Anda di halaman 1dari 9

NAMA : CHINDY MATHILDA ARLIN

NIM : 18016108

MATA KULIAH : APRESIASI PROSA FIKSI

SINOPSIS NOVELTEMPAT PALING SUNYI

KARYA ARAFAT NUR

Novel ini menceritakan tentang kehidupan seorang lelaki yang sangat suka menulis,
namanya Mustafa. Cerita ini awalnya terjadi beriringan dengan perang di Aceh yang disambut
dengan perang rumah tangga Mustafa dan istrinya, Salma. Pun ibu mertua Mustafa yang
menghasut anaknya untuk selalu tak akur dengan Mustafa. Salma yang berpikiran dangkal, sama
dangkalnya dengan ibunya sendiri hanya mengikut saja, tanpa memikirkan perasaan Mustafa,
dan tidak sadar bahwa seorang istri harus patuh kepada suaminya sendiri.

Pernikahan antara Mustafa dengan Salma adalah sebuah neraka untuk kehidupan Mustafa
sendiri. Mustafa sempat menyesali dirinya yang bodoh, kenapa bisa jatuh hati kepada salma
hanya karena salma sempat memuji sebuah buku. Secepat itu dia jatuh hati, lalu dihadapkan
dengan seorang istri yang tak mengerti apapun tentang seorang penulis. Mustafa kerap kali
diganggu Salma ketika hendak menulis novel, tak lupa juga ibunya Salma ikut mengompori
permasalahan suami dan istri itu, dengan sindiran tajam seolah Mustafa adalah menantu yang
buruk.

Mustafa selalu dituduh dengan jahat oleh Salma dan Ibunya. Syarifah selalu menuduh
Mustafa menggelapkan uang gajinya sendiri, dan tidak mau membiayai hidup anaknya itu,
Salma. Salma begitu mudah terhasut dan memulai pertengkaran berkali-kali. Mustafa yang tak
bisa sabar hanya mengumpat dalam hati dengan menyebut istrinya itu keledai, yang kadang salah
pengucapan jadi kedelai.

Mustafa menulis naskah novel sambil mengerjakan tugasnya di Lamholk Computer,


sebagai juru ketik. Suatu hari, Mustafa bertemu seorang mahasiswa cantik yang minta tolong
mengetikkan tugasnya pada Mustafa di Lamholk Computer, Mustafa langsung jatuh hati melihat
perempuan cantik itu, dan semangatnya yang telah lama hilang dikubur istrinya itu sudah
kembali. Mendengar kabar kedekatan suaminya denan Riana, salma menuduh Mustafa yang
tidak-tidak, juga mencaci Riana. Kesabaran Mustafa sudah habis, dia memukul Salma. Salma
melaporkan hal tersebut pada pemuka adat setempat, juga tetangga-tetangganya, dengan niat
agar Mustafa merasa malu. Lama sekali Mustafa disudutkan oleh istrinya, Salma mulai menjadi-
jadi, hingga membuat Mustafa habis kesabaran dan mencekik Salma, istrinya itu hampir saja
mati. Syarifah yang menyaksikan hal itu malam menuduh Mustafa kerasukan Jin.

Lelah dengan semua pertengkaran, Mustafa kabur dari rumah. Ia tak sengaja bertemu
Riana yang ternyata tetangga Akmal, teman kerjanya di Lamholk Computer. Mereka sama-sama
jatuh cinta menikah diam-diam. Bersama Riana, Mustafa berhasil menyelesaikan novelnya
dengan judul "Tempat Paling Sunyi" yang sudah lama ditunggu penerbitannya, ternyata naskah
tersebut ditolak, lalu Mustafa mencetak buku yang ditulisnya itu sendiri, menggunakan uang
tabungnya juga uang tabungan Riana. Dia membagikan buku tersebut pada kerabat dan kawan-
kawannya. Sayangnya buku tersebut tak pernah dibaca orang-orang, karena semua menganggap
buku yang ditulis Mustafa tidak berguna. Pun istrinya yang pertama yaitu Salma, bergegas
kerumah Riana dan mengambil paksa semua buku-buku itu lalu membakarnya, hanya karena
pada halaman persembahan buku tersebut tak ada namanya, hanya ada nama Riana. Mustafa
ditemukan meninggal secara misterius, banyak yang mengatakan bahwa Mustafa bunuh diri, lalu
ada juga yang berpikiran bahwa Mustafa diracuni oleh Salma.

Didalam novel ini, tokoh utamanya sebenarnya bukan Mustafa, tetapi seorang penulis
yang menggambarkan tokoh "aku" dan menulis ulang kisah Mustafa yang ia telusuri sedikit-
demi sedikit dalam waktu yang cukup panjang. Bagian akhir cerita inipun cukup buram. Lalu
didalam novel ini penulis juga menyindirkan kurangnya minat baca bagi orang-orang daerah
sana. Arafat Nur juga menuliskan novelnya sambil menggambarkan betapa sulitnya rumah
tangga jika tak ada kejujuran didalamnya. Novel Tempat Paling Sunyi ini menjadi novel ke-tiga
setelah novel Lampuki dan Burung Terbang di Kelam Malam yang ditulis oleh Arafat Nur.
STRUKTUR TEKS NOVEL

No Struktur Teks Novel Kalimat dalam Teks

1 Abstrak Dia kerap melantur demikian manakala pikirannya buntu, kacau,


tidak sanggup lagi melanjutkan catatan yang tak kunjung selesai
dikerjakannya setelah lama melalui beberapa tahun yang tidak
pasti. Pada saat itu dia begitu gelisah, bingung, bimbang, dan
tertekan, sementara ragam persoalan pelik bermunculan saling
mengelindan dirinya, ditengah-tengah upaya kerasnya untuk
menyelesaikan novel.

2 Orientasi Istrinya mucul berdiri dimuka pintu, memandangi sosok lelaki


yang membelakanginya. Karena tak tahu apa yang mesti dibuat,
dia melangkah perlahan dan menghampiri ranjang untuk
merapikan seprai.

Setiba di Lamlhok Computer, dia termangu-mangu sendiri


memikirkan keadaan rumahnya yang aneh.

3 Komplikasi Salma mendatangi rumah Riana, merampas seluruh sisa novel


Mustafa dan membakarnya.

Banyak yang mengira Mustafa tidak bunuh diri, namun diracuni


oleh Salma.

4 Evaluasi Kelak aku memang harus membaca buku-buku yang telah


dibacanya dan aku tidak yakin apakah aku dapat memahami
sebaik yang dia kuasai- seperti yang diinginkan Riana, aku akan
mengumpulkan cerita-cerita yang ditulis Mustafa dan
menggabungkannya menjadi cerita yang utuh.
5 Resolusi Ternyata buku itu masih ada

Sejenak kemudian perhatianku beralih pada lemari kecil yang


hanya satu-satunya berada di ruangan itu, terletak pada bagian
sudut dekat salah satu pintu kamar.

Seketika aku amat sangat terkejut, ternyata buku itu masih ada,
aku hampir saja terpekik kemudian aku menyadarinya, aku harus
memenangkan diri.
6 Koda Peperangan tak pernah menyisakan apapun selain kepedihan
Rendahnya minat baca masyarakat dan satir kotornya permainan
elit politik di balik pencitraan suci mereka
DARI SEORANG TERKASIH

KARYA CHINDY MATHILDA ARLIN/18016108

Ini adalah catatan dari seorang kekasih, untukmu yang sudah jauh disana, semoga tenang
dan bahagia. Dia masih saja terlihat keren bagiku, senyumnya manis, dan sangat rajin. Namanya
Arfan, pacarku tiga tahun belakangan, mungkin saja lebih, karena sampai saat ini kami belum
memutuskan ikatan tersebut. Aku sangat mencintainya, mungkin sama dengan rasa cinta
orangtua kepada anaknya. Namun orangtua kekasihku ini berbeda, terlalu memaksakan kehendak
mereka berdua, dan menuntut banyak hal terhadap anaknya, hingga lupa, keinginan sang anak
yang sesungguhnya.

Singkat cerita, akulah perempuan satu-satunya yang mampu menaklukkan hati Arfan,
padahal fakultas kami sangat jauh posisinya, aku dari FBS dan Arfan dari FMIPA. Dia sangat
patuh kepada orangtuanya, yang menurutku ini cukup bodoh. Mengikuti kemauan orang tua,
masuk ke jurusan yang samasekali tidak dia suka, lalu mengasingkan diri sendirian karena lelah
dengan tugas perkuliahan. Dia anak orang kaya, tak ada yang tidak bisa ia dapatkan, kecuali
keinginannya sendiri, yaitu masuk di jurusan bahasa.

Hanya butuh waktu sebulan untuk aku melihat senyumnya, setelah sekian lama mengejar
dan memastikan bahwa aku mampu membuat dia bahagia. Ini adalah sebuah kebalikan yang
benar-benar nyata, rasanya aku seperti berada di posisi seorang lelaki, yang mengejar wanita dan
menungguinya setiap sore sepulang kuliah, hanya untuk memastikan dia harus baik-baik saja
sampai dirumah.

