Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI PENGERTIAN
Pneumonia merupakan peradangan pada paru-paru yang disebabkan oleh
infeksi bakteri, virus, jamur, dan aspirasi benda asing. Pada umumnya, pneumonia
dikelompokkan berdasarkan anatomis dan etiologinya. Klasifikasi pneumonia
menurut anatominya yaitu pneumonia lobaris, pneumonia lobularis
(bronkopneumonia), pneumonia interstitialis (bronkiolitis). Sedangkan pneumonia
menurut etiologinya yaitu pneumonia karena bakteri, jamur, Mycoplasma
pneumoniae, aspirasi benda asing (kerosen amonium), pneumonia hipostatik, dan
sindrom Loeffler (Ngastiyah, 2005).
Menurut (Samuel, 2014) bronkopneumoni merupakan radang dari saluran
pernapasan yang terjadi pada bronkus dan alveolus paru. Bronkopneumonia adalah
peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus yang ditandai dengan
bercak-bercak yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme (Rukmi et al., 2018).
Bronchopneumonia (pneumonia lobularis) merupakan peradangan yang
terjadi pada bagian akhir bronkiolus, dimana terdapat eksudat mukropurulen dan
bercak yang terkonsolidiasi dalam lobus yang berada di dekatnya (Wong, 2003).
Bronkopneumonia (pneumonia lobularis) merupakan salah satu bagian
penyakit dari pneumonia, yaitu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah dari
parenkim paru yang melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berbentuk bercak-
bercak (patchy distribution) yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda
asing yang ditandai dengan gejala demam tinggi, gelisah, dispnea, nafas cepat dan
dangkal (terdengar adanya ronchi basah), muntah, diare, batuk kering dan produktif
(Samuel, 2015).
Bronkopneumonia adalah peradangan parenkim paru yang di sebabkan oleh
bakteri, virus, jamur, ataupun benda asing yang di tandai dengan gejala panas tinggi,
gelisah, dipsnea, napas cepat dan dangkal, muntah, diare serta batuk kering dan
produktif (Hidayat, 2013).
B. TANDA DAN GEJALA (MANISFESTASI KLINIK)
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratoris bagian
atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-40°C
dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi dan penurunan nafsu makan.
Manifestasi klinis dari bronchopneumonia yaitu (Dickyk. n & Wulan Janar, 2017):
1. Biasanya didahului dengan infeksi saluran pernafasan atas selama beberapa hari
2. Demam (390 -400C) kadang-kadang disertai dengan kejang karena demam yang
tinggi
3. Anak sangat gelisah, adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk, yang
dicetuskan oleh bernafas dan batuk
4. Pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis
sekitar hidung dan mulut
5. Kadang-kadang disertai muntah dan diare
6. Adanya bunyi tambahan pernafasan seperti ronchi

C. PENYEBAB (ETIOLOGI)
Dalam Mansjoer (2007), bronchopneumonia disebabkan oleh infeksi bakteri
(pneumococus,Streptococus, Haemophilus influenza), virus (adeno virus), jamur
(Aspergilus, koksidiodomikosis), aspirasi (makanan, kerosen amonium, cairan
lambung, dan benda asing), Mycoplasma pneumoniae, penumonia hipotastik, dan
sindrom Loeffler.
Bronkopneumonia pada umumnya disebabkan oleh penurunan mekanisme
pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Penyebab
bronchopneumonia yang biasa ditemukan antara lain (Fadhila, 2013):
1. Bakteri
Bakteri yang menyebabkan terjadinya bronchopneumonia adalah: streptococcus
pneumonia, streptococcus aerous, streptococcus pyogenesis, haemophilus
influenza, klebsiella pneumonia, pseudomonas aeruginosa.
2. Virus
Virus yang menyebabkan terjadinya bronchopneumonia adalah virus influenza
yang menyebar melalui transmisi droplet. Penyebab utama pneumonia virus
adalah Cytomegalo virus.
3. Jamur
Jamur yang menyebakan terjadinya infeksi adalah histoplasmosis yang menyebar
melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada
kotoran burung, tanah, dan kompos.

