteria hasil :
(dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
a. Menggigil meningkat
penggunaan inkubator)
b. kulit merah meningkat
b. Monitor suhu tubuh
c. kejang meningkat
c. Monitor kadar elektrolit
d. konsumsi oksigen meningkat
d. Monitor haluaran urine
e. poloereksi meningkat
Terapeutik
f. vasokontriksi perifer meningkat
a. Sediakan lingkungan yang dingin
g. kutis memorata meningkat
b. Longgarkan atau lepaskan pakaian
h. pucat meningkat suhu tubuh
c. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
membaik
d. Berikan cairan oral
i. suhu kulit membaik
e. Ganti linen setiap hari atau lebih sering
Luaran Tambahan :
jika mengalami hiperhidrosis (keringat
a. Kontrol risiko
b. Perfusi perifer berlebih).
c. Status kenyamanan f. Lakukan pendinginan eksternal (selimut
d. Termoregulasi neonatus hipotermia/kompres dingin pada dahi,
e. Tingkat cedera leher, dada, abdomen, aksila)
Edukasi: Anjurkan tirah baring
Kolaborasi: Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit intravena, jika
perlu
(Sumber : PPNI, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, 2018. PPNI, Standar Luaran
Keperawatan Indonesia, 2018)

Diagnosa
No Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Hipovolemia SLKI SIKI
Manajemen hipovolemia
Luaran Utama :
Observasi
Status cairan membaik
a. Perikasa tanda dan gejala hipovelemia
Kriteria hasil :
(mis. prekuensi nadi meningkat, nadi
a. Kekuatan nadi meningkat
teraba lemah, teknan darah menurun,
b. Turgor kulit meningkat
teknan nadi menyempit, tugor kulit
c. Output urine meningkat
menurun, membran mukosa kering,
d. Ortopnea menurun
volume urin menurun, hematokrit
e. Dispnea menurun
meningkat, haus, lemah.)
f. Edema perifer menurun
b. Monitor intake dan output cairan
g. Frekuensi nadi membaik
Terapeutik
h. Tekanan darah membaik
a. Hitung kebutuhan cairan
i. Tekanan nadi membaik
b. Berikan posisi modifel tandenbrug
j. Suhu tubuh membaik
c. Berikan asupan cairan oral
Edukasi
a. Anjurkan memperbanyak asupan cairan
oral
b. Anjurkan menghindari perubahan posisi
mendadak
Kolaboasi
a. Kolaborasi pemberian cairan IV isotinis
(mis. RL, NaCl)
b. Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotensi
1 Defisit nutrisi SLKI SIKI
Manajemen nutrisi
Luaran Utama :
Observasi
Status nutrisi membaik
a. Identifikasi status nutrisi
Kriteria hasil :
b. Identifikasi alergi dan intoleransi
a. Porsi makan yang dihabiskan
makanan
meningkat
c. Identifikasi msakana yang disukai
b. Kekuatan otot mengunyah
d. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
meningkat
nutrisi
c. Kekuatan otot menelan meningkat
e. Identifikasi perlunya pengguanaan selang
berat badan membaik
nasogastrik
d. Nafsu makan membaik
f. Monitor asupan makanan
Luaran Tambahan :
g. Monitr berat badan monitor hasil
a. Berat badan
pemeriksaan laboratorium
b. Emelinasi pekal
Terapeutik
c. Fungsi gastroitestinal
a. Lakukan oral hygiene sebelu makan
d. Nafsu makan
b. Fasilitasi penentuan pedoman diet
e. Prilaku meningkt berat badan
c. Sajikan makanan secara menarik dan
f. Status menelan
suhu yang sesuai
g. tingkat depresi
d. Berikan makanan tinggi serat untuk
h. tingkat nyeri
mencegah konstipasi
e. Berikan makanan tinggi kalori dan
protein
f. Berikan suplemen makanan
Edukasi
a. Anjurkan posisi duduk
b. identifikasi
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi
(Sumber : PPNI, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, 2018. PPNI, Standar Luaran
Keperawatan Indonesia, 2018)

Diagnosa
No Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Gangguan SLKI SIKI
pertukaran gas Pemantauan respirasi
Luaran Utama :
Observasi
Pertukaran gas meningkat
a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
Kriteria hasil :
upaya napas
a. Tingkat kesadaran meningkat
b. Monitor pola napas
b. Dispnea menurun
c. Monitor kemampuan batuk efektif
c. Bunyi napas tambahan menurun
d. Monitor adanya produksi sputum
d. Pusing menurun
e. Monitor adanya sumbatan jalan napas
e. Penglihatan kabur menurun
f. Palpalsi kesimetrisan ekspansi paru
f. Diaforesi menurun
g. Auskultasi bunyi napas
g. Gelisah menurun
h. Monitoe saturasi oksigen
h. Cuping hidung menurun
Terapeutik
Luaran Tambahan :
a. Atur interval pementauan respirasi
a. Keseimbangan asam-basa
sesuatu kondisi pasien
b. Konservasi energi
b. Dokumentasi hasil pemantauan
c. Perfusi paru
Edukasi
d. Respons ventilasi mekanik
a. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
e. Tingkat delirium
b. Informasikan hasil pemantauan
(Sumber : PPNI, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, 2018. PPNI, Standar Luaran
Keperawatan Indonesia, 2018)

1 Intoleransi SLKI SIKI


aktivitas Manajemen energi
Luaran Utama :
Observasi
Toleransi aktivitas meningkat
Kriteria hasil : a. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
a. Frekuensi nadi meningkat mengakibatkan kelemahan
b. Saturasi oksigen meningkat b. Monitor kelelahan fisik dan emosional
c. Kemudahan dalam melakukan c. Monitor pola dan jam tidur
aktivitas sehari-hari meningkat d. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
d. Kecepatan berjalan meningkat selama melakukan aktifitas
e. Jarak berjalan meningkat Terapeutik
f. Kekuatan tubuh bagian atas a. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
meningkat stimulus
g. Kekuatan tubuh bagian bawah b. Lakukn latihan rentang gerak pasif
meningkat ataupun aktif
h. Keluhan lelah menurun c. Berikan aktivitas distraksi
i. Perasaan lemah menurun d. Fasilitasi duduk disisi tempat tidur
Luaran Tambahan : Edukasi
a. Ambulansi a. Anjurkan tirah baring
b. Curah jantung b. Anjurkan melakukan aktivitas secara
c. Konsevasi energi bertahap
d. Tingkat keletihan c. Anjurkan menghubungi perawat jika ada
tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
d. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan ahli tentang cara
meningkatkan asupan makanan
(Sumber : PPNI, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, 2018. PPNI, Standar Luaran
Keperawatan Indonesia, 2018)
DAFTAR PUSTAKA

Ngemba, H. R. (2015). Model Inferensi Sistem Pendukung Keputusan Pathway Klinik Asuhan
Keperawatan Bronchopneumonia. Seminar Nasional Informatika Medis (SNIMed), page 4.
PPNI. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Ridha, H. (2014). Buku Ajar Keperawatan Anak . Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Riyadi, S. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Anak . Yogyakarta: Graha Ilmu.
Said, M. (2010). Pengendalian Pneumonia Anak-Balita dalam Rangka Pencapaian MDG4 Vol.3.
Buletin Jendela Epidemiologi ISSN 2087-1546, 16-21.
Samuel, A. (2014). Bronkopneumonia On Pediatric Patient. J Agromed Unila Volume 1 Nomor
2. Page 187.
Sujono, R. & Sukarmin. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wijayaningsih, K. S. (2013). Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: CV Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai