Anda di halaman 1dari 4

KAJIAN PUISI

Nama : Devi Ariani


Nim

: 201410080311152

Kelas : IIIC

AKU INGIN
aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

aku ingin mencintaimu dengan sederhana:


dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
Supardi Djoko Damono, 1989
Analisi puisi
1. Diksi, puisi memiliki pemilihan kata yang khas, kata-kata dalam puisi tidak sama
dengan yang dipakai sehari-hari. Penyair biasanya memilih susunan kata yang indah,
enak didengar, dan juga memiliki makna yang mendalam sehingga pembaca atau
-

pendengar dapat menikmati puisi tersebut.


Pemilihan kata yang digunakan penyair sangat sederhana, indah, dan mengandung arti

yang mendalam.
2. Tipografi, yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi
kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan
huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan
pemaknaan terhadap puisi.
3. Bunyi, dibentuk oleh rima dan irama.
-

Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata
dalam larik dan bait.

Irama (ritme) adalah pergantian tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut
ucapan bunyi. Timbulnya irama disebabkan oleh perulangan bunyi secara berturutturut dan bervariasi (misalnya karena adanya rima, perulangan kata, perulangan bait),
tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemahnya (karena sifat-sifat konsonan
dan vokal), atau panjang pendek kata.

4. Kalimat
5. Makna adalah unsur tujuan dari pemilihan kata, pembentukan larik dan bait. Makna
bisa menjadi isi dan pesan dari puisi tersebut. Melalui makna inilah misi penulis puisi
disampaikan.
6. Citraan (Unsur Imaji). Imaji merupakan gambaran yang ditimbulkan ketika membaca
puisi tersebut. Gambaran yang dimaksud bisa menyentuh pembaca atau pendengar
melalui indra manusia, pendengaran, penglihatan, perabaan, dll. Tujuan adanya Imaji
adalah agar pembaca atau pendengar mampu memahami dan benar-benar mengerti
makna dari puisi tersebut. Imaji biasanya dikategorikan kepada beberapa Citraan.
-

Citraan Penglihatan, yaitu pada baris ke dua dan ke tiga, yaitu kata yang tak sempat

diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu


7. Gaya bahasa. Dasar dari suatu susunan puisi adalah bahasanya. Setiap Penyair
memiliki gaya bahasa yang berbeda-beda, gaya bahasa ini menjadi pilihan penyair
sesuai dengan pikiran dan perasaan saat membuat puisi tersebut. Ada beberapa hal
yang menyebabkan perbedaan pemilihan kata pada puisi, diantaranya adalah bedanya
-

zaman, pengalaman hidup penyair, perbedaan tempat budaya, dll.


Gaya bahasa yang digunakan penyair cenderung santai, namun memiliki makna yang
dalam. Selain itu, penyair juga menggunakan bahasa sesuai dengan pemikirannya

mengenai cinta yang dapat dijadikan lebih sederhana.


8. Amanat/tujuan/maksud (itention), sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong
penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan
puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.

SAAT SEBELUM BERANGKAT


mengapa kita masih juga bercakap
hari hampir gelap
menyekap beribu kata di antara karangan bunga
di ruang semakin maya, dunia purnama

sampai tak ada yang sempat bertanya


mengapa musim tiba-tiba reda
kita di mana. Waktu seorang bertahan di sini
di luar para pengiring jenazah menanti
Supardi Djoko Damono, 1967

Analisi puisi
1. Diksi, pilihan kata yang digunakan penyair cenderung sederhana dan menggunakan
bahasa yang sangat mudah dipahami, namun memiliki arti yang sebenarnya lebih
mendalam.
2. Citraan,
9. Pada baris ke dua puisi: pada hari makin gelap, terdapat citraan indera penglihatan
yang seolah-olah berada dalam kegelapan dunia.
10. Pada baris pertama puisi: mengapa kita masih juga bercakap, terdapat indera
pendengaran yang menggambarkan kita masih dapat mendengar orang-orang yang
sedang berbicara.
3. Gaya bahasa, gaya bahasa penyair cenderung sederhana dan singkat.

BERJALAN DI BELAKANG JENAZAH


berjalan di belakang jenazah angin pun reda
jam mengerdip
tak terduga betapa lekas
siang menepi, melapangkan jalan dunia

di samping: pohon demi pohon menundukkan kepala


di atas: matahari kita, matahari itu juga
jam mengambang di antaranya
tak terduga begitu kosong waktu menghirupnya

Supardi Djoko Damono, 1967

Analisi puisi
1. Diksi, seperti puisi karya Sapardi pada umumnya, puisi ini memiliki gaya bahasa yang
sederhana dan mudah dipahami tanpa bertele-tele, akan tetapi sesungguhnya memiliki
makna yang lebih mendalam.
2. Citraan
11. Pada baris pertama: berjalan di belakang jenazah angin pun reda, merupakan citraan
penglihatan karena seakan-akan kita dapat melihat seseorang yang berjalan di
belakang jenazah
3. Gaya bahasa, gaya bahasa yang digunakan penyair sangat sederhana. Penyair
menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar tanpa ada ciri khas kedaerahan,
dll.

Anda mungkin juga menyukai