2.1.1. Pengertian Bronkopneumonia adalah infeksi jaringan paru-paru atau (alveoli) yang bersifat akut penyebabnya adalah bakteri virus jamur bahan kimia atau kerusakan fisik dari paru-paru maupun pengaruh tidak langsung dari penyakit lain bakteri yang biasa menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus dan mycoplasma Pneumonia sedangkan virus yang menyebabkan pneumonia adalah adenovirus renovirus influenza virus respiratory synctial virus (SRV) dan para influenza virus (Athena & Ika2017). Sedangkan menurut pendapat (Mardjanis,2019) Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan penyakit infeksi saluran pernafasan akut yang paling sering menyebabkan kematian pada bayi dan balita bakteri penyebab pneumonia paling sering adalah Streptococcus Pneumonia hemophilus influenza tipe B dan sefakolokus aureus. 2.1.2 Etiologi Pada umumnya tubuh terserang Bronchopneumonia karena disebabkan oleh penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Penyebab bronchopneumonia yang biasa di temukan adalah : a. Bakteri : Pneumococus, Stretococus, Hemoliticus Aureus, Basilus Frienlander (Klebsial Pneumonia), Mycobakterium Tuberculosis. b. Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik. c. Jamur : Nepromas, Blastomices Dermatides, Aspergillus Sp, Candida Albicans, Mycoplasma Pneumonia, Aspirasi benda asing 2.1.3 Klasifikasi Menurut pendapat (Amin & hardi, 2015) a. Berdasarkan anatomi : 1) pneumonia lobaris adalah jenis pneumonia yang mempengaruhi paru-paru ketika kedua paru-paru terpengaruhi, sebagai pneumonia bilateral atau pneumonia yang melibatkan semua atau sebagian besar dari satu atau lebih lobus paru-paru “ganda”. 2) pneumonia lobaris (bronkopneumonia) berkembang ketika mukopurulen menghalangi ujung bronkiolus, menyebabkan bercak konsolidasi di lobius tetangga juga dikenal sebagai pneumonia lobural. 3) brokialitis (pneumonia intestisial) merupakan kondisi peradangan yang mempengaruhi dinding alveolus(interstitium) serta jaringan perbronkial dan interlobular. b. Klasifikasi pneumonia berdasarkan inang dan lingkungan : 1) Pneumonia komunitas sebuah infeksi akut parenkim paru pada pasien yang telah mendapatkan infeksi di masyarakat dijumpai pada pasien perokok. 2) Pneumonia Nosokomial tingkat keparahan penyakit adanya resiko untuk jenis infeksi tertentu, dan periode sampai awal pneumonia tergantung pada tiga kriteria. 3) Pneumonia Aspirasi infeksi bakteri penyebab kondisi ini. apirasi kimia berbahaya menyebabkan pneumonia kimia. Aspirasi cairan ini seperti makanan atau isi lambung menyebabkan pneumonia aspirasi. edema paru-paru dan penyumbatan mekanis sederhana pada paru-paru oleh padatan. 4) Pneumonia pada gangguan imun terjadinya akibat penyakitnya dan terapi. Bakteri, protozoa, parasite, virus, dan cacing adalah kuman atau mikroba berbahaya penyebab penyakit. 2.1.4. Patofisiologi Menurut pendapat Sujono & Sukarmin (2016), kuman masuk kedalam jaringan paru-paru melalui saluran pernafasan bagian atas menuju ke bronkhiolus dan kemudian ke alveolus.kelainan yang timbul berupa bercak konsilidasi yang tersebar pada kedua paru paru, lebih banyak pada bagian basal. Pneumonia dapat terjadi sebagai akibat inhalasi mikroba yang ada di udara, aspirasi organisme dari nasofaring atau penyebaran hematogen dari fokus infeksi yang jauh. setelah Bakteri yang masuk ke paru melalui saluran nafas masuk ke bronkhioli dan alveoli dapat menimbulkan reaksi peradangan dan menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan interestial. Kuman pneumokokus dapat meluas dari alveoli ke seluruh segmen atau lobus. Eritrosit dan leukosit mengalami peningkatan, sehingga alveoli penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit, fibrin dan leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar, paru menjadi tidak berisi udara. Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah menurun alveoli penuh dengan leukosit dan eritrosit menjadi sedikit. Kuman pneumokokusus di fagisitosis oleh leuokosit dan sewaktu resolusi berlangsung.makrofag masuk kedalam alveoli dan menelan leukosit bersama kuman pneumokokus di dalamnya. Paru masuk dalam tahap hepatisasi sehingga setelah itu paru tampak berwarna abu-abu kekuningan. Perlahan sel darah merah yang mati dan eksudat fibris akan masuk ke alveoli menjadi mati dan terdapat eksudat fibrin dibuang dari alveoli. terjadi resolusi sempurna,paru menjadi normal kembali tanpa kehilangan kemampuan dalam pertukaran gas. akan tetapi apabila proses konsolidasi tidak berlangsung dengan baik maka setelah edema dan terdaparnya eksudat pada alveolus sehingga membran dari alveolus akan mengalami kerusakan yang dapat mengakibatkan gangguan proses difusi osmosis oksigen dan berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah. Secara klinis penderita mengalami pucat sampai sianosis terdapatnya cairan purulent pada alveolus menyebabkan peningkatan tekanan pada paru, dan dapat menurunan kemampuan mengambil oksigen dari luar serta mengakibatkan berkurangnya kapasitas paru. Sehingga penderita akan menggunakan otot bantu pernafasan yang dapat menimbulkan retraksi dada. 2.1.5 Manifestasi Klinis Gambaran klinis beragam, tergantung pada organisme penyebab dan penyakit pasien Brunner & Suddarth (2018). 1.Menggigil mendadak dan dengan cepat berlanjut menjadi demam (38,5 derajat C sampai 40,5 derajat C ) 2.Nyeri dada pleuritik yang semakin berat ketika bernapas dan batuk. 3.Pasien yang sakit parah mengalami takipnea berat (25-45 kali/menit)dan dyspnea, prtopnea ketika disangga. 4.Nadi cepat dan memantul, dapat meningkat 10 kali/menit per satu derajat peningkatan suhu tubuh (Celcius). 5.Bradikardi relativ untuk tingginya demam menunjukkan infeksi virus, infeksi mikroplasma, atau infeksi organisme Legionella. 6.Tanda lain : infeksi saluran napas atas, sakit kepala, demam derajat rendah, nyeri pleuritik, myalgia, ruam faringitis, setelah beberapa hari, sputum mucoid atau mukopurulen dikeluarkan. 7.Pneumonia berat pipi memerah, bibi dan bantalan kuku menunjukkan sianosis sentral. 8.Sputum purulent, berwarna seperti katar, bercampur darah, kental, atau hijau, bergantung pada agen penyebab. 9.Nafsu makan buruk, dan pasien mengalami diaphoresis dan mudah lelah. 10.Tanda dan gejala pneumonia dapat juga bergantung pada kondisi utama pasien (misal, yang menjalani terapi imunosupresan, yang menurunkan resistensi terhadap infeksi). 2.1.6 Pathway 2.1.7 Komplikasi Pneumonia Komplikasi yang dapat timbul dari bronchopneumonia bila tidak di tangani secara tepat,akan mengakibatkan komplikasi.Menurut Nurarif dan Kusuma (2016) yaitu : 1. Empisema Empisema merupakan keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di satu tempat atau terdapat pada seluruh rongga pleura. 