Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN

Analisis Pemakaian APD Pada Pekerja Perkebunan Tembakau PT. TTN


Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember
(Disusun untuk memenuhi tugas perkuliahan dari mata kuliah Kajian Kesehatan
Masyarakat Pantai dan Kebun)
Kajian Kesehatan Masyarakat Pantai dan Kebun Kelas C
Rabu, 08.50-10.40 WIB

Dosen Pengampu:
Rahayu Sri P. S.KM.,M.Kes

Disusun oleh:
Kelompok 2
1. Ana Darmawanti 152110101001
2. Indriyani Kusmita 152110101019
3. Yeni Etika S 152110101041
4. Dwi Dharma Y 152110101080
5. Maudyna Saskia H.P 152110101084
6. Ulfa Radrya P 152110101118
7. Nikita Dwi M 152110101145
8. Febri Tungga D 152110101175
9. Nanda Rizki D. L 152110101206
10. Meiditama A.P 152110101232

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS JEMBER

2017

i
KATA PENGANTAR

Puji dan rasa syukur mendalam penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena berkat limpahan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya maka laporan ini dapat
diselesaikan dengan baik. Salam dan salawat semoga selalu tercurah pada baginda
Rasulullah Muhammad SAW.

Laporan tentang Analisis Pemakaian APD Pada Pekerja Perkebunan


Tembakau PT. TTN Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember ini kami susun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Kajian Kesehatan Masyarakat Pantai dan
Kebun Kelas C.
Penulis mengucapkan rasa terimasih yang sebesar-besarnya atas semua
bantuan yang telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung selama
penyusunan laporan ini hingga selesai. Secara khusus rasa terimakasih tersebut
kami sampaikan kepada:
1. Ibu Rahayu Sri P. S.KM.,M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan dorongan dalam penyusunan laporan ini.
2. Orang tua dan rekan-rekan yang menempuh mata kuliah Kajian Kesehatan
Masyarakat Pantai dan Kebun Kelas C yang telah memberikan dukungan
moril.
Penulis menyadari bahwa laporan ini belum sempurna, baik dari segi materi
maupun penyajiannya. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan dalam penyempurnaan laporan ini.
Terakhir penulis berharap, semoga laporan ini dapat memberikan hal yang
bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca dan khususnya bagi penulis.

Jember, 19 November 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB 1. PENDAHULUAN......................................................................................4
1.1 Latar Belakang...............................................................................................4
1.2 Tujuan.............................................................................................................5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................6
2.1 Pengertian Perkebunan...................................................................................6
2.2 Pengertian Perkebunan Tembakau.................................................................6
2.3 Pengertian Tenaga Kerja.................................................................................7
2.4 Aktivitas Petani di Perkebunan Tembakau.....................................................8
2.5 Pengertian APD............................................................................................10
2.6 APD pada Pekerja Perkebunan Tembakau...................................................11
2.7 Pengertian PAK............................................................................................11
2.8 PAK pada Perkebunan Tembakau................................................................12
2.9 Pengertian KAK...........................................................................................12
2.10 KAK pada Perkebunan Tembakau.............................................................13
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN................................................................15
3.1 Desain Penelitian..........................................................................................15
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian.......................................................................15
3.3 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel...................................15
3.4 Instrumen Penelitian.....................................................................................16
3.5 Prosedur Pengumpulan Data........................................................................16
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................17
4.1 Karakteristik Responden..............................................................................17
4.2 Occupational Health Literacy.......................................................................18
4.3 Perlindungan K3 Terhadap Petani Tembakau..............................................19
4.4 Lingkungan Kerja.........................................................................................20
4.5 Potensi PAK dan KAK.................................................................................23
4.6 Oleh Faktor Kimia........................................................................................23

iii
4.7 Oleh Faktor Fisika........................................................................................23
4.8 Faktor biologi...............................................................................................24

iv
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu
pada tanah atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah
dan memasarkan barang, dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan
kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat (UU No. 18 Tahun
2004). Salah satu hasil perkebunan yang mempunyai nilai jual tinggi di indonesia
adalah perkebunan tembakau.
Di Indonesia, luas tanaman perkebunan tembakau pada tahun 2015
mencapai 211,80 ha dengan jumlah perusahaan sebesar 8 perusahaan perkebunan
tembakau. Sedangkan pada Provinsi Jawa Timur pada tahun 2015 sekitar 118,30
ha (BPS Tahun 2015).
Salah satu kabupaten penghasil tembakau terbesar di Jawa Timur dengan
kualitas tembakau terbaik di dunia yaitu Kabupaten Jember. Kabupaten Jember
memiliki luas lahan perkebunan tembakau sebesar 10.742,1 Ha. Sehingga
mayoritas masyarakatnya bekerja di sektor perkebunan tembakau.
Kehidupan petani tembakau sangat rentan dari berbagai aspek kehidupan.
Aspek kesehatan merupakan salah satu masalah bagi petani tembakau. Setiap
pekerjaan menimbulkan risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan pekerjanya,
tidak terkecuali bagi petani tembakau. Petani tembakau berisiko terkena penyakit
akibat kerja yang berhubungan dengan paparan pestisida dan absorbsi nikotin
daun tembakau basah melalui kulit yang disebut Green Tobacco Sickness (GTS)
(TCSC-IAKMI, 2012).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dewi Rochmah menyatakan bahwa
tindakan petani tembakau seperti menggunakan sarung tangan, baju berlengan
panjang, pakaian berbahan anti air saat bekerja di kebun tembakau. Selain itu,
para petani tidak bekerja di lahan tembakau pada waktu yang terlalu pagi dan pada
tembakau yang basah. Tindakan yang terakhir adalah mencuci pakaian yang

1
dipakai setelah bekerja di lahan tembakau dapat mengantisipasi terjadinya GTS
pada petani perkebunan.
Oleh karena itu, kami melakukan analisa terhadap pekerja perkebunan
tembakau untuk mengetahui tingkat penggunaan APD saat bekerja di perkebunan
sehingga dapat menanggulangi terjadinya penyakit akibat kerja maupun
kecelakaan akibat kerja.

1.2 Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tingkat penggunaan APD pada pekerja perkebunan
tembakau milik PT. TTN Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember.

1.2.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pekerja perkebunan terhadap


penggunaan APD.
2. Untuk mengetahui bahaya/ hazard baik fisik,kimia maupun biologi di
perkebunan.
3. Untuk mengetahui alasan pekerja enggan menggunakan APD saat bekerja di
perkebunan tembakau.

2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Perkebunan


Menurut UU RI nomor 18 tahun 2004, Perkebunan adalah segala kegiatan
yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya
dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil
tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan
serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan
dan masyarakat. Tanaman yang ditanam bukanlah tanaman yang
menjadi makanan pokok maupun sayuran untuk membedakannya dengan
usaha ladang dan hortikultura sayur mayur dan bunga, meski usaha penanaman
pohon buah masih disebut usaha perkebunan. Tanaman yang ditanam umumnya
berukuran besar dengan waktu penanaman yang relatif lama, antara kurang dari
setahun hingga tahunan.Ukuran luas perkebunan sangat relatif dan tergantung
ukuran volume komoditas yang dipasarkannya. Namun demikian, suatu
perkebunan memerlukan suatu luas minimum untuk menjaga keuntungan melalui
sistem produksi yang diterapkannya.

2.2 Pengertian Perkebunan Tembakau


Perkebunan tembakau merupakan usaha padat karya. Meskipun luas area
perkebunan tembakau di Indonesia diperkirakan hanya sekitar 207.020 hektar
(Ditjen Perkebunan 1983), namun jika dibandingkan dengan pertanian padi,
pertanian tembakau memerlukan tenaga kerja hampir tiga kali lipat (Ditjen
Perkebunan 1990; Adenan, 1991)
Tanaman Tembakau merupakan tanaman komersial dengan memanfaatkan
daunnya untuk rokok, pipa atau tembakau kunyah (chewing) atau untuk dihisap
lewat hidung atau tembakau sedotan (snuff). Tembakau merupakan sumber nikotin
yaitu, suatu zat aditif, dan juga sebagai bahan dasar untuk beberapa jenis
insektisida. Di Indonesia, tembakau telah dikenal sejak 400 tahun yang lalu
sebagai tanaman obat ataupun bahan halusinogen (Balitas, 1994).

3
2.3 Pengertian Tenaga Kerja
Tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk dalam usia kerja ( working-
age population ). Sedangkan pengertian tenaga kerja yang dimuat dalam Undang-
undang No. 25 Tahun 1997 Tentang Ketenagakerjaan, yaitu setiap orang laki-laki
atau wanita yang sedang dalam dan / atau akan melakukan pekerjaan, baik di
dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat.Menurut Subri (2003), tenaga kerja adalah
permintaan partisipasi tenaga dalam memproduksi barang atau jasa atau penduduk
yang berusia 15-64 tahun. Tenaga kerja termasuk dalam angkatan kerja (orang
yang mencari pekerjaan/menganggur ditambah dengan orang yang bekerja) dan
bukan angkatan kerja (orang yang mengurus rumah tangga, bersekolah, dan
penerima pendapatan)
Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut
UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah
setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan
atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat.Tenaga kerja adalah semua orang yang bersedia untuk sanggup
bekerja (Sumarsono, 2009). Artinya bahwa semua orang yang melakukan kegiatan
pekerjaan untuk diri sendiri atau orang lain tanpa menerima upah atau mereka
yang sanggup bekerja.
Selain itu juga, pengertian tenaga kerja menurut BPS (Badan Pusat Statistik)
adalah salah satu moda bagi geraknya roda pembangunan. Jumlah dan komposisi
tenaga kerja selalu mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya
dinamika penduduk. Ketidakseimbangan antara jumlah angkatan dan lowongan
kerja yang tersedia menyebabkan timbulnya masalah-masalah sosial
Tenaga kerja yang telah melakukan kerja baik bekerja membuka usaha
untuk diri sendiri maupun bekerja dalam suatu hubungan kerja atau dibawah
perintah seseorang yang memberi kerja (seperti perseroan, pengusaha maupun
badan hukum) serta atas jasanya bekerja yang bersangkutan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain ini disebut pekerja (bagian dari tenaga kerja).Suatu
pekerjaan Pada kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka

4
ragam sehingga untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup seseorang perlu bekerja,
baik bekerja dengan membuat usaha sendiri ataupun bekerja kepada orang lain.
Bekerja kepada orang lain dapat dilakukan dengan bekerja kepada negara yang
selanjutnya disebut sebagai pegawai ataupun bekerja kepada orang lain (swasta)
yang disebut sebagai buruh atau pekerja dengan bekerja mereka mendapat upah
untuk biaya hidup. Karena bagaimanapun juga upah merupakan sarana untuk
meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja ataupun pegawai (Astri Wijayanti,
2009).

2.4 Aktivitas Petani di Perkebunan Tembakau


a. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah untuk penanaman tembakau ini meliputi kegiatan
pembukaan lahan, penjuringan, pendangiran, dan pembersihan rumputPembukaan
lahan dilakukan dengan menggunakan traktor. Selain pembajakan juga dilakukan
lotari yang berfungsi menghancurkan tanah dan penggarbuan yang berfungsi
untuk penggemburan tanah dan mempercepat pengeringan. Frekuensi pengolahan
tanah antara petani satu dengan lainnya berbeda-beda. Perbedaan tersebut terletak
pada kondisi tanah dan kemampuan petani dalam pengolahannya.
b. Penanaman
Penanaman dilakukan setelah pengolahan tanah selesai. Petani tembakau
pada umumnya memindah bibit dan menanam tembakau pada saat umur antara
40-45 untuk bibit cabutan. Penanaman tembakau dilakukan sore hari karena
menghindari kelayuan pada bibit.
c. Penyiraman dan penyulaman
Penyiraman dilakukan pada saat penanaman tembakau dan dilanjutkan pada
hari kedua sampai tanaman mulai hidup dan segar, atau minimal dilakukan selama
satu minggu berturut-turut. Penyiraman dapat dilakukan pada waktu pagi dan sore
hari. Penyulaman dilakukan apabila bibit tersebut mati atau terdapat gejala
keriting. Penyulaman dilakukan paling akhir saat tinggi tanaman mencapai sekitar
20 cm. Hal ini dimaksudkan agar tidak ketinggalan pertumbuhannya.

