Anda di halaman 1dari 13

TUGAS KELOMPOK 5

SUNAN DRAJAT

DI SUSUN OLEH:
Elfani Agustina
Novria Muslimah
Syarifah Az-Zahra
Aisyah Fadhila Azzahra

KELAS : IX E
GURU PEMBIMBING : Maisyaroh, S.Pd
MATA PELAJARAN : SKI

MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI I


KEC. TEBING TINGGI
KAB. KEPULAUAN MERANTI
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala
Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “SUNAN
DRAJAT” Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata pelajaran SKI.
Makalah ini membahas tentang Sejarah Kehidupan Sunan Drajat, metode
dakwahnya beserta peninggalannya. Sehubungan dengan tersusunnya makalah ini
penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan karya tulis ini.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih terdapat kekurangan dan
kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca akan penulis terima dengan
senang hati demi penyempurnaan makalah ini di masa yang akan datang. Semoga
makalah ini bermanfaat, bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Selatpanjang, 30 Oktober 2023

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR I
DAFTAR ISI II

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Penulisan 1

BAB II SUNAN DRAJAT


A. Sejarah Kehidupan Sunan Drajat 2
B. Dakwah Sunan Drajat 3
C. Peninggalan Sunan Drajat 5

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan 10
B. Saran 10

II
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah masuknya Islam ke wilayah Nusantara sudah berlangsung demikian
lama, sebagian berpendapat bahwa Islam masuk pada abad ke-7 M yang datang
lansung dari Arab. Pendapat lain mengatakan bahwa Islam masuk pada abad ke-13,
dan ada juga yang berpendapat bahwa Islam masuk pada sekitar abad ke 9 M atau
11 M . Perbedaan pendapat tersebut dari pendekatan historis semuanya benar, hal
tersebut didasar bukti-bukti sejarah serta penelitian para sejarawan yang
menggunakan pendekatan dan metodenya masing-masing.
Berdasarakan beberapa buku dan keterangan sumber referensi sejarah, bahwa
Islam mulai berkembang di Nusantara sekitar abad 13 M. Hal tersebut tak lepas dari
peran tokoh serta ulama yang hidup pada saat itu, dan diantara tokoh yang sangat
berjasa dalam proses Islamisasi di Nusantara terutama di tanah Jawa adalah “
Walisongo”. Peran Walisongo dalam proses Islamisasi di tanah Jawa sangat besar.
Tokoh Walisongo yang begitu dekat dikalangan masyarakat muslim kultural Jawa
sangat mereka hormati. Hal ini karena ajaran-ajaran dan dakwahnya yang unik serta
sosoknya yang menjadi teladan serta ramah terhadap masyarakat Jawa sehingga
dengan mudah Islam menyebar ke seluruh wilayah Nusantara. Pada makalah ini
penulis akan membahas salah satu walisongo yang berperan penting dalam
penyebaran agama Islam dinusantara yaitu Sunan Drajat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah kehidupan Sunan Drajat?
2. Apa metode yang digunakan Sunan Drajat untuk berdakwah?
3. Apa saja peninggalan-peninggalan dari Sunan Drajat?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui sejarah kehidupan Sunan Drajat.
2. Untuk mengetahui metode yang digunakan Sunan Drajat untuk berdakwah.
3. Untuk mengetahui peninggalan-peninggalan dari Sunan Drajat.

Sunan Drajat | 1
BAB II
SUNAN DRAJAT

A. Sejarah Hidup Sunan Drajat


Raden Qasim atau Sunan Drajat adalah salah seorang anggota Wali Songo,
majelis penyebar agama Islam dalam sejarah Jawa pada abad ke-14 Masehi. Putra
bungsu Sunan Ampel ini melakukan dakwah Islam dengan prinsip Pepali Pitu atau
7 Dasar Ajaran, selain melalui seni dan budaya. Sunan Drajat lahir di Ampeldenta,
Surabaya, pada 1470 M dengan nama Raden Qasim sebagai putra termuda Sunan
Ampel dengan Nyi Ageng Manila. Ia adalah adik dari Raden Maulana Makdum
Ibrahim alias Sunan Bonang. Selain Raden Qasim, Sunan Drajat memiliki banyak
nama atau julukan lainnya, seperti Masaikh Munat, Raden Syarifuddin, Maulana
Hasyim, Pangeran Kadrajat, atau Sunan Mayang Madu.
Babad Tanah Djawi mengungkapkan bahwa Sunan Ampel sebelum menikah
dengan Nyai Ageng Manila, terlebih dahulu menikahi Nyai Karimah. Dari
pernikahan dengan Nyai Karimah, lahirlah
Dewi Murtosiyah yang dinikahi Sunan
Giri. Sementara adiknya yakni Dewi
Murtosimah dinikahi Raden Patah. Oleh
karena itu, Raden Qasim mempunyai dua
saudara lain ibu.
Diketahui, ada sembilan anak dari
Sunan Ampel. Mereka yakni Nyai Ageng
Manyuran, Nyai Ageng Manila, Nyai
Ageng Wilis, Sunan Bonang, Sunan
Drajat, Ki Mamat, Syaik Amat, Nyai
Ageng Medarum, dan Nyai Ageng
Supriyah.
Raden Qasim dididik dalam lingkungan keluarga ibunya yang berasal dari
Jawa. sehingga beliau menguasai ilmu, bahasa, seni, budaya, sastra dan agama
bercorak Jawa. Sunan Drajat juga menggubah sejumlah tembang macapat langgam
Pangkur.