2. Atelektasis Atekektasis merupakan pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru akibat kurangnya mobilasi atau reflek batuk hilang. 3. Meningitis Meningitis merupakan infeksi yang menyerang selaput meningen atau selaput yang menutupi otak dan medula spinalis. 4. Otitis Media Akut Suatu peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan selsel mastoid. 5. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial. 6. Abses paru Yaitu penggumpalan pus dalam jaringan paru yang meradang 2.1.8 Penatalaksanaan Pneumonia Penatalaksanaan medis secara umum untuk pneumonia menurut Manurung dkk (2009) adalah : 1.Pemberian antibiotik seperti : penicillin, cephalosporin pneumonia 2.Pemberian antipiretik, analgetik, bronkodilator 3.Pemberian oksigen 4.Pemberian cairan parenteral sesuai indikasi. 5. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier seperti pemberian terapi nebulizer dengan flexoid dan ventolin selain bertujuan mempermudah mengeluarkan dahak juga dapat meningkatkan lebar lumen bronkus. Menurut Kusuma, (2015) penatalaksaan yang dapat diberikan pada pasien dengan Bronchopneumonia antara lain adalah sebagai berikut: 1. Menjaga kelancaran pernafasan Pasien pneumonia berada dalam keadaan dispnea dan sianosis karena adanya radang paru dan terdapat banyak lendir di dalam bronkus atau paru. Agar pasien dapat bernapas secara lancar, sekret tersebut harus dikeluarkan, dan untuk memenuhi kebutuhan O2 perlu dibantu dengan memberikan O2 2 liter/menit secara rumat. 2. Kebutuhan istirahat Pasien dengan bronchopneumonia sering mengalami hipertermi dan hipereksia maka diperlukan istirahat yang cukup. 3. Kebutuhan nutrisi pada pasien dengan bronchopneumonia sering mengalami anoreksia dan kekurangan intake nutrisi yang kurang. Peningkatan suhu tubuh selama beberapa hari dan masukan dan cairan yang kurang dapat menyebabkan dehidrasi dan kekurangan kalori, diperlukan rehidrasi cairan glukosa 5% dan NaCl 0,5%. 4. Mengontrol suhu tubuh Pasien dengan bronchopneumoniadapat mengalami kenaikan suhu tubuh yang sangat mendadak sampai 39-40ᵒC atau hiperpireksia. Terkadang disertai kejang karena demam yang sangat tinggi. Maka harus dilakukan monitor suhu setiap jam serta berikan kompres. 2.1.9 Pemeriksaan Penunjang Menurut Misnadiarly (2008) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah: 1.Sinar X Mengidentifikasi distribusi (misal: lobar, bronchial), luas abses atau infiltrate, empyema (stapilococcus), dan penyebaran infiltrate. 2.GDA Jika terdapat penyakit paru biasanya GDA tidak normal tergantung pada luas paru yang sakit. 3.JDL leukositosis Sel darah putih rendah karena terjadi infeksi virus, dan kondisi imun. 4.LED meningkat Terjadi karena hipoksia, volume menurun, tekanan jalan napas meningkat. Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakan diagnosa keperawatan dapat digunakan dengan beberapa cara berikut ini (Kusuma, 2015): 1. Pemeriksaan Laboratorium a) Pemeriksaan darah: biasanya terdapat leukositosis pada infeksi bakteri (15.000-40.000/mm3). b) Analisa gas darah arteri: dilakukan untuk mengetahui status kardiopulmuner yang berhubungan dengan oksigen. dapat terjadi asidosis metabolik dengan atau tanpa retensi CO2. c) Kultur darah, sampel darah: Albuminemia dapat dikarenakan oleh peningkatan suhu dan sedikit thorak hialin. GDA kemungkinan dapat menjadi tidak normal tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit yang ada. Pada stadium lanjut menunjukkan hipoksemia, hipokarbia dengan adanya asidosis resiratorik. d) Pemeriksaan sputum: untuk mengetahui mikroorganisme penyebab dan obat yang cocok diberikan. e) Urin : warna lebih pekat 2. Pemeriksaan Radiologi a) Rontgenorgam / Thoraks Terdapat bercak-bercak infiltrate pada satu atau beberapa lobus, bayangan bercak sering terlihat pada lobus bawah. 2.1.10 Analisa Tindakan Keperawatan: Pemberian Terapi Nebulezer 1. Konsep Terapi Nebulizer ( Inhalasi ) Terapi nebulizer adalah pemberian obat yang di lakukan secara inhalasi (hirupan) ke dalam saluran respiratorik atau saluran pernapasan. Nanda Yudip (2016) Terapi nebulizer adalah terapi menggunakan alat yang menyemprotkan obat atau agens pelembap, seperti brokodilator atau mukolitik, dalam bentuk partikel mikroskopik dan menghantarkannya ke paru (Kusyanti et al., 2012). 2. Tujuan Menurut (Aryani et al., 2009) Terapi nebulizer ini memiliki tujuan sebagai berikut: a. Melebarkan saluran pernapasan (karena efek obat bronkodilator) b. Menekan proses peradangan c. Mengencerkan dan memudahkan pengeluaran secret (karena efek obat mukolitik dan ekspektoran) 3. Indikasi Indikasi penggunaan nebulizer menurut (Aryani et al., 2009) efektif dilakukan pada klien dengan : a. Bronchospasme akut b. Produksi secret yang berlebih c. Batuk dan sesak napas d. Radang pada epiglotis 4. Kontraindikasi Kontraindikasi pada terapi nebulizer (Aryani et al., 2009) adalah : a. Pasien yang tidak sadar atau confusion umurnya tidak kooperatif dengan prosedur ini, sehingga membutuhkan pemakaian mask/sungkup tetapi efektifitasnya akan berkurang secara signifikan b. Pada klien dimana suara napas tidak ada atau berkurang maka pemberian medikasi nebulizer di berikan melalui endotracheal tube yang menggunakan tekanan positif. pasien dengan penurunan petukaran gas juga tidak dapat menggerakan/memasukkan medikasi secara adekuat ke dalam saluran napas. Pemberian terapi inhalasi yaitu tehnik yang di lakukan dengan pemberian uap dengan menggunakan obat Ventolin 1 ampul dan Flexotide 1 ampul. obat ventolin adalah obat yang di gunakan untuk membantu mengencerkan secret yang di berikan dengan cara di uap dan flexotide digunakan untuk mengecerkan secret yang terdapat dalam bronkus. dapat juga di berikan obat Bisolvon cair sebagai inhalasi berfungsi untuk mengencerkan dahak dan batuk lebih cepat dari cairan abnormal di cabang tenggorokan (Sutiyo dan Nurlaila,2017). 5. Prosedur Terapi Nebulizer a. Persiapan alat dan bahan 1. Nebulizer atau suber oksigen 2. Cairan NaCl 0,9 % 3) 3. Obat-obat Nebulizer 4. Selang penghubung ke nebulizer 5. Spuit 5 cc dengan tempatnya 6. Bengkok 7. Sarung tangan bersih b. Persiapan Pasien 1. Identifikasi kemampuan pasien dalam tindakan pemenuhan oksigen melalui pemberian terapi nebulizer 2. Identifikasi kesiapan dan kesediaan pasien atau keluarga untuk di lakukan tindakan (menjelaskan tujuan terapi oksigen dengan cara pemberian nebulizer) c. Prosedur Kerja 1. Anda harus menjelaskan tujuan pemberian nebulizer 2.Anda harus meminta persetujuan pasien atau keluarga sebelum melakukan tindakan tersebut 3. Jaga privasi pasien 4. Dekatkan alat-alat yang akan di gunakan 5. Minta pasien berpartisipasi dalam tindakan (mengatur posisi) 6. Berikan penghargaan atas kerja samanya 7. Alat-alat di bereskan dan pasien di rapikan 8. Jangan lupa anda mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.