Anda di halaman 1dari 20

[Type here]

MAKALAH

ASPEK ETIK DAN LEGAL DALAM KEPERAWATAN BENCANA,


PERENCANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAN PENGEMBANGAN
DAN PERENCANAAN KEBIJAKAN

(Untuk Memenuhi Tugas Praktik Keperawatan Bencana)

Dosen pembimbing : Ns. Endang Supriyanti ., M.Kep.

Disusun Oleh :

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN BISNIS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG
TAHUN 2022

[Type here]
[Type here]

DAFTAR ISI

[Type here]
[Type here]

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan faktor
nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Definisi tersebut
menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. (Hiswara,
2014)
Oleh karena itu, Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Badan Nasional
Penanggulangan Bencana tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana
nonalam, dan bencana sosial. Sejarah Lembaga Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) terbentuk tidak terlepas dari perkembangan penanggulangan bencana pada masa
kemerdekaan hingga bencana alam berupa gempa bumi dahsyat di Samudera Hindia pada abad
20. Sementara itu, perkembangan tersebut sangat dipengaruhi pada konteks situasi, cakupan
dan paradigma penanggulangan bencana. (Hiswara, 2014)
Melihat kenyataan saat ini, berbagai bencana yang dilatarbelakangi kondisi geografis,
geologis, hidrologis, dan demografis mendorong Indonesia untuk membangun visi untuk
membangun ketangguhan bangsa dalam menghadapi bencana. Wilayah Indonesia merupakan
gugusan kepulauan terbesar di dunia. Wilayah yang juga terletak di antara benua Asia dan
Australia dan Lautan Hindia dan Pasifik ini memiliki 17.508 pulau. (Hiswara, 2014)
Meskipun tersimpan kekayaan alam dan keindahan pulau-pulau yang luar biasa, bangsa
Indonesia perlu menyadari bahwa wilayah nusantara ini memiliki 129 gunung api aktif, atau
dikenal dengan ring of fire, serta terletak berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif
dunia Lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Ring of fire dan berada di pertemuan tiga
lempeng tektonik menempatkan negara kepulauan ini berpotensi terhadap ancaman bencana
alam. Di sisi lain, posisi Indonesia yang berada di wilayah tropis serta kondisi hidrologis
memicu terjadinya bencana alam lainnya, seperti angin puting beliung, hujan ekstrim, banjir,
tanah longsor, dan kekeringan. Tidak hanya bencana alam sebagai ancaman, tetapi juga
bencana non alam sering melanda tanah air seperti kebakaran hutan dan lahan, konflik sosial,
maupun kegagalan teknologi. (Muhammad Fakhruddin, 2013)
Pada saat terjadi bencana, semua alur yang terjadi akan berubah secara total, termasuk
alur kesehatan. Pada saat tidak terjadi bencana, seorang perawat akan memprioritaskan pasien
yang sedang mengalami situasi yang gawat darurat terlebih dahulu. Hal tersebut akan berbeda
ketika terjadi suatu bencana dimana yang menjadi prioritas adalah korban bencana yang
notabene mengalami sedikit luka dan yang mendapat luka serius cenderung ditinggal. Peran
perawat adalah melayani kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, tetapi peran ini menjadi
tidak penting ketika terjadi bencana dimana kesehatan dan keselamatan masyarakat menjadi
sangat rentan. Namun hal ini lah yang akan menjadi tantangan bagi profesi keperawatan dalam
mengembangkan profesionalisme dalam melakukan penanggulangan bencana dengan

[Type here]
[Type here]

