Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengembangan kualitas dan kuantitas air bersih merupakan salah satu pengembangan
infrastruktur lingkungan yang perlu mendapat perhatian. Selain karena merupakan salah satu
sumber daya yang vital, air juga merupakan penyebab utama masalah-masalah lingkungan
yang dialami oleh penduduk. Bahkan ketersediaan air terutama air bersih menjadi salah satu
penentu kualitas hidup suatu masyarakat. Saat ini dunia telah mengalami krisis air bersih.
Jumlah air bersih di dunia hanya 1% yang dapat dikonsumsi. Dari 1% air bersih yang tersedia
tersebut, tidak semuanya dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat.(1)

Cadangan air di Indonesia mencapai 2.530 km3/tahun yang termasuk dalam salah satu
negara yang memiliki cadangan air terkaya di dunia. Dalam data lain menunjukkan,
ketersediaan air di Indonesia mencapai 15.500 m3 per kapita per tahun. Angka ini masih jauh
di atas ketersediaan air rata-rata di dunia yang hanya 8.000 m3 per tahun. Meskipun begitu,
Indonesia masih mengalami kelangkaan air bersih, terutama di kota-kota besar. Ada berbagai
penyebab krisis air bersih di kota-kota besar di Indonesia yaitu Pertumbuhan penduduk yang
tidak terkendali, masih kecilnya cakupan pelayanan PDAM keseluruh pelosok Indonesia, dan
pengaruh pergantian musim yang menyebabkan pasokan air tidak merata.(3)

. Direktur Pemukiman dan Perumahan Kementerian PPN (Bappenas) memperkirakan


bahwa Indonesia juga akan mengalami krisis air. Hal ini karena melihat ketersediaan air
bersih melalui jumlah sungai yang mengalirkan air bersih terbatas, sedangkan cadangan air
tanah (green water) di Indonesia hanya tersisa di dua tempat yakni Papua dan Kalimantan.
Indonesia juga diprediksi bahwa akan ada 321 juta penduduk yang kesulitan mendapatkan air
bersih. Sebab permintaan air bersih naik sebesar 1,33 kali, berbanding terbalik dengan jumlah
penduduk yang kekurangan air.(1)

Rendahnya ketersediaan air bersih memberikan dampak buruk pada semua sektor,
termasuk kesehatan. Salah satu penyakit yang diakibat karena krisis air bersih adalah diare.
Di Indonesia, penyakit diare masih merupakana masalah kesehatan untuk semua golongan
umur, angka kesakitan diare di indonesia sekitar 120-360 per 1000 penduduk. Faktor kejadian
diare dipengaruhi oleh kurang memadainya penyediaan air bersih , air yang tercemar oleh
tinja, sarana kebersihan yang masih kurang, tempat pembuangan tinja yang tidak hygienis
serta peralatan makanan yang kurang bersih dan tidak memadai. Risiko kejadia diare dapat
dicegah melalui penurunan faktor lingkungan yang beresiko, yaitu dengan penyediaan air
bersih, sanitasi, dan kebersihan (Chola, Michalow, Tugendhaft, & Hofman, 2015) seperti
yang dicanangkan oleh UNICEF dan WHO. Tujuannya adalah untuk menghambat transmisi
kuman patogen penyebab diare dari lingkungan ke tubuh manusia.(1,2)

Krisis air bersih membutuhkan kebijakan sosial untuk mengatasinya. Kebijakan sosial
memiliki fungsi preventif (pencegahan), kuratif (penyembuhan), dan pengembangan
(development). Oleh karenanya kebijakan sosial didesain secara kolektif oleh pemerintah.
Kebijakan penyediaan air bersih harus mempunyai visi panjang yang terintegrasi dalam
penyediaan dan pengelolaan air. Selain itu, Peningkatan partisipasi masyarakat dapat
dilakukan melalui program pemberdayaan masyarakat. Program pemberdayaan masyarakat
akan memunculkan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya air bagi kesehatan.(4)
Berdasarkan latarbelakang tersebut kami tertarik mengangkat masalah kesehatan yang
ditimbulkan akibat krisis air bersih serta cara penanggulangannya.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui masalah kesehatan yang ditimbulkan akibat krisis air bersih serta
cara penanggulangannya melalui sistem pengelolaan limbah domestik.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui penyebab terjadinya krisis air
2. Untuk mengetahui masalah kesehatan akibat krisis air
3. Untuk mengetahui cara penanggulangan krisis air melalui sistem pengelolaan limbah
domestik
4. Untuk memberikan alternatif solusi terhadap permasalahan penyakit yang diakibatkan
oleh krisis air bersih

1.3 Manfaat
1. Bagi Penulis
Menambah wawasan penulis dan dapat mengembangkan pola pikir peneliti dalam
menganalisis masalah kesehatan akibat krisis air khususnya penyakit diare serta
penanggulannya melalui sistem pengelolaan Limbah Domestik
2. Bagi Pemerintah
Diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan untuk masukan kepada pemerintah dalam
menyiapkan program yang lebih berdaya guna mengenai masalah kesehatan akibat
krisis air khususnya penyakit diare
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Krisis Air Bersih


Air adalah peradaban dan tanpa air kehidupan akan musnah. Bila sejarah
bangsabangsa dipelajari maka akan ditemukan bahwa suatu bangsa dapat musnah bilamana
air yang menjadi sumber kehidupan mereka hilang. Dengan semakin bertambahnya jumlah
penduduk, meningkatnya perkembangan ekonomi, semakin intensifnya penggunaan air dan
pencemaran air oleh perilaku manusia dan industri selama beberapa dekade terakhir ini serta
perubahan iklim global, telah terjadi ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan
air.

