Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

MANAJEMEN BENCANA

KESIAPSIAGAAN DARURAT BENCANA

OLEH

MIASNIUSON TAMU INA DAPAJIANGU


DOMINIKA PRISKA TSU
ERMELINDA WEA OJA
PUTRI VERONIKA GELLA

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2020

1
KATA PENGANTAR
Pertama-tama patut Kami ucapkan mengawali tulisan ini selain ucapan puji dan syukur
kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmatnya juga sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini. Penyusunan makalah ini merupakan salah satu syarat dalam proses
belajar-mengajar khususnya mata kuliah Manajemen Bencana sebagai bagian dari rangkaian
kegiatan pembelajaran. Kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat dalam proses
pembelajaran selanjutnya.
Akhir kata, kami sampaikan permohonan maaf jika dalam penyusunan makalah ini
terdapat kekeliruan atau ada kata-kata yang tidak berkenan di hati pembaca.kami juga
menyadari penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari semua pihak demi kesempurnaan
dalam penulisan makalah ini

Kupang , 2 September 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................................3
BAB 1...........................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................4
1.1 Latar Belakang Masalah...................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................6
Tujuan Penulisan.........................................................................................................6
BAB II..........................................................................................................................7
PEMBAHASAAN.......................................................................................................7
2.2 Analisis resiko dan Penyusunan skenario............................................................11
2.3 Mekanisme Koordinasi...................................................................................14
2.4 Program Kesehatan Tehnik............................................................................16
BAB III.......................................................................................................................20
PENUTUP..................................................................................................................20
3.1 KESIMPULAN..............................................................................................20
3.2 SARAN...........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................21

3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi
bencana yang sangat tinggi dan juga sangat bervariasi dari aspek jenis bencana.
Kondisi alam terseut serta adanya keanekaragaman penduduk dan budaya di
Indonesia menyebabkan timbulnya risiko terjadinya bencana alam, bencana ulah
manusia dan kedaruratan kompleks, meskipun disisi lain juga kaya akan
sumberdaya alam. Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat
faktor geologi (gempabumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana akibat
hydrometeorologi (banjir, tanah longsor, kekeringan, angin topan), bencana
akibat faktor biologi (wabah penyakit manusia, penyakit tanaman/ternak, hama
tanaman) serta kegagalan teknologi (kecelakan industri, kecelakaan transportasi,
radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia). Bencana akibat ulah manusia terkait
dengan konflik antar manusia akibat perebutan sumberdaya yang terbatas, alasan
ideologi, religius serta politik. Sedangkan kedaruratan kompleks merupakan
kombinasi dari situasi bencana pada suatu daerah konflik. Kompleksitas dari
permasalahan bencana tersebut memerlukan suatu penataan atau perencanaan
yang matang dalam penanggulangannya, sehingga dapat dilaksanakan secara
terarah dan terpadu. Penanggulangan yang dilakukan selama ini belum
didasarkan pada langkah-langkah yang sistematis dan terencana, sehingga
seringkali terjadi tumpang tindih dan bahkan terdapat langkah upaya yang
penting tidak tertangani. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana mengamanatkan pada pasal 35 dan 36 agar setiap
daerah dalam upaya penanggulangan bencana, mempunyai perencanaan
penanggulangan bencana. Secara lebih rinci disebutkan di dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana.