berdasarkan pada nilai dan moral, sehingga diperlukan perawat yang mampu bertinteraksi
dengan masyarakat yang masih menjunjung tinggi nilai dan moral. (Haryadi, 2017)
Dalam situasi tersebut,dibutuhkan aplikasi nilai dan moral dalam diri seorang perawat
yang baik sehingga tercipta peran perawat yang mampu menghargai nilai dan moral yang
dimiliki dari pasien tersebut. Dalam pengambilan keputusan, nilai merupakan aspek penting
yang harus diperhatikankarena akan mempengaruhi persepsi dan motivasi seseorang. Perawat
harus menciptakan suasana saling menghormati akan nilai dan kebiasaan yang dijunjung oleh
masyarakat. Suasana dalam menciptakan penghargaan akan nilai dan moral dari individu
pasien tersebut meliputi penghargaan akan hidup, penghargaan akan martabat, dan
penghargaan akan hak klien.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana aspek etik dan legal dalam keperawatan bencana ?
2. Bagaimana perencanaan penanggulangan bencana ?
3. Bagaimana pengembangan dan perencanaan kebijakan bencana ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana gambaran secara umum tentang aspek etik dan legal
dalam keperawatan bencana.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui dan memahami tentang aspek etik dan legal dalam keperawatan
bencana
b. Mengetahui dan memahami dalam perencanaan penanggulangan bencana
c. Mengetahui dan memahami terkait pengembangan dan perencanaan kebijakan
bencana
D. Manfaat
1. Sebagai bahan pembelajaran dan sebagai bahan informasi guna menambaha wawasan
bagi pembaca
2. Sebagai bahan referensi jika ingin mengetahui bagaimana aspek etik dan legal dalam
keperawatan bencana.

[Type here]
[Type here]

BAB II
PEMBAHASAN

A. Aspek etik dan legal dalam keperawatan bencana


The American Medical Association telah menciptakan aturan baru yang kuat menangani tugas
dokter untuk merawat pasien sejak peristiwa 11 September 2001, namun profesi lainnya belum
mengikuti. Sampai saat ini, penyedia layanan kesehatan akan terus dihadapkan pada pembuatan
keputusan etis menantang dengan sedikit arah (Grimaldi, 2007).

Berikut ini adalah dari kebijakan yang diadopsi oleh American Medical Association pada tahun
2004: Bencana nasional, regional, dan tanggapan lokal untuk epidemi, serangan teroris dan
bencana lainnya memerlukan keterlibatan yang luas dari dokter. Karena komitmen mereka
untuk merawat orang sakit dan terluka, dokter individu memiliki kewajiban untuk memberikan
perawatan medis darurat selama bencana. kewajiban etis ini berlaku bahkan dalam menghadapi
risiko lebih besar dari biasanya untuk mengutamakan keselamatan, kesehatan, atau kehidupan
mereka. Tenaga kerja dokter, bagaimanapun bukan merupakan sumber daya terbatas, karena
itu, ketika berpartisipasi dalam respon bencana, dokter harus menyeimbangkan manfaat
langsung kepada pasien individu dengan kemampuan untuk merawat pasien di masa depan.

Pernyataan terkait pemberian pelayanan keperawatan: Perawat mempromosikan,


menganjurkan dan berusaha untuk melindungi kesehatan, keselamatan, dan hak-hak pasien".
Dipihak lain perawat berkewajiban menjaga dirinya sendiri. "Perawat berutang tugas yang sama
untuk dirinya sebelum merawat orang lain, termasuk tanggung jawab untuk menjaga integritas
dan keselamatan, untuk mempertahankan kompetensi dan untuk melanjutkan pertumbuhan
pribadi dan profesional. Perlu penyamaan persepsi lebih lanjut terkait pernyataan yang sedikit
berlawanan di atas yang menyatakan bahwa perawat memiliki kewajiban untuk memberikan
perawatan bagi pasien dan pernyataan bahwa perawat diwajibkan untuk menjaga keselamatan
diri.

Wynia mendaftar tantangan utama etika yang dihadapi penyedia layanan kesehatan dalam
keadaan darurat kesehatan masyarakat yaitu penjatahan, pembatasan, dan tanggung jawab.
Penjatahan merupakan penawaran khusus dengan alokasi sumber daya. Triage dapat
menimbulkan dilema etika karena mungkin ada sumber daya yang terbatas dalam kaitannya
dengan sejumlah besar orang yang membutuhkan pengobatan. Beberapa mungkin
mempertanyakan apakah triase itu etis.

Pembatasan dapat membatasi kebebasan dan kemerdekaan di kedua pasien dan pekerja
kesehatan. Tantangan ketiga adalah tanggung jawab etis. Ini mungkin merupakan tantangan
terbesar karena sulit untuk memprediksi apa yang akan dilakukan selama masa crisis. Seperti
yang dinyatakan sebelumnya, kode etik untuk sebagian besar profesi kesehatan hanya
menyarankan bahwa penyedia layanan melaksanakan kewajiban kepada pasien mereka,
sementara pada saat yang sama mereka ambigu dengan menyatakan bahwa ada juga ada
kewajiban untuk mengurus diri sendiri (Grimaldi, 2007).

[Type here]
[Type here]

Menurut ANA, Etik dalam Keperawatan Bencana adalah:

Perawat, dalam semua hubungan profesional, praktek dengan kasih sayang dan rasa hormat
terhadap martabat yang melekat, nilai, dan keunikan setiap individu, dibatasi oleh pertimbangan
status sosial atau ekonomi, atribut pribadi, atau sifat masalah kesehatan

2. perawat komitmen utama adalah untuk pasien, baik individu, keluarga, kelompok , atau
masyarakat

3. perawat mempromosikan, menganjurkan, dan berusaha untuk melindungi kesehatan,


keselamatan, dan hak pasien

4. perawat bertanggung jawab dan akuntabel untuk praktek keperawatan individu dan
menentukan delegasi yang sesuai tugas sesuai dengan kewajiban perawat untuk memberikan
perawatan pasien yang optimal.

5. perawat bertanggung jawab untuk dirinya dan untuk lainnya, termasuk tanggung jawab
untuk menjaga integritas dan keamanan, untuk menjaga kompetensi, dan melanjutkan
pertumbuhan pribadi dan profesional.

6. perawat berpartisipasi dalam membangun, memelihara, dan meningkatkan lingkungan


perawatan kesehatan dan kondisi kerja yang kondusif bagi penyediaan pelayanan kesehatan
yang berkualitas dan konsisten dengan nilai-nilai profesi melalui aksi individu dan kolektif

7. perawat berpartisipasi dalam kemajuan profesi melalui kontribusi untuk berlatih,


pendidikan, administrasi, dan pengembangan pengetahuan

8. perawat bekerja sama dengan profesional kesehatan lainnya dan masyarakat dalam
mempromosikan masyarakat, nasional, dan upaya internasional hanya untuk memenuhi
kebutuhan kesehatan

9. profesi keperawatan, yang diwakili oleh asosiasi dan anggotanya, bertanggung jawab untuk
mengartikulasikan nilai keperawatan, untuk menjaga integritas profesi dan praktek, dan untuk
membentuk kebijakan social

B. Perencanaan dan penanggulangan bencana

1. Macam-Macam Bencana
A. Bencana Alam

[Type here]
[Type here]

Gambar 2.1. Bencana Banjir di Jakarta 2020

Gambar 2.2. Bencana Tanah Longsor dan Banjir di Manado 2021

B. Bencana Non-Alam

Gambar 2.3. Wabah Penyakit Virus Corona (Covid-19) 2020

[Type here]
[Type here]

Gambar 2.4 Ledakan Kilang Minyak Pertamina di Balongan 20

3. Bencana sosial

Gambar 2.5. Aksi Menentang UU Ekstradisi di Hong Kong 2019

1. Peran Keperawatan Penanggulangan Bencana


Keperawatan sebagai petugas kesehatan yang sering terlibat dalam
penanggulangan bencana, di berbagai tempat seperti di rumah sakit, di pusat
evakuasi, di tatanan klinik dan di puskesmas/komunitas, ICN, 2009 dalam
Hamarna, 2016
[Type here]
[Type here]

