Dosen Pengampu :
Nuridha Fauziyah, S. Kep., Ners., M. Kep.
Disusun Oleh :
Kelompok 4 – Ilmu Keperawatan B
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala anugerah-Nya yang telah
dilimpahkan kepada penyusun, sehingga penyusun mampu menyelesaikan penyusunan
makalah ini dengan lancar dan baik. Makalah ini disusun dalam rangka untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Bencana.
1. Ibu Nuridha Fauziyah, S. Kep., Ners., M. Kep. Selaku dosen mata kuliah
Keperawatan Bencana
2. Orangtua yang telah mendukung dari segi materi maupun non materi.
3. Rekan kelompok 4 yang telah memberikan dukungan dan motivasi
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
penyusun mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang.
Demikianlah makalah ini disusun dengan harapan dapat bermanfaat khususnya
bagi penyusun dan pengguna makalah ini pada umumnya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Konsep Pengurangan Resiko Bencana ................................................... 4
2.2 Pencegahan Penyakit .............................................................................. 18
2.3 Promosi Kesehatan ................................................................................. 26
2.4 Komunikasi dan Penyebaran Informasi ................................................. 29
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 49
3.2 Saran ....................................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor
alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda,
dan dampak psikologis. Selanjutnya pada pasal 2 disebutkan bahwa bencana
alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Dalam
Undang-undang tersebut pada ketentuan umum butir 9 tercantum bahwa
mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana.
2
1.2 Rumusan Masalah
3
BAB 2
PEMBAHASAN
4
Paradigma yang berkembang berikutnya adalah paradigma mitigasi,
yang tujuannya lebih diarahkan pada identifikasi daerah-daerah rawan bencana,
mengenali pola-pola yang dapat menimbulkan kerawanan dan melakukan
kegiatan-kegiatan mitigasi yang bersifat struktural (seperti membangun
konstruksi) maupun non struktural seperti penataan ruang, building code dan
sebagainya.
Selanjutnya paradigma penanggulangan bencana berkembang lagi
mengarah kepada faktor- faktor kerentanan di dalam masyarakat yang disebut
dengan paradigma pembangunan. Upaya- upaya yang dilakukan lebih bersifat
mengintegrasikan upaya penangulangan bencana dengan program
pembangunan. Misalnya melalui pekuatan ekonomi, penerapan teknologi,
penegntasan kemiskinan dan sebagainya.
Paradigma yang terakhir adalah paradigma pengurangan resiko.
Pendekatan ini merupakan perpaduan dari sudut pandang teknis dan ilmiah
dengan perhatian kepada faktor-faktor sosial, ekonomi, dan politik dalam
perencanaan pengurangan bencana. Dalam paradigma ini penanggulangan
bencana bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
mengelola dan menekan resiko terjadinya bencana. Hal terpenting dalam
pendekatan ini adalah memandang masyarakat sebaga subyek dan bukan obyek
dari penanggulangan bencana dalam proses pembangunan.
Di Indonesia, masih banyak penduduk yang menganggap bahwa
bencana itu merupakan suatu takdir. Hal ini merupakan gambaran bahwa
paradigma konvensional masih kuat dan berakar di masyarakat. Pada umumnya
mereka percaya bahwa bencana itu adalah kutukan atas dosa dan kesalahan
yang telah diperbuat, sehingga seseorang harus menerima bahwa itu sebagai
takdir akibat perbuatannya. Sehingga tidak perlu lagi berusaha untuk
mengambil langkah-langkah pencegahan dan penaggulanganya.
Paradigma penanggulangan bencana sudah beralih dari paradigma
bantuan darurat menuju ke paradigma mitigasi/preventif dan sekaligus juga
paradigma pembangunan. Karena setiap upaya pencegahan dan mitigasi hingga
5
rehabilitasi dan rekonstruksinya telah diintegrasikan dalam program-program
pembangunan di berbagai sektor.
Dalam paradigma sekarang, pengurangan resiko bencana yang
merupakan rencana terpadu yang bersifat lintas sektor dan lintas wilayah serta
meliputi aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Dalam implementasinya
kegiatan pengurangan resiko bencana nasional akan disesuaikan dengan
rencana pengurangan risiko bencana pada tingkat regional dan internasional.
Dimana masyarakat merupakan subyek, obyek sekaligus sasaran utama upaya
pengurangan resiko bencana dan berupaya mengadopsi dan memperhatikan
kearifan lokal (local wisdom) dan pengetahuan tradisional (traditional
knowledge) yang ada dan berkembang dalam masyarakat. Sebagai suyek
masyarakat diharapkan dapat aktif mengakses saluran informasi formal dan
non-formal, sehingga upaya pengurangan risiko bencana secara langsung dapat
melibatkan masyarakat. Pemerintah bertugas mempersiapkan sarana, prasarana
dan sumber daya memadai untuk pelaksanaan kegiatan pengurangan risiko
bencana.
Dalam rangka menunjang dan memperkuat daya dukung setempat,
sejauh memungkinkan upaya-upaya pengurangan risiko bencana akan
menggunakan dan memberdayakan sumber daya setempat. Ini termasuk tetapi
tidak terbatas pada sumber dana, sumber daya alam, ketrampilan, proses-proses
ekonomi dan sosial masyarakat.