4
Bencana sebagai ciri khas yang dimiliki di sebagian besar wilayah
Indonesia. Keadaan Iklim, Geologi, Geomorfologi, Tanah, dan Hidrologi
menjadikan Indonesia sebagai Negara Rawan Bencana. Kondisi Sosial,
Ekonomi, Budaya, serta kondisi fisik Indonesia berpengaruh terhadap tingkat
risiko bencana. Berdasarkan UU RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang
penaggulangan bencana, risiko bencana adalah potensi kerugian yang
ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu yang
dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman,
mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat
(Emi,2009). Masyarakat diharapkan memiliki kapasitas yang memadai untuk
meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi bencana serta tanggap dan sadar
bahwa mereka tinggal di daerah rawan bencana.
Kesiapsiagaan merupakan kegiatan yang menunjukkan respons terhadap
bencana. Faktor yang berperan dalam kesiapsiagaan bencana adalah Masyarakat
dan pihak pengambil keputusan. Masyarakat memiliki Pengetahuan
(Knowledge), Sikap (Attitude), dan Perilaku (Behaviour) untuk mengukur
tingkat kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan adalah bagian yang integral dari
pembangunan berkelanjutan. Jika pembangunan dilaksanakan dengan baik,
upaya kesiapsiagaan terhadap bencana akan lebih ringan tugasnya (Kharisma,
2009). Partisipasi masyarakat dalam upaya pengurangan risiko bencana dapat
diwujudkan dengan Pendidikan Kebencanaan. Melalui pendidikan kebencanaan,
mayarakat yang tinggal di daerah rawan ancaman bencana mempunyai
pengetahuan, sikap, dan ketrampilan tentang kesiapsiagaan bencana dan tanggap
darurat bencana (Sunarto et.al., 2010).
Masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana dapat beradaptasi
melalui pendidikan kebencanaan. Menerapkan pemahaman konsep-konsep
kebencanaan sebagai upaya pengambilan sikap saat, sebelum, dan atau setelah
terjadi bencana.

5
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana persiapan rencana bencana alam
b. Bagaimana analisis resiko dan penyusunan skenario
c. Bagaimana mekanisme Koordinasi
d. Bagaimana Program Kesehatan Tehnik
1.3 Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui persiapan rencana bencana alam
b. Untuk mengetahui analisis resiko dan penyusunan skenario
c. Untuk mengetahui mekanisme Koordinasi
d. Untuk mengetahui Program Kesehatan Tehnik

6
BAB II
PEMBAHASAAN

2.1 Persiapan rencana bencana alam


Persiapan bencana merupakan satu set doktrin untuk menyiapkan
masyarakat untuk menghadapi bencana alam atau buatan-manusia. Pertolongan
bencana adalah sub-himpunan dari doktrin ini yang berpusat pada usaha
pertolongan. Hal ini biasanya adalah kebijakan pemerintah diambil
dari pertahanan sipil untuk menyiapkan masyarakat sipil persiapan sebelum
bencana terjadi. Berhadapan dengan bencana ada empat kegiatan: mitigasi,
kesiapan, tanggapan, dan penormalan kembali.

Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko


bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun
2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana). Mitigasi
didefinisikan sebagai upaya yang ditujukan untuk mengurangi dampak dari
bencana, Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,
baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana (UU No 24 Tahun 2007, Bab I
Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 9) (PP No 21 Tahun 2008, Bab I Ketentuan
Umum, Pasal 1 angka 6).

Mitigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c dilakukan untuk


mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan
bencana (UU No 24 Tahun 2007 Pasal 47 ayat (1))

Mitigasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c


dilakukan untuk mengurangi risiko dan dampak yang diakibatkan oleh bencana
terhadap masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana (PP No 21
Tahun 2008 Pasal 20 ayat (1)) baik bencana alam, bencana ulah manusia
maupun gabungan dari keduanya dalam suatu negara atau masyarakat. Dalam

7
konteks bencana, dekenal dua macam yaitu (1) bencana alam yang merupakan
serangkaian peristiwa bencana yang disebabkan oleh faktor alam, yaitu berupa
gempa, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan tanah longsor,
dll. (2) bencana sosial merupakan suatu bencana yang diakibatkan oleh manusia,
seperti konflik social, penyakit masyarakat dan teror. Mitigasi bencana
merupakan langkah yang sangat perlu dilakukan sebagai suatu titik tolak utama
dari manajemen bencana. Ada empat hal penting dalam mitigasi bencana, yaitu:
a) Tersedia informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk tiap jenis
bencana.
b) Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat
dalam menghadapi bencana, karena bermukim di daerah rawan
bencana.
c) Mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta mengetahui
cara penyelamatan diri jika bencana timbul, dan
d) Pengaturan dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi

ancaman bencana.
Kebijakan dan Strategi Mitigasi Bencana
1.Kebijakan
Berbagai kebijakan yang perlu ditempuh dalam mitigasi bencana antara lain:

1. Dalam setiap upaya mitigasi bencana perlu membangun persepsi yang


sama bagi semua pihak baik jajaran aparat pemerintah maupun segenap
unsur masyarakat yang ketentuan langkahnya diatur dalam pedoman
umum, petunjuk pelaksanaan dan prosedur tetap yang dikeluarkan oleh
instansi yang bersangkutan sesuai dengan bidang tugas unit masing-
masing

2. Pelaksanaan mitigasi bencana dilaksanakan secara terpadu dan


terkoordinir yang melibatkan seluruh potensi pemerintah dan
masyarakat.