Sunan Drajat | 2
Sunan Drajat menuntut ilmu agama dari Sunan Ampel sendiri, sebelum
akhirnya beliau dikirim oleh sang ayah kepada Sunan Gunung Jati di Cirebon.
Menurut Babad Tjirebon, Raden Qasim disebut dengan nama Masaikh Munat atau
Pangeran Kadrajat.
Setelah berguru dengan Sunan Gunung Jati, beliau menikahi putrinya
bernama Dewi Sufiyah dan menetap di Kadrajat. Sehingga beliau disebut sebagai
Pangeran Kadrajat atau Pangeran Drajat. Dari pernikahan itu, keduanya dikaruniai
tiga orang anak. Mereka yaitu Pangeran Rekyana atau Pangeran Tranggana,
Pangeran Sandi, dan Dewi Wuryan.
Setelah itu, Sunan Drajat menikah dengan Nyai Kemuning putri dari Kiai
Mayang Madu. Lalu menikah lagi dengan Nyai Retna Ayu Candra Sekar putri dari
adipati Kediri Arya Wiranatapada.
Sunan Drajat wafat pada tahun 1522 M dan makamnya berada di desa Drajat,
Paciran, Lamongan, Jawa Timur.

Makam Sunan Drajat

B. Dakwah Sunan Drajat


Berbekal pengetahuan dari Sunan Ampel dan Sunan Gunung Jati, Sunan
Drajat kembali ke Ampeldenta. Namun, atas perintah dari sang ayah, Sunan Drajat
menyebarkan dakwah keislamannya di pesisir barat Gresik.
Dalam perjalanannya, perahu yang ditumpangi pecah dan beliau ditolong oleh
ikan cucut dan ikan talang, sampai mendarat di sebuah tempat yang dikenal dengan
nama Jelag, Desa Banjarwati. Kedatangannya disambut baik oleh sesepuh kampung
yaitu Kyai Mayang Madu dan Mbah Banjar.

Sunan Drajat | 3
Catur Piwulang di makam Sunan Drajat

Di Jelag, Sunan Drajat menikah dengan putri dari Kiai Mayang Madu
bernama Nyai Kemuning. Di sana beliau mendirikan sebuah surau sebagai tempat
mengajarkan penduduk setempat bacaan Al-Qur'an.
Dikisahkan juga, Sunan Drajat pernah ditempatkan sebagai imam pelindung
di Lawang dan Sedayu. Setelah itu,
Sunan Drajat melakukan riadhah
rohani dengan uzlah di Ujung
Pangkah, dengan cara tidak makan
dan tidak tidur selama tiga bulan.
Dakwahnya dikenal dengan
sebutan pepali pitu atau tujuh dasar
ajaran. Dalam menyampaikan
ajaran tersebut, Sunan Drajat
terkadang memanfaatkan media
kesenian, seperti menggubah
tembang tengahan macapat
pangkur.
Tujuh falsafah yang dijadikan sebagai pedoman dalam menjalan kehidupan
itu sebagai berikut:

Sunan Drajat | 4
1. Memangun resep tyasing sasama (Kita selalu membuat senang hati orang lain).
2. Jroning suka kudu eling lan waspodo (Dalam suasana gembira hendaknya tetap
ingat Tuhan dan selalu waspada).
3. Laksitaning subrata tan nyipta marang pringga bayaning lampah (Dalam upaya
mencapai cita-cita luhur jangan menghiraukan halangan dan rintangan).
4. Meper hardaning pancadriya (Senantiasa berjuang menekan gejolak nafsu-nafsu
indrawi).
5. Heneng - hening - henung (Dalam diam akan dicapai keheningan dan di dalam
hening, akan mencapai jalan kebebasan mulia).
6. Mulya guna panca waktu (Pencapaian kemuliaan lahir batin dicapai dengan
menjalani sholat lima waktu).
7. Menehono teken marang wong kang wuto. Menehono mangan marang wong
kang luwe. Menehono busana marang wong kang wuda. Menehono pangiyup
marang wong kang kaudanan (Berikan tongkat kepada orang buta. Berikan
makan kepada orang yang lapar. Berikan pakaian kepada orang yang tak
memiliki pakaian. Berikan tempat berteduh kepada orang yang kehujanan).

C. Peninggalan Sunan Drajat


Selain kompleks makam Sunan Drajat, Peninggalan-peninggalan Sunan
Drajat disimpan disebuah museum khusus. Museum tersebut dibangun khusus
untuk menghormati sosok dan perjuangan Sunan Drajat dalam menyebarkan ajaran
Islam.

Kompleks Makam Sunan Drajat

Sunan Drajat | 5
Museum Sunan Drajat ini didirikan pada tahun 1991 yang berlokasi di Jalan
Sumberwudi, Paciran. Ada banyak koleksi yang ada di Museum ini, mulai dari
barang-barang perunggu, keramik, kayu jati, batu besi, kuningan, bambu, logam,
buku dan masih banyak lagi.

Gamelan Singo Mengkok

Namun ada tiga benda peninggalan Sunan Drajat yang terkenal yaitu
Gamelan Singo Mengko, Batik Drajat dan Daun Lontar bertuliskan Surat Yusuf.
Selain diisi dengan peninggalan Sunan Drajat, fasilitas museum juga cukup baik
karena sudah ada area parkir yang luas, toilet umum yang terjaga hingga rumah
makan di sekitar area museum.

Bedug Peninggalan Sunan Drajat

Sunan Drajat | 6
Perangkat Gamelan Peninggalan Sunan Drajat

Gamelan ini terbuat dari kayu, bambu dan besi sederhana. Dulunya digunakan
untuk syiar Islam atau sebagai media dakwah oleh Sunan Drajat, Perpaduan atau
akulturasi dari budaya Hindu-Budha dan Islam.

Kitab Al-Qur’an Peninggalan Sunan Drajat

Ini adalah Al-qur’an yang dipakai oleh Sunan Drajat, ada yang dari serat
tumbuhan dan ada yang dari kulit sapi. Ada juga kitab kuno yang tertulis didaun
Lontar “Daun Lontar bertuliskan Surat Yusuf”.

Sunan Drajat | 7
Kitab Amjah tercatat dengan nama Layang Ambiya. Naskah aslinya ditulis
menggunakan tinta berwarna hitam dengan kertas berbahan daluang. Naskah kuno
ini terdiri dari 302 halaman dan tidak memiliki penomoran halaman. Masing-
masing halaman terdiri dari 19 baris tanpa bidang bingkai teks. Tiap larik atau baris
diakhiri dengan tanda lingkaran menggunakan tinta merah tanpa iluminasi.
"Teks menggunakan Aksara Pegon dan Bahasa Jawa. Kondisi teks tidak utuh
dan beberapa isi teks tidak dapat dibaca karena korosi tinta. Teks Layang Ambiya
inj berbentuk tembang macapat, yang berisi kisah para nabi dalam Agama Islam.
Diawali dari kisah Nabi Adam hingga Nabi Muhammad,"

Selembar kain tenun peninggalan Sunan Drajat, Kain itu berwarna biru tua dan
banyak berhias motif serupa burung phoenix dan singa.

Sunan Drajat | 8
Keramik Asing Peninggalan Sunan Drajat

koleksi keramik kuno berbentuk gentong, guci, piring, sendok, tempat Air dll.

Kitab kuno yang tertulis pada daun lontar, fragmen dan relief-relief kayu pada
bangunan, beberapa senjata kuno dan beberapa fragmen batu dan nisan batu kuno.

Sunan Drajat | 9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Raden Qasim atau Sunan Drajat adalah salah seorang anggota Wali Songo,
majelis penyebar agama Islam dalam sejarah Jawa pada abad ke-14 Masehi. Putra
bungsu Sunan Ampel ini melakukan dakwah Islam dengan prinsip Pepali Pitu atau
7 Dasar Ajaran, selain melalui seni dan budaya. Sunan Drajat lahir di Ampeldenta,
Surabaya, pada 1470 M dengan nama Raden Qasim sebagai putra termuda Sunan
Ampel dengan Nyi Ageng Manila. Ia adalah adik dari Raden Maulana Makdum
Ibrahim alias Sunan Bonang. Selain Raden Qasim, Sunan Drajat memiliki banyak
nama atau julukan lainnya, seperti Masaikh Munat, Raden Syarifuddin, Maulana
Hasyim, Pangeran Kadrajat, atau Sunan Mayang Madu. Sunan Drajat wafat pada
tahun 1522 M dan makamnya berada di desa Drajat, Paciran, Lamongan, Jawa
Timur.
Dakwahnya dikenal dengan sebutan pepali pitu atau tujuh dasar ajaran.
Dalam menyampaikan ajaran tersebut, Sunan Drajat terkadang memanfaatkan
media kesenian, seperti menggubah tembang tengahan macapat pangkur.
Selain makam Sunan Drajat ada beberapa peninggalannya yang masih ada
seperti perunggu, keramik, kayu jati, batu besi, kuningan, bambu, logam, buku dan
masih banyak lagi. Ada tiga benda peninggalan Sunan Drajat yang terkenal yaitu
Gamelan Singo Mengko, Batik Drajat dan Daun Lontar bertuliskan Surat Yusuf.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis menyarankan agar kita terus
melestarikan sejarah, sehingga sejarah Islam yang penuh pelajaran dan hikmah ini
dapat sampai ke generasi muda berikutnya. Untuk kita yang telah mempelajari
sejarah, akan lebih baik jika menerapkan ajaran-ajaran dari Sunan Drajat dalam
kehidupan sehari-hari.

Sunan Drajat | 10

Anda mungkin juga menyukai