Masalah utama yang dihadapi berkaitan dengan sumber daya air adalah kuantitas air
yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas air untuk
keperluan domestik yang semakin menurun dari tahun ke tahun. Kegiatan industri, domestik,
dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber daya air, termasuk penurunan kualitas
air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi mahluk hidup
yang bergantung pada sumber daya air. Masalah air di Indonesia ditandai juga dengan
kondisi lingkungan yang makin tidak kondusif sehingga makin mempercepat kelangkaan air.

Menurut FAO Water, kelangkaan air merupakan suatu kondisi ketidakseimbangan


antara ketersediaan dan permintaan, degradasi kualitas air tanah dan air di permukaan,
kompetisi, konflik regional dan internasional, dan semua yang memberikan kontribusi
terhadap terjadinya kelangkaan air.(8) Kelangkaan air yang saat ini sedang dikhawatirkan
oleh banyak orang memang terjadi karena ketidakseimbangan antara ketersediaan dan
permintaan masyarakat dunia. Pada dasarnya, air di muka bumi ini hanya 2,5% saja yang
merupakan air bersih (fresh water). Air jenis inilah yang seharusnya digunakan untuk
melakukan semua aktivitas manusia, mulai dari mandi, memasak, mencuci, dan lainnya.
Namun sayangnya, 2,5% air ini tidak tersedia begitu saja di muka bumi ini. Sekitar 68,7%
fresh water masih berbentuk gletser dan es sehingga perlu makan waktu yang lama untuk
menunggunya mencair. Kemudian, 30,1% ada di bawah tanah. Sedangkan sisanya, 1,2%
inilah yang tersedia di permukaan. Kemudian, sisa air yang hanya 1,2% ini juga tidak bisa
begitu saja dikonsumsi. Ada sekitar 69,0% yang masih berbentuk es, 20,9% ada di danau, dan
0,49% ada di sungai. Biasanya, air di sungai inilah yang dikonsumsi oleh manusia.(9)
2.2 Faktor Penyebab Krisis Air Bersih
Menurut WWF, setidaknya ada empat faktor utama penyebab terjadinya kelangkaan
air, antara lain sebagai berikut.(10)

1. Perubahan Iklim

Dari hari ke hari, iklim di bumi terus mengalami perubahan dan terasa semakin cepat
dari sebelumnya. Perubahan iklim merupakan gejala naiknya suhu di permukaan bumi
sehingga dapat memicu terjadinya pemanasan global. Kenaikan suhu ini dipicu oleh semakin
tingginya kadar gas rumah kaca di atmosfer dan salah satu penyebab utama naiknya kadar gas
rumah kaca adalah aktivitas manusia. Perubahan iklim yang semakin tidak wajar inilah
penyebab krisis air di bumi. Adanya perubahan iklim membuat kekeringan lebih sering
terjadi dan ditemukan di banyak wilayah. Kekeringan yang berkepanjangan akhirnya
mengakibatkan pergantian musim yang tidak stabil. Di sisi lain, akan ada daerah yang
terusmenerus mengalami banjir. Selain itu, gletser dan salju pun akan menghilang sehingga
persediaan air untuk pertanian, pembangkit energi, ekosistem, dan lainnya akan terancam.

2. Polusi

Polusi air bisa terjadi karena banyak faktor, tetapi sebagian besar dipengaruhi
disebabkan oleh aktivitas manusia yang tidak bertanggung jawab. Polusi air bisa disebabkan
oleh pembuangan limbah industri ke perairan, pembuangan limbah rumah tangga, rumah
sakit, peternakan, atau penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan. Polutan juga bisa
berupa bakteri yang berasal dari kotoran manusia. Aktivitas-aktivitas tersebut membuat air
menjadi kotor, tidak layak untuk dikonsumsi ataupun digunakan oleh manusia.

3. Agrikultur

Bagi sebagian negara, agrikultur memegang peranan yang sangat penting. Produk-
produk agrikultur telah menjadi basis perekonomian utama bagi negaranegara seperti
Indonesia, India, dan lainnya. Namun ternyata sektor ini juga menjadi salah satu faktor
penyebab kelangkaan air di dunia. WWF menjelaskan bahwa hampir 70% air di muka bumi
ini digunakan dalam sektor pertanian. Namun sekitar 60% dari air tersebut terbuang percuma
karena sistem irigasi yang bocor, tidak efektif dan efisien, serta budidaya tanaman yang
terlalu banyak membutuhkan air. Akibatnya sungai, danau, dan air bawah tanah mulai
mengering. Kondisi ini sedang terjadi di India, Cina, Australia, Spanyol, dan Amerika
Serikat. Kelima negara ini telah mencapai batas maksimal penggunaan sumber daya air
mereka. Selain itu, penggunaan pupuk dan pestisida tanaman pun ikut mempengaruhi polusi
air tawar.