Setelah satu bulan memastikan masakan yang aku masak tidak mengandung racun juga
obat-obatan yang membuat dia menerima cintaku, dia memakannya, dan itu perdana. Kami
berada di ruang yang sama, dan ini juga perdana, setelah sekian lama hanya melihat rumahnya
dibalik pagar hitam itu. Aku menyusuri sudut-sudut rumahnya, lengkap sekali, dan hanya dia
yang tinggal disini, sendirian. Aku menemukan satu ruangan yang begitu indah, tak bisa
dipungkiri, ruangan ini sama dengan ruangan yang aku inginkan suatu saat nanti. Perpustakaan
yang memiliki novel-novel lengkap, juga buku-buku kumpulan puisi, semuanya ada. Aku
semakin nyaman duduk disini, sambil membaca buku yang belum sempat kubeli sendiri.
Arfan membiarkan saja, apa yang kulakukan, dia tak dapat melarang apapun, karena
malas berdebat. Anak itu sangat tampan, sesekali aku juga ingin melihat wajahnya yang marah,
tapi tidak pernah, karena dia terlalu sombong dan mukanya sangat datar. Entah dengan mantra
apa aku bisa menakhlukkan hatinya, setelah makan masakanku, sambil mengancam dan dia
mengiyakan. "Makanannya habis, sebelum memasak aku sudah berjanji pada diriku sendiri,
bahwa jika masakannya habis kamu makan, kamu harus jadi pacarku" semudah itu aku
mengancamnya, dia yang sudah terlanjur menghabiskan makanan, bisa apa? Selain mengiyakan
bukan?

Hari setelah kami bersama semakin berwarna. Aku yang dulunya selalu menunggu dia
didepan parkiran, mendadak selalu dijemput tanpa menghubungiku duluan. Kami selalu
mengabadikan momen bersama, jalan-jalan dan makan malam, rutinitas yang tak bisa
dilewatkan. Setiap pagi mobilnya sudah terparkir dengan manis didepan kosan ku, aku
tersenyum setiap kali ada jemputan, yaitu dari dia. Dia pendiam, tapi romantis juga.

Satu tahun berlalu, kami melewati hari-hari dengan bahagia. Dia yang selalu
menjemputku mendadak hilang kabar. Aku meninggalkan perkuliahan dan buru-buru
menemuinya di rumah sakit, katanya hanya demam biasa. Kami pergi berdua ke optik untuk
mengganti kacamatanya yang baru, karena silindris dan minus matanya semakin bertambah, hal
ini yang membuat sakit kepalanya tak bisa hilang, katanya. Diperjalanan pulang, dia memintaku
membuka laptopnya, dan mengirimkan tugas dari file yang dia perintahkan, karena dia sedang
menyetir, atau mungkin tak ingin melihat layar laptop? Karena sakit kepalanya belum juga reda.

Dia paksakan diri untuk menyetir, walaupun aku selalu memberontak dan menekankan bahwa
aku bisa menyetir, dan minta bergantian posisi, dia juga sedang sakit, tak bisa aku biarkan, tapi
mohonku tak didengarkan.

Sembari mengirimkan file tugas yang ia minta, aku menemukan catatan-catatan aneh
yang ia tulis dari beberapa tahun yang lalu. Semuanya mengarah pada kalimat "aku benci angka,
tapi angka adalah kehidupan" aku juga menemukan judul tulisan tentang mama dan papa, tapi
tak sempat kubaca satu persatu. Dia adalah seorang penulis yang handal, dia penulis terkeren
menurutku, tapi kenapa tidak dipublikasikan?
Aku menemukan jawabannya satu tahun kemudian, alasannya sangat bodoh, ketika dia
mati dia tak ingin tulisannya masih hidup. Meski jawaban itu dia lontarkan melalui gurauan,
hatiku tetap bersedih mendengarnya. Padahal jika dihitung-hitung, hampir dua puluh buku bisa
diterbitkan dengan judul yang berbeda. Dia suka menulis puisi, tapi hampir dua tahun hubungan
kami, tak pernah satupun aku dihadiahi puisi.

Hari semakin berlanjut, aku selalu berusaha memaksakan pertemuan kami setiap waktu,
dia mulai mengeluh dan berikan alasan sibuk, banyak tugas-tugas yang tidak dia pahami, juga
sempat mencaci aku yang kuliah di jurusan bahasa, bisa santai-santai saja, tidak seperti dia. Apa
yang bisa kulakukan selain sabar, tugasnya memang banyak, begitupun aku, dan setahuku yang
namanya mahasiswa tentu disibukkan dengan tugas, bukan hanya dia saja. Oh mungkin dia
memang sibuk di semesternya yang sekarang, aku masih semester dua, dia sudah semester enam.
Wajar saja.