8
3. Upaya preventif harus diutamakan agar kerusakan dan korban jiwa
dapat diminimalkan.

4. Penggalangan kekuatan melalui kerjasama dengan semua pihak, melalui


pemberdayaan masyarakat serta kampanye.

2. Strategi

Untuk melaksanakan kebijakan dikembangkan beberapa strategi sebagai berikut:

1) Pemetaan.

Langkah pertama dalam strategi mitigasi ialah melakukan pemetaan


daerah rawan bencana. Pada saat ini berbagai sektor telah mengembangkan peta
rawan bencana. Peta rawan bencana tersebut sangat berguna bagi pengambil
keputusan terutama dalam antisipasi kejadian bencana alam. Meskipun demikian
sampai saat ini penggunaan peta ini belum dioptimalkan. Hal ini disebabkan
karena beberapa hal, diantaranya adalah:

a. Belum seluruh wilayah di Indonesia telah dipetakan

b. Peta yang dihasilkan belum tersosialisasi dengan baik

c. Peta bencana belum terintegrasi

d. Peta bencana yang dibuat memakai peta dasar yang berbeda beda
sehingga menyulitkan dalam proses integrasinya.

2) Pemantauan.

Dengan mengetahui tingkat kerawanan secara dini, maka dapat


dilakukan antisipasi jika sewaktu-waktu terjadi bencana, sehingga akan dengan
mudah melakukan penyelamatan. Pemantauan di daerah vital dan strategis
secara jasa dan ekonomi dilakukan di beberapa kawasan rawan bencana.

3) Penyebaran informasi

Penyebaran informasi dilakukan antara lain dengan cara: memberikan


poster dan leaflet kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dan Provinsi seluruh

9
Indonesia yang rawan bencana, tentang tata cara mengenali, mencegah dan
penanganan bencana. Memberikan informasi ke media cetak dan elektronik
tentang kebencanaan adalah salah satu cara penyebaran informasi dengan tujuan
meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana geologi di suatu kawasan tertentu.
Koordinasi pemerintah daerah dalam hal penyebaran informasi diperlukan
mengingat Indonesia sangat luas.

4) Sosialisasi dan Penyuluhan

Sosialisasi dan penyuluhan tentang segala aspek kebencanaan kepada


SATKOR-LAK PB, SATLAK PB, dan masyarakat bertujuan meningkatkan
kewaspadaan dan kesiapan menghadapi bencana jika sewaktu-waktu terjadi. Hal
penting yang perlu diketahui masyarakat dan Pemerintah Daerah ialah mengenai
hidup harmonis dengan alam di daerah bencana, apa yang perlu ditakukan dan
dihindarkan di daerah rawan bencana, dan mengetahui cara menyelamatkan diri
jika terjadi bencana.

5) Pelatihan/Pendidikan

Pelatihan difokuskan kepada tata cara pengungsian dan penyelamatan


jika terjadi bencana. Tujuan latihan lebih ditekankan pada alur informasi dari
petugas lapangan, pejabat teknis, SATKORLAK PB, SATLAK PB dan
masyarakat sampai ke tingkat pengungsian dan penyelamatan korban bencana.
Dengan pelatihan ini terbentuk kesiagaan tinggi menghadapi bencana akan
terbentuk.

6) Peringatan Dini

Peringatan dini dimaksudkan untuk memberitahukan tingkat kegiatan


hasil pengamatan secara kontinu di suatu daerah rawan dengan tujuan agar
persiapan secara dini dapat dilakukan guna mengantisipasi jika sewaktu—waktu
terjadi bencana. Peringatan dini tersebut disosialisasikan kepada masyarakat
melalui pemerintah daerah dengan tujuan memberikan kesadaran masyarakat
dalam menghindarkan diri dari bencana. Peringatan dini dan hasil pemantauan

10
daerah rawan bencana berupa saran teknis dapat berupa antana lain pengalihan
jalur jalan (sementara atau seterusnya), pengungsian dan atau relokasi, dan saran
penanganan lainnya.