Jadi, ada tiga hal penting terkait dengan perubahan paradigma ini, yaitu :
a. Penanggulangan bencana tidak lagi berfokus pada aspek tanggap darurat
tetapi lebih pada keseluruhan manajemen risiko.
b. Perlindungan masyarakat dari ancaman bencana oleh pemerintah
merupakan wujud pemenuhan hak asasi rakyat dan bukan semata-mata
karena kewajiban pemerintah.
c. Penangulangan bencana bukan lagi hanya urusan pemerintah tetapi juga
masyarakat menjadi penanggung jawab utamanya.
6
Sebagai salah satu tindak lanjut dalam menghadapi perubahan paradigma
tersebut, pada bulan januari tahun 2005 di kobe – jepang, diselenggarakan
konferensi pengurangan bencana dunia (World Conference on Disaster
Reduction) yang menghasilkan beberapa substansi dasar dalam mengurangi
kerugian akibat bencana, baik kerugian jiwa, sosial, ekonomi dan lingkungan.
Substansi dasar tersebut yang selanjutnya merupakan lima prioritas kegiatan :
a. Meletakan pengurangan risiko bencana sebagai prioritas nasional
maupun daerah yang pelaksanaanya harus didukung oleh kelembagaan
yang kuat.
b. Mengidentifikasi, mengkaji dan memantau risiko bencana serta
menerapkan sistem peringatan dini.
c. Memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun
kesadaran keselamatan diri dan ketahanan terhadap bencana pada semua
tingkatan masyarakat.
d. Mengurangi faktor-faktor penyebab risiko bencana.
e. Memperkuat kesepian menghadapi bencana pada semua tingkatan
masyarakat agar respons yang dilakukan lebih efektif.
7
c. Keterlambatan dalam penaggulangan bencana, mengingat luasnya
wilayah negara indonesia dan sebagian besar masih mengandalkan
pada kemampuan pusat.
8
5. Sistem Peringatan Dini termasuk di dalamnya prakiraan, sebaran
peringatan, ukuran-ukuran kesiapsiagaan, dan kapasitas respons
(UNISDR, 2004).
B. Komponen Bencana
1. Hazard (Bahaya)
Bahaya adalah suatu fenomena alam atau buatan yang mempunyai
potensi mengancam kehidupan manusia, kerugian harta benda dan
kerusakan lingkungan.
Berdasarkan United International Strategy for Disaster Reduction
(UN-ISDR), bahaya ini dibedakan menjadi lima kelompok yaitu :
a. Bahaya beraspek geologi antara lain gempa bumi, tsunami,
gunung api, gerakan tanah (mass movement) sering dikenal
sebagai tanah longsor.
b. Bahaya beraspek hidrometeorologi antara lain : banjir,
kekeringan, angin topan, gelombang pasang.
c. Bahaya beraspek bilogi antara lain : wabah penyakit, hama dan
penyakit tanaman dan hewan/ ternak.
d. Bahaya beraspek teknologi antara lain : kecelakaan transportasi,
kecelakaan industri, kegagalan teknologi.
e. Bahaya beraspek lingkungan antara lain : kebakaran hutan,
kerusakan lingkungan, pencemaran limbah.
2. Kerentanan (Vulnerability)
Kerentanan (vulnerability) merupakan kondisi dari suatu komunitas
atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan
dalam menghadapi ancaman bahaya. Jenis kerentanan ada 3 yaitu :
a) Kerentanan fisik (infrastruktur) menggambarkan suatu kondisi
fisik (infrastruktur) yang rawan terhadap faktor bahaya (hazard)
tertentu. Kondisi kerentanan ini dapat dilihat dari berbagai
9
indikator sebagai berikut: presentase kawasan terbangun;
kepadatan bangunan; persentase bangunan konstruksi darurat;
jaringan listrik; rasio panjang jalan; jaringan telekomunikasi;
jaringan PDAM; dan jalan KA. Wilayah permukiman di
Indonesia dapat dikatakan berada pada kondisi yang sangat
rentan karena presentase kawasan terbangun, kepadatan
bangunan dan bangunan konstruksi darurat di perkotaan sangat
tinggi sedangkan persentase, jaringan listrik, rasio panjang jalan,
jaringan telekomunikasi, jaringan PDAM, jalan KA sangat
rendah.
b) Kerentanan sosial menggambarkan kondisi tingkat kerapuhan
sosial dalam menghadapi bahaya (hazard). Pada kondisi sosial
yang rentan maka jika terjadi bancana dapat dipastikan akan
menimbulkan dampak kerugian yang besar. Beberapa indikatir
kerentanan sosial antara lain kepadatan penduduk, laju
pertumbuhan penduduk, persentase penduduk usia tua-balita dan
penduduk wanita. Kota-kota di Indonesia memiliki kerentanan
sosial yang tinggi karena memiliki persentase yang tinggi pada
indikator-indikator tersebut.
c) Kerentanan ekonomi menggambarkan suatu kondisi tingkat
kerapuhan ekonomi dalam menghadapi ancaman bahaya
(hazards). Beberapa indikator kerentanan ekonomi diantaranya
adalah persentase rumah tangga yang bekerja di sektor rentan
(sektor yang rawan terhadap pemutusan hubungan kerja) dan
persentase rumah tangga miskin.
10
dan ketidakmampuan, maka semakin besar pula risiko bencana yang
dihadapi.