1. Peran keperawatan di Rumah Sakit yang berdampak penanggulangan bencana,


yakni :
a) Sebagai Manager, seorang perawat mempunyai tugas mengelola pelayanan gawat
darurat, mengelola fasilitas, peralatan, dan obat-obatan live saving, mengelola
administrasi/keuangan, melaksanakan pengendalian mutu pelayanan gawat darurat
dan melakukan koordinasi dengan unit RS lain.
b) Sebagai Leadership, memiliki tugas mengelola tenaga medis, tenaga keperawatan,
tenaga non medis dan mengatur jadwal dinas dalam penanggulangan
bencana.Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan (Care Giver), seorang perawat,
harus melakukan pelayanan siap siaga bencana dan dapat menyelesaikan masalah
fisik maupun psikologis dalam proses penanggulangan bencana pada pasien.
2. Peran Keperawatan di Pusat Evakuasi, yakni :
c) Koordinator untuk mengkoordinir sumberdaya baik tenaga kesehatan, peralatan
evakuasi dan bahan logistik, mengkoordinir daerah yang menjadi tempat evakuasi
dalam proses penanggulangan bencana.
d) Sebagai pelaksana evakuasi seorang perawat dapat melakukan transportasi pasien,
stabilisasi pasien, merujuk pasien, membantu penyediaan air bersih dan sanitasi di
daerah bencana dalam proses penanggulangan bencana.
2. Peran Keperawatan di Tatanan Klinik Lapangan (Mobile Clinic) yakni melakukan
beberapa tindakan berupa triage, penanganan trauma, perawatan emergency,
perawatan akut, pertolongan pertama, kontrol infeksi, pemberian caring,
supportive dan palliative secara komprehensif.
3. Peran Keperawatan di Puskesmas/Komunitas pada saat terjadi bencana yakni
melakukan perawatan pasien ringan, pemberian obat ringan, merujuk pasien.
Namun menurut fungsi dan peran seorang perawat dalam situasi penanggulangan
bencana dijabarkan menurut 3 (tiga) fase yakni:
a) Fase Pra-bencana : seorang perawat dapat mengikuti pendidikan dan pelatihan,
terlibat dalam berbagai organisasi dalam penyuluhan dan simulasi persiapan
menghadapi ancaman bencana, terlibat program promosi kesehatan pada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat dalam dalam proses penanggulangan
bencana.
b) Fase Bencana : seorang perawat memberikan tindakan cepat dan tepat pada para
korban selamat, berkoordinasi untuk menciptakan kepemimpinan dalam
merancang master plan of revitalizing.

[Type here]
[Type here]

c) Fase Pasca Bencana : seorang perawat memberikan pengkajian kebutuhan


komunitas, memberikan perawatan fisik dan psikologis bagi korban, memberikan
pemulihan untuk mengembalikan fungsi pelayanan kesehatan secara
komprehensif untuk mempercepat keadaan sehat dan aman.

2. MANAJEMEN PENANGGULANGAN BENCANA


Manajemen penanggulangan bencana adalah penggunaan sumber daya secara
efektif untuk mencapai sasaran, dalam rangka upaya pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, tanggap darurat dan sebagai pemulihan berkaitan dengan bencana
yang dilakukan pada saat tahapan sebelum, saat dan setelah bencana.
Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 Manajemen bencana
merupakan suatu proses yang dinamis, berlanjut dan terpadu untuk meningkatkan
kualitas langkah- langkah yang berhubungan dengan observasi, analisis bencana,
pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini, penanganan darurat,
rehabilitasi dan rekonstruksi bencana.
Manajemen penanggulangan bencana dapat di lakukan dengan proses yang
dinamis, yang dikembangkan melalui fungsi manajemen yang pertama kali
diperkenalkan oleh seorang industrialis Perancis bernama Henry Fayol yang
menyebutkan, bahwa terdapat lima fungsi manajemen, yakni merancang,
mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan mengendalikan.
Namun kelima fungsi tersebut jika disederhanakan menjadi empat fungsi,
yakni perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian dan pembagian
tugas (Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling) atau di kenal dengan
singkatan POAC. (Setiadi, 2016). Proses tersebut juga dapat melibatkan berbagai
macam organisasi yang harus bekerjasama dalam melakukan pencegahan,
mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat dan proses pemulihan akibat bencana
yang terjadi.

[Type here]
[Type here]

Manajemen Manajemen
Kedaruratan Pemulihan

Pra Bencana Saat Bencana Pasca Bencana

Gambar 2.6.

Proses Manajemen Penanggulangan Bencana


Menurut Erita dkk. (2019) Proses Siklus dalam menerapkan manajemen
penanggulangan bencana, dilaksanakan melalui 3 (Tiga) tahapan yakni :
1) Manajemen risiko bencana adalah pengaturan/manajemen bencana dengan
penekanan pada factor-faktor yang bertujuan mengurangi risiko saat sebelum
terjadinya bencana.
Manajemen risiko bencana terdiri dari dua bagian yakni pengkajian risiko (Risk
Assesment) meliputi indentifikasi risiko bencana, menilai risiko, mengevaluasi
risiko yang di tangani dan pengelolaan risiko (Risk Treatment) meliputi
menghindari risiko, mengurangi risiko, mengalihkan risiko, menerima risiko yang
dapat dilakukan dalam bentuk fase pra bencana meliputi kegiatan pencegahan,
mitigasi/peringatan dini dan kesiapsiagaan.
Fase pra bencana merupakan pengurangan risiko bencana dengan tujuan
mengurangi timbulnya suatu ancaman dan mengurangi dampak buruk dari suatu
ancaman bencana.
a) Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya

[Type here]
[Type here]

untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.


b) Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik, maupun penyandaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana.
c) Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkag yang tepat guna dan
berdaya guna. Kesiapsiagaan ini sebenarnya masuk manajemen darurat, namun
letaknya di pra bencana. Dalam fase ini juga terdapat peringatan dini yakni
serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat
tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang
berwenang.
2) Manajemen kedaruratan adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan
penekanan pada faktor-faktor pengurangan jumlah kerugian dan korban serta
penanganan pengungsi saat terjadinya bencana dengan fase nya yakni fase saat
bencana pada fase ini kegiatan yang dilakukan adalah tanggap darurat bencana di
mana sasarannya adalah “save more lifes” kegiatan tanggap darurat bencana
berupa pencarian atau search and rescue (SAR), bantuan darurat dan pengungsian.
a) Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan
segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang
ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta
benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,
penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.
Proses pelayanan medis, dalam fase saat bencana lebih disederhanakan menjadi
fase akut dan fase sub akut. Fase akut 48 jam pertama sejak bencana terjadi sering
disebut fase penyelamatan dan pertolongan/pelayanan medis darurat. Pada fase
akut 66 jam dilakukan penyelamatan dan pertolongan serta tindakan medis darurat
kepada orang-orang yang terluka akibat kejadian bencana dan fase sub akut terjadi
setelah 1 minggu sejak terjadinya kejadian bencana, agar dapat dilakukan
perawatan, pengungsian, evakuasi serta tindakan terhadap munculnya
permasalahan kesehatan selama penyelamatan dan pertolongan dalam pelayanan
medis darurat.
3) Manajemen pemulihan adalah penganturan upaya penanggulangan bencana
dengan penekanan pada faktor-faktor yang dapat mengembalikan kondisi
masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan

[Type here]
[Type here]

kembali kelembagaan, prasarana dan sarana secara komprehensif setelah


terjadinya bencana dengan fase yakni fase pasca bencana meliputi kegiatan
pemulihkan kondisi (rehabilitasi), pembangunan kembali (rekonstruksi) tata
kehidupan dan penghidupan masyarakat menjadi lebih baik (build back better).
a) Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik
atau masyakarat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana
dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua
aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana.
Proses pelaksanaan rehabilitasi terdiri dari perbaikan lingkungan daerah
bencana, perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan
rumah masyarakat, pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan,
rekonsilliasi dan resolusi konflik, pemulihan sosial ekonomi budaya, pemulihan

sosial ekonomi budaya, pemulihan keamanan/tata tertiban, pemulihan fungsi


pemerintahan dan pemulihan fungsi pelayanan publik.
b) Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,
kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintah maupun
masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban dan bangkitnya
peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada
wilayah pasca bencana.
Proses pelaksanaan rekonstruksi terdiri dari rekonstruksi kondisi fisik (prasarana
dan sarana, sarana sosial masyarakat, penerapan rancangan bangunan/peralatan
lebih baik dan tahan bencana) dan rekonstruksi kondisi Non fisik (kehidupan
sosial dan budaya masyarakat, partisipasi serta peran serta suatu
organisasi/lembaga, perekonomian masyarakat, fungsi pelayanan publik dalam
masyarakat, dan kesehatan mental masyarakat).
c) Penilaian kerusakan dan kerugian akibat bencana
Proses penilaian kerusakan akibat bencana meliputi : sektor pemukiman, sektor
infrastruktur, sektor ekonomi produktif, sektor sosial dan sektor pemerintahan di
wilayah.
Proses kerugian akibat bencana meliputi beberapa aspek yakni : biaya tambahan
yang dapat di keluarkan oleh seseorang untuk transport akibat jalan/jembatan
terputus/rusak dan biaya tambahan yang dapat di keluarkan oleh seseorang untuk
sewa tempat tinggal/penginapan akibat rumah yang rusak/hancur.
[Type here]
[Type here]