2.2 Analisis resiko dan Penyusunan skenario

Analisis Resiko

Pertemuan dari faktor-faktor ancaman bencana/bahaya dan kerentanan


masyarakat, akan dapat memposisikan masyarakat dan daerah yang
bersangkutan pada tingkatan risiko yang berbeda. Hubungan antara ancaman
bahaya, kerentanan dan kemampuan dapat dituliskan dengan persamaan berikut:

Risiko = f (Bahaya x Kerentanan/Kemampuan)

Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah, maka semakin tinggi


risiko daerah tersebut terkena bencana. Demikian pula semakin tinggi tingkat
kerentanan masayarakat atau penduduk, maka semakin tinggi pula tingkat
risikonya. Tetapi sebaliknya, semakin tinggi tingkat kemampuan masyarakat,
maka semakin kecil risiko yang dihadapinya. Dengan menggunakan perhitungan
analisis risiko dapat ditentukan tingkat besaran risiko yang dihadapi oleh daerah
yang bersangkutan. Sebagai langkah sederhana untuk pengkajian risiko adalah
pengenalan bahaya/ancaman di daerah yang bersangkutan. Semua
bahaya/ancaman tersebut diinventarisasi, kemudian di perkirakan kemungkinan
terjadinya (probabilitasnya) dengan rincian :

 5 Pasti (hampir dipastikan 80 - 99%).

 4 Kemungkinan besar (60 – 80% terjadi tahun depan, atau sekali


dalam 10 tahun mendatang)

11
 3 Kemungkinan terjadi (40-60% terjadi tahun depan, atau sekali
dalam 100 tahun)

 2 Kemungkinan Kecil (20 – 40% dalam 100 tahun)

 1 Kemungkian sangat kecil (hingga 20%)

Jika probabilitas di atas dilengkapi dengan perkiraan dampaknya apabila


bencana itu memang terjadi dengan pertimbangan faktor dampak antara lain:

• jumlah korban;

• kerugian harta benda;

• kerusakan prasarana dan sarana;

• cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan

• dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan

Perencananan Skenario

Perencanaan Skenario Sebuah perencanaan skenario meupakan salah


satu alternatif untuk menjalankan sebuah perencanaan. Perencanaan skenario
juga merupakan sebuah gambaran tentang masa depan. Menurut Schwartz
(dikutip dalam Lindgren 2003, h.21) perencanaan skenario adalah sebuah alat
atau langkah untuk menyampaikan sebuah persepsi tentang gambaran berbagai
kemungkinan (keadaan) yang dapat terjadi di masa yang akan datang. Metode
yang digunakan dalam perenanaan skenario ini adalah metode TAIDA

Metode TAIDA dalam Perencanaan Skenario Menurut Lindgren and


Baldhood (2003, h.47) TAIDA adalah Method for Scenario Planning, metode ini
merupakan langkahlangkah untuk menyusun suatu perencanaan skenario.
TAIDA merupakan singkatan dari Tracking, Analyzing, Imaging, Deciding, and
Acting. a. Tracking (Pelacakan) Tracking merupakan tahap awal dari TAIDA,
dalam tracking dilakukan pelusuran terhadap kejadian yang pernah terjadi. b.
Analyzing (Menganalisis) Tahap Analyzing dilakukan untuk menganalisis

12
perencanaan terburuk dan terbaik terhadap dampak yang ditimbukan c. Imaging
(Penggambaran) Kemudian setelah melakukan tahapan tracking dan analyzing,
tahap selanjutnya adalah Imaging. Dalam tahap ini menciptakan visi. d.
Deciding (Memutuskan Kebijakan) Memutuskan adalah fase dimana segala
diputuskan secara bersama-sama. Hal ini menjabarkan misi untuk membuat
kebijakan. e. Acting (Bertindak/ Tindakan) Tahapan ini merupakan
implementasi strategi yang telah diintegrasikan oleh perencanaan sebelumnya.