5
d. Pemupukan dan Pengendalian Hama Penyakit
Pemupukan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Jika pertumbuhan terganggu, maka kualitas akan berkurang.
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan setiap 7 hari sekali, dimulai pada saat
tanaman berumur sekitar 7 hari sampai tanaman habis panen. Adapun petani yang
tidak berpedoman cara tersebut melainkan berdasarkan ada atau tidaknya hama
yang menyerang tanaman tembakau dan kemampuan petani dalam melakukan
pengendalian hama penyakit tersebut. Hama yang banyak menyerang tanaman
tembakau Besuki Na Oogst adalah ulat, belalang, dan cabuk. Sedangkan penyakit
yang sering menyerang adalah bercak daun, keriting daun.
e. Pemanenan
Panen atau pemetikan daun tembakau yang dilakukan pada tanaman yang
belum cukup umur akan menghasilkan daun berkualitas rendah. Adapun
dauntembakau yang dipetik lewat umur, daunnya sudah terlalu tua yang dicirikan
dengan warna kuning tua hingga kecoklatan akan menghasilkan krosok yang
bermutu rendah. Pemetikan daun tembakau yang terbaik adalah jika tanaman
sudah cukup umur dan daun-daunnya telah masak petik yang dicirikan dengan
warna hijau kekuningan. Tingkat kematangan daun tembakau dalam satu pohon
tidak serempak, tetapi berurutan dari bawah keatas. Jarak waktu pemanenan antar
daun yang satu dengan yang lainnya sekitar 2 hari. Dalam satu kali petik sekitar 1-
2 daun per pohon.
f. Penyujenan
Penyujenan merupakan kegiatan menggabungkan tembakau satu dengan
lainnya. Penyujenan dimaksudkan untuk mempermudah proses pengeringan.
Penyujenan tembakau biasanya menggunakan bambu yang di potong-potong
dengan ukuran tertentu. Penyujenan dilakukan setelah tembakau selesai dipetik.
Panjang sujen bekisar 20 cm dengan isi sekitar 3-7 daun tembakau, tergantung
ukuran tembakau yang disujen. Setelah penyujenan, dilakukan pengglantangan
(dinaikkan untuk proses pengeringan) berdasarkan batas ruangan (longkang),
Setiap longkang jumlah sujen berbeda-beda yaitu berdasarkan besar kecilnya
gudang yang dipakai. Akan tetapi, pada tembakau jenis tertentu, proses

6
pengeringan tidak di gudang, melainkan dibuatakn tempat tertentu yang berbentuk
tabung panjang berbahan plastik dan bambu yang biasanya disebut oven oleh
petani setempat.
g. Pengeringan
Proses pengeringan tembakau dilakukan dengan beberapa cara, misalnya air
curing ( mengangin-anginkan dalam ruangan teduh), smoke curing (pemanasan
dengan api atau asap), dan flue curing (panas buatan melalui pipa-pipa api).
h. Peromposan Tembakau
Setelah daun tembakau kering dan diturunkan dari gudang pengasapan,
maka proses selanjutnya adalah peromposan. Pada proses ini daun tembakau
dilepas dari sujennya, setelah dilepas dari sujen krosok tembakau dibedakan
berdasarkan panjang daunnya, ketebalan, warna, dan lain sebagainya. Setiap
krosok yang sudah dipisah-pisahkan kemudian diikat dengan rafia atau tali plastik
berdasarkan jenisnya. Ada pula krosok yang dilepas dari sujen melainkan tetap
dibiarkan pada sujen.
i. Penjualan
Semua krosok yang sudah dirompos atau disortir, siap untuk dijual. Pada
umunya petani tidak menyimpan dalam waktu lama, melainkan hanya bersifat
menunggu pembeli datang. Sistem penjualan yang dilakukan oleh petani adalah
dengan menjual tembakau dalam bentuk krosok. Saluran penjualan dilakukan
petani yaitu melalui pedagang perantara ataupun pedagang besar dan sebagian ada
yang dijual kepada pabrik pembuatan rokok yang ada di Jember.

2.5 Pengertian APD


Menurut Peraturan Menteri Tenaga Keja Transmigrasi RI nomer 8 tahun
2010, Alat Pelindung Diri (APD) adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan
untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh
tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja.
Alat Pelindung Diri pada pekerja harus sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia (SNI) atau standar yang berlaku. APD yang wajib diberikan oleh
pengusaha secara cuma - cuma meliputi :

7
a. pelindung kepala;
b. pelindung mata dan muka;
c. pelindung telinga;
d. pelindung pernapasan beserta perlengkapannya;
e. pelindung tangan;
f. pelindung kaki.
g. Pakaian Pelindung;
h. Alat pelindung jatuh perorangan
i. Pelampung

2.6 APD pada Pekerja Perkebunan Tembakau


Menurut Kementrian Pertanian, (2011), dan Arcury, dkk (2008) alat
pelindung diri yang dapat digunakan oleh buruh tani tembakau saat bekerja
dilahan tembakau yaitu :
a. Pakaianpanjang
b. Celemak (Appron)
c. Pelindungkepala
d. Pelindung mata, misalnya kacamata, google, face shield
e. Sarung tangan
f. Sepatu boot
g. Pelindung pernafasan (masker atau respirator).
h. Baju Parasit

2.7 Pengertian PAK


Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat
kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian, penyakitakibat
kerja merupakan penyakit yang artifisual atau man made disease. Sejalan dengan
hal tersebut terdapat pendapat lain yang menyatakan bahwa Penyakit Akibat Kerja
(PAK) ialah gangguan kesehatan baik jasmani maupun rohani yang ditimbulkan
ataupun diperparah karena aktivitas kerja atau kondisi yang berhubungan dengan
pekerjaanTerdapat beberapa penyebab PAK yang umum terjadi di tempat kerja,
berikut beberapa jenis yang digolongkan berdasarkan penyebab dari penyakit
yang ada di tempat kerja.