C. pengembangan dan perencanaan kebijakan bencana


Sesuai dengan amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang
menegaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia bertanggung-jawab
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Memberikan perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan termasuk
perlindungan atas bencana untuk menjadikan “Bangsa yang Tangguh Menghadapi
Bencana”. Bangsa yang tangguh bencana adalah bangsa yang mempunyai
kemampuan dalam mengatasi bencana melalui adaptasi dalam membangun kembali
kehidupan dengan cara yang lebih baik. Dalam melaksanakan penyelenggaraan
penanggulangan bencana ini diperlukan acuan isu strategis, arah kebijakan, strategi
umum, dan strategi penyelenggaraannya.

a. Isu strategis
Strategi yang ditempuh untuk mewujudkan Bangsa yang Tangguh Bencana
pertamatama adalah penguatan kerangka regulasi penanggulangan bencana
melalui penyusunan peraturan, prosedur-prosedur tetap (protap) dan rencana-
rencana penanggulangan bencana dari tingkat pusat sampai daerah. Melalui
langkah-langkah ini diharapkan upaya penanggulangan bencana akan memperoleh
arah yang jelas dan dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Selain itu perlu
strategi khususnya dalam menghadapi permasalahan dan tatntangan serta
memanfaatkan peluang, dengan melakukan:
1) Optimalitas Komitmen Nasional
2) Perkuatan Kelembagaan Penanggulangan Bencana
3) Perkuatan Kesiapsiagaan Untuk Ketangguhan Operasi Tanggap Darurat
4) Perkuatan Ketangguhan Komunitas
5) Optimalitas Kemitraan Penanggulangan Bencana
6) Pengembangan Kerjasama Global

b. Arah Kebijakan Nasional Penyelenggaraan PB 2015-2019

Kebijakan penanggulangan bencana di Indonesia diatur terutama melalui UU


No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Peraturan Pemerintah No.
21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dan peraturan-
peraturan pemerintah serta peraturan presiden turunan dari UU No. 24 tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana. Dengan demikian arah kebijakan nasional
yang akan diwujudkan melalui RENAS PB 2015-2019 adalah: Meningkatkan
[Type here]
[Type here]

efektivitas penanggulangan bencana Indonesia dengan (1) Penguatan Tata Kelola


Penanggulangan Bencana, (2) Peningkatan Ketangguhan dalam Menghadapi
Bencana.

c. Sasaran Umum
Mengurangi risiko bencana dengan pengurangan korban jiwa, kerugian ekonomi
serta infrastruktur dan lingkungan yang rusak akibat bencana, melalui
pembangunan:
1) Komitmen Nasional
2) Kelembagaan Penanggulangan Bencana
3) Kesiapsiagaan Untuk Ketangguhan Operasi Tanggap Darurat
4) Ketangguhan Komunitas
5) Kemitraan Penanggulangan Bencana
6) Kerjasama Global
d. Strategi Penyelenggaraan
Untuk melaksanakan arah kebijakan penanggulangan bencana, maka strategi
yangakan ditempuh dalam RENAS PB 2015-2019 yang akan menjadi fokus
prioritas adalah sebagai berikut:
1) Penguatan kerangka hukum penanggulangan bencana.
2) Pengarusutamaan penanggulangan bencana dalam pembangunan.
3) Peningkatan kemitraan multipihak dalam penanggulangan bencana.
4) Pemenuhan tata kelola yang baik bidang penanggulangan bencana.
5) Peningkatan kapasitas dan efektivitas pencegahan dan mitigasi bencana.
6) Peningkatan kesiapsiagaan dan penanganan darurat bencana.
7) Peningkatan kapasitas dan efektivitas pemulihan bencana.
e. Penataan Kelembagaan
Strategi umum dalam mewujudkan visi dan misi ketangguhan bangsa menghadapi
bencana meliputi upaya (1) menjauhkan masyarakat dari bencana; (2) menjauhkan
bencana dari masyarakat; (3) hidup harmoni dengan risiko bencana; dan (4)
menumbuhkembangkan dan mendorong kearifan lokal masyarakat dalam
penanggulangan bencana. Strategi umum tersebut diterapkan dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana yang meliputi kegiatan tahap
prabencana, saat tanggap darurat, maupun pascabencana, yang dituangkan dalam
strategi khusus yang meliputi:

[Type here]
[Type here]

1) Mengurangi Risiko Bencana (Reduce The Risk)


