Anda di halaman 1dari 2

Kritik Sastra

Novario Ari Ardiansyah


060210402165
Kritik impresionistik puisi ibu karya D. Zawawi Imron

IBU

Kalau aku merantau lalu datang musim kemarau


Sumur-sumur kering, daunpun gugur bersama ranting
Hanya mata air airmatamu, ibu, yang tetap lancer mengalir

Bila aku merantau


Sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanmu
Di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan
Lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar

Ibu adalah gua pertapaanku


Dan ibulah yang meletakkan aku di sini
Saat bunga kembang menyemerbak bau saying
Ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi
Aku mengangguk meskipun kurang mengerti

Bila kasihmu ibarat samudera


Sempit lautan teduh
Tempatku mandi, mencuci lumut pada diri
Tempatku berlayar, menebar pukat dan melebar sauh
Lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku
Kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
Namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu
Lantaran aku tahu
Engkau ibu dan aku anakmu

Bila aku berlayar lalu datang angin sakal


Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal

Ibulah itu, bidadari yang berselendang bianglala


Sesekali datang padaku
Menyuruhku menulis langit biru
Dengan sajakku.

(D. Zawawi Imron)


Kritik impresionistik.
Dalam puisi "Ibu" tersebut, saya merasakan kerinduan seorang anak pada ibunya
ketika sedang merantau di negeri seberang. Pada saat merantau dan jauh dari ibunya,
kehidupannya menjadi hampa. Akan tetapi, kasih sayang ibunya terus mengalir terhadap
dirinya. Dia merasa belum dapat membayar jasa-jasa ibunya selama ini. Puisi ini
mengajarkan pada kita bahwa sampai kapan pun kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya
tidak akan pernah dapat terbayar oleh apapun. Ketika kita jauh di perantauan, banyak hal
yang akan mengingatkan kita kepada kebaikan dan jasa seorang ibu kepada anaknya. Seorang
ibu selalu memberi pesan untuk menjaga diri dengan baik kepada anaknya saat di perantauan.
Puisi ini cocok sekali untuk seorang anak yang tinggal jauh dari ibunya. Seperti yang
kita ketahui bahwa di sekitar kita bahkan kita sendiri berada dalam posisi yang sama dengan
tokoh dalam puisi tersebut. Kita pasti selalu rindu kehadiran seorang ibu ketika kita jauh,
pelukan seorang ibu hidangan yang disajikan, bahkan pesan yang disampaikan kepada kita.
Oleh karena itu, kita yang masih memiliki ibu harus bersyukur kepada-Nya karena masih
diberi kesempatan untuk merasakan kehadiran seorang ibu dalam hidup kita.

Anda mungkin juga menyukai