Perencanaan Skenario Kesiapsiagaan terhadap Bencana Alam

a. Tracking: Tahapan ini menemukan dua masalah utama yaitu


Infrastruktur dan Sumberdaya Manusia.

b. Analyzis: Tahapan analisis memiliki empat dampak yaitu 1)


Perencanaan Skenario I (Rethink), Infrastruktur yang Baik dan SDM yang
Memadai Skenario I terdapat perencaan yang terbaik dimana merupakan
gabungan antara Infrasruktur yang memadai dan juga Sumberdaya
Manusia yang memadai. Skenario I ini berdampak baik bagi pemerintah
dan juga Masyarakat dimana masyarakat akan mudah untuk berpartisipasi
karena kesadaran mesyarakat itu sendiri. kesiapsiagaan masyarakat
diperlukan peran yang penting oleh pemerintah dimana pemerintah sebagai
penyedia program untuk masyarakat, masayrakat itu sendiri dimana
dibutuhkan kesadaran dan kemampuan dalam kesiagaan terhadap bencana
dan juga pihak swasta dimana bantuan dari berbagai pihak swasta
dibutuhka untuk menjalin kerjasama seperti akademisi dan juga organisasi
sosial.

2) Perencanaan Skenario II (Rekontruksi) Infrastruktur Tidak Mendukung dan SDM


yang Memadai Pada Perencanaan Skenario II Infrastruktur Tidak Mendukung dan
SDM yang Memadai masih merupakan Perencanaan yang baik karena masih bisa
mengendalikan masyarakat dan mengarahkan masyarakat. Dalam skenario II ini
memiliki dampak negatif juga tetapi tidak terlalu besar terhadap kesiapsiagaan di

13
masyarakat, hal ini karena infrastruktur yang belum memadai sehingga menjadi
kendala masyarakat dalam menghadapi Bencana Alam.

3) Perencanaan Skenario III (Rehabilitasi) Infrastruktur Mendukung dan SDM Belum


Memadai. Dalam Perencanaan Skenario III seperti hal nya jungkat-jungkit yang
berat sebelah dan tidak imbang karena kesiapsiagaan yang ditujukan untuk
masyarakat tidak dapat secara langsung bisa diterima oleh masyarakat itu sendiri.
Dalam hal ini sangat diperlukan pendidikan yang maksimal dan penyadaran yang
baik kepada masyarakat terhadap masyarakat. Jika dalam mengatasi perencanaan
ini tidak bisa maksimal maka hal ini bisa menjadu buruk meskipun masih memiliki
aspek infrastruktur yang baik

4) Perencanaan IV (Reformasi) Infrastruktur Tidak Mendukung dan SDM yang Belum


Memadai Perencanaan Skenario IV ini merupakan perencanaan yang terburuk
terhadap dampaknya, baik terhadap masyarakat itu sendiri ataupun terhadap
pemerintah. Dalam menghadapi skenario ini diperlukan kerjasama seluruh
Stakeholder. Memandang sebelah mata terhadap perencanaan skenario IV ini bisa
membuat resiko lebih besar terhadap kesiapsiagaaan msyarakat. Dampak yang
terjadi terhadap Ekonomi, Politik, Sosial, Teknologi, dan Lingkungan menjadi isu
paling susah untuk di tangani.

2.3 Mekanisme Koordinasi

Manajemen Penanggulangan bencana dilapangan (tingkat Kabupaten/


Kota) Penanggulangan korban bencana di lapangan pada prinsipnya harus tetap
memperhatikan faktor safety / keselamatan bagi penolongnya setelah itu baru
prosedur di lapangan yang memerlukan kecepatan dan ketepatan penanganan,
secara umum pada tahap tanggap darurat dikelompokkan menjadi kegiatan
sebagai berikut :

a. Pencarian korban (Search)

b. Penyelamatan korban Rescue)

c. Pertolongan pertama (Live Saving)

14
d. Stabilisasi korban

e. Evakuasi dan rujukan Upaya ini ditujukan untuk menyelamatkan


korban semaksimal mungkin guna menekan angka morbilitas dan mortalitas.
Hal dipengaruhi oleh jumlah korban, keadaan korban, geografi, lokasi, fasilitas
yang tersedia dilokasi, dan sumberdaya yang ada. Faktor lain yang juga
mempengaruhi adalah : Organisasi di lapangan, komunikasi

Koordinasi paska kedaruratan / bencana Koordinasi dan pengendalian di


lapangan pasca kerawanan bencana Koordinasi dan pengendalian merupakan hal
yang sangat diperlukan dalam penanggulangan di lapangan, karena dengan
koordinasi yang baik diharapkan menghasilkan output/keluaran yang maksimal
sesuai sumber daya yang ada meminimalkan kesenjangan dan kekurangan dalam
pelayanan, adanya kesesuaian pembagian tanggung jawab demi keseragaman
langkah dan tercapainya standar penanggulangan bencana di lapangan yang
diharapkan.

