Anda di halaman 1dari 11

KABUPATEN BREBES DALAM PERSPEKTIF KEBUDAYAAN

Amri Fadhilah Ahmad


Amrifadhilah@students.undip.ac.id // 13010219420011
Magister Ilmu Susastra Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Diponegoro

1. Pendahuluan

Manusia pada dasarnya selain makhluk sosial, juga merupakan makhluk yang berbudaya.

Setiap manusia yang berada dalam lingkungan sosial dari skala kecil seperti keluarga

hingga skala yang lebih besar seperti lingkungan kerja maupun dalam suatu wilayah-

wilayah tertentu tidak akan dapat lepas dari budaya. Budaya merupakan buah pikiran

manusia yang dapat berupa materi (pakaian, senjata, aksesoris) maupun non-materi

(bahasa, hukum, adat istiadat, aturan, dan sebagainya). Kebudayaan tidak dapat lepas dari

kehidupan manusia sebagai makhluk sosial, karena dengan kebudayaan kehidupan

bermasyarakat menjadi lebih tertata, begitu pula sebaliknya, budaya tidak akan ada jika

tidak ada manusia, budaya tidak akan ada jika manusia tidak menggunakan akalnya untuk

berpikir, sehingga muncul istilah manusia yang tidak berbudaya.

Hakikatnya, definisi budaya atau kebudayaan oleh para ahli amat banyak. Hal ini

karena para ahli memandang budaya dari sudut pandang yang berbeda satu sama lain.

Misalnya saja definisi deskriptif yaitu menekankan pada unsur-unsur yang ada dalam

kebudayaan, definisi historis menekankan bahwa kebudayaan berasal dari peninggalan

atau warisan masa lalu yang harus diikuti oleh sekelompok masyarakat, definisi normatif

menekankan pada aturan hidup dan tingkah laku, ada pula definisi psikologis karena

berfungsi sebagai pedoman menjalani hidup dan menyelesaikan problematika kehidupan,

definisi structural yang menekankan pada sifat kebudayaan yang memiliki pola sistem

1
yang teratur, dan yang terakhir yaitu definisi genetic yang menekankan budaya sebagai

hasil buah pikiran manusia.1

Melalui kebudayaan, kita dapat membedakan ciri khas atau karakteristik kelompok

masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh, dalam hal bahasa daerah

terutama bahasa Jawa di Jawa Tengah. Menurut C. Kluckhohn dan Koentjoroningrat

bahasa sebagai simbol dapat berupa seni, ucapan, dan lain sebagainya. Bahasa Jawa di

Jawa Tengah bagian barat (Brebes, Tegal, Pemalang) dengan bahasa Jawa Tengah bagian

Timur (Semarang, Solo, Klaten) sudah memiliki perbedaan yang amat mencolok dan

masing-masing menjadi karakteristik, menjadi simbol wilayah-wilayah tersebut, Brebes

dengan khas ngapaknya. Semarang, Solo dan sekitarnya dengan khas Jawa halusnya ala

keraton.

2. Wujud Kebudayaan

Menurut Koentjaraningrat kebudayaan terbagi menjadi tiga wujud yaitu sistem ide
(ideas), sistem aktivitas (activities), dan sistem artefak (artifacts).
2.1. Sistem Ide
Dalam sistem ini, wujud kebudayaan bersifat abstrak, tidak dapat diraba secara fisik
maupun diambil gambarnya. Sistem ide ini hanya dapat dirasakan dalam aktivitas sehari-
hari yang dilakukan oleh masyarakat. Sistem kebudayaan ini merupakan sistem yang
terbentuk dari ide-ide, gagasan-gagasan yang berfungsi sebagai pedoman dalam
kehidupan manusia. Sistem ini terdapat pada pikiran-pikiran masyarakat yang menganut
kebudayaan tersebut karena setiap masyarakat memiliki karakteristik kebudayaannya
sendiri.
Kebudayaan dalam wujud sistem ini yaitu berupa norma, nilai-nilai, adat istiadat,
agama, hukum dan undang-undang. Sebagai contoh, norma sosial tidak tercatat dalam
literatur namun dipatuhi oleh kelompok masyarakat secara turun temurun. Misalnya,
norma kesopanan dalam masyarakat Jawa ketika berjalan dan lewat di hadapan orang