D. PATOFISIOLOGI TERJADINYA PENYAKIT


Perjalanan penyakit bronchopneumonia dimulai dari terhisapnya bakteri,
virus, jamur, dan aspirasi benda asing kedalam paru perifer melalui saluran
pernapasan atas menyebabkan reaksi jaringan berupa edema, yang mempermudah
proliferasi dan penyebaran kuman. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi,
yaitu terjadinya serbukan sel PMN (polimorfonuklear), fibrin, eritrosit, cairan edema,
dan kuman di alveoli Terjadi pada stadium kedua, yang berakhir setelah beberapa
hari. Ditemukan akumulasi yang masif dalam ruang alveolar, bersamasama dengan
limfosit dan magkrofag. Banyak sel darah merah juga dikeluarkan dari kapiler yang
meregang. Pleura yang menutupi diselimuti eksudat fibrinosa, paru-paru tampak
berwarna kemerahan, padat tanpa mengandung udara, disertai konsistensi mirip hati
yang masih segar dan bergranula (Dahlan, 2014).
Proses ini termasuk dalam stadium hepatisasi merah. Sedangkan stadium
hepatisasi kelabu adalah kelanjutan proses infeksi berupa deposisi fibrin ke
permukaan pleura. Ditemukan pula fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan proses
fagositosis yang cepat. Dilanjutkan stadium resolusi, dengan peningkatan jumlah sel
makrofag di alveoli, degenerasi sel dan menipisnya fibrin serta menghilangnya
kuman dan debris (Mansjoer, 2007).
Pada Bronkopneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau
aspirasi (Soepandi et al., 2014). Mikroorgnisme tersebut kemudian menyebabkan
peradangan di begian lobulus paru mulai dari parenkim paru sampai perbatasan
bronkus, ditandai dengan.suhu tubuh naik mendadak sampai 39 – 400 C dan mungkin
disertai kejang karena demam yang tinggi, dispneu, pernafasan cepat dan dangkal
disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut (Olsson,
Leonardt, & Lundberg, 2013). Proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadium,
yaitu:
1. Stadium kongesti
Kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih,
bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag.
2. Stadium hepatisasi merah
Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara,
warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar.Dalam alveolus didapatkan
fibrin, leukosit netrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman.Stadium ini
berlangsung sangat pendek.
3. Stadium hepatisasi kelabu
Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu.Permukaan
pleura suram karena diliputi oleh fibrin.Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat
terjadi fagositosis pneumokokus.Kapiler tidak lagi kongestif.
4. Stadium resolusi
Eksudat berkurang.Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami
nekrosis dan degenerasi lemak.Fibrin diresorbsi dan menghilang.Secara patologi
anatomis Bronkopneumonia berbeda dari pneumonia lobaris dalam hal lokalisasi
sebagai bercak – bercak dengan distribusi yang tidak teratur.Dengan pengobatan
antibiotika urutan stadium khas ini tidak terlihat.

E. PEMERIKSAAN FISIK YANG DILAKUKAN SESUAI TEORI


Antropometri Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros.
Anthropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran
dari tubuh(Fitri, 2017)
Pengukuran antropometri minimal pada anak umumnya terdiri dari (Adriani,
2012):
1. Berat Badan
Berat badan adalah ukuran antropometri yang terpenting, dipakai pada setiap
kesempatan memeriksa kesehatan anak pada setiap kelompok umur. Berat badan
merupakan indikator tunggal terbaik pada waktu ini untuk keadaan gizi dan
keadaan tumbuh kembang.
2. Panjang Badan
Panjang badan atau tinggi badan adalah ukuran antropometri terpenting kedua.
Pengukuran tinggi badan untuk anak balita yang sudah bisa berdiri dilakukan
dengan alat pengukur tinggi mikrotoa yang mempunyai ketelitian 0,1 cm.
3. Lingkar Lengan Atas
Lingkar lengan atas adalah cerminan adanya tumbuh kembang jaringanjaringan
lemak dan otot yang tidak terpengaruh banyak oleh keadaan cairan tubuh
dibandingkan dengan berat badan, dapat dipakai untuk menilai keadaan gizi anak
dan tumbuh kembang usia pra sekola

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK / PENUNJANG YANG DILAKUKAN SESUAI


TEORI
Pemeriksaan penunjang bronkopneumonia adalah sebagai berikut (Nurarif &
Kusuma, 2015) :
a. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan darah
2. Pemeriksaan sputum
3. Analisa gas darah
4. Kultur darah
5. Sampel darah, sputum, dan urin
b. Pemeriksaan radiologi
1. Rontgenogram thoraks
2. Laringoskopi/bronkoskopi

Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan menurut Mansjoer (2007), antara


lain:

1. Pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis dengan predominan PMN atau


dapat ditemukan leukopenia yang manandakan prognosis memburuk. Dapat
ditemukan anemia ringan atau sedang.
2. Pemeriksaan radiologis memberi gambaran bercak konsolidasi yang merata.
3. Pemeriksaan cairan pleura.
4. Pemeriksaan mikrobiologik, spesimen usap tenggorok, sekresi nasofaring,
bilasan bronkus atau sputum,darah, aspirasi trakea, pungsi pleura atau aspirasi
paru
G. TINDAKAN ATAU PENANGANAN SESUAI YANG DILAKUKAN SESUAI
TEORI
Penatalaksanaan yang dapat diberikan untuk bronkopneumonia adalah sebagai berikut
(Nurarif & Kusuma, 2015) :
1. Menjaga kelancaran pernapasan dengan memberikan terapi oksigen 1-5 lpm.
2. Kebutuhan istirahat
Pasien ini sering hiperpireksia maka pasien perlu cukup istirahat, semua
kebutuhan pasien harus ditolong di tempat tidur.
3. Kebutuhan nutrisi dan cairan
Pasien bronkopneumonia hampir selalu mengalami masukan makanan yang
kurang. Suhu tubuh yang tinggi selama beberapa hari dan masukan cairan yang
kurang dapat menyebabkan dehidrasi. Untuk mencegah dehidrasi dan kekurangan
kalori dipasang infus dengan cairan glukosa KA-EN 1B
4. Mengontrol suhu tubuh
5. Pengobatan
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi. Akan tetapi,
karena hal itu perlu waktu dan pasien perlu terapi secepatnya maka biasanya
diberikan Penisilin ditambah dengan Cloramfenikol atau diberikan antibiotik yang
mempunyai spectrum luas seperti Ampisilin.
Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari. Karena sebagian
besar pasien jatuh ke dalam asidosis metabolik akibat kurang makan dan hipoksia,
maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil analisis gas darah arteri.
6. Pasien diposisikan untuk mendapatkan inspirasi maksimal yaitu semi fowler 45
derajat.
7. Pengobatan simtomatis, nebulizer, dan fisioterapi dada.
H. KOMPLIKASI YANG DILAKUKAN SESUAI TEORI
Komplikasi bronkopneumonia adalah sebagai berikut (Wijayaningsih, 2013) :
1. Atelectalis, adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
akibat kurangnya mobilisasi refleks batuk hilang apabila penumpukan secret
akibat berkurangnya daya kembang pau-paru terus terjadi dan penumpukan secret
ini menyebabkan obstruksi bronkus instrinsic.
2. Empisema, adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura terdapat di suatu tempat atau seluruh rongga pleura.
3. Abses paru, adalah penumpukan pus (nanah) dalam paru yang meradang.
4. Infeksi sitemik.
5. Endocarditis, adalah peradangan pada katup endokardial.
6. Meningitis, adalah infeksi yang menyerang pada selaput otak.

DAFTAR PUSTAKA

Nurarif & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta: Mediaction Jogja

Wijayaningsih. (2013). Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: TIM

Adriani, M. (2012). Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan. 2012

Fitri, M. O. (2017). Aplikasi Monitoring Perkembangan Status Gizi Anak dan Balita Secara
Digital dengan Metode Antropometri Berbasis Android. Jurnal Informasi Sains Dan Teknologi
(INSTEK), 2(April), 140–149.

Samuel, A. (2014). Bronkopneumonia on Pediatric Patient. Journal Agromed Unila, 1(2), 185–
189. https://doi.org/10.1200/JCO.2008.17.0506

Ngastiyah.2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC

Wong, D.2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.


Fadhila. (2013). Penegakan Diagnosis Dan Penatalaksanaan Bronkopneumonia Pada Pasien Bayi
Laki-Laki Berusia 6 Bulan. Jurnal Medula, 1(02), 1–10

Dickyk. n, A., & Wulan Janar, A. (2017). Tatalaksana Terkini Bronkopneumonia pada Anak di
Rumah Sakit Abdul Moeloek. Jurnal Medula, 7(2), 6–12.

Hidayat. (2013). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Yogyakarta: Selemba Medika

Samuel, Andi. (2015). Bronkopneumonia On Pediatric Patient.

Anda mungkin juga menyukai