4. Pertumbuhan penduduk

Dalam 50 tahun terakhir ini, populasi manusia telah bertambah dua kali lipat. Laju
pertambahan populasi yang tidak berbanding lurus dengan ketersediaan air bersih ini
menyebabkan air semakin sulit ditemukan. Berdasarkan data yang dihimpun oleh WWF, 41%
populasi di dunia berada di wilayah yang mengalami water stress. Permasalahan ini pun
menjadi semakin kompleks karena kebutuhan penduduk terhadap air tidak bisa disubstitusi
dengan sumber daya lainnya. Maka dari itu, banyak ahli yang memprediksi bahwa pada tahun
2050, 1 dari 4 orang akan mengalami kekurangan air bersih (11)

Selain empat faktor di atas, masih banyak faktor lainnya yang menyebabkan
kelangkaan air di dunia. Terlepas dari ketersediaan air bersih (fresh water) yang memang
hanya sedikit, tindakan manusia juga menjadi faktor utama. Manusia kurang bertanggung
jawab dan tidak mengindahkan lingkungannya. Mereka tidak berpikir bahwa apa yang
mereka lakukan sekarang dapat berdampak buruk bagi generasi berikutnya. Namun, tanpa
perlu melihat dampak jangka panjang, saat ini pun ada banyak negara yang mulai mengalami
krisis air bersih. Bahkan ketegangan dan konflik pun sudah mulai terjadi karena persediaan
air bersih di wilayah mereka yang semakin terbatas.(8-11)

2.3 Dampak Krisis Air Bersih


Krisis air sudah sering melanda beberapa daerah, sehingga kebutuhan air penduduk
untuk keperluan rumah tangga, pertanian dan kebutuhan dasar lainnya tidak tercukupi.
Dampak langsung dari kurangnya kebutuhan air antara lain yaitu terjadinya gagal bercocok
tanam dan panen yang menyebabkan terganggunya persediaan bahan pangan, sanitasi yang
buruk dan kelaparan yang berdampak pada munculnya penyakit akibat kurang pangan dan
gizi buruk. Erat kaitannya dengan krisis air dan pangan ini adalah sanitasi buruk yang juga
menjadi masalah bagi sekitar 2,0 miliar penduduk dunia.

Banyak penyakit akibat krisis air dan sanitasi yang buruk, seperti penyakit akibat
kelaparan, kekurangan gizi, kolera, tifus, dan disentri yang hingga saat ini masih merupakan
ancaman bagi sebagian penduduk dunia. Berdasarkan laporan oleh FAO (2000), sekitar 2,0
juta orang yang kebanyakan adalah anak-anak yang berasal dari beberapa negara miskin dan
berkembang, meninggal setiap tahunnya karena beberapa penyakit tersebut dan akibat
kelangkaan air dan kelaparan. Krisis air juga dapat mengganggu perekonomian daerah
maupun nasional (12)

2.4 Krisis Air Bersih Akibat Pencemaran Air


Pencemaran air terjadi pada sumber-sumber air seperti danau, sungai, laut dan air tanah
yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Air dikatakan tercemar jika tidak dapat digunakan
sesuai dengan fungsinya. Walaupun fenomena alam, seperti gunung meletus, pertumbuhan
gulma yang sangat cepat, badai dan gempa bumi merupakan penyebab utama perubahan
kualitas air, namun fenomena tersebut tidak dapat disalahkan sebagai penyebab pencemaran
air. Pencemaran ini dapat disebabkan oleh limbah industri, perumahan, pertanian, rumah
tangga, industri, dan penangkapan ikan dengan menggunakan racun. Polutan industri antara
lain polutan organik (limbah cair), polutan anorganik (padatan, logam berat), sisa bahan
bakar, tumpaham minyak tanah dan oli merupakan sumber utama pencemaran air, terutama
air tanah. Disamping itu penggundulan hutan, baik untuk pembukaan lahan pertanian,
perumahan dan konstruksi bangunan lainnya mengakibatkan pencemaran air tanah.(13)

Penyebab pencemaran air dapat berupa masuknya makhluk hidup, zat, energi ataupun
komponen lain sehingga kualias air menurun dan air pun tercemar. Banyak penyebab
pencemaran air, tetapi secara umum dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu sumber
kontaminan langsung dan dan tidak langsung.Sumber langsung meliputi efluen yang keluar
industri, TPA sampah, rumah tangga dan sebagainya. Sumber tak langsung adalah
kontaminan yang memasuki badan air dari tanah, air tanah atau atmosfir berupa hujan. Pada
dasarnya sumber pencemaran air berasal dari industri, rumah tangga (pemukiman) dan
pertanian.(13)

