Anda di halaman 1dari 45

IPTEK DAN RISET KESEHATAN KAWASAN PESISIR DAN

PERTAMBANGAN
DOSEN : DR.RAHMAWATI, SKM,.M.Kes

PROPOSAL PROGRAM IPTEK DAN RISET KESEHATAN KAWASAN


PESISIR DAN PERTAMBANGAN

“ANALISIS LINGKUNGAN FISIK DAN KELUHAN KESEHATAN


PADA MASYARAKAT DAERAH PENAMBANGAN PASIR”

DISUSUN
OLEH :

NUR KHOERIYAH
K202001045
C

PROGRAM STUDI SI KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS MANDALA WALUYA
KENDARI
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat,


hidayah, kesempatan, kekuatan dan kesehatan pada penyusun sehingga dapat
menyelesaikan penulisan proposal dengan judul Analisis Lingkungan Fisik
Dan Keluhan Kesehatan Pada Masyarakat Daerah Penambangan Pasir.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan proposal ini banyak
mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai
pihak dan berkah dari Allah SWT sehingga kendala-kendala yang dihadapi
tersebut dapat diatasi.
Penulis menyadari proposal ini tidak terlepas dari bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak, Akhir kata penulis berharap agar proposal ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.

2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................1
KATA PENGANTAR........................................................................................2
DAFTAR ISI.......................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................4
A. Latar Belakang .......................................................................................4
B. Manfaat Riset..........................................................................................8
C. Manfaat Riset..........................................................................................8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................9


A. Lingkungan Fisik....................................................................................9
B. Kerusakan Lingkungan ..........................................................................17
C. Pencemaran Udara..................................................................................20
D. Dampak Lingkungan Fisik di Penambangan Pasir.................................28
E. Dampak Kesehatan Masyarakat di Penambangan Pasir.........................33

BAB III KESIMPULAN.....................................................................................40


A. Kesimpulan ............................................................................................40
B. Saran........................................................................................................40

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................42

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut undang-undang RI Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lingkungan hidup adalah
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,
kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lain. Maka dari itu prilaku manusia dapat mempengaruhi lingkungan
kita jika seseorang hanya memikirkan dirinya sendiri ia akan melakukan
apapun, meski itu harus sampai merusak lingkungan sekitar. Mereka
melakukan hal tersebut terkadang tidak memikirkan apa saja dampak yang
akan di timbulkan dari kegiatan yang mereka lakukan. Kerusakan lingkungan
akibat pencemaran terjadi dimana-mana yang berdampak pada
menurunnya kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan
manusia. Bahkan pencemaran dan kerusakan lingkungan menimbulkan
berbagai dampak buruk bagi manusia seperti penyakit dan bencana alam.
Kerusakan lingkungan tersebut akan terus berlanjut atau bahkan akan
semakin meningkat besaran dan intensitasnya apabila tidak dilakukan upaya
pengendalian dan pengelolaan lingkungan. Pertambahan penduduk telah
meningkatkan kebutuhan terhadap sandang, pangan, papan, air bersih dan
energi. Hal tersebut mengakibatkan eksploitasi terhadap sumber daya alam
semakin tinggi serta cenderung mengabaikan aspek- aspek lingkungan
hidup. Pertambahan jumlah penduduk dengan segala konsekuensinya akan
memerlukan lahan yang luas untuk melakukan aktivitasnya dan
memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan akan berdampak pada

4
penurunan kelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan
(Kartodihardjo, dkk.,2005).Salah satunya di daratanpun tidak luput dari
terjadinya pencemaran lingkungan. Contohnya saat ini banyak tempat
yang dijadikan untuk penambangan pasir, walaupun bukan merupakan
wilayah untuk penambangan pasir tetapi masih banyak juga yang
melakukan hal itu di wilayah tersebut hanya untuk mengambil keuntungan.
Kegiatan tersebut juga banyak menimbulkan dampak yang tidak
menguntungkan bagi masyarakat sekitar, terutama dampak kesehatan.
Daratan yang seharusnya bisa di pergunakan untuk tempat pemukiman,
tempat rekreasi, dan tempat kehidupan manusia kini banyak yang sudah
tercemar karena orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Salah satunya
dikarenakan oleh kebutuhan akan bahan galian konstruksi seperti pasir
tampak semakin meningkat seiring dengan semakin berkembangnya
pembangunan berbagai sarana maupun prasarana fisik di berbagai daerah.
Untuk memenuhi kebutuhan pembangunan di Batam banyak penambang
pasir yang mengambil pasir di daerah daratan Batam terutama di daerah
Nongsa. Tingginya harga pasir dari luar Batam membuat para penambang
pasir yang tidak resmi mengambil pasir di pinggiran pantai NongsBatam
merupakan daerah kepulauan yang masih banyak memiliki daratan luas yang
belum menjadi lahan pembangunan sehingga banyak penambang pasir yang
memanfaatkan pasir di lahan yang tidak terpakai untuk di jual. Rusaknya
daratan di sebabkan oleh penambangan pasir yang tidak di laksanakan
dengan aturan yang ada. Penambangan pasir ini menimbulkan banyak akibat
yang sangat mencemari lingkungan, pohon-pohon di tebang, mencemari
udara, kubangan air dan air di pinggir laut yang penuh lumpur dan daratan
yang bisa digunakan untuk perumahan atau tempat yang lebih bermanfaat
tetapi menjadi danau-danau kecil yang bisa menjadi perindukan nyamuk.
Dampak lainnya adalah hilangnya sebagian lapisan tanah karna di ambil
untuk dijual, rusaknya jalan karena dilalui truk-truk pengangkut pasir yang

5
bermuatan besar, terjadinya polusi udara, dan banyaknya masyarakat yang
mengeluh terganggu kesehatannya di akibatkan debu dari aktivitas
penambangan pasir. Pada saat ini peraturan yang digunakan sebagai acuan
untuk kegiatan penambangan galian C khususnya pasir dan kerikil adalah
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
43/MENLH/10/1996 tentang Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha
atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas Di
Daratan. Kerusakan lingkungan adalah perubahan yang terjadi akibat
tindakan manusia yang langsung maupun tidak langsung terhadap sifat fisik
dan lingkungan hayati, yang mengakibatkan lingkungan tidak berfungsi lagi
dalam menunjang pembangunan yang berkesinambungan (Soerjani dan Syah,
1987). Menurut penelitian Yudhistira (2008), menunjukkan tingkat erosi di
lokasi penambangan pasir adalah moderat dan ringan dan menimbulkan
dampak fisik lingkungan seperti tanah longsor, berkurangnya debit air
permukaan (mataair), tingginya lalu lintas kendaraan membuat mudah
rusaknya jalan, polusi udara, dan dampak sosial ekonomi. Dampak sosial
ekonomi penyerapan tenaga kerja karena sebagian masyarakat bekerja
menjadi tenaga kerja di penambangan pasir, adanya pemasukan bagi pemilik
tanah yang dijual atau disewakan untuk diambil pasirnya dengan harga tinggi,
banyaknya pendatang yang ikut menambang sehingga dapat menimbulkan
konflik, adanya ketakutan sebagian masyarakat karena penambangan pasir
yang berpotensi longsor. Menurut hasil penelitian (Junaidi, 2002),
menyatakan bahwa kadar debu di lingkungan AKL DepKes RI Banda Aceh
yang diduga dari proses industri PT Semen Andalas Indonesia dan juga
aktivitas lalulintas jalan raya rata-rata 0,24 mg/m3 berarti melebihi ambang
batas yang akan berpengaruh terhadap kesehatan penghuni AKL. Responden
yang mengalami gangguan mata yaitu 111 orang dari 123 responden dan
yang mengalami gangguan kulit sebanyak 102 orang atau dampak kepada
kesehatan masyarakat, seperti batuk, sesak napas, iritasi mata dan terkadang

6
mengakibatkan gangguan pendengaran. Berdasarkan hal tersebut peneliti
tertarik untuk menganalisis lingkungan fisik dan keluhan kesehatan pada
masyarakat daerah penambangan pasir di Kecamatan Nongsa Batam tahun
2017.82,93% dari 123 responden, serta dari data Puskesmas Lhoknga
menunjukkan 10 penyakit terbesar urutan yang paling tinggi adalah penyakit
ISPA sebanyak 439 orang pada bulan Januari 2001. Menurut penelitian
Fransiska (2009), Ambang batas maksimum aman dari bising bagi manusia
adalah 80 dB. Bising dengan intensitas tinggi yang berlangsung dalam waktu
lama akan menyebabkan perubahan metabolisme dan vaskuler. Sebagai
akibat terjadi robekan sel-sel rambut organ Corti dan kerusakan degeneratif
sel-sel tersebut, yang kemudian berlanjut dengan destruksi total dari organ
tersebut dan kehilangan pendengaran yang permanen. Efek bising terhadap
pendengaran dapat berupa trauma akustik, perubahan ambang pendengaran
akibat bising yang berlangsung sementara, dan perubahan ambang
pendengaran akibat bising yang berlangsung permanen. Gangguan
pendengaran yang terjadi akibat bising adalah berupa tuli senso-neural yang
biasanya bilateral. Aktivitas penambang yang tidak terkontrol akan dapat
mengakibatkan permasalahan-permasalahan pada masyarakat akibat adanya
kegiatan penambang pasir yang merupakan suatu fenomena yang terjadi terus
menerus. Fenomena ini menyangkut kepentingan masyarakat luas dan
dampaknya mempengaruhi sosial dan lingkungan masyarakat terutama yang
berada disekitar wilayah areal penambangan pasir. Dampak dari kegiatan
pertambangan terhadap lingkungan hidup adalah: penurunan produktivitas
tanah, terjadinya erosi dan sedimentasi, penurunan muka air tanah,
pencemaran air, terganggunya flora dan fauna, terjadi perubahan topografi,
terjadi perubahan penutupan lahan, terganggunya kesehatan dan keamanan
penduduk (Lihawa, 2011). Hasil survei awal yang di lakukan pada
masyarakat yang tinggal di sekitar penambangan pasir di kecamatan Nongsa
banyaknya masyarakat yang terganggu dengan debu yang banyak dari

7
aktifitas penambangan pasir dan truk pengangkut pasir yang mengakibatkan
sekitar rumah warga kotor, kebisingan yang di timbulkan dari mesin
penyedot pasir yang beroprasi hingga malam hari dan suara truk-truk
pengangkut pasir yang terkadang cukup mengganggu pendengaran warga
sekitar. Dari kegiatan penambangan pasir tersebut juga menimbulkan
B. Tujuan Riset
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis lingkungan
fisik dan keluhan kesehatan pada masyarakat daerah penambangan
pasir.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Mengetahui Kondisi lingkungan fisik yang terjadi di sekitar
lokasi kegiatan penambangan pasir.
b) Mengetahui karakteristik responden meliputi umur, jenis
kelamin, pendidikan dan perilaku responden.
c) Mengetahui keluhan kesehatan pada masyarakat di sekitar
lokasi kegiatan penambangan pasir.
C. Manfaat Riset
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai tambahan informasi bagi masyarakat di wilayah
penambangan mengenai dampak lingkungan fisik yang terjadi
akibat kegiatan di lokasi penambangan pasir.
2. Sebagai tambahan informasi bagi pemerintah agar dapat menangani
masalah keluhan kesehatan pada masyarakat akibat kegiatan di
lokasi penambangan pasir.
3. Sebagai bahan referensi bagi perpustakaan Fakultas Kesehatan
Masyarakat.

8
4. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar bagi perkembangan
penelitian.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Lingkungan Fisik
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup menyebutkan pengertian lingkungan adalah kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk
manusia dan prilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan
dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Menurut Supardi (2003), lingkungan atau sering juga disebut
lingkungan hidup adalah jumlah semua benda hidup dan benda mati serta
seluruh kondisi yang ada di dalam ruang yang kita tempati. Secara garis
besar ada 2 (dua) macam lingkungan yaitu lingkungan fisik dan lingkungan
biotik. Lingkungan fisik adalah segala benda mati dan keadaan fisik yang ada
di sekitar individu misalnya batu- batuan, mineral, air, udara, unsur-unsur
iklim, kelembaban, angin dan lain-lain. Lingkungan fisik ini berhubungan
erat dengan makhluk hidup yang menghuninya, sebagai contoh mineral yang
dikandung suatu tanah menentukan kesuburan yang erat hubungannya dengan
tanaman yang tumbuh di atasnya.
Lingkungan fisik adalah sesuatu yang berada disekitar para pekerja
yang meliputi cahaya, warna, udara, suara serta musik yang mempengaruhi
dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan (Moekijat, 1995).
Menurut Gie (2000) lingkungan fisik merupakan segenap faktor fisik
yang bersama-sama merupakan suatu suasana fisik yang meliputi suatu
tempat kerja. Berikut faktor- faktor yang mempengaruhi lingkungan fisik
adalah sebagai berikut :

10
1) Debu
Debu partikulat merupakan salah satu polutan yang sering
disebut sebagai partikel yang melayang di udara (suspended
particulated metter/spm) dengan ukuran 1 mikron samapai dengan 500
mikron. Pencemaran udara di luar ruangan (outdoor air pollution)
maupun pencemaran udara dalam ruangan (indoor air pollution) debu
sering kali di jadikan salah satu indikator pencemaran yang digunakan
untuk menunjukkan tingkat bahaya baik terhadap lingkungan maupun
terhadap kesehatan. Partikulat adalah debu/ padatan halus dan aerosol
atau cairan berukuran halus. Partikel ini terdapat banyak di udara.
Ukuran yang dapat memasuki saluran respiratorius ini adalah 10μ ke
bawah (Soemirat, 2009). Partikel debu akan berada di udara dalam
waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara
kemudian masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan. Selain
dapat membahayakan terhadap kesehatan juga dapat mengganggu daya
tembus pandang mata dan dapat mengadakan berbagai reaksi kimia
sehingga komposisi debu di udara menjadi partikel yang sangan rumit
karena merupakan campuran dari berbagai bahan dengan ukuran dan
bentuk yang relatif berbeda (Pudjiastuti, 1998).
Menurut Wisnu Wardhana (2008), sumber pencemar partikel
dapat berasal dari peristiwa alami dan dapat juga berasal dari ulah
manusia dalam rangka mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik.
Sumber pencemar partikel akibat ulah manusia sebagian besar dari
pembakaran batubara, proses industri, kebakaran hutan dan gas buangan
alat transportasi. Pencemaran partikel yang berasal dari alam contohnya
adalah :
a) Debu tanah/ pasir halus yang terbawa oleh angin kencang.
b) Abu dan bahan-bahan vulkanik yang terlempar ke udara
akibat letusan gunung berapi.

11
c) Semburan uap air panas di sekitar daerah sumber panas bumi di
daerah pegunungan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999
tentang pengendalian pencemaran udara menjelaskan mengenai baku
mutu udara ambient yang di dalamnya dijelaskan mengenai baku mutu
kadar debu. Baku mutu kadar debu dalam udara ambien yaitu PM10
adalah 150 μg/Nm3.
2) Suhu
Definisi suhu yang nyaman (thermal comfort) menurut
ASHRAE adalah suatu kondisi yang dirasaka dan menunjukkan
kepuasan terhadap suhu yang ada di lingkungan. Pada suhu udara yang
panas dan lembab, makin tinggi kecepatan aliran udara malah akan
makin membebani tenaga kerja. Pada tempat kerja dengan suhu
udara yang panas maka akan menyebabkan proses pemerasan keringat.
Beberapa hal buruk berkaitan dengan kondisi demikian dapat
dialami oleh tenaga kerja. Suhu panas dapat mengurangi kelincahan,
memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan.,
mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi syaraf
perasa dan motoris. Sedangkan suhu dingin mengurangi efisiensi
dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. (Suma’mur,
1996).
Suhu merupakan karateristik inherent, dimiliki oleh suatu benda
yang berhubungan dengan panas dan energi. Suhu udara akan berubah
dengan nyata selama periode 24 jam. Perubahan suhu udara berkaitan
erat dengan proses pertukaran energi yang berlangsung di atmosfer.
Serapan energi sinar matahari akan mengakibatkan suhu udara
meningkat. Suhu udara harian maksimum tercapai beberapa saat
setelah intensitas cahaya maksimum pada saat berkas cahaya jatuh
tegak lurus yakni pada waktu siang.

12
3) Kelembaban Relatif (Relative Humadity/ RH)
Kelembaban udara yang ekstrim dapat berkaitan dengan
buruknya kualitas udara. Kelembaban relatif yang rendah dapat
mengakibatkan terjadinya gejala SBS seperti iritasi mata, iritasi
tenggorokan dan batuk-batuk. Selain itu rendahnya kelembaban relatif
juga dapat meningkatkan kerentanan terhadap penyakit infeksi, serta
penyakit asthma. Kelembaban relatif juga merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi kelangsungan hidup mikroorganisme.
Beberapa jenis virus hidup pada tingkat kelembaban yang tinggi
atau rendah tapi tidak pada level kelembaban sedang. Selain itu
kelangsungan hidup mikroorganisme dan debu rumah yang terdapat pada
permukaan akan meningkat pada RH > 60% dan dapat menyebabkan
gangguan pernapasan seperti asthma. Pada tingkat kelembaban yang
rendah permukaan yang menjadi dingin dapat mempercepat
pertumbuhan jamur dan penggumpalan debu (Binardi,2003)
4) Pencahayaan
Cahaya merupakan pancaran gelombang elektromagnetik yang
melayang melewati udara, iluminasi merupakan jumlah atau kualitas
cahaya yang jatuh kesuatu permukaan. Apabila suatu gedung tingkat
iluminasinya tidak memenuhi syarat maka dapat menyebabkan
kelelahan mata. (Spengler, 2000)
Penerangan yang memadai memberikan kesan pemandangan
yang lebih baik dan keadaan lingkungan yang menyegarkan. Adapun
pencahayaan yang kurang bisa memaksa mata untuk berakomodasi
maksimum sedangkan pencahayaan yang terlalu kuat juga bisa
memaksa mata untuk mengurangi intensitas cahaya yang masuk
kedalamnya. Menurut Budiono (2003) akibat penerangan yang buruk
adalah :
a) Kelelahan mata dengan berkurangnya daya efisiensi kerja.

13
b) Kelelahan mental.
c) Keluhan-keluhan pegal di daerah mata, dan sakit kepala sekitar
mata.
d) Kerusakan alat penglihatan.
e) Meningkatnya kecelakaan
5) Kecepatan Angin
Pergerakan udara yang tinggi akan mengakibatkan
menurunnya suhu tubuh dan menyebabkan tubuh merasakan suhu yang
lebih rendah. Namun apabila kecepatan aliran udara stagnan (minimal
air movement) dapat membuat udara tersa sesak dan buruknya
kualitas udara. (Binardi, 2003)
arah angin berperan dalam penyebaran polutan yang akan
membawa polutan tersebut dari satu sumber tertentu ke area lain
searah dengan arah angin. Kecepatan angin memegang peranan dalam
jangkauan dari pengangkutan dan penyebaran polutan. Kecepatan angin
mempengaruhi distribusi pencemar, konsentrasi pencemar akan
berkurang jika angin berkecepatan tinggi dan membagikan kecepatan
tersebut secara mendatar atau vertikal (Sastrawijaya,1991).
Kecepatan alir udara mempengaruhi gerakan udara dan
pergantian udara dalam ruang. Besarnya berkisar antara 0,15 sampai
dengan 1,5 meter/detik, dapat dikatakan nyaman. Kecepatan udara
kurang dari 0,1 meter/detik atau lebih rendah menjadikan ruangan tidak
nyaman karena tidak ada pergerakan udara. Sebaliknya bila kecepatan
udara terlalu tinggi akan menyebabkan kebisingan di dalam ruangan
(Arismunandar dan Saito, 2002).
Menurut Standard Baku Mutu Keputusan Menteri
Kesehatan No. 261/No.1405/menkes/SK/XI/2002 kecepatan aliran
udara berkisar antara 0,15 - 0,25 ms -1 atau lebih rendah menjadikan
ruangan tidak nyaman karena tidak ada pergerakan udara sebaliknya

14
bila kecepatan udara terlalu tinggi akan menyebabkan kebisingan
di dalam ruangan. Adapun kecepatan angin berada pada rentang 0,8 m/s
– 1,3 m/s. Angin akan mempengaruhi kecepatan penyebaran polutan
dengan udara di sekitarnya. Kecepatan angin yang semakin tinggi
menyebabkan pencampuran dan penyebaran polutan dari sumber emisi
di atmosfer akan semakin besar sehingga konsentrasi zat pencemar
menjadi encer begitu juga sebaliknya. Hal ini akan menurunkan
konsentrasi polutan di udara (Hasnaeni, 2004)
6) Bau
Bau merupakan salah satu permasalahan buruknya kualitas
udara yang dapat dirasakan dengan jelas. Jenis bau dapat berasal dari
bermacam-macam sumber anatara lain bau dari tubuh manusia, bau
kayu, dari furniture atau kegiatan pengecatan, bau asap rokok, bau
masakan dan sebagainya. Selain itu bau zat kimia yang khas juga
dapat mangindikasikan konsenterasi zat kimia yang tinggi seperti bau
formaldehyde, acrolein, formid acid, acetic, acid, dan acetone. Untuk
polutan lain, nilai ambang bau yang baik adalah apabila pada
konsenterasi tertentu tidak menimbulkan gangguan kesehatan serta
mempengaruhi psikologis seseorang. (Binardi, 2003)
Bau merupakan faktor kualitas udara yang penting. Bau dapat
menjadi petunjuk keberadaan suatu zat kimia berbahaya seperti
Hidrogen Sulfida, Ammoniak, dan lain-lain. Selain itu bau juga
dihasilkan oleh berbagai proses biologi oleh mikroorganisme. Kondisi
ruangan yang lembab dengan suhu tinggi dan aliran udara yang
tenang biasanya menebarkan bau kurang sedap karena proses
pembusukan oleh mikroorganisme (Mukono, 2008).
7) Kabisingan
Menurut Kepmen No. 48 tahun 1996, kebisingan adalah bunyi
yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu

15
tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan
kenyamanan lingkungan. kebisingan dapat berasal dari mesin-mesin
industri, alat perkantoran yang menimbulkan bunyi yang cukup tinggi
dan lain-lain. Kebisingan bisa menimbulkan sakit kepala, dan kesulitan
berkonsentrasi. Berdasarkan Kepmenaker, kebisingan adalah suara yang
tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat, proses produksi yang
pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan
pendengaran. Jenis-jenis kebisingan berdasarkan sifat dan spektrum
bunyi dapat dibagi sebagai berikut:
a) Bising kontinyu: bising dimana fluktuasi dari intensitasnya
tidak lebih dari 6 dB dan tidak putus-putus. Bising kontinyu
dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:
 Wide Spectrum adalah bising dengan spektrum
frekuensi yang luas. bising ini relatif tetap dalam
batas kurang dari 5 dB untuk periode 0.5 detik
berturut-turut, seperti suara kipas angin, suara mesin
tenun.
 Norrow Spectrum adalah bising ini juga relatif tetap,
akan tetapi hanya mempunyai frekuensi tertentu saja
(frekuensi 500, 1000, 4000) misalnya gergaji sirkuler,
katup gas.
b) Bising terputus-putus: bising jenis ini sering disebut
intermittent noise, yaitu bising yang berlangsung secar tidak
terus menerus, melainkan ada periode relatif tenang, misalnya
lalu lintas, kendaraan, kapal terbang, kereta api.
c) Bising impulsif: bising jenis ini memiliki perubahan
intensitas suara melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan

16
biasanya mengejutkan pendengarnya seperti suara tembakan,
suara ledakan mercon, meriam.
d) Bising impulsif berulang: sama dengan bising impulsif,
hanya bising ini terjadi berulang-ulang, misalnya mesin
tempa.
Sesuai dengan Permenkes No.718.MENKES/per/XI/1987
tingkat kebisingan dibagi atas zona lingkungan yang terdiri dari zona A,
zona B, zona C, dan zona D.
Zona dibagi sesuai dengan titik kebisingan yang diizinkan:
Zona A : Intensitas 35 – 45 dB. Zona yang diperuntukkan bagi tempat
penelitian, RS, tempat perawatan kesehatan/sosial & sejenisnya.
Zona B : Intensitas 45 – 55 dB. Zona yang diperuntukkan bagi
perumahan, tempat Pendidikan dan rekreasi.
Zona C : Intensitas 50 – 60 dB. Zona yang diperuntukkan bagi
perkantoran, Perdagangan dan pasar.
Zona D : Intensitas 60 – 70 dB. Zona yang diperuntukkan bagi
industri, pabrik, stasiun KA, terminal bis dan sejenisnya.
8) Kekeruhan
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan
berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh
bahan-bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh
adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut,
maupun bahan organik dan anorganik berupa plankton dan
mikroorganisme lain.
Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya
sistem osmoregulasi, misalnya proses respirasi dan daya lihat organisme
akuatik, serta dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air.
Tingginya nilai kekeruhan juga dapat menyulitkan usaha penyaringan

17
dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air
(Effendi, 2003).
Kekeruhan sebagai intensitas kegelapan di dalam air yang
disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang (Mahida,1986).
Kekeruhan perairan umumnya disebabkan oleh adanya partikel-partikel
suspensi seperti tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik terlarut,
bakteri, plankton dan organisme lainnya.
Mengukur kekeruhan berarti menghitung banyaknya bahan-
bahan terlarut di dalam air, misalnya lumpur, alga (ganggang), detritus
dan bahan-bahan kotoran lainnya. Sungai yang keruh menyebabkan
cahaya matahari yang masuk ke permukaan air berkurang
mengakibatkan menurunnya proses fotosinstesis oleh tumbuhan air
sehingga suplai oksigen yang diberikan oleh tumbuhan dari proses
fotosintesis berkuran. Bahan-bahan terlarut dalam air juga menyerap
panas yang mengakibatkan suhu air meningkat sehingga jumlah oksigen
terlarut dalam air berkurang. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air, kekeruhan dalam ekosistem perairan berkisar 50 –
1000 mg/l. Satuan kekeruhan yang diukur dengan metode
Nephelometric adalah NTU (Nephelometric Turbidity Unit). Sesuai
dengan SK MENKES NO. 907/MENKES/SK/VII/2002 kadar
maksimal angka kekeruhan yang diperbolehkan adalah 5 NTU.
B. Kerusakan Lingkungan
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, definisi perusakan lingkungan hidup adalah tindakan
yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap
sifat fisik dan atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak
berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan. Pembangunan

18
sektoral selama ini terus memperbesar eksploitasi sumber daya alam,
sementara itu kebutuhan untuk melakukan konservasi dan
perlindungan sumber daya alam tidak dapat dijalankan sebagaimana
mestinya. Akibatnya adalah semakin banyaknya kerusakan lingkungan,
banjir, longsor, pencemaran air, dan lain-lain.
Salah satu indikator kerusakan lingkungan adalah erosi. Erosi
adalah proses berpindahnya tanah atau batuan dari satu tempat yang
lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah akibat dorongan air, angin, atau
gaya gravitasi. Proses tersebut melalui tiga tahapan, yaitu pelepasan,
pengangkutan atau pergerakan, dan pengendapan.
Bahaya erosi banyak terjadi di daerah – daerah lahan kering terutama
yang memiliki kemiringan lereng sekitar 15 % atau lebih . Keadaan ini
sebagai akibat dari pengelolaan tanah dan air yang keliru, tidak mengikuti
kaidah–kaidah konservasi tanah dan air dan tanah. Tanah kering yang rentan
terhadap erosi terutama adalah tanah Podsolik Merah Kuning yang
menempati areal terluas di Indonesia kemudian disusul oleh tanah Latosol
yang dengan kemiringan agak curam sampai curam terutama tanah –tanah
yang tidak tertutup tanaman Tanah Podsolik dibentuk dari bahan batuan
yang bersifat asam, sifat fisiknya buruk sampai agak buruk, miskin akan
unsur hara tanaman dan peka terhadap bahaya erosi.
Erosi mempunyai dampak negatif terhadap usaha pertanian/ perkebunan
maupun diluar pertanian. Dampak utama erosi terhadap pertanian adalah
kehilangan lapisan atas tanah yang subur, berkurangnya kedalaman
lahan, kehilangan kelembapan tanah dan kehilangan kemampuan
lahan untuk menghasilkan tanaman yang menguntungkan.(Yakin A, 2004)
Mengingat bahwa daya dukung alam sangat menentukan bagi
kelangsungan hidup manusia, maka kemampuan daya dukung alam harus
dijaga agar tidak rusak dan berakibat buruk bagi manusia. Kerusakan

19
lingkungan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Kerusakan
internal adalah kerusakan yang terjadi diakibatkan alam itu sendiri.
Kerusakan karena faktor internal sulit dicegah karena merupakan
proses alami yang terjadi pada bumi/alam. Menurut Wardhana (2004)
kerusakan lingkungan karena faktor internal antara lain adalah :
a) Letusan gunung berapi yang merusak lingkungan alam sekitarnya
b) Gempa bumi yang menyebabkan dislokasi lapisan tanah
c) Kebakaran hutan karena proses alami pada musim kemarau panjang,
disebabkan oleh embun yang berfungsi sebagai lensa pengumpul api
(pada titik fokusnya) pada saat terkena cahaya matahari, tepat pada saat
embun belum menguap.
d) Banjir besar dan gelombang laut yang tinggi akibat badai
Kerusakan lingkungan karena faktor internal pada umumnya diterima
sebagai musibah bencana alam. Kerusakan yang terjadi dalam waktu singkat
namun akibatnya dapat berlangsung dalam waktu yang cukup lama.
Menurut Wardhana (2004) kerusakan karena faktor eksternal adalah
kerusakan yang diakibatkan oleh ulah manusia dalam rangka meningkatkan
kualitas dan kenyamanan hidupnya. Pada umumnya disebabkan karena
kegiatan industri, berupa limbah buangan industri. Kerusakan karena
faktor eksternal antara lain disebabkan oleh :
a) Pencemaran udara yang berasal dari cerobong asap pabrik
(kegiatan industri) dan juga gas buangan dari hasil pembakaran
bahan bakar fosil (pada sistem transportasi).
b) Pencemaan air yang berasal dari limbah buangan industri.
c) Pencemaran daratan (tanah) oleh kegiatan industri maupun
penumpukan limbah padat/barang bekas.
d) Penambangan untuk mengambil kekayaan alam (mineral) dari perut
bumi.

20
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, definisi dampak lingkungan hidup adalah pengaruh
perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha
dan atau kegiatan. Dampak pencemaran lingkungan tidak hanya
berpengaruh dan berakibat kepada lingkungan alam saja, akan tetapi
berakibat dan berpengaruh pula terhadap kehidupan tanaman, hewan dan
juga manusia.
C. Pencemaran Udara
Defenisi pencemaran udara menurut Peraturan Pemerintah No. 29
Tahun1986 adalah masuk atau dimasukkannya zat, energi atau komponen lain
ke udara, atau berubahnya tatanan udara oleh kegiatan manusia atau proses
alam, sehingga kualitas udara turun sampai ketingkat tertentu yang
menyebabkan udara kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan
peruntukannya. Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substantik
fisik, kimia, atau biologi di atmosfir dalam jumlah yang dapat
membahayakan kesehatan makhluk hidup, mengganggu estetika dan
kenyamanan, atau merusak properti (Achmad 2004). Pencemaran udara
diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara
yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan
normalnya (Wardhana, 2008).
Kegitan penambangan akan mengakibatkan pencemaran udara.
Pencemaran ini tidak hanya berasal dari partikel-partikel yang dihasilkan dari
pemecahan batu-batu koral atau batu-batu kali namun juga berasal dari asap
kendaraan bermotor yang digunakan untuk mengangkut bahan-bahan hasil
galian. Terjadinya polusi udara berupa debu di sekitar jalan yang dilalui truk
pengangkut pasir sehingga apabila ada truk lewat maka pejalan kaki atau
pengguna sepeda motor memilih berhenti agar jauh dari truk serta menutup
muka dan hidung untuk menghindari debu yang beterbangan.

21
Selain itu partikulat debu yang melayang dan berterbangan di bawa
angin akan menyebabkan iritasi pada mata dan dapat menghalangi daya
tembus pandang mata (visibility). Adanya ceceran logam beracun yang
terdapat dalam partikulat debu di udara merupakan bahaya yang terbesar bagi
kesehatan. Pada umumnya udara yang tercemar hanya mengandung
logam berbahaya sekitar 0,01% sampai 3% dari partikulat debu di udara.
Akan tetapi logam tersebut dapat bersifat akumulatif dan kemungkinan
dapat terjadi reaksi sinergestik pada jaringan tubuh.(Departemen Kesehatan
RI, 2001)
1. Penyebab Pencemar Udara
Secara umum penyebab pencemaran udara menurut Wardhana
terdiri dari 2 macam ,yaitu :
a) karena faktor internal (secara alamiah), contoh :
 Debu yang beterbangan akibat tiupan angin.
 Abu (debu) yang dikeluarkan dari letusan gunung
berapi berikut gas-gas vulkanik.
 Proses pembusukan sampah organik, dll.
b) Karena faktor eksternal (karena ulah manusia), contoh :
 Hasil pembakaran bahan bakar fosil.
 Debu/serbuk dari kegiatan industri.
 Pemakaian zat-zat kimia yang disemprotkan ke udara.
2. Bahan Pencemar Udara
Bahan pencemar udara atau polutan menurut Mukono (2008)
dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1) Polutan Primer
Polutan primer adalah polutan yang dikeluarkan
langsung dari sumber tertentu, dan dapat berupa:
a) Polutan Gas, terdiri dari :

22
 Senyawa karbon, yaitu hidrokarbon, hidrokarbon
teroksigenasi, dan karbon oksida (CO atau CO2).
 Senyawa sulfur, yaitu sulfur oksida.
 Senyawa nitrogen, yaitu nitrogen oksida dan
amoniak.
 Senyawa halogen, yaitu fluor, klorin, hidrogen
klorida, hidrokarbon terklorinasi, dan bromin. b)
b) Partikel
Partikel yang di atmosfer mempunyai karakteristik yang
spesifik, dapat berupa zat padat maupun suspense aerosol
cair di atmosfer. Bahan partikel tersebut dapat berasal dari
proses kondensasi, dispersi maupun erosi.
2) Polutan Sekunder
Polutan sekunder biasanya terjadi karena reaksi dari dua
atau lebih bahan kimia di udara, misalnya reaksi foto kimia.
Sebagai contoh adalah NO2 yang menghasilkan NO dan O
radikal. Termasuk dalam polutan sekunder ini adalah ozon,
Peroxy Acyl Nitrat (PAN) dan Formaldehid. Proses kecepatan
dan arah reaksinya dipengaruhi oleh beberapa factor, antara
lain:
a) Konsentrasi relative dari bahan reaktan
b) Derajat fotoaktivasi
c) Kondisi iklim
d) Topografi local dan adanya embun.
3. Efek Bahan Pencemar Udara
Menurut Mukono (2008), baik gas maupun partikel yang
berada di atmosfer dapat menyebabkan kelainan pada tubuh manusia.

23
Secara umum efek pencemaran udara terhadap individu atau
masyarakat dapat berupa :
a) Sakit, baik yang akut maupun yang kronis.
b) Penyakit yang tersembunyi yang dapat
memperpendek umur dan menghambat pertumbuhan dan
perkembangan.
c) Mengganggu fungsi fisiologi dari : Paru, saraf, transport
oksigen oleh hemoglobin dan Kemampuan sensorik.
d) Kemunduran penampilan, misalnya pada: Aktivitas atlet,
aktivitas motorik, aktivitas belajar, iritasi sensorik,
penimbunan bahan berbahaya dalam tubuh dan rasa tidak
nyaman (bau).
Beberapa jenis pencemar yang dianggap membahayakan
kesehatan masyarakat misalnya: PM 2,5 dan PM 10; CO;H2S;
SO2; Lead; NOx; Ozone, dan lain-lain (Achmadi, 2012).
4. Kegiatan Penambangan Pasir
Pertambangan merupakan suatu aktivitas penggalian,
pembongkaran, serta pengangkutan suatu endapan mineral yang
terkandung dalam suatu area berdasarkan beberapa tahapan kegiatan
secara efektif dan ekonomis, dengan menggunakan peralatan mekanis
serta beberapa peralatan sesuai dengan perkembangan teknologi saat
ini (Sulton, 2011).
Menurut UU No. 4 Tahun 2009 tentang Petambangan
Mineral dan Batubara Pertambangan adalah sebagian atau seluruh
tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan
pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan
umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan,
pengolahan dan pemurnian, pengangktutan dan penjualan, serta
kegiatan pascatambang.

24
Penambangan dapat dilakukan pada permukaan tanah dengan
menggali lubang terbuka yang besar sekali atau di bawah tanah,
seperti yang dikelola oleh perusahaan-perusahaan besar atau
pertambangan skala kecil yang dikelola oleh penduduk setempat.
Pertambangan skala besar menyebabkan kerusakan lingkungan
yang lebih parah karena dalam pelaksanaannya mereka perlu
mengosongkan lahan luas, menggali lubang yang dalam dan lorong-
lorong di bawah tanah serta memindahkan tanah galian dalam jumlah
luar biasa banyak. Tetapi perlu diingat bahwa pertambangan skala
kecil juga dapat berdampak buruk untuk manusia dan lingkungan.
Hakikatnya pembangunan sektor tambang dan energi mengupayakan
suatu proses pengembangan sumber daya mineral dan energy
yang potensial untuk dimanfaatkan secara hemat dan optimal bagi
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sumber daya mineral merupakan
suatu sumber daya yang bersifat tidak terbaharui (unrenewable). Oleh
karena itu, penerapannya diharapkan mampu menjaga keseimbangan
serta keselamatan kinerja dan kelestarian lingkunga hidup maupun
masyarakat sekitar (Sulton, 2011).
Usaha penambangan merupakan usaha melakukan kegiatan
eksplorasi, eksploitasi, produksi, dan penjualan. Menurut Rahmi
(1995), penggolongan bahan-bahan galian adalah sebagai berikut :
a) Golongan A, merupakan bahan galian strategis, yaitu strategis
untuk perekonomian Negara serta pertahanan dan keamanan
Negara.
b) Golongan B, merupakan bahan galian vital, yaitu dapat
menjamin hajat hidup orang banyak, Contohnya besi,
tembaga, emas, perak dan lain-lain.
c) Golongan C, bukan merupakan bahan galian strategis
ataupun vital, karena sifatnya tidak langsung memerlukan

25
pasaran yang bersifat internasional. Contohnya marmer, batu
kapur, tanah liat, pasir, yang sepanjang tidak mengandung
unsur mineral.
Seperti dalam industri-industri lain, dalam kegiatannya industri
pertambangan mempunyai tahapan yang sangat rumit. Setiap tahapan
saling berhubungan erat dan harus dilakukan secara berurutan,
terutama untuk industri pertambangan bahan galian golongan A dan
B, tahapan tersebut adalah sebagai berikut :
a) Penyelidikan umum
Adalah kegiatan penyelidikan, pencarian dan atau penemuan
endapan mineral-mineral berharga. Pada tahapan ini kegiatan
yang dilakukan hanya sebatas pada pemetaan permukaan,
penyelidikan geofisika, geokimia, serta pengambilan sample
singkapan batuan dalam jumlah kecil melalui paritan dan
sumur uji dalam ukuran yang kecil untuk mengtahui
keberadaan bahan galian.
b) Eksplorasi
Adalah pekerjaan lanjutan setelah penyelidikan umum yaitu
setelah ditemukannya endapan bahan galian untuk mengetahui
dan mendapatkan ukuran, bentuk, letak (posis), kadar dan
jumlah cadangan bahan galian. Pada tahapan ini kegiatan
yang dilakukan seperti pengeboran inti dengan
kedalaman tertentu untuk mendapatkan informasi tentang
keberadaan bahan galian, pengambilan sample hasil pemboran
diperlukan dalam jumlah kecil untuk mengetahui kandungan
serta kadar mineral.
c) Studi kelayakan

26
Adalah studi yang dilakukan untuk menghitung untung
atau ruginya apabila kegiatan pertambangan dilakukan.
Kegiatan ini dilakukan setelah mendapatkan data cadangan
dan kadar bahan galian. Beberapa aspek yang ditinjau dari
studi kelayakan ini adalah, aspek ekonomi, teknologi dan
lingkungan. Apabila menguntugkan dilihat dari ketiga aspek
tersebut maka kegiatan pertambangan akan dilanjutkan pada
perencanaan penambangan, tetapi apabila tidak
menguntungkan, maka data eksplorasi akan disimpan
sebagai arsip dan tidak dilanjutkan kegiatannya sampai
pada suatu saat memungkinkan untuk dilanjutkan.
d) Perencanaan penambangan
Adalah kegiatan yang dilakukan untuk merencanakan secara
teknis, ekonomi dan lingkungan kegiatan penambangan, agar
dalam pelaksanaan kegiatannya dapat dilakukan dengan baik,
aman terhadap lingkungan.
e) Persiapan / Konstruksi
Adalah kegiatan yang dilakukan untuk mempersiapkan
fasilitas penambangan sebelum operasi penambangan
dilakukan. Pekerjaan tersebut seperti pembuatan akses jalan
tambang, pelabuhan, perkantoran, bengkel, mes karyawan,
fasilitas komunikasi dan pembangkit listrik untuk
keperluan kegiatan penambangan, serta fasilitas pengolahan
bahan galian.
f) Penambangan
Adalah kegiatan penggalian terhadap bahan tambang yang
kemudian untuk dilakukan pengolahan dan penjualan. Pada
tahapan ini kegiatannya terdiri
daripembongkaran/penggalian, pemuatan kedalam alat angkut

27
dan pengangkutan ke fasilitas pengolahan maupun langsung
dipasarkan apabila tidak dilakukan pengolahan terlebih
dahulu. Kegiatan membutuhkan lahan yang luas dan
menggunakan alat-alat mekanis untuk keperluan produksinya.
Bukaan lahan bekas tambang nantinya dilakukan reklamasi
untuk mengembalikan fungsi lahan sesuai dengan
peruntukannya.
g) Pengolahan bahan galian Pengolahan bahan galian dilakukan
untuk memisahkan antara mineral berharga dan mineral tidak
berharga sehingga didapatkan mineral berharga dalam kadar
yang tinggi.
h) Pengangkutan
Pengangkutan dilakukan menggunakan truk-truk pasir
berbobot tinggi dan cenderung melebihi kapasitas angkut dan
daya dukung jalan. Hal ini menyebabkan kerusakan jalan,
akibatnya berdampak pada terganggunya fungsi jalan sebagai
barang publik.
i) Pemasaran
Setelah didapatkan mineral berharga dalam kadar yang tinggi
selanjutnya dapat di pasarkan sebagai bahan dasar untuk
industri hilir, seperti industri logam, industri manufaktur dll.
Menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang
Ketentuan- ketentuan Pokok Pertambangan menyebutkan
bahawa pertambangan rakyat adalah suatu usaha
pertambangan bahan-bahan galian dari semua golongan a, b
dan c yang dilakukan oleh rakyat setempat secara kecil-
kecilan atau gotong royong dengan alat-alat sederhana untuk
pencairan sendiri. Menurut Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No.43 Tahun 1996 tentang Kriteria

28
Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan
Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas Di
Dataran bahan galian golongan C jenis Lepas adalah bahan
galian golongan C yang berupa tanah urug, pasir, sirtu, tras
dan batu apung. Setiap penanggung jawab usaha atau kegiatan
penambangan bahan galian golongan C jenis lepas di
dataran wajib untuk melaksanakan persyaratan-persyaratan
yang telah ditetapkan baginya.
D. Dampak Lingkungan Fisik di Penambangan Pasir
Kerusakan lingkungan adalah perubahan yang terjadi akibat
tindakan manusia yang langsung maupun tidak langsung terhadap
sifat fisik dan lingkungan hayati, yang mengakibatkan lingkungan tidak
berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan yang berkesinambungan
(Soerjani dan Syah, 1987).
Kegiatan pertambangan mengakibatkan berbagai perubahan
lingkungan, antara lain perubahan bentang alam, perubahan habitat flora dan
fauna, perubahan struktur tanah, perubahan pola aliran air permukaan dan air
tanah dan sebagainya. Perubahan-perubahan tersebut menimbulkan dampak
dengan intensitas dan sifat yang bervariasi. Selain perubahan pada
lingkungan fisik, pertambangan juga mengakibatkan perubahan kehidupan
sosial, budaya dan ekonomi.
Menurut Santoso (2008), beberapa dampak negatif akibat pertambangan
jika tidak terkendali antara lain sebagai berikut:
1. Kerusakan lahan bekas tambang.
2. Merusak lahan perkebunan dan pertanian.
3. Membuka kawasan hutan menjadi kawasan pertambangan.
4. Dalam jangka panjang, pertambangan adalah penyumbang terbesar
lahan sangat kritis yang susah dikembalikan lagi sesuai fungsi
awalnya.

29
5. Pencemaran baik tanah, air maupun udara. Misalnya debu, gas
beracun, bunyi dll.
6. Kerusakan tambak dan terumbu karang di pesisir.
7. Banjir, longsor, lenyapnya sebagian keanekaragaman hayati. Air
tambang asam yang beracun yang jika dialirkan ke sungai yang
akhirnya ke laut akan merusak ekosistem dan sumber daya pesisir dan
laut.
8. Menyebabkan berbagai penyakit dan mengganggu kesehatan.
Sarana dan prasarana seperti jalan rusak berat, dll.
Menurut Hidayat (2011) menyatakan kegiatan penambangan pasir
menimbulkan dampak terhadap lingkungan yaitu dampak fisik dan dampak
sosial ekonomi. Dampak fisik lingkungan yaitu adanya tebing-tebing bukit
yang rawan longsor, kurangnya debit air permukaan/ mata air, rusaknya jalan,
polusi udara. Ketakutan sebagian masyarakat karena penambangan pasir
yang berpotensi longsor sehingga sewaktu-waktu bisa mengenai lahan dan
pemukiman.
Dampak fisik lingkungan dengan adanya kegiatan penambangan pasir
sebagai berikut :
1. Erosi
Erosi umumnya diartikan sebagai kerusakan tanah oleh perbuatan air
atau angin. Menurut Arsyad (1980) memberikan batasan erosi sebagai
peristiwa terangkutnya atau berpindahnya tanah atau bagian tanah dari
suatu tempat ketempat lain oleh media alami (air dan angin). Rahim
(2000) menambahkan erosi dapat didefenisikan sebagai suatu
peristiwa hilang atau terkikisnya tanah atau bagian tanah dari suatu
tempat yang terangkut ke tempat lain, baik oleh pergerakan air, angin
atau es. Pengikisan tanah disini hakikatnya tidak termasuk erosi
internal (ke dalam penampang tanah) tapi hanya pengikisan tanah

30
ketempat lain (eksternal). Di daerah tropis seperti Indonesia, erosi
terutama disebabkan oleh air hujan. Di daerah tropis pengikisan
tanah, batuan pasir atau debu pada umumnya disebabkan oleh air.
Erosi air timbul akibat aksi dispersi dan tenaga pengangkut oleh air
hujan yang mengalir di dalam tanah. Jadi erosi dapat terjadi
minimal dengan satu tahapan yaitu dispersi oleh butiran hujan atau
limpasan air (Rahim,2000).
2. Partikel Debu
Partikel adalah pencemar udara yang dapat berada bersama-sama
dengan bahan atau bentuk pencemar lainnya. Partikel dapat diartikan
secara murni atau sempit sebagai bahan pencemar udara yang lebih
luas, dalam kaitannya dengan masalah pencemaran lingkungan,
pencemar, partikel dapat meliputi berbagai macam bentuk, mulai dari
bentuk yang sederhana sampai dengan bentuk yang rumit atau
kompleks yang kesemuanya merupakan bentuk pencemaran udara
(Wardhana,2004). Terjadinya peningkatan debu yang menyebabkan
kualitas udara disekitar kawasan penambangan menurun, sebagai
akibat dari kendaraan truk yang mengangkut pasir serta tiupan angin
jika dilokasi tambang tersebut berlangsung pada musim kemarau.
Kuantitaf dampak relatif kecil, hanya disekitar lokasi penggalian dan
jalur transportasi yang dilalui dan berlangsung hanya untuk sementara
waktu selama operasi.
3. Kebisingan
Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki dan
dapat mengganggu kesehatan dan kenyamanan lingkungan yang
dinyatakan dalam satuan desibel (dB). Kebisingan juga dapat
didefinisikan sebagai bunyi yang tidak disukai, suara yang
mengganggu atau bunyi yang menjengkelkan.Kebisingan Kegiatan
tambang pasir besi pada tahap prakonstruksi berupa mobilisasi alat-

31
alat berat dipastikan ini akan meningkatkan kebisingan di areal
tambang dan pemukiman masyarakat. Tingkat kebisingan akan
semakin bertambah ketika operasional pertambangan mulai berjalan
normal.
4. Kerusakan Fisik Permukaan Tanah
Penambangan galian C akan mengakibatkan kerusakan permukaan
lahan (tanah) yaitu terjadinya perubahan permukaan lahan (bentang
alam) yaitu bekas galian akan meninggalkan lubang besar yang
digenangi air dan menjadi sarang nyamuk yang akan menjadi sumber
penyakit, rusaknya jalan yang menjadi sarana transportasi masyarakat
dan akan mengakibatkan pencemaran udara pada musim kemarau
(Hasibuan, 2006) Kegiatan penambangan yang dilakukan secara terus
menerus dalam skala besar, akan mengakibatkan kerusakan
lingkungan khususnya kerusakan fisik permukaan tanah. Kegiatan
penambangan ini mengakibatkan banyaknya lubang- lubang bekas
galian yang dibiarkan tanpa ada pemanfaatan serta perbaikan
selanjutnya. Lubang-lubang bekas galian ini akan mengakibatkan
daya tahan lahan atau tanah berkurang, sehingga sangat mudah terjadi
longsor.Tidak jarang lahan-lahan bekas galian akan terlantar begitu
saja sehingga lebih cenderung ditumbuhi oleh rumput-rumput liar.
Lahan-lahan bekas galian terbengkalai begitu saja sehingga menjadi
lahan gersang tanpa ada tumbuhan yang dapat tumbuh karena tidak
adanya unsur organik tanah. Lahan bekas galian ini seharusnya lebih
mampu dimanfaatkan sehingga lebih bermanfaat bagi
masyarakat dari pada harus dibiarkan menjadi lahan kosong yang
tidak berguna (Hasibuan, 2006).
Beberapa faktor yang dapat mengakibatkan longsor adalah (1) erosi,
(2) Energi yang meliputi hujan, air limpasan, angin, kemiringan dan
panjang lereng, (3) ketahanan tanah ditentukan oleh sifat fisik dan

32
kimia tanah, (4) proteksi meliputi penutupan tanah baik oleh vegetasi
atau lainnya serta ada atau tidaknya tindakan konservasi (Rahim,
2000).
Kegitan penambangan bahan galian C akan menyisakan lubang-
lubang besar yang terbengkalai. Terbukanya lubang-lubang besar ini
akan mengakibatkan tanah menjadi rapuh dan rentan terkena erosi.
Beberapa dampak fisik yang terjadi apabila lubang-lubang bekas
penambangan galian C tidak segera di benahi adalah:
a) Tingginya tingkat erosi di daerah penambangan bahan galian
C dan juga di daerah sekitarnya.
b) Berkurangnya debit air permukaan.
c) Terjadinya polusi udara.
Hasibuan (2006) menambahkan kegitan penambangan bahan
galian C akan mengakibatkan aspal jalan rusak dan berubah menjadi
lubang-lubang besar dengan genangan lumpur. Sepanjang jalan, dapat
terlihat jelas maraknya aktivitas penambangan bahan galian C yang
dikerjakan baik menggunakan alat berat maupun penambangan
konvensional yang dikerjakan warga. Truk-truk pengangkut
memiliki volume yang cukup beragam dan dalam satuhari memiliki
frekuensi yang tinggi. Rendahnya kualitas aspal menjadi salah
satu penyebab rusaknya badan jalan. Ironisnya kondisi pembangunan
jalan yang telah diperbaiki kembali rusak karena bobot kendaraan
yang melebihi kapasitas aspal.
Pengaruh penambangan bahan galian C terhadap kegiatan pertanian
masyarakat dapat dilihat dari keberadaan irigasi yang tersedia,
lahan pertanian serta hasil produksi pertanian. Pengaruh
penambangan bahan galian C terhadap irigasi masyarakat
memberikan dampak yang kurang baik, hal ini ditandai dengan

33
terjadinya fluktuasi debit air yang dapat masuk ke alur irigasi. Tidak
baiknya alur irigasi akan mengakibatkan rusaknya pertanian karena
pasokan air tanah berkurang dan menyebabkan tanaman
kekurangan air yang merupakan kebutuhan utama untuk dapat
tumbuh dan berkembang selain ketersediaan bahan organik tanah
(Hasibuan 2006).
E. Dampak Kesehatan Masyarakt di Penambangan Pasir
1. Gangguan Kesehatan Masyarakat
Kegiatan penambangan mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat
seperti timbulnya polusi udara dan polusi air. Gangguan kesehatan
masyarakat sekitar tambang akibat polusi udara seperti ISPA.
Sumber dampak pada saat produksi adalah polusi udara pada kegiatan
clearing dan stripping, penambangan bijih tambang, dan pengangkutan
bijih tambang. Dengan beragamnya pola hidup serta status sosial
masyarakat, ditambah dengan kegiatan pertambangan yang berpotensi
menimbulkan dampak terhadap lingkungan, akan mengakibatkan
munculnya berbagai jenis penyakit pada masyarakat yang mungkin
sebelumnya tidak ada atau jarang terjadi. Dapat pula terjadi dampak
negatif diantaranya muncul berbagai jenis penyakit, menurunnya
kualitas udara, meningkatnya kecelakaan lalu lintas, dan terjadinya
konflik sosial saat pembebasan lahan ( Raden, 2010 ).
Menurut (Sukandarrumidi, 2010), kegiatan pertambangan pasti akan
merusak lingkungan diantaranya sebagai berikut:
a) Terhamburnya debu /kebisingan sebagai akibat proses
pengolahan ataupun debu akibat kenderaan pengangkut hasil
tambang, penyakit yang ditimbulkan diantaranya Ispa, Iritasi
pada mata.

34
b) Terbentuknya banyak kubangan air di daerah bekas
pertambangan dapat menjadi tempat perkembangbiakan berbagai
jenis nyamuk yang dapat menyababkan penyakit malaria.
c) Banyaknya kubangan air itu akan berakibat pada perubahan
iklim mikro yang dapat menganggu kenyamanan lingkungan ,
udara menjadi panas, dengan kelembaban tinggi.
d) Terjadinya tanah longsor secara besar-besaran didaerah
pertambangan terbuka dapat menimbulkan penyakit demam
lembah.
Dari Kerusakan lingkungan banyak masyarakat berpendapat bahwa
kegiatan penambangan bahan tambang/mineral dipastikan merusak
lingkungan seberapapun tingkatannya. Kerusakan pada permukaan
tanah akan berpengaruh pada pertumbuhan vegetasi karena terjadi
perubahan bentang alam akibat kegiatan penambangan. Ketiadaan
tanaman penutup pada permukaan tanah akan mempercepat erosi
permukaan oleh air hujan, dan menimbulkan saluran-saluran kecil akan
menjadi bertambah dalam dan lebar. Semua aliran air permukaan ini
akan bermuara disungai induk, dan air sungai tampak berwarna coklat
dan keruh (Sukandarrumidi, 2010 ).
2. Keluhan Kesehatan Pada Masyarakat Daerah Penambangan Pasir
Keluhan kesehatan adalah gangguan terhadap kondisi fisik atau hal lain
yang menyebabkan terganggunya kegiatan sehari-hari. Pada umumnya
keluhan kesehatan utama yang banyak dialami oleh penduduk adalah
panas, sakit kepala, batuk, pilek, asma/sesak napas. Dampak dan
bahaya yang mengancam kesehatan masih juga dirasakan di tempat-
tempat bekas daerah yang pernah ditambang, karena orang-orang
dapat terpapar limbah tambang dan bahan-bahan kimia yang masih
melekat di tanah dan di air. Kegiatan pertambangan dapat berpengaruh

35
terhadak kesehatan seperti karena debu: batuk, sesak napas dan iritasi
pada mata; dan karena kebisingan: gangguan pendengaran.
Keluhan kesehatan tersebut adalah sebagai berikut:
a) Keluhan Kesehatan Karena Debu
Aktivitas penambangan pasir yang dipastikan akan meningkatkan
kadar debu di lingkungan sekitar yaitu pada tahap proses
penggalian, pengolahan bahan galian dan tahap pengangkutan.
Tingkat polusi debu akan semakin tinggi pada saat siang hari
dimana angin bertiup dari laut ke arah daratan. Hal tersebutlah
yang mengakibatkan banyak yang mengalami keluhan kesehatan
seperti batuk, sesak napas dan iritasi mata, diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Batuk
Debu yang masuk ke dalam saluran pernapasan menyebabkan
timbulnya reaksi mekanisme pertahanan non spesifik berupa
bersin dan batuk. Batuk merupakan suatu refleks pertahanan
tubuh yang berfungsi untuk mengeluarkan benda asing dari
saluran pernapasan. Lingkungan yang kurang bersih dan padat
dapat menjadi tempat berkembang biaknya mikroorganisme
yang dapat menjadi pemicu gejala batuk. Timbulnya gejala
batuk karena iritasi partikulat adalah jika terjadi rangsangan
pada bagian-bagian peka saluran pernapasan, misalnya
trakeobronkial, sehingga timbul sekresi berlebih dalam saluran
pernapasan.
b. Sesak Napas
Sesak napas adalah perasaan subjektif yang dirasakan
mengalami kesulitan untuk bernapas sehingga menimbulkan
sensasi yang tidak nyaman dan tidak menyenangkan karena
membutuhkan usaha bernapas berlebihan (Beck, 2011).

36
Tingginya kadar debu menyebabkan aliran udara dalam
saluran pernapasan mengalami penyempitan, hal tersebutlah
yang menyebabkan sesak napas. Penyempitan dapat terjadi
karena saluran pernapasan menguncup, oedema atau karena
sekret yang menghalangi arus udara. Pada dasarnya, sesak
napas baru akan timbul bila kebutuhan ventilasi melebihi
kemampuan tubuh untuk memenuhinya. Sedangkan kebutuhan
ventilasi dapat meningkat pada beberapa keadaan seperti
aktivitas jasmani yang bertambah atau panas badan yang
meningkat. Patofisiologi sesak napas akut dapat dibagi sebagai
berikut:
 Oksigenasi jaringan menurun
 Kebutuhan oksigen meningkat
 Kerja pernapasan meningkat
 Rangsangan pada sistem saraf pusat
 Penyakit neuromuskuler
c. Iritasi Mata
Iritasi mata bisa disebabkan oleh asap, asap atau debu di udara
atau produk pembersih rumah tangga atau produk perawatan
pribadi, seperti sampo atau sabun yang masuk mata.
Penyebab umum lainnya mata merah adalah Blepharitis
(radang kelopak mata margin), Konjungtivitis (radang
permukaan mata), menangis, atau kelelahan. Pada
pertambangan pasir tingkat debu akan semakin tinggi pada
saat siang hari dimana angin bertiup semakin kencang dan
debu bisa masuk ke mata yang mengakibatkan iritasi mata.
Gejala-gejala iritasi mata sebagai berikut:
 Mata merah, Mata akan terlihat merah bila selaput
putih mata yang ditutupi oleh selaput lender tertutup

37
oleh pembuluh darah ataupun darah. Pembuluh darah
selaput lendir mata akan menjadi nyata atau melebar
bila terjadi peradangan selaput lendir (konjungtivitis),
peradangan selaput bening mata (keratitis), radang
selaput hitam mata, peninggian tekanan bola mata
mendadak, pecahnya pembuluh darah selaput lendir
(hematoma subkonjungtiva) (Ilyas, 1989).
 Mata berair disertai merah bisa disebabkan oleh
bakteri atau virus yang menyebabkan mata meradang.
Normalnya, air mata akan mengalir di bawah kelopak
mata dan turun melewati bagian hidung. Tapi jika
sistem aliran ini terhambat oleh sesuatu, akan
menyebabka air mata menumpuk sehingga mata
terus berair.
 Mata gatal, Setiap peradangan selaput lendir mata
akan memberikan rasa gatal yang berat. Rasa gatal
yang berat biasanya ditimbulkan oleh reaksi alergi
selaput lendir mata. Radang alergi dan radang lainnya
pada selaput lendir akan memberikan rasa gatal
disertai dengan keluhan adanya belek atau kotoran
mata (Ilyas, 2008). Mata kotor atau belek, Selaput
lendir mata menutupi selaput putih mata yang
terletak dibelakang kelopak mata. Bila terjadi radang
selaput lendir atau konjungtivitis maka mata akan
mengeluarkan kotoran atau apa yang disebut sebagai
belek. Belek atau sekret yang keluar bermacam –
macam jenisnya dan sangat bergantung pada penyebab
peradangannya. Sekret dapat demikian banyak

38
sehingga kelopak sukar dibuka terutama sewaktu
bangun pagi (Ilyas,1989).

b) Keluhan Kesehatan Karena Kebisingan.


Peningkatan kebisingan diakibatkan oleh aktivitas kendaraan
truk yang melintas, dan suara mesin pemompa pasir yang
menunjang aktivitas pengerukan atau penambang. Kebisingan
yang terjadi terus menerus mengakibatkan masyarakat sekitar
penambangan akan terganggu terutama pada pendengarannya.
Keluhan kesehatan karena kebisingan di penambangan pasir,
yaitu:
a. Gangguan Pendengaran
Gangguan pendengaran adalah perubahan pada tingkat
pendengaran yang berakibat kesulitan dalam melaksanakan
kehidupan normal, biasanya dalam hal memahami
pembicaraan. Secara kasar, gradasi gangguan pendengaran
karena bising itu sendiri dapat ditentukan menggunakan
parameter percakapan sehari-hari ( Buchari, 2007). Gangguan
pendengaran atau ketulian merupakan suatu penyakit
berkurangnya atau hilangnya fungsi pendengaran di salah satu
atau kedua telinga. Gangguan pendengaran dibagi menjadi dua
macam, yaitu bersifat sementara dan bersifat menetap.
Gangguan pendengaran yang bersifat sementara
diakibatkan oleh pemaparan diving dengan intensitas tinggi
dalam waktu yang singkat. Sedangkan gangguan pendengaran
yang bersifat menetap disebabkan oleh pemaparan kebisingan
dengan intensitas waktu yang lama. Tipe gangguan
pendengaran dibagi menjadi 4 bagian, yaitu:

39
1. Gangguan pendengaran konduktif, adalah gangguan
pendengaran yang terjadi di bagian luar atau tengah
telinga.
2. Gangguan pendengaran sensorineural, adalah gangguan
pendengaran yang disebabkan oleh hilang atau
rusaknya sel saraf dalam rumah siput.
3. Gangguan pendengaran saraf, adalah gangguan
pendengaran yang disebabkan oleh rusaknya atau tidak
terdapatnya saraf pendengaran.
4. Gangguan pendengaran campuran, merupakan gangguan
pendengaran yang terjadi akibat gabungan dari gangguan
pendengaran sensorineural dan konduktif. Gangguan ini
terjadi pada bagian telinga dalam maupun telinga tengah
atau luar.

40
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Kondisi lingkungan fisik di penambangan pasir:
 Hasil Pengukuran: Kadar Debu (TSP) udara ambien dari 3 titik
pengukuran yang melebihi baku mutu yaitu Titik III yang dilakukan
pada pukul 12.40 – 13.40 dan pengukuran Kebisingan dari 3 titik seluruhnya
memberikan nilai yang melebihi baku mutu, dari yang paling tinggi yaitu
Titik III, Titik II dan Titik I.
 Kepadatan truk pengangkut pasir yang melalui jalan di dekat perumahan Puri
Asri dalam satu hari bisa mencapai sebanyak ±70 rit, sehingga
perhitungan truk pulang pergi melalui jalan tersebut adalah 70 x 2 = 140 kali
dalam satu hari.
2. Berdasarkan karakteristik responden sebagian besar responden berjenis kelamin
perempuan yakni 72,9% responden dan sebanyak 28,9% responden berada
dalam kelompok usia antara 36-40 tahun. Sebanyak 81,4% responden memiliki
pendidikan terakhir yaitu SLTA. Sebagian besar responden adalah Wiraswasta
dengan 40,0% responden.
3. Keluhan kesehatan yang di alami responden di perumahan Puri Asri
Kecamatan Nongsa Kota Batam yaitu sebanyak 70% responden. Keluhan
4. saluran pernapasan yang paling banyak yaitu keluhan batuk-batuk sebanyak
40,0%, mengalami iritasi mata sebanyak 70,0% dengan yang paling banyak
mengalami mata merah dan gangguan pendengaran sebanyak 18,6%
responden.
B. Saran
1. Masyarakat perumahan Puri Asri diharapkan agar menggunakan masker saat
berpergian keluar rumah agar terhindar dari paparan debu dan selalu membersihkan
lingkungan rumah agar tidak banyak menumpuk debu.
2. Puskesmas diharapkan untuk lebih memperbanyak kegiatan yang meningkatkan
pengetahuan serta menambah informasi masyarakat mengenai perilaku hidup bersih

41
dan sehat, peningkatan sanitasi lingkungan dan informasi mengenai Keluhan
Kesehatan yang mengakibatkan penyakit yang lebih parah.
3. Pemerintah setempat untuk memperhatikan kondisi jalan agar dapat mengurangi
debu yang diakibatkan lalu lintas truk penambangan pasir.
4. Berdasarkan hasil pengukuran kadar debu (TSP) pada penelitian ini berada dalam
kadar yang tidak aman karena berada di atas baku mutu dan keluhan kesehatan juga
berada dalam persentase yang tinggi, maka kepada peneliti lain disarankan untuk
meneliti kaitan aspek lingkungan lainnya terhadap tingginya keluhan kesehatan di
daerah tersebut sehingga dapat diperoleh jelas faktor utama penyebab tingginya
keluhan kesehatan di daerah tersebut.

42
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Edisi 1. Andi Offset. Yogyakarta.


Arismunandar, W. Dan Saito, H. 2002. Penyegaran Udara. Cetakan ke-6, PT
Pradnya Paramita. Jakarta.
BiNardi, Salvatore R. 2003. The Occupational: It’s Evaluation, Control, and
Managing. 2nd edn. AIHA Press.
Buchari. (2007). Kebisingan Industri dan Hearing Conservation Program.
Medan: Universitas Sumatera Utara. Diambil pada tanggal 16 April 2017 dari
http://library.usu.ac.id/download/ft/07002749.pdf.
Budiono, Sugeng. 1992. Bunga Rampai Hiperkes dan Kesehatan Kerja.
Surakarta: PT. Tri Tunggal Tata Fajar.
Chandra, Budiman. (2006). Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC. Jakarta
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Cetakan Kelima. Yogjakarta : Kanisius.
Fardiaz Srikandi. 1992. POLUSI AIR & UDARA. Penerbit KANISIUS.
Yogyakarta.
Hasibuan, M. P., 2006. Dampak Penambangan Bahan Galian Golongan C
Terhadap Lingkungan Sekitarnya di Kabupaten Deli Serdang. Jurnal
Equality. Vol. 11 No. 1 Februari 2006.
Ilyas, S. (1989). Masalah Kesehatan Mata. Jakarta : FKUI.
Kartodihardjo, H., Safitri, M., Ivalerina, F., Khan A., Tjendronegoro, S.M.P. 2005.
Di Bawah Satu Payung Pengelolaan Sumber Daya Alam. Suara Bebas.
Jakarta.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 43 Tahun 1996.
Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan Penambangan Bahan
Galian Golongan C Jenis Lepas Di Daratan. 25 Oktober 1996. Jakarta.
Lihawa,Fitryane. 2011. Konservasi dan Reklamasi Lahan. Reviva
Cendekia.Gorontalo.
Mahida, U.N. 1986. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri.
CV.Rajawali. Jakarta.

43
Mengkidi, Dorce. 2006. Gangguan Fungsi Paru dan Faktor-Faktor yang
Memperngaruhinya pada PT. Semen Tonasa Pangkep Sulawesi Selatan.
Semarang: Tesis Universitas Diponegoro.
Mukono, H.J. 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Edisi Kedua. Airlangga
University Press. Surabaya.
Notoatmodjo Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Lingkungan, Jakarta: Rineka Cipta.
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986. Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan. 5 Juni 1986. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986
Nomor 42. Jakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999. Pengendalian
Pencemaran Udara. 26 Mei 1999. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 86. Jakarta.
Pudjiastuti.1998. Kualitas udara dalam ruangan. Jakarta: Depdikbud
Sastrawijaya, T. 1991. Pencemaran Lingkungan. PT Rineka Cipta, Jakarta.
Soejarni, Ahmad Rofig, dan Munir Rozy, 1987. Lingkungan Sumber Alam dan
Kependudukan dalam Pembangunan. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Soemirat, Juli. 2009. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University
Press.Yogyakarta.
Spengler, J.D.; Samet, J.M.; and Mc Charty, J.F., 2000. Indoor Air Quality
Handbook. McGraw-Hill, Companies, Inc. United States of America.
Suma’mur, P. K. 2009. Hiegiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Jakarta : CV
Sagung Seto.
Sukandarrumidi. 2010. Bencana Alam & Bencana Anthropogene. Penerbit
KANISIUS.
Supardi, I, 2003. Lingkungan Hidup dan Kelestariannya. Penerbit PT. Alumni
Bandung.
Supli Effendi Rahim, 2000. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian
Lingkungan Hidup. PT Bumi Aksara. Jakarta.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997. Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68. Jakarta.

44
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009. Tentang Pertambangan
Mineral Dan Batubara. Lembarann Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 4. Jakarta.
Yakin,Addinul. 2004. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Akademika
Presindo. Jakarta.
Wardhana, Wisnu Arya. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Edisi
Ketiga.penerbitandi.Yogyakarta

45

Anda mungkin juga menyukai