8
a. Golongan fisik: bising, radiasi, suhu ekstrim, tekanan udara, vibrasi,
penerangan
b. Golongan kimiawi: semua bahan kimia dalam bentuk debu, uap, gas,
larutan, kabut
c. Golongan biologik: bakteri, virus, jamur, dll
d. Golongan fisiologik/ergonomik: desain tempat kerja, beban kerja
e. Golongan psikososial: stres psikis, monotomi kerja, tuntutan pekerjaan

2.8 PAK pada Perkebunan Tembakau


Setiap pekerjaan menimbulkan risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
pekerjanya, tidak terkecuali bagi petani tembakau. Petani tembakau berisiko
terkena penyakit akibat kerja yang berhubungan dengan paparan pestisida dan
absorbsi nikotin daun tembakau basah melalui kulit yang disebut Green Tobacco
Sickness (GTS).
1. Faktor Kimia
Potensi yang disebabkan oleh faktor kimia, umumnya berupa unsur kimia
yang didapatkan dari pupuk yang digunakan para petani, jenis pupuk yang
digunakan biasanya serbuk dan cair, dan digunakan melalui cara penyemprotan
dan penebaran pupuk. Pupuk tersebut bisa masuk lewat saluran pernafasan
melalui udara dan lewat saluran makan atau pencernaan.Tentu jika para petani
tidak hati-hati hal tersebut bisa menyebabkan fatality pada petani. Pada proses
panen tidak ada bahan kimia yang digunakan, sehingga tidak ditemukan potensi
penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat bahan kimia.
2. Faktor fisik
Faktor fisik di lingkungan kerja petani adalah panas cahaya matahari dan
hujan. Hal tersebut tentunya sangat mempengaruhi kinerja para petani, pengaruh
yang nyata tentunya pada kondisi fisik atau stamina pada para petani. ada potensi
bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan akibat kerja yaitu adanya lubang di
area sawah sehingga dapat menyebabkan kaki dan tangan terluka serta terpeleset.
Sinar UV menjadi salah satu faktor penyebab penyakit akibat kerja yaitu heart
sroke, kanker dan dehidrasi/ cepat lelah.
3. Faktor biologi

9
Bahaya biologis pada bidang agricultur adalah zoonosis, seperti di gigit ular,
digigit tikus, dan infeksi cacing. Dan juga Faktor biologi di lingkungan petani
adalah jamur. Karena petani bekerja di sawah yang berair. Hal tersebut yang
banyak petani mengalami penyakit jamur.ada potensi bahaya yang dapat
menyebabkan kecelakaan akibat kerja yaitu infeksi, kutu air dan kecacingan yang
disebabkan oleh duri tanaman, cacing, jamur, kuman/ bakteri. Adanya serangga
menjadi salah satu faktor penyebab penyakit akibat kerja yaitu gigitan serangga
yang dapat menyebabkan menurunnya perfoma pekerja sehingga menimbulkan
kecelakaan kerja seperti terjatuh. Selain itu, ada hal- hal yang dapat dapat
menimbulkan keluhan seperti gatal disebabkan oleh bulu tembakau, ulat ataupun
gigitan serangga.
4. Faktor ergonomis
Hal ergonomi pada petani biasanya ditemukan pada saat mencangkul, jarang
petani yang tahu mencangkul dengan posisi yang benar. Hal tersebut yang
menyebabkan banyak petani yang terkena LBP (low Back Pain) atau nyeri
pinggang.
5. Faktor mekanik
Sektor pertanian yang juga meliputi perkebunan menampilkan aspek-aspek
bahaya potensial seperti modernisasi pertanian dengan penggunaan racun-racun
hama dan pemakaian alat baru seperti mekanisasi. Pada proses panen tidak mesin
yang digunakan, sehingga tidak ditemukan potensi penyakit akibat kerja dan
kecelakaan akibat mekanisasi.

2.9 Pengertian KAK


Kecelakaan tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya. Oleh karena
ada penyebabnya, sebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar untuk
selanjutnya dengan tindakan korektif yang ditujukan kepada penyebab itu serta
dengan upaya preventif lebih lanjut kecelakaan dapat dicegah dan kecelakaan
serupa tidak berulang kembali (Sumamur, 2009). World Health Organization
(WHO) mendefinisikan kecelakaan sebagai suatu kejadian yang tidak dapat

10
dipersiapkan penanggulangan sebelumnya sehingga menghasilkan cedera yang
riil.
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak
diduga semula yang dapat menimbulkan korban jiwa dan harta benda (Peraturan
Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor: 03/Men/1998). Menurut (OHSAS
18001, 1999) dalam Shariff (2007), kecelakaan kerja adalah suatu kejadian tiba-
tiba yang tidak diinginkan yang mengakibatkan kematian, luka-luka, kerusakan
harta benda atau kerugian waktu. Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1970 tentang
keselamatan kerja, kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak diduga
semula dan tidak dikehendaki, yang mengacaukan proses yang telah diatur dari
suatu aktivitas dan dapat menimbulkan kerugian baik korban manusia maupun
harta benda. Sedangkan menurut UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja, kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam pekerjaan
sejak berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke rumah melalui
jalan yang biasa atau wajar dilalui.