2.5 Masalah Kesehatan Akibat Krisis Air Bersih


Ada banyak penyakit yang disebabkan oleh pencemaran air ataupun krisis air bersih,
dengan resiko terbesar menjangkit mereka yang memiliki sistem imun lemah seperti bayi,
anak, wanita hamil, dan lansia. Bahkan WHO (2015) menyebutkan bahwa dari 133 penyakit,
diperhitungkan terdapat 101 yang mempunyai hubungan yang signifikan dengan lingkungan,
diantaranya berkaitan dengan air yang tidak aman. Adapun beberapa penyakit yang paling
sering berjangkit karena air yang terkontaminasi antara lain sebagai berikut (WHO, 2016).
1. Diare

Diare adalah salah satu penyakit paling umum akibat bakteri dan parasit yang berada di
air tercemar. Diare mengakibatkan feses encer/cair yang menyebabkan penderitanya
mengalami dehidrasi, bahkan kematian pada anak dan balita. Sejumlah 842 ribu penduduk
diperkirakan meninggal setiap tahunnya karena diare akibat konsumsi air minum yang tidak
aman (WHO, 2016).

2. Kolera

Penyebabnya adalah bakteri Vibrio cholerae yang masuk melalui air atau makanan
yang terkontaminasi oleh feses orang yang mengidap penyakit ini. Anda juga dapat terjangkit
kolera jika Anda mencuci bahan makanan dengan air yang terkontaminasi. Gejalanya
Optimalisasi Peran Sains dan Teknologi untuk Mewujudkan Smart City 217 diantaranya
adalah diare dengan warna putih keruh, muntah, kram perut, dan sakit kepala.

3. Dysentri

Dysentri disebabkan bakteri jenis dysentery baccilus yang masuk dalam mulut melalui
air atau makanan yang tercemar (Said, 1999). Tanda dan gejala disentri termasuk demam,
muntah, sakit perut, diare berdarah, dan berlendir parah.

4. Hepatitis A

Penyebabnya adalah virus hepatitis A yang menyerang hati. Biasanya menyebar


melalui konsumsi air atau makanan yang terkontaminasi feses, atau melalui kontak langsung
dengan feses dari pengidap. Gejalanya antara lain rasa mual, pusing disertai demam, rasa
lemas di seluruh tubuh, dan gejala spesifiknya berupa pembengkakan liver dan timbul gejala
sakit kuning.

5. Typhoid

Penyebabnya adalah jenis bacillus typhus yang masuk melalui mulut dan menjangkit
pada struktur lympha pada bagian bawah usus halus, kemudian masuk ke aliran darah dan
terbawa ke organ-organ internal sehingga gejala muncul pada seluruh tubuh. Penularan dapat
terjadi karena infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang ada di dalam tinja penderita melalui
air minum, makanan, atau kontak langsung.
6. Polio

Penyebabnya adalah poliovirus yang masuk melalui mulut dan menginfeksi seluruh
struktur tubuh dan menjalar melalui simpul saraf lokal yang menyerang sistem saraf pusat
dan menyebabkan kelumpuhan. Gejalanya berupa demam, meriang, sakit tenggorokan,
pusing, dan terjadi kejang mulut. Polio menyebar melalui feses dari pengidap penyakit dan
penularan dapat melalui air minum atau makanan yang terkontaminasi.

2.6 Penyakit Diare Akibat Krisis Air bersih


Penyakit diare masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat di negara
berkembang, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Penyakit diare
disebutkan sebagai penyebab utama kedua dari kematian anak di bawah usia 5 tahun. Secara
global, hampir 1.7 milyar kasus diare pada anak terjadi setiap tahunnya (WHO, 2017). WHO
juga melaporkan bahwa setiap tahunnya diare membunuh sekitar 525.000 anak di bawah lima
tahun. Laporan tersebut juga didukung laporan Unicef yang menyatakan bahwa 1.400 anak di
bawah lima tahun meninggal setiap harinya karena penyakit diare terkait dengan kurangnya
air bersih dan sanitasi serta kebersihan yang memadai.

Diare biasanya merupakan bagian dari gejala infeksi saluran intestinal, yang dapat
disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, atau organisme parasit. Infeksi ini disebarkan
melalui kontaminasi makanan ataupun minuman, atau dari orang ke orang (WHO, 2017).
Riset kesehatan dasar yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan RI menunjukkan bahwa angka
diare pada anak-anak dari rumah tangga yang menggunakan sumur terbuka untuk air minum
tercatat 34% lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak dari rumah tangga yang
menggunakan air ledeng. Selain itu, angka diare lebih tinggi sebesar 66% pada anak-anak
dari keluarga yang melakukan buang air besar di sungai atau selokan dibandingkan mereka
pada rumah tangga dengan fasilitas toilet pribadi dan septik tank (Depkes RI, 2011).

