Nur Sutan Iskandar (lahir di Sungai Batang, Sumatera Barat, 3 November 1893 –
meninggal di Jakarta, 28 November 1975 pada umur 82 tahun) adalah sastrawan
Angkatan Balai Pustaka.
Nur Sutan Iskandar memiliki nama asli Muhammad Nur. Seperti umumnya
lelaki Minangkabau lainnya Muhammad Nur mendapat gelar ketika menikah. Gelar Sutan
Iskandar yang diperolehnya kemudian dipadukan dengan nama aslinya dan Muhammad Nur
pun lebih dikenal sebagai Nur Sutan Iskandar sampai sekarang.
Setelah menamatkan sekolah rakyat pada tahun 1909, Nur Sutan Iskandar bekerja
sebagai guru bantu. Pada tahun 1919 ia hijrah ke Jakarta. Di sana ia bekerja di Balai Pustaka,
pertama kali sebagai korektor naskah karangan sampai akhirnya menjabat sebagai Pemimpin
Redaksi Balai Pustaka (1925-1942). Kemudian ia diangkat menjadi Kepala Pengarang Balai
Pustaka, yang dijabatnya 1942-1945.
Nur Sutan Iskandar tercatat sebagai sastrawan terproduktif di angkatannya. Selain
mengarang karya asli ia juga menyadur dan menerjemahkan buku-buku karya pengarang
asing seperti Alexandre Dumas, H. Rider Haggard dan Arthur Conan Doyle.
Dari perkawinannya dengan Aminah itu, Nur Sutan memperoleh lima anak:
Dua dari lima anaknya, yaitu Nursinah Supardo dan Nursjiwan Iskandar menuruni
bakatnya, gemar dengan dunia karang mengarang.
Nur Sutan Iskandar menamatkan pendidikan sekolah rakyatnya pada tahun 1909.
Setahun berikutnya, ia diangkat menjadi guru bantu di sekolah yang sama. Setelah itu, ia
pindah ke kota Padang. Selanjutnya tahun 1919, ia meninggalkan kota Padang dan hijrah ke
Jakarta. Di Jakarta, ia bekerja di Balai Pustaka mengoreksi naskah-naskah karangan yang
masuk ke redaksi. Ia mendapat tugas itu dari Sutan Muhammad Zein, Pemimpin Balai
Pustaka saat itu. Di Balai Pustaka itulah, ia banyak memperoleh pengalaman dan
pengetahuan mengenai dunia karang mengarang dan juga mulai terasah bakatnya ke arah itu.
Meskipun hanya berijazah sekolah dasar, Nur Sutan Iskandar dikenal sebagai orang
yang haus akan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, sambil bekerja ia terus berusaha untuk
menambah pengetahuannya, baik secara formal maupun nonformal. Pada tahun 1921, ia
dinyatakan lulus dari Kleinambtenaar ‘pegawai kecil’ di Jakarta dan tahun 1924, ia juga
mendapat ijazah dari Gemeentelijkburen Cursus ‘Kursus Pegawai Pamongpraja’ di Jakarta.
Sementara itu, ia juga terus memperdalam kemampuan berbahasa Belandanya.
Tokoh Angkatan Balai Pustaka ini (seangkatan dengan Merari Siregar, Marah Rusli,
dan Hamka) menghembuskan nafasnya yang terakhir di Jakarta, pada usia 82 tahun,
tepatnya tanggal 28 November 1975.
a) Karya Asli
1923)
(19) Megah Cerah: Bacaan untuk Murid Sekolah Rakyat Kelas III (Jakarta: JB Wolters,
1952)
(20) Peribahasa (Karya bersama dengan K. Sutan Pamuncak dan Aman Datuk Majoindo.
Jakarta: JB Wolters, 1946)
b) Karya Saduran
Wolters, 1952).
c) Karya Terjemahan
(1) Tiga Orang Panglima Perang (Alexander Dumas: Balal Pustaka, 1922)
(2) Dua Puluh Tahun Kemudian (Alexander Dumas. Jakarta: Balai Pustaka, 1925)
(3) Graaf de Monte Cristo I–IV (Alexander Dumas. Jakarta: Balai Pustaka, 1925)
(4) Belut Kena Ranjau I–Il (Banonesse Orczy. Jakarta: JB Wolters, 1951)
(5) Anjing Setan (A. Conan Doyle. Jakarta: Balai Pustaka, 1928)
(6) Anak Perawan di Jalan Sunyi (A. Conan Doyle. Jakarta: Balai Pustaka, 1928)
(7) Gudang Intan Nabi Sulaeman (H. Rider Haggard. Jakarta: Balai Pustaka, 1929)
(8) Kasih Beramuk dalam Hati (Beatrice Harraden. Jakarta: Balai Pustaka, 1931)
(9) Memperebutkan Pusaka Lama (Edouard Kijzer. Jakarta: Balai Pustaka 1932) V
(10) Iman dan Pengasihan I–IV (H. Sienkiewicz. Jakarta: Balai Pustaka, 1933)
(12) Perjalanan Ahmad ke Eropa (N.K. Bieger. Jakarta: Balai Pustaka, 1940)
(13) Sayur-Sayuran Negeri Kita (J.J. Ochse. Jakarta: Balai Pustaka, 1942)
(14) Pablo (Lidow. Jakarta: Penerbit dan Balai Buku Indonesia, 1948)