Koordinasi yang baik akan menghasilkan keselarasan dan kerja sama


yang efektif dari organisasi–organisasi yang terlibat dalam penanggulangan
bencana dilapangan. Dalam hal ini perlu diperhatikan penempatan struktur
organisasi yang tepat sesuai dengan tingkat penanggulangan bencana yang
berbeda, serta adanya kejelasan tugas, tanggung jawab dan otoritas dan masing–
masing komponen/organisasi yang terus-menerus dilakukan secara lintas
program dan lintas sektor mulai tahap persiapan, saat terjadi bencana dan pasca
bencana.

Upaya Pemantauan dan Mobilisasi Sumber Daya yang diberikan pada


korban. Kegiatan pemantauan dan mobilisasi sumber daya dalam
penanggulangan bancana di lapangan pada prinsipnya adalah :

a. Melakukan penilaian kebutuhan dan dampak keselamatan secara


cepat (Rapid Health Assessment) sebagai dasar untuk
pemantauan dan penyusunan program mobilisasi bantuan.

15
b. Melaksanakan skalasi pelayanan dan mobilisasi organisasi yang
terkait dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana
di lapangan, mempersiapkan sarana pendukung guna
memaksimalkan pelayanan.

c. Melakukan mobilisasi tim pelayanan ke lokasi bencana (On Site)


beserta tim surveilans, yang terus menerus mengamati keadaan
lingkungan dan kecenderungan perubahan–perubahan yang
terjadi.

Kendala Koordinasi 1. Gangguan aksebilitas 2. Gangguan keamanan 3.


Pertimbangan politis 4. Keengganan untuk mengamati tujuan

2.4 Program Kesehatan Tehnik


Sasaran penanggulangan bencana dalam pembangunan adalah
mengurangi risiko korban jiwa dan potensi dampak kerusakan dan kerugian
akibat bencana, melalui :
1. Terintegrasinya pengurangan risiko bencana dalam perencanaan
pembangunan di pusat dan daerah
2. Penguatan kapasitas kelembagaan dan aparatur pemerintah dalam
pelaksanaan risiko bencana
3. Penguatan kesiapsiagaan dan sistem peringatan dini dalam
menghadapi bencana yang difokuskan di kawasan rawan bencana
tinggi
4. Meningkatnya pemahaman dan kesadaran masyarakat serta
terbangunnya budaya kesadaran dan keselamatan di masyarakat
dalam menghadapi bencana
5. Meningkatnya akuntabilitas dan tata kelola penyelenggaraan
penanggulangan bencana
6. Meningkatnya alokasi anggaran pemerintah daerah dalam
penanggulangan bencana. Pada RKP 2015

16
Aspek penanggulangan bencana menjadi salah satu isu strategis. Hal ini
tercantum dalam salah satu isu strategis bidang kesra yaitu pengelolaan risiko
bencana. Memperhatikan permasalahan-permasalahan terkait penanggulangan
bencana yang muncul dan terjadi selama ini dan dalam upaya mendukung sasaran
pembangunan nasional, maka sasaran pokok penanggulangan bencana di tahun
2015 adalah sebagai berikut :
1. Terintegrasinya pengurangan risiko bencana dalam perencanaan
pembangunan di pusat dan daerah
2. Penguatan kapasitas kelembagaan dan aparatur pemerintah dalam
pelaksanaan pengurangan risiko bencana
3. Meningkatnya pemahaman dan kesadaran masyarakat serta
terbangunnya budaya keselamatan dalam pengurangan risiko
bencana
4. Meningkatnya akuntabilitas dan tata kelola penanggulangan
bencana. Untuk mencapai sasaran tersebut, maka arahan kebijakan
dan strategi penanggulangan bencana ditempuh melalui :
 Peningkatan ketangguhan dalam menghadapi bencana, melalui:
a. Penguatan kapasitas pemerintah daerah dalam manajemen
risiko bencana, pengkajian risiko bencana dan integrasi
pengurangan risiko bencana dalam perencanaan
pembangunan
b. Mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk
mengembangkan kebijakan penanggulangan bencana
c. Penguatan koordinasi dan harmonisasi kebijakan antar
sektor guna mendukung penyelenggaraan penanggulangan
bencana baik di pusat maupun daerah
d. Penguatan kesiapsiagaan dan penyediaan sistem
peringatan dini di kawasan risiko tinggi bencana