Tetapi mendengar hal itu, aku sedikit mengundurkan niat untuk bertemu dia, walaupun di
hari Minggu kupaksakan kerumahnya, seperti biasa, menghidangkan makanan yang dia suka.
Raut wajahnya semakin hari semakin berubah, dia mulai kurus. Aku selalu jadi bahan masalah
untuknya. Semakin hari dia semakin membentakku. Aku tak pernah kalah, caranya kepadaku
seolah dia sudah lelah dan menyerah, ingin melepaskan aku. Tapi tidak, aku bukan perempuan
yang lemah dan mudah berpisah begitu saja.

Sakitnya semakin menjadi, aku yang selalu dilarang menemui orangtuanya itu tak bisa
patuh lagi, kuhubungi berkali-kali dan menemui orangtuanya dirumahnya yang satu lagi, cukup
jauh. Setelah hampir tiga jam perjalanan, aku sudah sampai dirumah orangtua Arfan, ternyata
Arfan anak tunggal, pantaslah keinginannya selalu terpenuhi. Diberikan rumah sendiri, mobil,
semuanya lengkap. Dengan sedikit berdebat, aku, mama dan papa Arfan pergi menemui Arfan.
Diperjalanan, aku menceritakan semua tulisan-tulisan yang ditulis Arfan, termasuk memuji Arfan
karena terlalu patuh terhadap orangtuanya yang selalu sibuk, Arfan juga butuh perhatian dan
kasih sayang orangtua, bukan hanya uang.

"Tante sadar tidak? Dia tidak suka belajar di FMIPA, katanya tante yang memaksa dia ambil
jurusan itu, kenapa sih tidak biarkan saja dia jadi penulis?" Ibunya semakin naik pitam
mendengar itu, dia menceramahiku habis-habisan, katanya penulis tak akan punya penghasilan
yang bagus untuk masadepan anaknya.Bodohnya, aku menerima perdebatan ini tanpa menyadari
bahwa mobil yang kutumpangi saat ini adalah mobil mereka berdua.

Hari ini adalah hari yang sangat-sangat ingin aku lupakan, yaitu satu tahun kepergian
Arfan. Saat itu, jika aku tak menemui kedua orangtuanya, mungkin saja mereka tak akan pernah
mendengar suara anaknya untuk yang terakhir kali. Meskipun jawaban dari perdebatan kami
adalah hal yang aneh dan tidak seluruhnya jawabanku benar, tetapi ibu Arfan mengatakan aku
memang benar dan menyesali hal itu. Kini kisah kami tinggal kenangan, hanya aku, ibu dan
ayahnya yang boleh membaca tulisan-tulisan yang ditulis Arfan, sangat-sangat indah.

Karena terlalu rindu, aku kadang kembali kerumah Arfan dan membersihkannya seorang
diri, untuk pertama kalinya aku menjamahi kamar tidur Arfan, membuka lemari kecilnya dan
menemukan botol obat-obatan, tumor otak. Bodohnya aku sebagai seorang kekasih, yang tidak
menyadari penyakit pacarnya sendiri. Hari-hariku habis untuk menangis dan berulang kali
membaca puisi-puisi yang ditulis Arfan, sebelum tidur selalu menyempatkan membaca ulang
novel yang ditulis Arfan. Aku juga menemukan catatan bahwa notebook lama Arfan sengaja
diambil ibunya, karena orangtuanya tak suka Arfan selalu merangkai cerita yang tak jelas dan
tidak ada gunanya.

Pagi itu, karena terlalu rindu, lagi dan lagi. Aku menyusuri jejak-jejak Arfan. Menemui
wali kelas Arfan di SD nya dulu, yang kebetulan tidak jauh dari kota tempat aku kuliah. Kata
guru-gurunya di SD, Arfan sangat suka membaca buku, tapi tidak suka belajar matematika, anak
itu seperti terkena penyakit Dyscalculia, yaitu penyakit seseorang yang tak suka angka, tapi
entah kenapa melanjutkan kuliah di jurusan matematika. Aku memperbaiki pandangan guru-
gurunya, karena ada perusahaan orangtua yang menanti putranya bekerja disana.

Beribu maaf untuk kekasihku, aku mencintaimu hingga tak bisa melupakanmu.

Atas tulisan ini, kumohon sayang, bahagialah disurga sana.

05:44-07:58 WIB

18 Februari 2020

-Matilda

Anda mungkin juga menyukai