Banyak penelitian yang sudah membuktikan korelasi antara lingkungan terutama terkait
ketersediaan air bersih terhadap kejadian diare. Penelitian Chandra, Hadi, dan Yulianty
(2013) menemukan bahwa penggunaan sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat sanitasi
akan meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar 2,47 kali
dibandingkan dengan keluarga yang menggunakan sarana air bersih yang memenuhi syarat
sanitasi. Hasil yang sama juga ditemukan pada penelitian Siregar, Chahaya, & Naria (2016)
bahwa ada hubungan yang signifikan antara sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat,
jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat, pembuangan air limbah yang tidak memenuhi
syarat, dan pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat dengan kejadian diare pada
anak. Terkait efektifitas air bersih terhadap penurunan kejadian diare, penelitian Freeman et
al. (2014) dan Wolf et al. (2014) menemukan bahwa intervensi berupa peningkatan kualitas
air minum mampu menurunkan risiko kejadian diare secara efektif sebesar 45%.

2.7 Penanggulangan Krisis Air Bersih


Pasokan air selalu menjadi kendala utama penyediaan air bersih di Indonesia.
Sebagian besar PDAM mengandalkan air baku dari air sungai untuk memasok air ke rumah
tangga dan industri. Padahal kualitas air sungai telah mengalami penurunan dari tahun ke
tahun akibat kerusakan lingkungan dan perubahan iklim. Terlebih lagi kondisi perkotaan
dengan kepadatan penduduk yang berlebihan, kurangnya ruang, dan dekatnya jarak sumber
air menjadikannya tidak cukup hanya dengan penerapan teknologi sederhana.

Secara signifikan kebutuhan air bersih di rumah dapat dikurangi dengan


memanfaatkan kembali air limbah domestik. Pengelolaan air limbah domesik yang umum
digunakan adalah pengolahan secara biologi dengan tujuan memanfaatkan aktivitas
mikroorganisme untuk menguraikan senyawa polutan organi pada air limbah. Pengolahan air
limbah dengan proses biologi dapat dilakukan pada kondisi aerobik, anaerobik, maupun
kombinasi antar keduanya. Proses aerobik digunakan untuk pengolahan limbah dengan beban
organik yang tidak terlalu besar, sedangkan untuk limbah anaerobil digunakan untuk limbah
dengan beban organik yang sangat tinggi. Pengelolaan limbah cair dapat dilakukan dengan
pemisahan limbah cair toilet untuk mengurangi beban air limbah pada instalasi pengolahan
air limba (IPAL), pengolahan kembali air limbah doestik melalui pengolahan secara kimia,
fisika, dan biologi menjadi air bersih, dan sebagainya,

Di sisi lain, penggunaan air tanah harus dihindari untuk tetap menjaga keseimbangan
air darat dengan air laut. Untuk itu dibutuhkan inovasi teknologi modern dengan
menggunakan air permukaan (air sungai, air limbah, atau air laut) yang dapat memberikan
solusi produksi air bersih dalam jangka panjang yang dapat diterapkan di perkotaan. Berikut
beberapa teknologi modern yang diharapkan dapat menjadi solusi kelangkaan air bersih saat
ini.

1. Grey water bio Rotasi Grey

Grey water bio Rotasi Grey water adalah air limbah yang berasal dari aktivitas
domestik masyarakat (KM-ITB, 2014). Instalasi pengolahan air limbah grey water bio rotasi
ini terdiri dari sistem bio filter dan taman sanitasi dengan resirkulasi yang dapat mengolah air
limbah rumah tangga untuk digunakan kembali menjadi air bersih (Engineer Weekly, 2016).
Teknologi ini menjadi salah satu teknologi tepat guna untuk penyediaan air bersih mengingat
60-85% dari penggunaan air bersih, 75%-nya menjadi grey water (KM-ITB, 2014). Penelitian
Luvita, Sugiarto, dan Wijonarko (2015) melakukan pengolahan grey water melalui reaksi
kimia dengan menggunakan teknologi oksidasi dan filtrasi di daerah Jakarta Timur. Setelah
diproses dengan menggunakan teknologi oksidasi, maka grey water yang dihasilkan
mengalami penurunan kandungan organik, ammonia, padatan terlarut, dan BOD sehingga
sesuai dengan standar baku mutu air bersih. Di Indonesia, teknologi ini sudah diterapkan di
beberapa 228 Optimalisasi Peran Sains dan Teknologi untuk Mewujudkan Smart City
perusahaan untuk memenuhi kebutuhan internal perusahaan (PAM Jaya, 2015).