2.10 KAK pada Perkebunan Tembakau


Pada sektor perkebunan tidak dapat dipungkiri bahwa kecelakaan kerja
sering kali terjadi. Frekuensi kecelakaan kerja semakin meningkat, sementara
kesadaran petani terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) masih rendah,
yang lebihmemprihatinkan banyak dari petani beranggapan K3 identik dengan
biaya dan mengganggu sehingga menjadi beban, bukan kebutuhan. Secara umum,
potensi penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja dapat berasal atau
bersumber dari berbagai faktor.
Umumnya penyebab kecelakaan kerja pada perkebunan adalah tempat kerja
yang tidak aman seperti lokasi yang tidak rata menyulitkan memanen, lokasi kerja
bersemak tempat bersemainya binatang berbisa jalan licin dan berlobang
terpeleset. Serta budaya kerja kurang beradap seperti alat pelindung kerja tidak
cukup atau tidak memenuhi standar keselamatan kerja dan perilaku tidak
mengindahkan kerja yang benar terutama akibat minimnya sosialisasi dan

11
pelatihan kerja bagi buruh perkebunan. Dengan demikian di sektor perkebunan,
potensi kecelakaan kerja cukup tinggi.
Sedangkan penyebab kecelakaan kerja di perkebunan umumnya disebabkan
oleh :
1. Lingkungan kerja fisik oleh pemakaian alat/mesin (suar, panas, sinar, dan
lain-lain)
2. Lingkungan kerja kimia oleh pemakaian bahan kimia (pupuk, pestisida, dan
lain-lain)
3. Lingkungan kerja biologis oleh makhluk hidup (tikus, ular, lalat
anclylostoma, dan lain-lain)
4. Lingkungan kerja ergonomi oleh pemakaian alat yang tidak sesuai dengan
keterbatasan kemampuan anatomi dan fisiologis tenaga kerja.
5. Lingkungan kerja umumnya disebabkan oleh suasana kerja, lokasi
pemukiman jauh dari kota.
6. Human Error (sikap kerja (Sumber daya manusia) yang salah).
Kecelakaan kerja yang mungkin terjadi pada sektor kerja perkebunan adalah
sebagai berikut :
1. Pembukaan Lahan
Luka akibat pemakaian alat pertanian untuk pembukaan lahan seperti
parang, babat, kampak, cidera akibat tertimpa pohon yang tumbang, serangan
binatang buas dapat juga menimbulkan cidera sedangkan digigit ular dapat
menimbulkan kondisi yang fatal akibat racun ular.
2. Pemeliharaan Tanaman
Pemakaian alat babat, cangkul, dodos, dan lain-lain dapat mengancam
terjadinya kecelakaan kerja bila tidak dilaksanakan dengan sikap kerja yang
kurang hati-hati, iritasi kulit dan keracunan bahan kimia dapat terjadi akibat
pemakaian pestisida dan pupuk, kandungan toksik dalam daun tembakau dapat
masuk kedalam pori-pori kulit tangan sehingga menyebabkan penyakit.
3. Panen
Saat panen,pekerja akan memetik daun-daun tembakau dengan cepat karena
untuk menjaga kualitas daunnya supaya tetap bagus. Gerakan cepat saat memetik
dan dilakukan berulang-ulang dapat membuat pegal pada pergelangan tangan dan
bias membuat pergelangan terkilir jika tidak dilakukan pemanasan di awal saat
hendak bekerja.
4. Pengolahan

12
Kecelakaan kerja dapat terjadi akibat house keeping yang jelek seperti
susunan barang hasil panen yang tidak teratur, tangga yang curam, lantai yang
licin yang dapat menimbulkan tertimpa barang, terjatuh dari tangga dan terpeleset.
5. Gudang
Kecelakaan dapat terjadi ketika kondisi lantai yang licin sehingga dapat
menyebabkan pekerja terpeleset.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif dengan teknik
pengumpulan data berupa kuisioner, observasi dan wawancara.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


a. Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di Perkebunan Tembakau milik PT. TTN
Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember.
b. Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan 28 Oktober 2017.

3.3 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel


3.3.1 Populasi Penelitian

13
Populasi dalam penelitian ini yaitu jumlah pekerja yang terdapat di
perkebunan tembakau milik PT.TTN Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember.
Berdasarkan data yang diperoleh dari mandor perkebunan bahwa jumlah pekerja
setiap hektar perkebunan ada sekitar 80 pekerja.
3.3.2 Sampel Penelitian
Jumlah sampel yang di ambil adalah 30 pekerja perkebunan tembakau.
3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
pengambilan sampel Simpel Random Sampling yaitu Teknik untuk mendapatkan
sampel yang langsung dilakukan pada unit sampling. Dikatakan simple sederhana
karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Hal ini dilakukan bila anggota
populasi dianggap homogen (Sugiyono, 2009). Jadi dari jumlah populasi
sebanyak 80 orang pekerja, diambil sampel secara keseluruhan sebanyak 30
responden dilakukan secara acak oleh peneliti.

3.4 Instrumen Penelitian


Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengumpulkan data
berupa:
a. Kuesioner, kuesioner yang digunakan terdiri dari kuesioner karakteristik
responden meliputi nama, usia, pekerjaan, lama bekerja, dan pendapatan.
Kuesioner aspek tingkat pengetahuan, aspek keberadaan hazard, aspek
penggunaan APD.
b. Alat Tulis.
c. Alat dokumentasi.

3.5 Prosedur Pengumpulan Data


3.5.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh sendiri oleh peneliti. Data dalam
penelitian ini diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan responden
menggunakan kuesioner untuk mengetahui data responden (nama, usia, pekerjaan,

14
lama bekerja, dan pendapatan. Kuesioner aspek tingkat pengetahuan, aspek
keberadaan hazard, aspek penggunaan APD.

