Anda di halaman 1dari 2

A.

JUDUL
Pengaruh Limbah Terhadap Kelangsungan Hidup Ikan.
B. Rumusan Masalah
 Adakah pengaruh limbah air detergen terhadap kelangsungan hidup ikan?
C. Tujuan
 Mengetahui pengaruh limbah air detergen terhadap kelangsungan hidup ikan.
D. Hipotesis
Pencemaran air sungai akibat limbah (Detergen) mempengaruhi kelangsungan hidup ikan yang
terdapat di sungai
E. Dasar Teori
Pencemaran adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau
komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan
manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu
yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan
peruntukannya. Definisi ini sesuai dengan pengertian pencemaran pada (Undang-undang Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982.            

Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air
seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia. Danau, sungai, lautan dan
air tanah adalah bagian penting dalam siklus kehidupan manusia dan merupakan salah satu
bagian dari siklus hidrologi (Gunawan,2002).

Polusi atau pencemaran adalah keadaan dimana suatu lingkungan sudah tidak alami lagi karena
telah tercemar oleh polutan. Misalnya air sungai yang tidak tercemar airnya masih murni dan
alami, tidak ada zat-zat kimia yang berbahaya, sedangkan air sungai yang telah tercemar oleh
detergen misalnya, mengandung zat kimia yang berbahaya, baik bagi organisme yang hidup di
sungai tersebut maupun bagi makhluk hidup lain yang tinggal di sekitar sungai tersebut.
Polutan adalah zat atau substansi yang mencemari lingkungan (Suharsimi,2006:46). Air limbah
detergen termasuk polutan karena didalamnya terdapat zat yang disebut ABS. Jenis deterjen
yang banyak digunakan di rumah tangga sebagai bahan pencuci pakaian adalah deterjen anti
noda. Deterjen jenis ini mengandung ABS (alkyl benzene sulphonate)yang merupakan deterjen
tergolong keras. Deterjen tersebut sukar dirusak oleh mikroorganisme (nonbiodegradable)
sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (Rubiatadji, 1993). Lingkungan perairan
yang tercemar limbah deterjen kategori keras ini dalam konsentrasi tinggi akan mengancam dan
membahayakan kehidupan biota air dan manusia yang mengkonsumsi biota tersebut.

Deterjen yang selama ini kita gunakan untuk mencuci pakaian sebenarnya merupakan hasil
sampingan dari proses penyulingan minyak bumi yang diberi berbagai tambahan bahan kimia
seperti fosfat, silikat, bahan pewarna dan bahan pewangi. Generasi awal deterjen pertama kali
muncul dan mulai diperkenalkan ke masyarakat sekitar tahun 1960-an dengan menggunakan
bahan kimia pengaktif permukaan (surfaktan) Alkyl Benzene Sulfonat (ABS) sebagai penghasil
busa.Awalnya inovasi yang dianggap cemerlang ini mendapatkan respon yang menggembirakan.
Namun seiring berjalannya waktu, ABS setelah diteliti lebih lanjut diketahui mempunyai efek
destruktif (buruk) terhadap lingkungan yakni sulit diuraikan oleh mikroorganisme. Hal ini
menjadikan sisa limbah deterjen yang dikeluarkan setiap hari oleh rumah tangga akan menjadi
limbah berbahaya dan mengancam stabilitas lingkungan hidup kita.

Beberapa negara di dunia secara resmi telah melarang penggunaan zat ABS ini dalam
pembuatan deterjen dan memperkenalkan senyawa kimia baru yang disebutLinier Alkyl
Sulfonat atau lebih sering jika kita lihat di berbagai label produk deterjen yang kita pakai dengan
nama LAS yang relatif lebih ramah lingkungan. Akan tetapi penelitian terbaru oleh para ahli
menyebutkan bahwa senyawa ini juga menimbulkan kerugian yang tidak sedikit terhadap
lingkungan. Menurut data yang diperoleh bahwa dikatakan alam lingkungan kita membutuhkan
waktu selama 90 hari untuk mengurai LAS dan hanya 50% dari keseluruhan yang dapat
diurai(Suryobroto,2005).

Pembuangan limbah ke sungai/sumber-sumber air tanpa treatment sebelumnya, mengandung


tingkat polutan organik yang tinggi serta mempengaruhi kesesuaian air sungai untuk digunakan
manusia dan merangsang pertumbuhan alga maupun tanaman air lainnya. Selain itu deterjen
dalam badan air dapat merusak insang dan organ pernafasan ikan yang mengakibatkan toleransi
ikan terhadap badan air yang kandungan oksigennya rendah menjadi menurun. Ikan
membutuhkan air yang mengandung oksigen paling sedikit 5 mg/ liter atau 5 ppm (part per
million). Apabila kadar oksigen kurang dari 5 ppm, ikan akan mati, tetapi bakteri yang kebutuhan
oksigen terlarutnya lebih rendah dari 5 ppm akan berkembang. Apabila sungai menjadi tempat
pembuangan limbah yang mengandung bahan organik, sebagian besar oksigen terlarut
digunakan bakteri aerob untuk mengoksidasi karbon dan nitrogen dalam bahan organik menjadi
karbondioksida dan air. Sehingga kadar oksigen terlarut akan berkurang dengan cepat dan
akibatnya hewan-hewan seperti ikan, udang dan kerang akan mati (Ahsan et al,2005).

Keberadaan busa-busa di permukaan air juga menjadi salah satu penyebab kontak udara dan air
terbatas sehingga menurunkan oksigen terlarut. Dengan demikian akan menyebabkan
organisme air kekurangan oksigen dan dapat menyebabkan kematian (Ahsan et al, 2005).    

 Ikan adalah organisme air yang responsif atau peka terhadap perubahan yang terjadi pada
lingkungannya. Insang adalah alat yang digunakannya untuk bernafas. Pada insang terjadi
pertukaran O2 dan CO2. Mekanismenya adalah tutup insang menutup , mulut terbuka ,air masuk
melalui mulut , lalu air melewati insang, terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida ,mulut
menutup, tutup insang (operculum) terbuka dan akhirnya air keluar dari insang. Oksigen masuk
ke aliran darahnya. Ikan dapat tumbuh normal, jika lokasi pemeliharaan berada pada ketinggian
antara 150-1000 m diatas permukaan laut dengan suhu 20 oC-25 oC pH air antara 7-8 (Herlina,
2002).

Anda mungkin juga menyukai