Berdasarkan potensi ancaman bencana dan tingkat kerentanan yang
ada, maka dapat diperkirakan risiko bencana yang akan terjadi di
wilayah Indonesia tergolong tinggi. Risiko bencana pada wilayah
Indonesia yang tinggi tersebut disebabkan oleh potensi bencana/hazards
yang dimiliki wilayah-wilayah tersebut yang memang sudah tinggi,
ditambah dengan tingkat kerentanan yang sangat tinggi pula.
Dalam kaitannya dengan pengurangan risiko bencana, maka upaya
yang dapat dilakukan adalah melalui pengurangan tingkat kerentanan,
karena hal tersebut relative lebih mudah dibandingkan dengan
mengurangi/memperkecil bahaya/hazard.
11
D. Tahap Pengurangan Resiko Bencana
2. Fase tindakan
12
Fase tindakan adalah fase dimana dilakukan berbagai aksi darurat
yang nyata untuk menjaga diri sendiri dan harta kekayaan. Aktivitas
yang dilakukan secara kongkret yaitu :
a. Instruksi pengungsian
b. Pencarian dan penyelamatan korban
c. Menjamin keamanan di lokasi bencana
d. Pengkajian terhadap kerugian akibat bencana
e. Pembagian dan penggunaan alat perlengkapan pada kondisi
darurat,
f. Pengiriman dan penyerahan barang material
g. Menyediakan tempat pengungsian dan lain-lain.
13
pemulihan dan tidak sampai mengembalikan fungsi-fungsi normal seperti
sebelum bencana terjadi. Dengan kata lain, fase ini merupakan masa
peralihan dari kondisi darurat ke kondisi tenang.
4. Fase Rehabilitasi / Rekonstruksi.
Jangka waktu fase Rehabilitasi / Rekonstruksi juga tidak dapat
ditentukan, namun ini merupakan fase dimana individu atau masyarakat
berusaha menegembalikan fungsi-fungsinya seperti sebelum bencana dan
merencanakan rehabilitasi terhadap seluruh komunitas. Tetapi, seseorang
atau masyarakat tidak dapat kembali pada keadaan yang sama seperti
sebelum mengalami bencana, sehingga dengan menggunaan
pengalamannya tersebut diharapkan kehidupan individu serta keadaan
komunitas pun dapat dikembangkan secara progresif.
14
hidup yang nyaman dengan tenang, membantu terapi kejiwaan korban
bencana, membantu kegiatan-kegiatan untuk memulihkan kesehatan
hidup dan membangun kembali komunitas sosial
3. Fase tenang pada siklus bencana
Pada fase tenang dimana tidak terjadi bencana, diperlukan
pendidikan penanggulangan bencana sebagai antisipasi saat bencana
terjadi, pelatihan pencegahan bencana pada komunitas dengan
melibatkan penduduk setempat, pengecekan dan pemeliharaan fasilitas
peralatan pencegahan bencana baik di daerah-daerah maupun pada
fasilitas medis, srta membangun sistem jaringan bantuan.
15
4. Imunisasi terbatas
Pengungsi pada umumnya rentan terhadap penyakit, terutama
orang tua, ibu hamil, bayi dan balita. Bagi bayi dan balita perlu
imunisasi campak bila dalam catatan program daerah tersebut belum
mendapatkan crash program campak. Jenis imunisasi lain mungkin
diperlukan ssuai dengan kebutuhan setempat seperti yang dilakukan
untuk mencegah kolera.
5. Surveilanse Epidemologi
Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh informasi
epidemologi penyakit potensi KLB dan faktor resiko.atas informasi
inilah maka dapat ditentukan pengendalian penyakit, pengendalian
vector, dan pemberian imunisasi, informasi epidemologi yang harus
diperoleh melalui kegiatan surveilens epidemologi adalah :
a. Reaksi sosial
b. Penyakit menular
c. Perpindahan penduduk
d. Pengaruh cuaca
e. Makanan dan gizi
f. Persediaan air dan sanitasi
g. Kesehatan jiwa
h. Kerusakan infrastruktur kesehatan.
16
G. Peran Perawat Dalam Pengurangan Resiko Bencana
Aktivitas Keperawatan Pada Fase Pre Impact/Pra Bencana :
1. Berpartisipasi dalam penyusunan rencana PRB
2. Berpartisipasi dalam pengkajian risiko bencana, Analisis bahaya,
Pembuatan peta bahaya, Analisis kerentanan
3. Menginisiasi upaya pencegahan, Pencegahan/penghilangan bahaya,
Pemindahan kelompok risiko, Kampanye kesadaran masyarakat,
Pengembangan Early Warning System
4. Melakukan simulasi
5. Mengidentifikasi kebutuhan pendidikan dan pelatihan untuk semua
perawat
6. Pengembangan data base keperawatan bencana
7. Mengembangkan Evaluasi terhadap perencanaan yg meliputi semua
aspek disaster
17
9. Menginterpretasi peran perawat dalam hubungannya dengan anggota
tim lainnya
10. Berpartisipasi secara politis dan legislative dalam pengembangan
kebijakan kesiapsiagaan dan respon terhadap bencana
18
korban. Untuk mencapai tujuan tersebut, penanganan krisis
kesehatan saat bencana dalam pelaksanaannya melalui lima tahap
pelaksanaan, yaitu tahap penyiagaan, upaya awal, perencanaan
operasi, operasi tanggap darurat dan pemulihan darurat serta tahap
pengakhiran misi. Semua tahapan kegiatan ini dilaksanakan oleh
Pusat Pengendali Kesehatan (Pusdalkes), Dinas Kesehatan setempat
yang merupakan organisasi komando tanggap darurat bencana.