BAB 4 HASIL PENELITIAN


4.1 Karakteristik Responden
Tabel 1. Karateristik Responden

No. Karakteristik Responden Frekuensi Presentase


1. Jenis kelamin

- Laki-laki 3 23 %
- Perempuan
10 77 %
2. Umur

- 15 25
- 26 35
- 36 45 4 31%
- 46 55
- 56 65
2 15%

7 54%

15
3. Pekerjaan

- PNS
- Pegawai swasta
- Wiraswasta
- Guru
- petani
- Nelayan
- Lain-lain

13 100%
4. Pendapatan per bulan

- < Rp 1.629.000 13 100%


- Rp 1.629.000
- > Rp 1.629.000

(Sumber : data primer yang diolah, 2017)

1. Jenis kelamin
Dari tabel 1, jumlah responden yang berjenis kelamin laki-laki memiliki
presentase sebesar 23% atau sebanyak 3 orang. Responden dengan jenis kelamin
perempuan memiliki presentase 77% atau sebanyak 10 orang.
2. Umur
Dari total jumlah reponden sebanyak 13 orang, tabel diatas menunjukkan
bahwa beberapa responden tersebut termasuk dalam kategori umur produktif yaitu
berumur 15-60 tahun dan juga terdapat responden yang memiliki usia >60 tahun ,
dengan persentase kategori umur 36-45 sebesar 31 % dengan jumlah responden
sebanyak 4 orang, umur 46-55 sebesar 15% dengan jumlah responden sebanyak 2
orang dan umur 56-65 sebesar 54 % dengan jumlah responden sebanyak 7 orang.
3. Pekerjaan
Berdasarkan tabel diatas, mayoritas responden bekerja sebagai petani
dengan presetase sebesar 100% dengan jumlah responden sebanyak 13 orang
4. Pendapatan per bulan

16
Berdasarkan tabel diatas, jumlah responden yang memperoleh pendapatan
kurang dari Rp 1.629.000 sebanyak 13 orang dengan presentase sebesar 100%.
Rata-rata mereka memiliki pendapatan sebesar Rp.600.000-Rp.1000.000
perbulan.

4.2 Occupational Health Literacy


Tabel 2 Occupational Health Literaccy

Occupational Health Literacy Frekuensi Persentase


1. Access
- Pernah 3 23 %
- Tidak pernah 10 77 %
2. Understand
- Baik 2 33%
- Cukup 11 67%
- Kurang - -
(Sumber : data primer yang diolah, 2017)
Dilihat dari tabel 2 bahwa petani tembakau sebagian besar 77 % tidak
pernah mendengar informasi tentang APD dan pengetahuan mereka terhadap APD
tergolong sekedar tau saja tetapi tidak mengetahui informasi APD (67%).
Kurangnya pengetahuan pekerja dapat menyebabkan potensi kecelakaan kerja dan
Penyakit Kerja meningkat.

4.3 Perlindungan K3 Terhadap Petani Tembakau


Tabel 3 Perlindungan K3 Terhadap Petani Tembakau

Karakteristik Frekuensi Persentase


1. Kepemilikan APD
- Topi
13 100%
- Baju Lengan
13 100%
Panjang
- Sarung Tangan
- Masker - -
- Sepatu
- -
- -

2. Alasan memakai

17
APD
- Selamat 2 15 %
- Patuh aturan -
-
- Terpaksa 11
85%
3. Seberapa sering
Menggunakan APD
- Selalu
- Sering
2 15%
- Kadang
- Jarang - -
- Tidak pernah 8 62%
3 23%
-
(Sumber : data primer yang diolah, 2017)
Pada tabel 13 menunjukkan bahwa sebagian besar responden petani
tembakau memiliki Alat pelindung diri berupa Topi dan sebesar 100 %. Alat
Pelindung Diri atau APD merupakan seperangkat peralatan yang dikenakan
sebagai perlindungan sebagian atau keseluruhan tubuh dari resiko kecelakaan
kerja. Sehingga pekerja lebih nyaman dan aman selama menjalankan tugasnya.
Banyak petani yang memakai hanya memalai sebagian APD seperti
memakai baju lengan panjang sebesar 100%. Berbagai Alasan kenapa para petani
tembakau ini memakai APD yakni yang utama adalah terpaksa yang memiliki
presentase terbesar sebanyak 85%. Keselamatan kerja sangat penting diutamakan
karena Secara filosofis, Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) diartikan sebagai
suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan jasmani maupun rohani
tenaga kerja, pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan
budaya menuju masyarakat adil dan makmur. Sedangkan secara keilmuan K3
diartikan sebagai suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha
mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. (Forum,
2008, edisi no.11)

18
4.4 Lingkungan Kerja
1. Keberadaan Hazard Fisika
Tabel 4 Keberadaan Hazard Fisika

Karakteristik Frekuensi Persentase


1. Kebisingan 6 46%
- Ya 7 54%
- Tidak
2. Pencahayaan
- Kurang 5 38%
- Cukup 8 62%
- Lebih
3. Getaran 2 15%
- Ya 11 85%
- Tidak
4. Suhu
- Normal 4 31%
- Dingin - -
- Panas 9 69%
(Sumber : data primer yang diolah, 2017)
Pada tabel 4 menunjukkan bahwa keberadaan hazard masih cukup tinggi di
kalangan petani temabakau. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 4 bahwa
presentasi kebisingan sebesar 54% yang berarti bahwa hampir sebagian petani
mengalami kebisingan saat bekerja. Untuk pencahayaan yang mempunyai
presentase terbesar yakni pencahaayan yang lebih dengan presentase 62%.
keberadaan hazard fisika berupa getaran tidak terlalu signifikan di tempat kerja
petani sedangkan untuk suhu di tempat kerja cukup panas (69%) karena tempat
kerja para petani berada di sawah.
2. Keberadaan Hazard Kimia
Tabel 5 Keberadaan Hazard Kimia
Karakteristik Frekuensi Persentase
1. Menggunakan
pestisida
- Ya 2
15 %
- Tidak 11 85 %
2. Terdapat bau - 100%
13

19
menyengat
- Ya
- Tidak
(Sumber : data primer yang diolah, 2017)