Pengurangan risiko bencana dilakukan pada tahap prabencana dengan
langkah sebagai berikut: (1) Pemantapan koordinasi pencegahan dan
kesiapsiagaan; (2) Pembangunan sistem pengurangan risiko dan
kesiapsiagaan terpadu; (3) Pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya
dengan berbasis kajian risiko dan perencanaan kontinjensi; (4) Penyediaan
sarana dan prasarana sistem peringatan dini yang terintegrasi; (5)
Pembangunan infrastruktur mitigasi bencana; (6) Peningkatan kapasitas
melalui pendidikan dan pelatihan; (7) Penyebarluasan informasi
kebencanaan yang andal; dan (8) Dukungan logistik dan peralatan yang
memadai.
2) Menyelamatkan Sebanyak Mungkin Nyawa (Save More Lives)
Strategi menyelamatkan sebanyak mungkin nyawa (save more lives)
dilakukan pada saat tanggap darurat dengan: (1) Meningkatkan
kemampuan masyarakat yang terlatih untuk melakukan penanganan secara
mandiri; (2) Memanfatkan seluruh potensi lokal termasuk dunia usaha
yang tersedia untuk penangan darurat; (3) Meningkatkan kecepatan tiba
tim reaksi cepat untuk melakukan kaji cepat di daerah bencana; (4)
Kecepatan dalam menerbitkan pernyataan status keadaan darurat dan
pengorganisasian penanganan darurat; (5) Upaya SAR dan dan
penanganan kesehatan yang efektif; (6) Pemenuhan segera kebutuhan
dasar bagi pengungsi; (7) Memprioritaskan penanganan kelompok rentan;
(8) Segera memfungsikan (secara darurat) sarana prasarana vital yang
rusak.
3) Membangun Kembali Lebih Baik dan Lebih Aman (Built Back Better and
Safer)
Strategi membangun lebih baik dan lebih aman (build back better and
safer) dilakukan dalam kerangka pemulihan pascabencana. Pembangunan
kembali pascabencana dilaksanakan secara terencana, terkoordinasi,
terkendali, terpadu, dan berdimensi pengurangan risiko, melalui
pembagian kewenangan pusat dan daerah secara bertanggungjawab sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Program pemulihan ini berdasarkan
rencana aksi yang disusun degan menggunakan metode JITU PASNA
(Kajian Kebutuhan Paska Bencana). Kondisi masyarakat dan lingkungan

[Type here]
[Type here]

kehidupan mereka harus menjadi lebih baik dan aman setelah proses
pemulihan pascabencana. Dengan demikian, masyarakat juga lebih siap
menghadapi ancaman bencana.
f. Konsep Kepemimpinan Dalam Penanggulangan Bencana
Pengalaman penanggulangan berbagai bencana di Indonesia selama enam tahun
terakhir memberikan banyak pembelajaran, tak terkecuali dalam aspek
kepemimpinan. Pengalaman tersebut kemudian menjadi kristalisasi pemikiran
yang melahirkan sejumlah konsep kepemimpinan dalam penanggulangan bencana.
Pendekatan kepemimpinan yang dikonseptualisasikan dan dijalankan oleh Kepala
BNPB dalam mengarahkan lembaga ini menuju visi dan misi ketangguhan bangsa
menghadapi bencana antara lain teori vertizontal, sapalibatisme, SPARE, dan Satu
Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa Penanggulangan Bencana.
Kunci keberhasilan dalam penanggulangan bencana adalah adanya story
leadership (kepemimpinan). Aktor penanggulangan bencana perlu berperan
sebagai pemimpin (leader) bukan manajer. Pemimpin dan manajer mengandung
dua pengertian yang berbeda. Seorang pemimpin mampu mengatasi dinamika di
lapangan yang seringkali tidak sesuai dengan aturan normatif atau produk hukum
yang dapat saja justru menghambat penanganan bencana yang dituntut agar selalu
cepat, tanggap, dan akomodatif. Seorang pemimpin bersifat dinamis. Sementara
itu, seorang manajer biasanya terpaku kepada aturan ada, terkurung dalam status
quo bersifat statis.

Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007, Bencana dapat didefinisikan


sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwyanga yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau
faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Penanggulangan bencana merupakan serangkaian upaya yang meliputi penetapan
kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan
bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.(BNPB, 2014).