2. Teknologi Desalinasi Air laut

Teknologi Desalinasi Air laut Teknologi ini mengubah air laut menjadi air bersih
yang siap digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tahapan desalinasi air laut
meliputi pengambilan air laut, pengolahan awal, proses pemisahan garam, dan pengolahan
akhir. Pengolahan awal dilakukan untuk membersihkan air laut dari bahan pengotor seperti
molekul makro dan mikro (Wrzesniewski & Harrison, 2017). Kemudian dilakukan proses
penyisihan garam, dapat berbasis panas (Multistage flash distillation system), dan berbasis
membran (Reverse osmosis system). Penambahan mineral dilakukan pada tahap pengolahan
akhir agar dihasilkan produk air bersih dengan kualitas air minum (Engineer Weekly, 2016;
Wrzesniewski & Harrison, 2017). Negara yang telah lama menggunakan teknologi ini adalah
Arab Saudi, Bahrain, dan Kuwait. Teknologi ini sangat mungkin diterapkan di Indonesia
mengingat Indonesia memiliki sumber daya air laut yang luas. Kendala utamanya adalah
Indonesia belum memiliki aturan mengenai pengelolaan air laut sebagai air baku (PAM Jaya,
2015)

3. Metode Reverse Osmosis (RO)

Pengolahan air dengan metode reverse osmosis adalah suatu sistem pengolahan air
dari air yang mempunyai konsentrasi tinggi melalui membran semipermiabel menjadi air
yang mempunyai konsentrasi rendah dikarenakan adanya tekanan osmosis. Metode ini
merupakan metode penyaringan yang dapat menyaring berbagai molekul besar dan ion-ion
dari suatu larutan dengan cara memberi tekanan pada larutan ketika larutan itu berada di salah
satu sisi membran seleksi (lapisan penyaring). Proses tersebut menjadikan zat terlarut
terendap di lapisan yang dialiri tekanan sehingga zat pelarut murni dapat mengalir ke lapisan
berikutnya. Pengolahan air dengan menggunakan teknologi ini banyak diaplikasikan pada
pengolahan air asin menjadi air bersih (desalinasi), pemurnian air kotor menjadi air bersih,
ataupun pemurnian air limbah menjadi air bersih (Engineer Weekly, 2016)
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Studi Kasus Desa Kampung Baru Kota Surabaya


Desa Kampung Baru berada di sekitar Kali Jagir Surabaya, wilayah kampung baru
memiliki jumlah penduduk yang paling padat di sekitaran wilayah kali jagir dan sebagian
besar masyarakat berada pada tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah. Pola hidup
sebagian besar masyarakat juga kurang memperhatikan higenitas dan sanitasi lingkungan
sehingga dapat menimbulkan pencemaran air yang dapat meningkatkan resiko kejadian
diare. Selain itu, Kampung Baru berdampingan langsung dengan Kali Jagir dan
menjadikan air kali sebagai sumber air utama dalam kebutuhan sehari-hari yang digunakan
warga angka kejadian diare yg diperoleh dari data Puskesmas setempat mencapai 2865
kasus.

Berdasarkan hasil penelitian di dapatkan bahwa sebagian besar 52% responden


menggunakan air sungai sebagai sumber air dan 48% responden lainnya menggunakan air
sungai sebagai sumber air. Di Desa Kampung Baru tidak ada warga yang menggunakan
sumber air dari PDAM karena wilayah desa tersebut tidak menerima aliran air dari PDAM,
ditambah dengan lokasi Desa Kampung Baru yang berbatasan langsung dengan Bantaran
Kali Jagir Surabaya sehingga warga lebih banyak memilih menggunakan air sungai atau air
sumur.

Tersedianya sumber air yang bersih merupakan salah satu upaya untuk
memperbaiki derajat kesehatan masyarakat. Kesehatan lingkungan yang diselenggarakan
untuk mewujudkan lingkungan yang sehat, yaitu keadaan yang bebas dari resiko yang
membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup manusia. Kesehatan lingkungan meliputi
penyehatan air, yakni pengamanan dan penetapan kualitas air untuk berbagai kebutuhan
dan kehidupan manusia. Dengan demikian air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-
hari selain memenuhi atau mencakupi dalam kuantitas juga harus memenuhi kualitas yang
telah ditetapkan. Pentingnya air berkualitas baik perlu disediakan untuk memenuhi
kebutuhan dasar dalam mencegah penyebaran penyakit menular melalui air.

Hubungan krisis air bersih dengan timbulnya penyakit di daerah Kampung Baru
diperjelas dengan diketahui responden yang lebih banyak mengalami kejadian diare adalah
dengan persentase kondisi sumber air yang buruk. Warga yang menggunakan air sungai
sebagai sumber air dalam keperluan sehari-hari inilah yang dapat meningkatkan resiko
terhadap terjadinya diare karena adanya kontak langsung dengan organisme dalam air
(water contact disease). Beberapa warga yang menggunakan sumur dan memiliki kakus
(jamban keluarga) di rumah pun belum memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan,
karena seharusnya untuk menghindari pencemaran secara mikrobilogik jarak aman dinding
sumur dengan sumber pencemaran adalah 10 meter, sedangkan rata-rata warga letak
jamban langsung bersebelahan dengan sumur. Sehingga dapat mencemari air sumur yang
digunakan sebagai sumber air. Sumber air bersih sangat berpengaruh terhadap kebersihan
peralatan makan dan minum yang digunakan. Jika sumber air bersih yang digunakan
terkontaminasi bakteri patogen seperti E.coli maka peralatan makan dan minum berisiko
untuk terkontaminasi, terlebih jika prilaku mencucinya kurang baik. Akibatnya terjadi
rantai penularan penyakit diare.

Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare dengan menggunakan


air yang bersih dan air yang terlindungi dari kontaminasi mulai dari sumber sampai
penyimpanan. Oleh karena itu, diperlukan adanya peningkatan pengawasan petugas
kesehatan untuk melakukan inspeksi sanitasi sarana air bersih dan penyuluhan kepada
masyarakat untuk memperhatikan sumber air yang digunakan. Air bersih yang digunakan
agar terlindungi dari kontaminasi yakni menjaga kebersihan sumur dengan memperbaiki
konstruksi dan menjaga kebersihan bangunan sumur, pipa penyaluran dan tempat
penyimpanan yang bersih.

3.2 Studi Kasus Desa Bonne-bonne Kecamatan Mapilli Kabupaten Polewali


Mandar
Penyakit Diare adalah penyakit endemis di indonesia dan penyakit potensial KLB
yang sering disertai dengan kematian. Riset Kesehatan Dasar menunjukkan bahwa
penyakit Diare merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi (31,4%) dan pada
balita (25,2%), sedangkan pada golongan semua umur merupakan penyebab kematian yang
keempat (13,2%). Banyak faktor yang secara langsung dapat menjadi faktor pendorong
terjadinya diare, terdiri dari faktor agent, pejamu, lingkungan dan perilaku.

Faktor lingkungan yang paling dominan yaitu sarana penyediaan air bersih dan
pembuangan tinja, keduan faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilkau manusia.
Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi
dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, maka penularana diare dengan mudah
dapat terjadi. Dinas Kesehatan Kabupaten Polewali Mandar menunjukkan jumlah penderita
diare pada tahun 2015 sebanyak 15.292 orang dengan umur 0 - ≤1 tahun sebanyak
1.230orang, umur 1 – 4 tahun sebanyak 4.627 penderita dan umur diatas 5 tahun sebanyak
9.435 orang.

Hasil pencatatan kunjungan penderita diare di Puskesmas Mapilli pada tahun 2015
sebanyak 848 total penderita dengan kelompok umur 0 - ≤1 tahun sebanyak 49 penderita,
umur 1 – 4 tahun sebanyak 208 penderita dan umur diatas 5 tahun sebanyak 591
penderita.Sedangkan data jumlah penderita diare tahun 2015 di Desa Bonne-bonne yaitu
sebanyak 256 orang. Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di Desa Bonne-bonne
Kecamatan Mapilli Kabupaten Polewali Mandar tahun 2016, maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan antara kualitas fisik air bersih dengan kejadian diare dan terdapat
hubungan antara kepemilikan jamban.

3.3 Penanggulangan Krisis Air Bersih


Salah satu alternatif dalam penanggulangan krisis air bersih adalah dengan
Pengelolaan air limbah . Pengelolaan air limbah dapat dilakukan secara alamiah maupun
dengan bantuan peralatan. Pengolahan air limbah secara alamiah biasanya dilakukan
dengan bantuan kolam stabilisasi. Kolam stabilisasi merupakan kolam yang digunakan
untuk mengelolah air limbah secara alamiah. Kolam stabilisasi sangat direkomendasikan
untuk pengelolaah air limbah di daerah tropis dan negara berkembang sebab biaya yang
diperlukan untuk membuatnya relatif murah tetapi membutuhkan area yang luas retention
time (waktu tinggal) yang cukup lama (20-50 hari).

Kolam stabilisasi yang umum digunakan adalah kolam anaerobik (anaerobic pond),
kolam fakultatif (facultative pound) dan kolam maturasi (anaerobic/maturation pound).
Kolam anaerobik biasanya digunakan untuk mengelolah air limbah dengan kandungan
bahan organik yang sangat pekat, sedangkan kolam maturasi biasanya digunakan untuk
memusnakan mikro-organisme di dalam air limbah.

Sistem pengolahan air limbah domestik merupakan langkah atau proses yang
dilakukan secara bertahap dari sumber air limbah domestik ke proses penyaluran,
penampungan, kemudian pengolahan limbah dan seterusnya hasil pengolahan limbah
tersebut kembali ke lingkungan padat maupun cair. Bagan sistem pengolahan air limbah
donmestik dapat dilihat pada Gambar 3.1
Gambar 3.1 Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik

Penghubung Pengguna (User Interfaces) Berdasarkan fungsinya yang termasuk dalam


kelompok User Interfaces sebegai berikut;

1. WC Jongkok dan WC Duduk WC jongkok dan WC duduk (cistern-flush toilet)


memakai air untuk menggelontor kotoran..