Pusdalkes diaktivasi sesaat setelah informasi kejadian bencana
diterima.
Tahap Pencegahan Penyakit :
a. Tahap Penyiagaan
Tahap ini bertujuan untuk menyiagakan semua sumber daya baik
manusia maupun logistik yang sudah disiapkan pada masa sebelum terjadi
bencana. Tahap ini dimulai sejak informasi kejadian bencana diperoleh
hingga mulai tahap upaya awal. Tahap ini mencakup peringatan awal,
penilaian situasi dan penyebaran informasi kejadian.
b. Upaya Awal
Dilakukan oleh Tim Rapid Health Assesment (RHA) untuk mengetahui
besar masalah, potensi masalah kesehatan yang mungkin terjadi saat bencana
serta kebutuhan sumber daya yang harus segera dipenuhi agar penanganan
bencana dapat berdaya guna dan berhasilguna.
c. Perencanaan Operasi
Rencana operasi tanggap darurat dan pemulihan darurat harus merujuk
pada hasil rekomendasi RHA dan informasi penting lainnya dari sektor
terkait, seperti masalah keamanan, pencemaran bahan‐bahan berbahaya dan
lain‐lain.
d. Operasi Tanggap Darurat dan Pemulihan Darurat
Terdiri dari kegiatan pencarian dan penyelamatan, triase, pertolongan
pertama, proses pemindahan korban, perawatan di rumah sakit, dan evakuasi
pos medis sekunder.
19
Pengendalian penyakit dilaksanakan dengan pengamatan penyakit
(surveilans), promotif, preventif dan pelayanan kesehatan (penanganan
kasus) yang dilakukan di lokasi bencana termasuk di pengungsian. Baik
yang dilaksanakan di sarana pelayanan kesehatan yang masih ada maupun
di pos kesehatan yang didirikan dalam rangka penanggulangan bencana.
Tujuan pengendalian penyakit pada saat bencana adalah mencegah
kejadian luar biasa (KLB) penyakit menular potensi wabah, seperti penyakit
diare, ISPA, malaria, DBD, penyakit‐penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi (P3DI), keracunan dan mencegah penyakit‐penyakit yang spesifik
lokal.
B. Surveilens Penyakit
20
Surveilans penyakit dan faktor risiko pada umumnya merupakan
suatu upaya untuk menyediakan informasi kebutuhan pelayanan kesehatan
di lokasi bencana dan pengungsian sebagai bahan tindakan kesehatan segera.
Secara khusus, upaya tersebut ditujukan untuk menyediakan informasi
kematian dan kesakitan penyakit potensial wabah yang terjadi di daerah
bencana; mengidentifikasikan sedini mungkin kemungkinan terjadinya
peningkatan jumlah penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB/wabah;
mengidentifikasikan kelompok risiko tinggi terhadap suatu penyakit
tertentu; mengidentifikasikan daerah risiko tinggi terhadap penyakit tertentu
dan mengidentifikasi status gizi buruk dan sanitasi lingkungan.
21
form BA‐6: Register harian kematian korban bencana
form BA‐7: Laporan mingguan kematian korban bencana
b. Pengolahan Dan Penyajian Data
Data surveilans yang terkumpul diolah untuk menyajikan informasi
epidemiologi sesuai kebutuhan. Data sebaiknya dipisahkan sesuai wilayah,
waktu dan kelompok pengungsi guna mendapatkan perhitungan yang tepat.
Sumber data juga harus selalu spesifik dan dapat dipercaya. Penyajian data
meliputi deskripsi maupun grafik data kesakitan penyakit menurut umur dan
data kematian menurut penyebabnya akibat bencana.
c. Analisis Dan Interpretasi
Merupakan kegiatan analisis dan interpretasi data epidemiologi yang
dilaksanakan oleh tim epidemiologi. Langkah‐langkah pelaksanaan analisis:
1) Menentukan prioritas masalah yang akan dikaji
2) Merumuskan pemecahan masalah dengan memperhatikan efektifitas
dan efisiensi kegiatan
3) Menetapkan rekomendasi sebagai tindakan korektif.
d. Penyebarluasan informasi
Penyebaran informasi hasil analisis disampaikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.
22
terselenggaranya pémantauan dan pencegahan penyakit menular di lokasi
pengungsi.
Kegiatan surveilans yang dilakukan di pos kesehatan, antara lain :
1) Pengumpulan data kesakitan penyakit yang diamati dan kematian
melalui pencatatan harian kunjungan rawat jalan.
2) Validasi data agar data menjadi tepat dan akurat, pengolahan data
kesakitan menurut jenis penyakit dan golongan umur per minggu.
3) Pembuatan dan pengiriman laporan. Dalam kegiatan pengumpulan
data kesakitan yang ditujukan pada penyakit‐penyakit yang
mempunyai potensi menimbulkan terjadinya wabah, dan masalah
kesehatan yang bisa memberikan dampak jangka panjang terhadap
kesehatan dan/atau memiliki fatalitas tinggi.