Dilihat dari tabel 5 bahwa semua petani menggunakan pestisida sebanyak 2


responden dengan presentase 15 % dan semua petani mengaku pestisida yang
digunakan mempunyai bau yang tidak menyengat sebanyak 13 responden dengan
presentase sebesar 100%. Hal ini dikarenakan mereka mengaku sudah terbiasa
dan tidak merasakan bau yang menyengat dari pestisida. Tetapi paparan terhadap
pestisida sangatlah tinggi. Oleh karena itu, pengendalian terhadap pestisida perlu
dilakukan supaya dampak kesehatan yang dirasakan oleh petani dapat
diminimalkan atau bahkan dihilangkan.
3. Keberadaan Hazard Biologi
Tabel 3Keberadaan hazard Biologi
Karakteristik Frekuensi Persentase
1. Diganggu Binatang
- Selalu
- Sering -
- Kadang -
- Jarang 4
31%
- Tidak pernah 9 69%
2. Diganggu Tanaman
- Selalu
- Sering - -
- Kadang 5 38%
- Jarang - -
- Tidak pernah 8 62%
(Sumber : data primer yang diolah, 2017)
Keberadaan hazard biologi pada petani tembakau sangat jarang, hal tersebut
dapat dilihat pada tabel 5, presentasi yang tidak pernah diganggu oleh binatang
sebanyak 9 responden dengan presentase 69 % dan yang tidak pernah diganggu
oleh tanaman yakni sebanyak 8 responden dengan presentase sebesar 60%. Hal
ini memperlihatkan bahwa petani tembakau jarang mengalami bahaya biologi di
tempat kerja.

20
4.5 Potensi PAK dan KAK
Potensi penyakit akibat kerja adalah segala sesuatu yang berpotensi
menyebabkan terjadinya cidera, sakit atau bahkan dapat mengakibatkan kematian
yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja. Potensi kecelakaan akibat
kerja adalah segala sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian,
kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan kematian
yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja.
Secara umum, potensi penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja
dapat berasal atau bersumber dari berbagai factor. Dalam hal ini, hanya dilakukan
observasi potensi penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja pada saat
masa panen.

4.6 Oleh Faktor Kimia


Potensi yang disebabkan oleh faktor kimia, umumnya berupa unsur kimia
yang didapatkan dari pupuk yang digunakan para petani, jenis pupuk yang
digunakan biasanya serbuk dan cair, dan digunakan melalui cara penyemprotan
dan penebaran pupuk. Pupuk tersebut bisa masuk lewat saluran pernafasan
melalui udara dan lewat saluran makan atau pencernaan.Tentu jika para petani
tidak hati-hati hal tersebut bisa menyebabkan fatality pada petani. Pada proses
panen tidak ada bahan kimia yang digunakan, sehingga tidak ditemukan potensi
penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat bahan kimia.

4.7 Oleh Faktor Fisika


Tabel 6 Potensi PAK dan KAK oleh Faktor Fisika

Kegiatan Jenis Bahaya Potensi bahaya Risiko bahaya


Panen (sawah) Bahaya fisik sinar UV heat stroke

komponen kaki terluka


tajam cangkul

komponen
tajam Tangan terluka

21
clurit/pisau

terkena Kanker kulit


lentingan
tanah

lubang jalan Dehidrasi/cepat


sawah lelah

Mata iritasi

Terkena
lentingan tanah

terpeleset
(Sumber : data primer yang diolah, 2017)
Faktor fisik di lingkungan kerja petani adalah panas cahaya matahari dan
hujan. Hal tersebut tentunya sangat mempengaruhi kinerja para petani, pengaruh
yang nyata tentunya pada kondisi fisik atau stamina pada para petani.
Dari tabel dapat diketahui bahwa, ada potensi bahaya yang dapat
menyebabkan kecelakaan akibat kerja yaitu adanya lubang di area sawah sehingga
dapat menyebabkan kaki dan tangan terluka serta terpeleset. Sinar UV menjadi
salah satu faktor penyebab penyakit akibat kerja yaitu, kanker dan dehidrasi/ cepat
lelah.

4.8 Faktor biologi


Tabel 7 Potensi PAK dan KAK oleh Faktor Biologi

Kegiatan Jenis Bahaya Potensi bahaya Risiko bahaya


Panen (sawah) Bahaya biologi Kuman / bakteri kecacingan
pada tanah

Tergigit
Cacing serangga

Terinfeksi

22
Gigitan serangga kuman/ bakteri

kutu air

Jamur

Gatal

Tikus

Ulat


Duri tanaman


Getah pohon

Bulu tembakau

(Sumber : data primer yang diolah, 2017)


Bahaya biologis pada bidang agricultur adalah zoonosis, seperti di gigit
ular, digigit tikus, dan infeksi cacing. Dan juga Faktor biologi di lingkungan
petani adalah jamur. Karena petani bekerja di sawah yang berair. Hal tersebut
yang banyak petani mengalami penyakit jamur.
Dari tabel 7 dapat diketahui bahwa, ada potensi bahaya yang dapat
menyebabkan kecelakaan akibat kerja yaitu infeksi, kutu air dan kecacingan yang
disebabkan oleh duri tanaman, cacing, jamur, kuman/ bakteri. Adanya serangga
menjadi salah satu faktor penyebab penyakit akibat kerja yaitu gigitan serangga
yang dapat menyebabkan menurunnya perfoma pekerja sehingga menimbulkan
kecelakaan kerja seperti terjatuh. Selain itu, ada hal- hal yang dapat dapat
menimbulkan keluhan seperti gatal disebabkan oleh bulu tembakau, ulat ataupun
gigitan serangga.