17
e. Pengurangan keterpaparan (exposure) dan kerentanan di
kawasan risiko tinggi bencana
f. Membangun budaya kesadaran masyarakat (public
awareness) dalam pengurangan risiko bencana, melalui
sosialisasi, pendidikan dan pelatihan pengurangan risiko
bencana kepada masyarakat.
2. Penguatan tata kelola penanggulangan bencana di pusat dan daerah, melalui:
a. Penguatan kapasitas kelembagaan penanggulangan bencana di pusat dan
daerah; b. Peningkatan kapasitas penanganan darurat, melalui penguatan
koordinasi dengan pemangku kepentingan terkait; c. Mendorong daerah untuk
mengalokasi dana penanggulangan bencana dalam APBD; d. Penguatan
koordinasi antar sektor dalam rangka pemulihan wilayah pasca bencana; e.
Penyediaan SPM penanggulangan bencana.

RENCANA KEGIATAN 2015-2019 A. TUGAS POKOK DAN FUNGSI PUSAT


PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN (PPKK)
Tugas pokok dan fungsi PPKK (Kepmenkes 1144 tahun 2010)
1. Tugas Melaksanakan penyusunan kebijakan teknis dan
pelaksanaan penanggulangan krisis kesehatan berdasarkan
kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2. Fungsi
 Pra bencana
Penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program di bidang
penanggulangan
 Krisis kesehatan
 Koordinasi dan pelaksanaan pencegahan, mitigasi
dan kesiapsiagaan dalam
 Penanggulangan krisis kesehatan

18
 Pelaksanaan administrasi pusat
 Saat bencana
 Pelaksanaan tugas di bidang penanggulangan
krisis kesehatan
 Pemantauan, evaluasi, pelaporan dan penyajian
informasi pelaksanaan tugas dibidang
penanggulangan krisis kesehatan
 Koordinasi dan pelaksanaan tanggap darurat
dalam penanggulangan krisis kesehatan
 Pasca bencana
a. Koordinasi dan pelaksanaan pemulihan dalam
penanggulangan krisis kesehatan Kegiatan K

19
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Indonesia merupakan salah satu yang rawan bencana sehingga


diperlukan manajemen atau penanggulangan bencana yang tepat dan terencana.
Manajemen bencana merupakan serangkaian upaya yang meliputi  penetapan
kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan  pencegahan
bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Manajemen bencana di mulai dari
tahap pra-bencana, tahap tanggap darurat, dan tahap pasca-bencana. Pertolongan
pertama dalam bencana sangat diperlukan untuk meminimalkan kerugian dan
korban jiwa. Pertolongan pertama pada keadaan  bencana menggunakan prinsip
triage.

3.2 SARAN

Masalah penanggulangan bencana tidak hanya menjadi beban


pemerintah atau lembaga-lembaga yang terkait. Tetapi juga diperlukan
dukungan dari masyarakat umum. Diharapkan masyarakat dari tiap lapisan dapat
ikut berpartisipasi dalam upaya penanggulangan bencana.

20
DAFTAR PUSTAKA

LIPI-UNESCO/ISDR. 2006. Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat dalam

Mengantisipasi Bencana Gempa Bumi dan Tsunami.

Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia. 2006. Panduan Menghadapi

Bencana Gempa Bumi. Jakarta: MPBI-UNDP.

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 3, No. 11, Hal.1924-1929 | 1928

Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Jakarta,

Badan Nasional Penanggulagan Bencana.

Pusat Data, Informasi dan Humas. 2012. Definisi dan Jenis

Bencana. http://www.bnpb.go.id/page/read/5/definisi-dan-jenis-bencana. 

21

Anda mungkin juga menyukai