4) Jenis penyakit yang diamati antara lain diare berdarah, campak, diare,
Demam Berdarah Dengue, Pnemonia, lumpuh layuh akut (AFP), ISPA
non‐pneumonia, Difteri, suspek Hepatitis, malaria klinis, gizi buruk,
Tetanus, dan sebagainya.
b. Kegiatan di Puskesmas
Kegiatan surveilans yang dilakukan di puskesmas, antara lain :
1) Pengumpulan data kesakitan penyakit‐penyakit yang diamati dan
kematian melalui pencatatan harian kunjungan rawat jalan dan rawat
inap pos kesehatan yang ada di wilayah kerja (form ba‐3, ba‐6)
2) Validasi data agar data menjadi tepat dan akurat
3) Pengolahan data kesakitan menurut jenis penyakit, golongan usia dan
tempat tinggal per minggu (form ba‐4)
4) Pembuatan dan pengiriman laporan (form ba‐5 dan ba‐7).
23
1) Pengumpulan data kesakitan penyakit yang diamati dan kematian
melalui pencatatan rujukan kasus harian kunjungan rawat jalan dan
rawat inap dari para korban bencana (form ba‐3, ba‐6)
2) Validasi data agar data menjadi tepat dan akurat
3) Pengolahan data kesakitan menurut jenis penyakit, golongan usia dan
tempat tinggal per minggu (form ba‐4)
4) Pembuatan dan pengiriman laporan (form ba‐5 dan ba‐7).
C. Program Imunisasi
Dalam situasi bencana atau di lokasi pengungsian, upaya imunisasi
harus dipersiapkan dalam mengantisipasi terjadinya KLB PD3I terutama
campak. Dalam melakukan imunisasi ini sebelumnya dilakukan penilaian
cepat untuk mengidentifikasi hal‐hal sebagai berikut :
1. Dampak bencana terhadap kesehatan masyarakat di wilayah
bencana/lokasi pengungsian terutama para pengungsi, lingkungan,
sarana imunisasi, sumber daya manusia (petugas
kesehatan/imunisasi)
2. Data cakupan imunisasi dan epidemiologi penyakit, sebelum bencana
dalam 3 tahun terakhir, untuk menentukan kebutuhan upaya imunisasi
berdasarkan analisa situasi dalam rangka pencegahan KLB PD3I
3. Sasaran imunisasi untuk mencegah KLB PD3I di daerah
bencana/lokasi pengungsian adalah :
a. Semua anak usia 9‐59 bulan diberi imunisasi campak tambahan.
Pemberian imunisasi campak tambahan diberikan sebanyak 1
dosis atau satu kali pemberian. Pemberian imunisasi ini
terintegrasi dengan pemberian Vit A untuk memberikan
peningkatan perlindungan pada anak. Apabila ditemukan kasus
campak pasca bencana, walaupun satu kasus, maka dinyatakan
sebagai Kejadian Luar Biasa pada daerah tersebut dan
penanggulangannya mengacu pada Pedoman Penatalaksanaan
24
KLB (diterbitkan oleh Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan).
Perkiraan jumlah anak usia 9‐59 bulan adalah sekitar 11% x
jumlah penduduk.
b. Kelompok populasi yang berisiko tinggi terhadap penyakit
tertentu, berdasarkan hasil penilaian cepat pasca bencana. Contoh
: imunisasi TT terhadap petugas kesehatan, sukarelawan, petugas
penyelamat, pengungsi dan lain-lain. Untuk mendapatkan
perlindungan, maka pemberian Imunisasi Tetanus diberikan 2 kali
dengan interval minimal 1 bulan. Bila tersedia dapat
dipertimbangkan menggunakan vaksin Td (Tetanus Difteri
Toxoid), agar memberikan perlindungan terhadap difteri selain
tetanus. Bagi penderita luka terbuka yang dalam, tertusuk
paku/benda tajam, segera berikan ATS (Anti Tetanus Serum).
25
c. Berpartisipasi dalam perencanaan dalam pemenuhan yanken pada saat
bencana
d. Mengidentifikasi hambatan/tantangan dalam sistem yankes dan melakukan
mitigasi terhadap tantangan tersebut dengan tim multidisiplin.
e. Mengidentifikasi kelompok rentan dan mengkoordinir kegiatan untuk
pengurangan risiko
f. Memahami prinsip-prinsip dan proses isolasi, karantina, dekontaminasi,
pewadahan, dan membantu pengembangan rencana implementasi di
masyarakat
g. Kolaborasi dengan organisasi dan pemerintah untuk membangun kapasitas
masyarakat untuk kesiapsiagan dan respon terhadap suatu bencana
26
Kegiatan promosi kesehatan yang dilakukan :
27
f. Penyelenggaraan Posyandu (darurat) integrasi termasuk Posyandu Lansia di
pengungsian atau di tempat hunian sementara.
g. Advokasi pelaksanaan gerakan hidup sehat kepada pemerintah setempat.
h. Pendekatan kepada tokoh agama/tokoh masyarakatuntuk menyebarluaskan
informasi kesehatan.
i. Penguatan kapasitas tenaga promkes daerah melalui kegiatan orientasi promosi
kesehatan paska bencana.
j. Kemitraan dengan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha melalui program
CSR, LSM kesehatan, kelompok peduli kesehatan, donor agency
k. Monitoring dan evaluasi program
1. Petugas kesehatan
2. Relawan
3. Tokoh masyarakat, tokoh agama
4. Guru
5. Lintas sektor
6. Kader
7. Kelompok rentan: ibu hamil, anak-anak, lanjut usia
8. Masyarakat
9. Organisasi masyarakat
10. Dunia usaha
28
5. Buang sampah pada tempatnya
6. Makan makanan bergizi
7. Tidak merokok
8. Memanfaatkan layanan kesehatan
9. Mengelola strees
10. Melindungi anak
11. Bermain sambil belajar
29
Oleh karena itu, seorang tenaga profesional hendaknya mengetahui
sudut pandang dan kebutuhan dari masyarakat di sekitarnya, sehingga
mereka bisa memberikan pertolongan dengan tepat.