23
BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Pembahasan Hasil Penelitian Dibandingkan Jurnal Kasus Yang Ada


Berdasarkan karakteristik responden bahwa kebanyakan pekerja perkebunan
tembakau berjenis kelamin perempuan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Dewi Rokhmah (2013) bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin
perempuan (68%) dan sudah menikah (97,8%). Kondisi ini banyak ditemui di
pertanian tembakau terutama pada saat masa panen. Tenaga pemetik daun
tembakau banyak dilakukan oleh ibu-ibu bahkan anak-anak. Selain itu,
kebanyakan responden berusia sekitar 55-65 tahun dan memiliki pendapatan rata-
rata perbulan Rp. 600.000,00- Rp. 1.000.000,00.
Dari hasil wawancara, tingkat pengetahuan pekerja terkait APD terbilang
cukup, yang berarti bahwa sebagian besar responden hanya mengetahui secara
sekilat tentang APD. Tingkat pengetahuan yang rendah maupun sedang akan
mempengaruhi perilaku dalam menggunakan APD. Hal ini sesuai dengan
penjelasan ilmiah dalam jurnal milik Dewi Rokhmah (2013) yang menyatakan
bahwa tingkat pendidikan yang rendah akan mempengaruhi tingkat pengetahuan
terutama terhadap masalah kesehatan. Sehingga dengan tingkat pengetahuan yang
rendah akan memunculkan perilaku negative terhadap penggunaan APD sebagai
upaya untuk mencegah timbulnya penyakit maupun kecelakaan akibat kerja.

24
BAB 6 PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
Aktivitas petani di perkebunan tembakau antara lain adalah pengolahan
tanah, penanaman, penyiraman, penyulaman, pemupukan, pengendalian hama
penyakit, pemanenan, penyujenan, pengeringan, peromposan tembakau, dan
penjualan.
Jumlah pekerja perkebunan tembakau PT. TTN Jember kebanyakan
didominasi oleh wanita dibandingkan dengan lelaki.
Usia pekerja perkebunan tembakau PT. TTN Jember didominasi umur 56-65
tahun.
Pekerjaan pekerja perkebunan tembakau PT.TTN Jember mayoritas
responden bekerja sebagai petani.
Pekerja perkebunan tembakau PT.TTN Jember Rrata-rata memiliki
pendapatan sebesar Rp.600.000-Rp.1000.000 perbulan.
Petani tembakau sebagian besar tidak pernah mendengar informasi tentang
APD dan pengetahuan mereka terhadap APD tergolong sekedar tau saja tetapi
tidak mengetahui informasi APD (67%). Kurangnya pengetahuan pekerja dapat
menyebabkan potensi kecelakaan kerja dan Penyakit Kerja meningkat.
APD yang digunakan sebagian besar responden petani tembakau adalah topi
dan baju lengan panjang. Alasan kenapa para petani tembakau ini memakai APD
yakni yang utama adalah terpaksa.

6.2 Saran
Dengan adanya laporan terkait analisis penggunaan APD pada pekerja
perkebunan dapat menjadi gambaran permasalahan ketenagakerjaan yang ada di
perkebunan tembakau sebagai upaya perlindungan terhadap penyakit maupun
kecelakaan akibat kerja.

25
DAFTAR PUSTAKA
Astri Wijayanti, 2009. Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi. Penerbit Sinar
Grafika. Jakarta. Hal 107.
Badan Pusat Statistik. 2009. Medan Dalam Angka. Jakarta : BPS
BPS. 2015. Luas Tanaman Perkebunan Menurut Propinsi Dan Jenis Tanaman,
Indonesia 2012-2015.[Online] (Tersedia pada
https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/838 Diakses tanggal 12
Oktober 2017).
BPS.2017. Jumlah Perusahaan Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman, 2000-
2015. [Online] (Tersedia pada
https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1668 Diakses tanggal 12
Oktober 2017).
BPS.2017. Luas Tanaman Perkebunan Besar Menurut Jenis
Tanaman,Indonesia,1995-2015. [Online] (Tersedia pada
https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1665 Diakses tanggal 12
Oktober 2017).
Departemen Tenaga Kerja RI Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan. [Online](Tersedia pada
www.kemenperin.go.id/kompetensi/UU_13_2003.pdf Diakses pada 8
November 2017).
Jenni R. 2009. Gambaran Kecelakaan Kerja Pada Pekerja Pabrik Pengolahan
Kelapa Sawit PTPN IV Kebun Bah Jambi Tahun 2006-2008. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan. Diunduh:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/14682/10E00355.pdf?
sequence=1. [Diakses pada 8 November 2017].
NN. Tentang Tembakau. NT. http://bappeda.kendalkab.go.id/lahan/content.php?
query=tentang_tem bakau. [Diakses pada 26 Oktober 2017]
Republik Indonesia. 2014. Undang-undang Republik Indonesia nomer 18 tahun
2014 tentang Perkebunan. Lembaran Negara RI tahun 2004, No 84.
Sekertasris Negara. Jakarta

26
Rokhmah, D dkk. 2013. Analisis Faktor Risiko Green Tobacco Sickness (Gts) dan
Metode Penanganannya pada Petani Tembakau. Jember :FKM UNEJ.
[Online]
(http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/58903/dewi_pemula_
205.pdf?sequence=1 Diakses Tanggal 8 November 2017).
Sahuleka, N. (2016). Pengaruh Model Pembelajaran Active Learning terhadap
Pengetahuan dan Sikap Penggunaan ALAT Pelindung Diri (APD) dalam
Pencegahan terjadinya Green Tobacco Sickness (GTS) pda Bruh Tani
Tembakau di Desa Plalangan Kec. Kalisat Kab. Jember.Digital Repository
Universitas Jember.
Subri, Mulyadi. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Sumarsono, Sonny. 2009. Ekonomi Sumber Daya Manusia Teori dan Kebijakan
Publik. Jogyakarta : Graha Ilmu.
TCSC-Indonesia. 2012. Fakta Tembakau di Indonesia. TCSC-IAKMI. Jakarta.
[online]. (http://tcsc-indonesia.org/wpcontent/uploads/2012/08/Fact-Sheet-
Fakta-Tembakau-DiIndonesia.pdf. di akses tanggal 8 November 2017)
UU No. 18 .2004. Tentang Perkebunan.

LAMPIRAN

27
28

Anda mungkin juga menyukai