2. Bak perangkap lemak Perangkap atau penjebak lemak adalah metode sederhana
yang dipakai dalam sistem pengolahan grey water skala kecil. Pengapungan
(floatation) adalah proses fisika dengan memakai aerasi gelembung, komponen
yang ringan seperti gemuk, minyak dan lemak berkumpul di permukaan air

Penampungan, Pengaliran dan Pengolahan Sistem Setempat Berdasarkan fungsinya,


yang termasuk dalam kelompok penampungan, pengaliran dan pengolahan sistem setempat
adalah sebagai berikut:

1. Cubluk ( buis beton ) Sistem cubluk dapat dibangun dengan penanaman buis
beton dengan diameter 0,90 meter sedalam 1 sampai 1,5 meter. Jarak maksimum
letak cubluk terhadap kloset adalah 8,0 m. Diameter pipa penyalur sekurang-
kurangnnya 90 mm dengan kemiringan sekurang-kurangnnya 1: 20.
2. Tangki Septik Tangki septik adalah bak kedap air yang terbuat dari beton,
fiberglass, PVC atau plastik untuk penampungan dan pengolahan black water
dan grey water. Tangki septik punya paling tidak dua ruang. Panjang ruang
pertama harus paling tidak 50% dari panjang total dan jika hanya ada dua ruang,
maka panjang ruang pertama harus 2/3 dari panjang total.
3. Filter Anaerobik (Bio Filter) adalah bak kedap air yang terbuat dari beton,
fiberglass, PVC atau plastik untuk penampungan dan pengolahan black water
dan grey water. Filter Anaerobik berupa sebuah tangki septik yang diisi satu atau
lebih kompartemen (ruang) yang dipasangi filter. Terbuat dari bahan alami
seperti kerikil, sisa arang, bambu, batok kelapa atau plastik yang dibentuk
khusus. Bakteri aktif ditambahkan untuk memicu proses. Bakteri aktif ini bisa
didapat dari lumpur tinja tangki septik dan disemprotkan pada materi filter.
Aliran air limbah yang masuk (influent) akan mengalami filter, kemudian materi
organik akan diuraikan oleh biomassa yang menempel pada materi filter
tersebut.
4. Anaerobic Baffled Reactor (ABR) Anaerobic Baffled Reactor adalah teknologi
tangki septik yang lebih maju. Pengolahan jadi lebih baik karena adanya
peningkatan waktu kontak dengan biomassa aktif. Aliran seperti ini
menyebabkan aliran air limbah yang masuk (Influent) lebih intensif terkontak
dengan biomassa anaerobik, sehingga meningkatkan kinerja pengolahan.
Penurunan BOD dalam ABR lebih tinggi daripada tangki septik, yaitu sekitar
70-95 %. Untuk operasi awal perlu waktu tiga bulan untuk menstabilkan
biomassa di awal proses.
5. Constructed Wetland Constructed Wetland (aliran horizontal di bawah
permukaan) adalah saluran yang diisi pasir dan kerikil yang ditanami vegetasi
air. Air limbah mengalir horizontal melalui saluran berisi material penyaring
yang berfungsi menguraikan zat organik. Sistem ini memiliki dasar dengan
lapisan atau saluran yang diisi pasir atau media (batu, kerikil, pasir, tanah).
Saluran atau mangkuk dilapisi penghalang tidak tembus air (tanah liat atau
geotekstil) untuk mencegah rembesan air limbah. Vegetasi asli (seperti cattail,
alang-alang, dan/atau sulur-sulur) dibiarkan tumbuh di bagian dasar.
6. Truk Penyedot Tinja Truk penyedot tinja mengacu pada vacum truk atau
kendaraan lain, yang dilengkapi pompa dan tangki untuk menguras dan
mengangkut lumpur tinja, lumpur tangki septik dan urine. Tenaga manusia
diperlukan untuk mengoperasikan pompa dan menggerakkan selang hisap.
Pompa tersambung dengan selang yang dimasukkan kedalam tangki (misalnya
tangki septik). Lalu endapan tinja dipompa naik ke dalam tangki di atas truk.
Umumnya kapasitas penyimpanan tangki penyedot adalah antara 3000 - 10.000
liter.

Jenis sistem pengelolaan air limbah domestik dapat dibagi sebagaimana berikut:

1. Sanitasi sistem setempat, pengolahan setempat atau on-site yaitu sistem dengan
fasilitas pengolahan air limbah berada dalam batas tanah yang dimiliki, fasilitas
ini merupakan fasilitas sanitasi individual seperti tanki septik atau cubluk.
2. Sanitasi sistem terpusat, sistem terpusat atau sistem off-site atau sistem
sewerage, sistem dengan fasilitas pengolahan air limbah diluar batas tanah.
menggunakan perpipaan untuk mengalirkan air limbah dari rumah-rumah secara
bersamaan dan kemudian dialirkan ke IPAL. Sistem off-site diterapkan pada
kawasan /kota.
3. Sistem Sanitasi Hibrida, sistem hibrida masih menahan solid didalam bak
penampungnya, mengalirkan limbah cairnya (effluent) ke sistem
pengumpulannya. Sistem hibrida bisa dikoneksikan ke kloset yang dialirkan
lebih dulu ke interseptor, sebelum dihubungkan dengan jaringan pipa air limbah.
Lumpur dalam bak penampung tetap harus dikuras berkala untuk di bawa ke
IPLT.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai