Anda di halaman 1dari 31

K E S E H ATA N D A N K E S E L A M ATA N

K E R J A D I W I L AYA H P E S I S I R
DAN KEPULAUAN
( 1 ST)

N U R M A L A D E W I , S . K M . , M . P. H .
1. DEFINISI PEKERJAAN
2. GAMBARAN PEKERJAAN
3. RISIKO KECELAKAAN KERJA
NELAYAN
(FISHERMAN)
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG
PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYA AN
NEL AYAN, PEMBUDI DAYA IKAN, DAN
PETAMBAK GARAM

• Nelayan adalah Setiap Orang yang mata pencahariannya


melakukan Penangkapan Ikan.
• Nelayan Kecil adalah Nelayan yang melakukan
Penangkapan Ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari, baik yang tidak menggunakan kapal penangkap
Ikan maupun yang menggunakan kapal penangkap Ikan
berukuran paling besar 10 (sepuluh) gros ton (GT).
• Nelayan Tradisional adalah Nelayan yang melakukan
Penangkapan Ikan di perairan yang merupakan hak
Perikanan tradisional yang telah dimanfaatkan secara
turun-temurun sesuai dengan budaya dan kearifan lokal.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016
TENTANG PERLINDUNGAN DAN
PEMBERDAYA AN NEL AYAN, PEMBUDI
DAYA IK AN, DAN PETAMBAK GARAM

• Nelayan Buruh adalah Nelayan yang


menyediakan tenaganya yang turut serta
dalam usaha Penangkapan Ikan.
• Nelayan Pemilik adalah Nelayan yang
memiliki kapal penangkap Ikan yang
digunakan dalam usaha Penangkapan
Ikan dan secara aktif melakukan
Penangkapan Ikan.
Penangkapan Ikan adalah kegiatan untuk memperoleh Ikan di perairan yang tidak
dalam keadaan dibudidayakan dengan alat dan cara yang mengedepankan asas
keberlanjutan dan kelestarian, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk
memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau
mengawetkannya.
Dalam proses kerjanya, terdapat tiga pola
penangkapan ikan yang dilakukan nelayan yaitu:
1. Pola penangkapan lebih dari satu hari
Penangkapan ikan yang dilakukan pada pola ini
merupakan penangkapan ikan lepas pantai dan
besar kecilnya perahu menentukan lamanya
melaut.
2. Pola penangkapan ikan satu hari
Pada pola ini nelayan biasanya berangkat melaut
sekitar pukul 14.00 serta kembali pada pukul
09.00 hari berikutnya.
3. Pola penangkapan ikan tengah hari
Nelayan pada pola ini berangkat melaut pada
pukul 03.00 dini hari atau setelah subuh dan
kembali pada pukul 09.00 pagi.
ALAT
TANGKAP
IKAN
Perangkap Ikan Peloncat
(aerial trap)

adalah alat perangkap ikan yang


ditujukan untuk menangkap ikan
yang memiliki kebiasaan meloncat
seperti ikan belanak dan ikan
peloncat lainnya.

Sumber: SNI Alat Tangkap Ikan


Bubu Berbahan Jaring

Adalah alat tangkap ikan berupa


perangkap berbentuk kurungan
yang terbuat dari benang jaring.
Target utama ialah ikan dasar, ikan
karang, dan rajungan.

Sumber: SNI Alat Tangkap Ikan


Bubu Lipat Rajungan Tipe
Kotak

adalah pengembangan alat tangkap


bubu yang menggunakan bahan
sintetis. Bubu lipat rajungan
digunakan untuk menangkap
target tangkapan rajungan.

Sumber: SNI Alat Tangkap Ikan


Jaring Insang Ikan Nila di
Perairan Lentik

adalah alat tangkap berbentuk


lembaran jaring empat persegi.
Jaring ini digunakan di perairan
lentik (rawa, danau, kolam, dll).
Biasanya digunakan untuk
menangkap ikan Nila

Sumber: SNI Alat Tangkap Ikan


Jaring Lingkar Bertali Kerut
Tipe Lengkung

adalah alat tangkap ikan


permukaan, berupa jaring yang
bagian bawahnya membentuk garis
lengkung yang terdiri dari sayap,
badan, kantong semu, cincin dan
tali kerut. Target utama adalah ikan
pelagis kecil.

Sumber: SNI Alat Tangkap Ikan


Set Net

adalah alat tangkap ikan yang


termasuk dalam perangkap ikan
(trap) terbuat dari jaring yang
terdiri dari penaju, sayap,
penampung, mulut, dan kantong.
Target utama ialah ikan-ikan di
sepanjang garis pantai.

Sumber: SNI Alat Tangkap Ikan


Huhate (Pole and Line)

adalah alat tangkap ikan yang


pertama kali diperkenalkan oleh
nelayan Jepang untuk menangkap
Cakalang sebagai bahan baku
“Katsuobushi” atau “Ikan Kayu” di
perairan utara Pulau Sulawesi. Ada
3 jenis Huhate yakni Huhate
(Skipjack Pole and Line) industry,
skala besar, dan skala kecil.

Sumber: SNI Alat Tangkap Ikan


Jaring Tiga Lapis (Trammel
Net)

Adalah salah satu alat tangkap dari


jenis jaring insang (grill net) yang
digunakan untuk menangkap
udang dengan cara teruntal dan
banyak digunakan oleh nelayan
skala kecil.

Sumber: SNI Alat Tangkap Ikan


ALAT TANGKAP
IKAN YANG
DAPAT
MERUSAK
EKOSISTEM
LAUT
RISIKO KECELAKAAN KERJA NELAYAN

Kapal ikan, alat penangkap ikan, dan nelayan adalah tiga faktor yang
mendukung keberhasilan dalam suatu operasi penangkapan ikan.

Aktivitas nelayan di laut memiliki resiko yang tinggi karena kapal penangkap
ikan beroperasi mulai dari perairan yang tenang hingga perairan dengan
gelombang yang sangat besar.

Faktor keselamatan kapal maupun nelayan merupakan hal yang perlu


diperhatikan demi kesuksesan suatu operasi penangkapan ikan. Masalah
keselamatan kerja di laut dan keselamatan kapal untuk saat ini tidak hanya
menjadi perhatian pemerintah Indonesia saja, namun telah menjadi perhatian
dunia.
RISIKO KECELAKAAN
KERJA NELAYAN

Kecelakaan yang terjadi diantaranya adalah kapal


tenggelam, kapal kandas, kapal kebakaran, kapal tubrukan,
dan kapal terbalik.
Keselamatan kapal penangkap ikan merupakan interaksi
faktor-faktor yang kompleks, yakni human factor (nakhoda
dan anak buah kapal), machines (kapal dan peralatan
keselamatan) dan enviromental (cuaca dan skim
pengelolaan sumberdaya perikanan). Permasalahan
keselamatan atau kecelakaan akan timbul apabila salah
satu elemen dari human factor, machines atau enviromental
factor tersebut tidak berfungsi. Menurut IMO
(International Maritime Organization), besarnya
persentase penyebab terjadinya kecelakaan kapal ikan
menurut faktor kesalahan manusia sebesar 43,06%, faktor
alam 33,57%, dan faktor teknis 23,35%.
POTENSI 1. Ombak 9. Karang,
2. Lantai licin, 10. Gigitan biota laut,
HAZARD 3. Duri ikan, 11. Selang tertekuk,
4. Terjepit, terputus, atau bocor
5. Bahan bakar mesin 12. Tubuh yang
kompresor, tersangkut baling-
6. Selang api korosif, baling kapal.
7. Tekanan udara pada
tabung mesin
kompresor,
8. Tuas terlepas,

Dharmawirawan, DA dan Robiana Modjo. (2012) Identifikasi Bahaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja
pada Penangkapan Ikan Nelayan Muroami. FKM UI : Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional.Vol.6.No.4
POTENSI 1. Ergonomi, 9. Memar dan patah
HAZARD 2. Kebisingan, tulang yang paling
3. Tekanan ekstrim, sering terjadi
4. Temperatur mengenai jari-jari
dingin, dan tangan,
5. Temperatur 10. Terjatuh
panas,
6. Sengatan ikan
7. Karang beracun,
8. Gas CO, CO2
dan nitrogen.
Dharmawirawan, DA dan Robiana Modjo. (2012) Identifikasi Bahaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja
pada Penangkapan Ikan Nelayan Muroami. FKM UI : Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional.Vol.6.No.4
1. Menyediakan prasarana dan sarana yang
dibutuhkan dalam mengembangkan usaha;
2. Memberikan kepastian usaha yang
berkelanjutan;
Perlin- 3. Meningkatkan kemampuan dan kapasitas
nelayanserta dalam menjalankan usaha yang
dungan dan mandiri, produktif, maju, modern, dan
Pember- berkelanjutan; dan mengembangkan prinsip
dayaan kelestarian lingkungan;
4. Menumbuhkembangkan sistem dan
Nelayan kelembagaan pembiayaan yang melayani
kepentingan usaha;
5. Melindungi dari risiko bencana alam,
perubahan iklim, serta pencemaran; dan
6. Memberikan jaminan keamanan dan
keselamatan serta bantuan hukum.
1. Stasiun pengisian bahan bakar
minyak dan sumber energi lainnya
untuk nelayan; pelabuhan perikanan
Prasarana yang terintegrasi dengan tempat
Penangka- pelelangan ikan;
pan Ikan 2. Jalan pelabuhan dan jalan akses ke
pelabuhan; alur sungai dan muara;
3. Jaringan listrik, jaringan
telekomunikasi, dan air bersih; dan
4. Tempat penyimpanan berpendingin
dan/atau pembekuan.
323 ABK WN Myanmar, Laos dan Kamboja di PT. PBR Benjina tiba di PPN Tual, Sabtu (04/04/2015) dengan menggunakan 6 kapal Antasena
milik PT. PBR dan di kawal oleh KRI Pulau Rengat dan Kapal Pengawas Hiu Macan 004 milik PSDKP, sambil menunggu proses pemulangan
oleh pihak Ke Imigrasian. Foto : KKP/Mongabay Indonesia

Kejadian memilukan yang menyeret banyak tenaga kerja pada sektor perikanan Indonesia
di Benjina, Maluku dan terungkap pada 2015 silam, menjadi pelajaran sangat berharga
bagi Pemerintah Indonesia. Salah satunya adalah bagaimana peran Negara sebagai
pelindung dan pengayom bagi semua tenaga kerja perikanan, tanpa memandang jabatan
dan pengalaman. Untuk itu, Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk terus mendorong
kepada semua perusahaan agar bisa melaksanakan sertifikasi dan menerapkan
perlindungan hak asasi manusia (HAM). Dengan sertifikasi dan HAM, diharapkan segala
bentuk eksploitasi tenaga kerja bidang usaha perikanan bisa terus dikurangi sampai
ditiadakan.
Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) berupaya untuk menjalankan Undang-
Undang Republik Indoneisa Nomor 7 Tahun 2016
tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan,
Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam. Hal itu
diwujudkan melalui program Bantuan Premi Asuransi
Nelayan (BPAN), sebagai salah satu program prioritas
KKP yang juga sejalan dengan Nawacita nomor lima
yakni meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.

Berdasarkan data yang dirilis KKP, hingga 16 Agustus


2019 sudah ada sebanyak 72.840 orang yang
mendapatkan asuransi dan dibiayai secara mandiri oleh
pemilik kapal. Jumlah tersebut diketahui tersebar di 31
Dirjen Perikanan Tangkap KKP Zulficar Mochtar
pelabuhan perikanan di seluruh Indonesia. Bagi Zulficar,
menyoroti tentang perjanjian kerja laut (PKL) dan angka tersebut belum final, karena masih ada
perlindungan HAM bagi pekerja sektor perikanan pada
acara pelatihan sistem dan sertifikasi HAM perikanan perusahaan yang akan mendaftarkan pekerjanya untuk
di Balai Peltihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP) di
Kota Bitung, Sulut pertengahan Agustus 2019. Foto :
mendapatkan asuransi.
Humas KKP/Mongabay Indonesia
lustrasi, Seorang anak membantu keluarganya sebagai nelayan di
Dusun Sungai Sembilang, Banyuasin, Sumatera Selatan. Foto: Junaidi
Hanafiah/Mongabay Indonesia

Anda mungkin juga menyukai