30
para ahli tidak mengerti kebutuhan, prioritas, dan kemampuan
masyarakat, sehingga informasi dan ide yang diberikan tidak adekuat.
Akhir-akhir ini para ahli setuju bahwa mereka harus
mendengarkan aspirasi masyarakat, mengidentifikasi masalah, dan
mencari solusi terhadap masing-masing permasalahan tersebutt. Hal ini
merubah paradigma yang semula penyebaran informasi SATU ARAH
menjadi DUA ARAH antara para ahli dan masyarakat (misal dialog dan
pertukaran informasi). Untuk keberhasilan metode ini menuntut
partisipasi aktif dari masing-masing pihak. Dan cara ini nampaknya sudah
mulai banyak dianut dan berkembang pesat.
Untuk program penanggulangan dampak bencana masih agak
terbelakang, dan pendekatan dengan jalan dialog masih jarang dipakai.
Sebagian besar ahli bencana berasumsi bahwa masyarakat tidak
sepenuhnya tahu akan resiko yang mereka hadapi. Oleh karena itu
edukasi dan informasi yang akan disampaikan harus disesuaikan terlebih
dahulu agar masyarakat lebih mudah memahami. Masyarakat juga harus
diberikan edukasi tentang faktor-faktor resiko dan cara-cara
penanggulangannya.
Oleh karena itu sekarang digalakkan pelatihan dan penelitian
untuk masalah komunikasi ini, tidak hanya di masalah kesehatan namun
juga untuk masalah bencana. Berikut ini aspek penting dalam
berkomunikasi kepada masyarakat dan tenaga profesional yang lain :
1. Prinsip dalam berkomunikasi yang baik
2. Dasar-dasar metode dan pendekatan yang dapat digunakan
untuk edukasi dan meningkatkan kewaspadaan masyarakat.
3. Edukasi dan pelatihan untuk tenaga professional.
4. Penggunaan internet dalam penanggulangan dampak bencana.
31
itu sudah dibuatkan pedoman-pedoman tertentu. Kesulitan-kesulitan
yang sering dialami misalnya :
32
B. Komunikasi dan Koordinator
33
LEPC (Local Emergency Planning Committee) atau panitia lokal
penanggulangan bencana juga hrs dilibatkan dalam masalah ini. Serta SERC
(State Emergency Respon Commision) yang akan mengevaluasi perencanaan
yang kita buat. Mengingat bahwa banyak resiko yang akan kita hadapi, maka
kita harus menjalankan standar keamanan yang benar. Berikut adalah daftar
dari sumber daya yang dapat kita gunakan untuk mendukung pelaksanaan
program :
34
Badan meteorologi dan geofisika
Badan penaggulangan narkoba
FBI
Badan penerbangan nasional
Psikiater
Perusahaan asuransi.
Selain itu, ukuran, cakupan, kondisi geologis, serta jarak dari masing -
masing resource ke tengah kota, danau, sungai, bandara, dan pelabuhan,
sangat berpengaruh besar terhadap peranan masing-masing resource tersebut.
Setelah mendata semua resource atau sumber daya yang kita miliki, maka kita
pilah mana sajakah dari sumber daya tersebut yang dapat segera kita gerakkan
bila ada keadaan darurat. Sehingga kita harus mengenali dengan baik masing
-masing sumber daya yang kita miliki. Karena masing-masing mempunyai
kelebihan dan kekurangannya. Ini bagaikan suatu tim sepakbola, dimana
masing-masing saling bekerjasama dan memiliki keahlian/skill sendiri-
sendiri. Dimana kita bertindak sebagai pelatih yang mengkoordinasi tim
tersebut sehingga bisa menang mencapai tujuan yang diharapkan bersama.
35
pada level operasi atau di atasnya harus diarahkan oleh seorang komandan yang
telah berhasil menyelesaikan Pelatihan manajer material berbahaya. Individu
yang dilatih pada masing-masing level memerlukan pelatihan penyegaran
untuk menjaga keahlian dan kompetensi. Sekali lagi, kita mungkin cukup
beruntung untuk memiliki tim Haz-Mat yang dilengkapi dengan peralatan yang
baik dan terlatih untuk melindungi fasilitas anda. Orang-orang ini akan dengan
senang hati mendapat kesempatan untuk belajar sebanyak mungkin tentang
fasilitas Anda karena mereka tahu mereka akan dipanggil untuk menanggulangi
bahaya apapun. Jika Anda tidak memiliki tim di tempat, Anda mungkin dapat
menyediakan dana untuk melatih dan melengkapi pemadam kebakaran di
tempat kerja anda.
36
rutin berbicara dengan satu sama lain, namun pada insiden tertentu
kemampuan untuk menentukan apakah orang tersebut harus ada di lokasi
dapat berarti perbedaan antara hidup dan mati. EOC tidak harus bermarkas di
tempat kejadian. Informasi dapat disampaikan melalui radio, telepon selular,
faks, dan pencitraan digital. kendaraan personil Komunikasi dapat mengatur
perintah komunikasi dan membantu komandan operasi dengan menetapkan
giliran kelompok dalam menggunakan jalur komunikasi. Hal ini dapat
meminimalkan chatter (gangguan) pada sinyal radio.
EOC dapat didirikan dalam kendaraan khusus komunikasi atau
bangunan dekat lokasi darurat, tetapi sering misi pengolahan informasi
(menerima, menyampaikan, perencanaan, logistik, keuangan, dan tugas
lainnya) dapat dilakukan di lokasi terpencil. Telepon panggilan masuk dapat
disaring dan diarahkan pada individu yang tepat atau, jika tidak bersifat
darurat dapat dihentikan sementara. Seperti sering terjadi pihak yang
merespon panggilan dapat melalui frekuensi radio yang berbeda. Ini harus
ditentukan dan diatur di awal tahap perencanaan, sehingga tidak terjadi
kekacauan pada system transmisi. Hal ini terutama penting pada kasus tindak
pidana kekerasan. Aparat kepolisian harus tahu mana pihak yang baik dan
mana pihak yang jahat. Ketidakmampuan untuk berkomunikasi
memungkinkan penjahat berbahaya untuk melarikan diri, mengambil sandera
tambahan, atau membunuh dan melukai lebih banyak orang. Petugas
pemadam Kebakaran dan EMS unit harus dapat memanggil bantuan dan
melakukan pencarian korban tanpa takut ditembak oleh sesama petugas. Hal
ini sangat penting untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman antar petugas
yang dapat berakibat kecelakaan maupun kematian di pihak-pihak yang tidak
bersalah.
Deteksi kebakaran dan sistem alarm harus diperiksa dan diuji. False
alarm harus dihindari sebisa mungkin. Pemilihan yang tepat, pemasangan,
perawatan, dan pengujian alarm kebakaran adalah langkah pertama yang
harus dilakukan. The NFPA 72 standard series menyediakan informasi
37
tentang alarm kebakaran. Kemampuan untuk menginterpretasikan sinyal
alarm kebakaran memungkinkan anggota tim untuk menangani kebakaran
pada fase awal sehingga tingkat keberhasilannya makin tinggi.
Aktifkan sistem tanggap darurat untuk mendapatkan bantuan secara
cepat di jalan. Selain mengirim seseorang ke tempat kejadian, pastikan bahwa
Anda mengirim seseorang ke ruang pompa dan ke ruang kontrol kebakaran.
38
berita yang menarik Sehingga banyak fakta-fakta dan kebenaran situasi yang
hilang.
Masyarakat yang menonton berita di rumah atau membaca koran akan
dapat menilai perusahaan atau organisasi yang diberitakan tersebut. Masyarakat
ini mungkin merupakan pemegang saham, karyawan yang berpotensi,
pelanggan, atau bahkan semua orang. Mereka akan membuat penilaian
mengenai perusahaan atau organisasi Anda sejak 30 detik pertama. Rekaman
video dan komentar yang disampaikan oleh media, akan sangat mungkin
berpengaruh pada masa kerja pekerja di perusahaan Anda, pembelian produk
Anda, atau pembelian/penjualan saham Anda. Pada dasarnya, informasi yang
diberikan kepada masyarakat melalui televisi, internet, dan media lainnya akan
membantu dalam membentuk opini di publik tentang perusahaan anda atau
organisasi ,apakah baik atau buruk dan hal ini akan mempengaruhi interaksi
mereka dengan perusahaan atau organisasi di masa depan.
Kontrol terhadap penyebaran arus informasi adalah hal yang sangat
penting dan harus menjadi bagian yang komprehensif dari penanganan gawat
darurat dan rencana persiapan penanganan bencana. Pada intinya, saat ini
adalah penting untuk mengontrol arus informasi karean setiap informasi yang
disampaikan akan mempengaruhi kehidupan perusahaan kedepannya.
Sebagai bagian dari keseluruhan kegawatdaruratan dan upaya
kesiapsiagaan bencana, perlu dipikirkan :
Darimana media akan mendapatkan informasi ?
Siapa yang akan memberikan informasi kepada media?
Gambar apa yang akan diberikan oleh narasumber?
Apa background dari narasumber saat diwawancarai?
Apakah rekaman video yang akan media dapatkan?
Apa yang media ketahui tentang perusahaan Anda atau
organisasi selain situasi bencana?
Apakah media akan memberikan dampak buruk terhadap upaya
kegawatdaruratan?
39
Bagaimana penampilan narasumber?
Apakah narasumber memiliki kapasitas yang baik dalam
mewakili perusahaan anda?
Apakah informasi akan disaring oleh penasihat hukum sebelum
diberikan kepada media?
Apa ada waktu tertentu saat media di lokasi ?
40
• Selalu memberikan informasi yang benar atau tidak ada
informasi sama sekali.
• Perlu diingat deadline media. Jika memungkinkan berikan
informasi kepada media karena bila tidak ada informasi yang
diterma maka media akan mendapatkan kabar angin.
41
Tugas khusus meliputi:
Komunikasi
Peringatan
Komunikasi
42
- Perlu dukungan pusat operasi media komunikasi
b. Koordinator Evakuasi
Evakuasi
43
Pengungsian
Perawatan massal
44
e. Memastikan bahwa setiap fasilitas perawatan massal memiliki penanda
identitas yang dapat dilihat dengan jelas dan tanda untuk lokasi juga
harus jelas
f. Menyediakan fasilitas massal oleh setiap manajer perawatan dengan
daftar lokasi penampungan hewan yang telah dibuka
g. Membantu sebaik mungkin sesuai dengan Animal Care dan Control
Agency untuk memberi makan, tempat tinggal, dan perawatan medis
untuk hewan selama keadaan darurat bencana
h. Setelah keadaan darurat dinyatakan telah selesai, berikan pernyataan
mengenai perawatan massal
Perawatan massal
45
Setiap hari, laporankan kondisi berikut EOC:
- Ketika diberitahu tentang situasi darurat, kirim perwakilan ke EOC jika diperlukan
- Mengkoordinasikan kegiatan pengobatan yang meliatkan semua organisasi yang
terlibat untuk memberikan bantuan medis bagi korban bencana
- Mengkoordinasikan layanan kamar mayat yang diperlukan, untuk melakukan
operasi “forensik” sementara, dan identifikasi korban
- Mengumpulkan informasi, melaporkan kerusakan, status kesehatan dan fasilitas
medis dan peralatan untuk EOC
- Pastikan bahwa tim darurat medis telah bersiap di pos komando medis serta ada
satu coordinator
46
- Mengkoordinasikan penggunaan semua layanan kesehatan masyarakat sesuai
dengan hukum yang berlaku selama kondisi darurat
- Mengkoordinasikan kesehatan yang berhubungan dengan kegiatan diantara
lembaga umum setempat dan keperluan pribadi atau kelompok
- Melakukan koordinasi dengan daerah tetangga dan pejabat kesehatan masyarakat
tentang hal2 yang memerlukan bantuan hukum
- Melakukan pemantauan dan evaluasi risiko atau bahaya terhadap kesehatan
lingkungan untuk dapat mengambil tindakan perlindungan yang diperlukan
- Periksa kemurnian dan kegunaan bahan makanan, air, obat-obatan, dan bahan
habis pakai lainnya yang terkena bahaya
- Mendeteksi dan memeriksa sumber kontaminasi yang berbahaya bagi
kesehatanfisik dan mental masyarakat
- Periksa kerusakan bangunan yang berbahaya bagi kesehatan
- Menyediakan surveilans epidemiologi, case nvestigasi, dan follow up
- Memberikan pelayanan laboratorium untuk identifikasi dan pelayanan medis
darurat
- Melaksanakan tindakan untuk mencegah atau mengendalikan vektor seperti lalat,
nyamuk, dan tikus, yang bekerjasama dengan badan perawatan dan pengendalian
hewan untuk mencegah penyebaran penyakit oleh hewan
- Koordinasi imunisasi darurat umum atau prosedur karantina
- Menetapkan layanan kesehatan preventif, termasuk pengendalian penyakit
menular
- Berkoordinasi dengan PAPAAM, pekerjaan umum, atau departemen sanitasi,
untuk menjamin ketersediaan air minum dan sistem pembuangan kotoran yang
efektif, pembuangan sampah sanitasi, dan pemusnahan hewan yang mati
- Monitor penanganan makanan dan pelayanan sanitasi makanan di fasilitas darurat,
termasuk memberikan perhatian lebih untuk tempat yang menjadi makanan
komersial dan fasilitas yang digunakan untuk memberi makan korban bencana
- Melakukan koordinasi dengan Perawatan Hewan dan Badan Pengawasan untuk
membuang hewan mati dan bangkai yang terkontaminasi
47
- Memberikan saran kepada masyarakat mengenai masalah sanitasi umum. Kapan
saja bila memungkinkan semua informasi harus diberikan kepada masyarakat dan
media melalui PIO
48
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Di beberapa daerah di Indonesia merupakan daerah yang rawan
bencana. Dengan banyaknya bencana, kesiagaan dan pelaksanaan tanggap
bencana harus dilakukan dengan baik. Karena dampak yang ditimbulkan
bencana tidaklah sederhana, maka penanganan korban bencana harus dilakukan
dengan terkoordinasi dengan baik sehingga korban yang mengalami berbagai
sakit baik fisik, sosial, dan emosional dapat ditangani dengan baik dan
manusiawi.
Perawat sebagai kaum yang telah dibekali dasar-dasar kejiwaan
kebencanaan dapat melakukan berbagai tindakan tanggap bencana. Seharusnya
modal itu dimanfaatkan oleh mahasiswa keperawatan agar secara aktif turut
melakukan tindakan tanggap bencana.
3.2 Saran
Perawat adalah tenaga kesehatan yang sangat berkompeten untuk
melakukan pelayanan kesehatan di daerah yang sedang mengalami bencana,
oleh karena itu diharapkan bagi mahasiswa keperawatan maupun perawat yang
sudah berpengalaman dalam praktik pelayanan kesehatan mau untuk berperan
dalam penanggulangan bencana yang ada di sekitar kita. Karena ilmu yang
didapat di bangku perkuliahan sangat relevan dengan yang terjadi di
masyarakat, yaitu fenomena masalah kesehatan yang biasanya muncul di
tempat yang sedang terjadi bencana.
49
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/document/432224749/Makalah-Keperawatan-Bencana-
Fix-1 Diakses pada tanggal 30 November 2021 Pukul 11.38
https://pdfcoffee.com/isi-makalah-keperawatan-bencana-pdf-free.html.
Diakses pada tanggal 30 November 2021 Pukul 11.38