[Type here]
[Type here]

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan


mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam
dan/atau nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU 24/2007).
Aspek etik dan legal dalam keperawatan bencana diperlukan agar perawat dapat
membuat suatu keputusan yang tidak melawan nilai yang ada, ketika sedang bekerja di
ruangan ataupun ketika bencana yang mengharuskan perawat bekerja lebih cepat dan tepat,
baik dalam diri perawat maupun masyarakat, perawat harus bekerja profesional dengan
disertai moral kompeten. Bencana mengharuskan perawat untuk membuat pilihan etis yang
sulit dalam menghadapi sumber daya yang langka, Keputusan sering dibuat untuk kebaikan
yang lebih baik daripada individu. Secara legal perawat memiliki hak dan kewajibannya
dalam melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.
Perawat harus memiliki kemampuan untuk menilai keadaan dengan cepat dan sesuai dengan
keilmuan atau kompetensi yang ia miliki untuk mengambil keputusan secara professional.

[Type here]
[Type here]

Peran perawat sebelum bencana terjadi adalah memberikan konseling dan


penyuluhan, melakukan pemberdayaan masyarakat, menjalin kemitraan dalam perawatan
kesehatan dan meningkatkan pengetahuan terhadap bencana. Perawat juga memiliki peran
saat terjadi bencana atau dalam keadaan darurat yaitu perawat dapat melakukan tindakan
medis dan pemberian pengobatan sesuai dengan kompetensinya yang bertujuan untuk
menyelamatkan nyawa klien dan mencegah kecacatan. Saat pasca bencana perawat berperan
untuk melakukan pelayanan kesehatan dan melakukan perawatan kepada klien yang terkena
bencana dan melakukan rehabilitasi mental terhadap klien yang trauma karena terkena
dampak dari bencana.

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
Haryadi, P., Ratag, M. A., Karnawati, D., Rizal, S., Surono, & Sutardi. (2017).
Pengenalan karakteristik bencana dan upaya mitigasinya di Indonesia. Dalam
Triutomo, S., Widjaya, W., & Amri, M. R. (Eds.).Murni, T. W. (2010). Natural
Disaster (Bencana Alam). S2 Program Studi Keperawatan Universitas
Padjadjaran
Hiswara Bundjamin, Perkembangan Hukum & Lembaga Negara,Cet ke-1,Jilid II,
(Yogyakarta: FH UII Press,2014), h.272.
Muhammad Fakhruddin, Pembangunan Kemaritiman, Cet. 1Jilid I (Pekanbaru: Bahana Press,
2013), h. 18
Marlyono, Setio Galih. "Peranan Literasi Informasi Bencana terhadap Kesiapsiagaan
Bencana Masyarakat Jawa Barat." Jurnal Geografi Gea 16.2 (2016): 116-123.
Husna, Cut. "KOGNITIF PERAWAT INSTALASI GAWAT DARURAT DENGAN INTENSIVE CARE
PADA FASE RESPON BENCANA." Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Keperawatan 3.3 (2018).

Nasrun, N., & Fathya, F. (2021). Etik Dan Profesionalisme Perawat Dan Bidan Puskesmas
Marawola Kabupaten Sigi Pada Masa Tanggap Bencana Gempa Bumi. Herb-Medicine
Journal: Terbitan Berkala Ilmiah Herbal, Kedokteran dan Kesehatan, 4(2), 29-41.
Erita, Donny Mahendra, Adventus. (2019). Buku Materi Pembelajaran Manajemen
Gawat Darurat Dan Bencana. UKI, Jakarta.

Hamarno Rudi. (2016). Modul Keperawatan Kegawatdaruratan & Manajemen


Bencana. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Selatan.

Setiadi. (2016). Manajemen & Kepemimpinan Dalama Keperawatan. Indomedia


Pustaka, Yogyakarta.

[Type here]
[Type here]

Tener, G.V. (2018). Disaster Nursing And Emergency Preparedness. Springer


Publishing Company,LLC.

UU No. 24 tahun (2007). Tentang Penanggulangan Bencana. Jakarta.


WHO – ICN. (2009). ICN Framework of Disaster Nursing Competencies, WHO and
ICN, Geneva, Switzerland.

BNPB. (2014). National Disaster Management Plan 2015-2019. Rencana


Nasional Penanggulangan Bencana 2015-2019 RINGKASAN EKSEKUTIF,
1–115. https://www.bnpb.go.id//uploads/renas/1/BUKU RENAS PB.pdf

[Type here]

Anda mungkin juga menyukai