Profil
Sutan Takdir Alisjahbana (STA) adalah seorang budayawan, sastrawan dan ahli tata bahasa
Indonesia. Ia juga salah seorang pendiri Universitas Nasional, Jakarta. Sebagai seorang
sastrawan ia memiliki karya yang terkenal diantaranya Layar Terkembang, dan Dian yang
Tak Kunjung Padam.
Keluarga
Sutan Takdir Alisjahbana lahir di Natal, Sumatera Utara, pada 11 Februari 1908. Ibunya, Puti
Samiah adalah seorang Minangkabau yang telah turun temurun menetap di Natal, Sumatera
Utara. Puti Samiah merupakan keturunan Rajo Putih, salah seorang raja Kesultanan Indrapura
yang mendirikan kerajaan Lingga Pura di Natal. Dari ibunya, STA berkerabat dengan Sutan
Sjahrir, perdana menteri pertama Indonesia. Ayahnya, Raden Alisyahbana gelar Sutan Arbi,
ialah seorang guru. Kakek STA dari garis ayah, Sutan Mohamad Zahab, dikenal sebagai
seseorang yang memiliki pengetahuan agama dan hukum yang luas. Di atas makamnya
tertumpuk buku-buku yang sering disaksikan terbuang begitu saja oleh STA ketika dia masih
kecil. Kabarnya.
Ketika kecil STA bukan seorang kutu buku, dan lebih senang bermain-main di luar. Setelah
lulus dari sekolah dasar pada waktu itu, STA pergi ke Bandung, dan seringkali menempuh
perjalanan tujuh hari tujuh malam dari Jawa ke Sumatera setiap kali dia mendapat liburan.
Pengalaman ini bisa terlihat dari cara dia menuliskan karakter Yusuf di dalam salah satu
bukunya yang paling terkenal: Layar Terkembang.
Menikah
STA menikah dengan tiga orang istri serta dikaruniai sembilan orang putra dan putri. Istri
pertamanya adalah Raden Ajeng Rohani Daha (menikah tahun 1929 dan wafat pada tahun
1935) yang masih berkerabat dengan STA. Dari R.A Rohani Daha, STA dikaruniai tiga orang
anak yaitu Samiati Alisjahbana, Iskandar Alisjahbana, dan Sofyan Alisjahbana. Tahun 1941,
STA menikah dengan Raden Roro Sugiarti (wafat tahun 1952) dan dikaruniai dua orang anak
yaitu Mirta Alisjahbana dan Sri Artaria Alisjahbana. Dengan istri terakhirnya, Dr. Margaret
Axer (menikah 1953 dan wafat 1994), STA dikaruniai empat orang anak, yaitu Tamalia
Alisjahbana, Marita Alisjahbana, Marga Alisjahbana, dan Mario Alisjahbana.
Putra sulungnya, Iskandar Alisjahbana pernah menjabat sebagai Rektor ITB, serta mertua
dari Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas pada Kabinet
Indonesia Bersatu II, Armida Alisjahbana. Iskandar juga dikenal sebagai "Bapak Sistem
Komunikasi Satelit Domestik Palapa." Sofjan dan Mirta Alisjahbana merupakan pendiri
majalah Femina Group.
Kehidupan
Pendidikan
Kweekschool, Bukittinggi.
Dr. Honoris Causa dari Universitas Indonesia (1979) dan Universitas Sains Malaysia,
Penang, Malaysia (1987).
Karier
Guru besar Bahasa Indonesia, Filsafat Kesusastraan dan Kebudayaan di Universitas Nasional,
Jakarta (1950-1958).
STA merupakan salah satu tokoh pembaharu Indonesia yang berpandangan liberal. Berkat
pemikirannya yang cenderung pro-modernisasi sekaligus pro-Barat, STA sempat berpolemik
dengan cendekiawan Indonesia lainnya. STA sangat gelisah dengan pemikiran cendekiawan
Indonesia yang anti-materialisme, anti-modernisasi, dan anti-Barat. Menurutnya, bangsa
Indonesia haruslah mengejar ketertinggalannya dengan mencari materi, memodernisasi
pemikiran, dan belajar ilmu-ilmu Barat.
Karya-karyanya
Sebagai penulis
Sebagai editor
Sebagai penerjemah
Penghargaan
SOFIA ANUGERAH
NADIA DESTYNI
KELAS :