1
Mujib, Ahmad. 2009. “Hubungan Bahasa dan Kebudayaan (Perspektif Sosiolinguistik”. STAIN Ponorogo : Jurnal
Adabiyyat Volume 8, Nomor 1, Halaman 141-154. https://www.researchgate.net/publication/. (diakses 13 September
2020)

2
terutama orang tua, dianjurkan untuk sedikit menundukkan badan, atau etika saat bertamu
ke rumah seseorang. Adapun kebudayaan dengan sistem ide ini secara konkret ada pada
suatu peraturan tertulis atau undang-undang.
2.2. Sistem Aktivitas
Sistem kebudayaan ini berupa aktivitas-aktivitas atau kegiatan salimg berinteraksi
antara manusia yang satu dengan yang lainnya di lingkungan masyarakat, yang kemudian
membentuk suatu pola-pola tertentu yang berdasarkan pada adat tata kelakuan. Sistem
ini juga disebut sebagai sistem sosial, dengan sifatnya yang konkret, dapat dilihat dan
dapat didokumentasikan. Sebagai contoh yaitu upacara-upacara yang biasa dilakukan
oleh masyarakat, entah itu upacara adat, upacara pernikahan, upacara kematian, dan lain
sebagainya.
2.3. Sistem Artefak
Wujud kebudayaan dalam sistem ini merupakan wujud paling konkret karena
wujudnya berupa fisik, berasal dari hasil cipta karsa karya pemikiran atau ide manusia,
seperti senjata, makanan, pakaian, tar. Sebagai contoh yaitu makanan khas yang dimiliki
oleh setiap daerah, seperti Brebes dengan telur asinnya, Pemalang dengan nasi
grombyangnya, Semarang dengan lumpia dan bandeng prestonya, dan makanan-makanan
khas lainnya yang merupakan hasil kreativitas manusia.
Ketiga wujud kebudayaan yang telah disebutkan, dalam kehidupan masuia tidak
dapat dilepaskan dan saling berkaitan satu sama lain. Misalnya, dalam hal kepercayaan
atau keagamaan. Sistem ide ada pada konsep percaya kepada Tuhan, mengikuti perintah-
Nya dan menjauhi larangan-Nya. Wujud sistem aktivitasnya adalah ada pada kegiatan
peribadatan yang dilakukan oleh setiap umat beragama, dan sistem artefaknya terdapat
pada wujud kitab, tasbih, dupa, dan sebagainya.
3. Unsur-Unsur Kebudayaan
Unsur-unsur kebudayaan merupakan hasil cipta karsa karya pemikiran manusia, menurut
Kluckhohn dan Koentjaraningrat terdapat 7 unsur kebudayaan yang meliputi ;
3.1. Sistem Bahasa
Bahasa merupakan suatu alat yang digunakan manusia untuk berkomunikasi dan
berinteraksi satu sama lain. Bahasa baik lisan, tulisan, maupun bahasa isyarat berbeda-
beda satu dengan yang lainnya. Bahasa juga dapat dikatakan sebagai unsur kebudayaan
yang bersifat universal yang dikembangkan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan

3
manusia lainnya, baik dengan yang masih dalam satu kelompok maupun dengan
kelompok lainnya.
Koentjaraningrat mengatakan bahwa menentukan batas daerah penyebaran bahasa
sulit dilakukan karena daerah perbatasan tempat tinggal individu merupakan tempat yang
sangat intensif dalam menjalin interaksi dan komunikasi sehingga proses saling
mempengaruhi perkembangan bahasa sering terjadi.2
3.2. Sistem Pengetahuan
Sistem ini bersifat abstrak, sebab ada dalam pikiran-pikiran manusia yang berupa
ide dan gagasan. Sistem pengetahuan merupakan sistem yang tidak mengenal batas, sebab
mencakup berbagai hal yang digunakan dalam kehidupannya. Setiap manusia yang
tergabung dalam suatu kelompok masyarakat, atau suku-suku bangsa memiliki sistem
pengetahuannya sendiri, yang biasanya bertumpuan pada sistem pengetahuan alam,
binatang, tumbuh-tumbuhan dan manusia-manusia yang ada di sekitarnya. Tanpa sistem
pengetahuan manusia tidak akan dapat bertahan menjalani kehidupan.
Pengetahuan merupakan suatu kodrat yang ada pada dalam diri manusia yang selalu
ingin tahu. Perasaan tersebutlah yang mendorong manusia memperoleh pengetahuannya.
Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang dapat dirasakan oleh panca indera manusia
yang didapatkan dari proses pengamatan. Intuisi, logika berpikirm serta wahyu Tuhan,
Perkembangan suatu pengetahuan yang sistematis dan logis kemudian melahirkan ilmu
pengetahuan.
3.3. Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial
Koentjaraningrat (dalam L dan Atiek, 2009:62) setiap kelompok masyarakat
kehidupannya diatur oleh adat istiadat dan aturan-aturan mengenai erbagai macam
kesatuan di dalam lingkungan di mana dia hidup dan bergaul dari hari ke hari. Manusia
merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, manusia selalu membutuhkan
manusia lain untuk menjalani kehidupannya. Interaksi antarmanusia inilah yang
kemudian menghasilkan berbagai macam cara pengorganisasian sosial yang kemudian
disepakati oleh anggota masyarakat lainnya. Sistem ini meliputi sistem kekerabatan atau

2
L, Siany dan Atiek Catur B. 2009. Khazanah Antropologi. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional.

4
keluarga hingga pada organisasi sosial yang jauh lebih luas seperti perkumpulan, asosiasi,
dan hingga akhirnya sampai pada negara.
3.4. Sistem Peralatan dan Teknologi
Demi menunjang dan mempertahankan kehidupannya, manusia akan selalu berpikir,
mencari ide kemudian berusaha merealisasikannya, dalam hal ini adalah peralatan dan
teknologi yang dapat membantu di kehidupan sehari-hari. Seiring perkembangan jaman,
peralatan dan teknologi yang diciptakan dan digunakan manusia semakin canggih dari
yang sederhana hingga modern seperti peralatan rumah tangga, transportasi, alat
komunikasi, produksi dan teknologi lainnya. Adapun pakaian, rumah, senjata, perhiasan,
berbagai macam makanan dan minuman merupakan wujud dari perkembangan budaya
dan teknologi.
3.5. Sistem Ekonomi (Mata Pencaharian)
Berburu, meramu, beternak, menangkap ikan, serta bercocok tanam adalah jenis-
jenis mata pencaharian manusia yang tertua dan sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Hingga
saat ini jenis-jenis mata pencaharian tersebut masih terus dilakukan oleh masyarakat yang
tinggal di pedesaan, tidak sedikit pula masyarakat yang kini beralih ke mata pencaharian
lain.
3.6. Sistem Religi
Di dalam etiap kebudayaan dari mana pun asalnya, sistem religi atau kepercayaan
akan selalu ditemukan meskipun dalam bentuk yang berbeda satu sama lain. Sistem ini
erat kaitannya dengan kekuatan yang berada dari luar diri manusia. Kepercayaan terhadap
animism, dinamisme, dewa, serta kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan
bukti-bukti unsur religi dalam kebudayaan. Dalam sistem religi terdapat 3 unsur yang
harus dipahami selain emosi keagamaan, yakni sistem keyakinan, sistem upacara
keagamaan, dan umat ynag menganut religi itu ( L dan Atiek, 2009:70).
3.7. Kesenian
Kesenian sangat erat kaitannya dengan rasa estetika atau keindahan yang dimiliki
oleh setiap manusia. Rasa estetika inilah yang kemudian melahirkan berbagai macam
bentuk kesenian yang saling berbeda antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang
lainnya. Kesenian terbagi menjadi beberapa jenis yaitu seni musik yang terdiri dari seni
instrumental dan seni vocal, seni gerak yang terdiri dari seni tari atau seni drama, yaitu
suatu seni yang dapat ditangkap dengan indera penglihatan. Adapun seni sastra yang

5
terdiri dari seni puisi dan prosa, sedangkan seni rupa terdiri dari seni ukir, relief, lukis,
rias, dan sebagainya.
4. Brebes Dalam Perspektif Kebudayaan
Brebes merupakan kabupaten di ujung Barat Provinsi Jawa Tengah yang berbatasan
langsung dengan Provinsi Jawa Barat. Secara geografis wilayah Brebes bagian Selatan
berbatasan langsung dengan eks-Karesidenan Banyumas, bagian Timur berbatasan
langsung dengan Kabupaten Tegal, kemudian di bagian barat berbatasan langsung dengan
eks-Karesidenan Cirebon, dan sebelah utara Brebes adalah Laut Jawa. Berdasarkan letak
geografis tersebut dapat diketahui pula bahwa Brebes diapit oleh wilayah-wilayah yang
memiiiki kebudayaan yang sama sekali berbeda, yaitu kebudayaan Sunda dan
kebudayaan Jawa. Hal ini menyebabkan masyarakat Brebes menjadi masyarakat yang
multietnik, yaitu kelompok Jawa, Jawa-Sunda, serta kelompok Sunda sendiri. Kondisi
masyarakat yang multietnik tersebut pun menjadikan masyarakat Brebes juga menjadi
masyarakat yang Dwibahasa, atau lebih tepat multibahasa.
Kabupaten Brebes terdiri dari 17 kecamata, 5 kelurahan, dan 292 desa. Beberapa
wilayah Brebes yang menggunakan bahasa dan kebudayaan Sunda atau Jawa-Sunda yaitu
sebagian Kecamatan Ketanggungan dan Bantarkawung, Kecamatan Salem, Larangan,
Banjarharjo, dan Losari. Bagian Brebes Selatan juga cukup unik, bahasa ngapak yang
digunakan oleh masyarakat mengalami asimilasi dengan bahasa Banyumasan, di
antaranya yaitu di Kecamatan Paguyangan, Bumiayu, Sirampog, dan Tonjong.
Sedangkan yang masih kental dengan bahasa ngapak khas pesisir pantai utara yaitu
Kecamatan Brebes, Jatibarang, Songgom, Tanjung, Kersana, Bulakamba, dan Wanasari.
4.1. Karakteristik Bahasa Brebes
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, bahasa merupakan salah satu unsur
budaya. Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berkomunikasi satu sama
lain, bahasa dapat pula menjadi simbol kebudayaan dan karakteristik suatu daerah.
Berbeda bahasa, berbeda pula kebudayaan yang dimiliki. Bahasa merupakan salah satu
unsur budaya yang dinamis, sebab setiap waktu bahasa dapat mengalami rekonstruksi
maupun dekonstruksi. Maka dapat disimpulkan bahwa bahasa daerah merupakan bagian
dari sebuah kebudayaan masyarakat yang bersifat dinamis yaitu mengalami perubahan-
perubahan yang tentunya juga bisa mengarah pada pergeseran bahasa jika tidak
diperhatikan dengan seksama (Setyawan, 2011:66).

6
Daerah Brebes dikenal dengan bahasa ngapak, tetapi tidak semuanya berbahasa
ngapak. Wilayah Brebes bagian Barat yang berbatasan langsung dengan Jawa Barat,
masyarakat setempat menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa sehari-hari, nama desa
maupun dusun pun banyak yang memakai bahasa Sunda. Adapun salah satu dusun
bernama Dusun Jalawastu yang terletak di Desa Ciseureuh Kecamatan Ketanggungan,
masyarakatnya dapat menggunakan bahasa Jawa Brebes, bahasa Sunda Brebes dan
bahasa Indonesia. Bahasa Jawa Brebes atau ngapak mereka gunakan untuk
berkomunikasi dengan masyarakat lain dari desa lain di luar Dusun Jalawastu, bahasa
Sunda mereka gunakan untuk komunikasi dengan sesama warga dusun Jalawastu maupun
warga desa Ciseureuh lainnya. Sadangkan bahasa Indonesia mereka gunakan pada acara-
acara formal yang biasanya menghadirkan pejabat-pejabat di Brebes, maupun untuk
berkomunikasi dengan tamu dari luar Brebes. Tidak jarang pula masyarakat sering
mencampurkan bahasa Sunda, bahasa Jawa ngapak, dengan bahasa Indonesia ketika
berbincang. Contohnya adalah sebuah perbincangan di balai desa sebagai berikut
Konteks : Pada saat akan pulang, Kaur Umum bertemu dengan Karnadi yang
mencari Sekretaris Desa.
Kaur Umum : Priben….pan ketemu saha eta!?
“Bagaimana… mau bertemu siapa ini!”
Karnadi : Kaya kiye… perluna rek ketemu karo carike!
“Begini.. perlunya mau bertemu dengan sekretaris desa!” 3
Pada percakapan di atas, Priben, pan ketemu, kaya kiye, merupakan bahasa daerah
Brebes. Sedangkan saha eta, perluna rek ketemu karo carike adalah bahasa Sunda. Hal
ini menunjukkan bahwa terjadi asimilasi bahasa di wilayah Brebes, terutama wilayah
Brebes tengah hingga paling Barat yang berbatasan langsung dengan wilayah dengan
kebudayaan Sunda yaitu Cirebon dan Kuningan.
Selain itu, jika diperhatikan dengan seksama, dialek serta intonasi bahasa yang
digunakan masyarakat Brebes Selatan dengan masyarakat Brebes bagian Utara meskipun
masih dalam satu rumpun ngapak, keduanya memiliki perbedaan yang cukup signifikan.
Sebab, dialek bahasa ngapak masyarakat Brebes Selatan lebih dipengaruhi oleh dialek

3
Yuniawan, Tommi. 2005. Campur Kode pada Masyarakat Etnik Jawa-Sunda: Kaman Sosiolinguistik dalam Ranah
Pemerintahan di Kabupaten Brebes. Jurnal Humaniora, 17(1), 89-99.

7
khas Banyumasan, intonasi bicaranya pun terasa lebih kental penekanannya dibandingkan
masyarakat Brebes Utara.
Bell (dalam Yuniawan, 2005:91) mengatakan pada dasarnya pemakaian bahasa
dalam masyarakat tidaklah monolitis, melainkan variatif. Maksud dari pernyataan
tersebut yaitu bahwa bahasa yang dimiliki oleh satu masyarakat tutur dalam khazanah
bahasanya selalu memiliki variasi karena bahasa yang hidup dalam masyarakat selalu
digunakan dalam peran-peran sosial (Yuniawan, 2005:91). Adanya penggunaan bahasa
yang bervariasi dalam masyarakat tutur diatur oleh faktor sosial budaya dan situasional.
4.2. Kesenian Brebes
Kesenian merupakan salah satu unsur budaya yang mengandung nilai-nilai estetika.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa masyarakat Brebes selain multibahasa,
mereka pun multietnik Sunda, Jawa-Sunda, dan Jawa. Tetapi, sangat disayangkan, jika
dalam konteks ‘bahasa’ Brebes memiliki keunikan sendiri, dalam konteks ‘kesenian’
Brebes mengalami kebingungan, dan belum memiliki kesenian yang asli Brebes. Adapun
salah satu kesenian yang sebenarnya bukan khas Brebes, namun sering dimainkan oleh
masyarakat Brebes yaitu Sintren. Sintren merupakan kesenian yang berasal dari
kecamatan Losari. Kecamatan Losari pun ada dua wilayah yaitu kecamatan Losari yang
ikut dalam wilayah Cirebon, dengan kecamatan Losari yang ikut dalam wilayah
Kabupaten Brebes.
Ke-tidak ada-an kesenian asli daerah Brebes membuat berbagai pihak yang bergerak
dalam bidang kesenian resah. Keresahan tersebutlah yang kemudian membuat
Suparyanto dari Dewan Kesenian Kabupaten Brebes berinisiatif menciptakan sebuah seni
tari yang diberi nama Tari Topeng Sinok. Tarian ini merupakan asimilasi dari berbagai
tarian daerah yang mengelilingi Brebes, diantaranya adalah tari jaipong, tari topeng
Cirebon, tari lengger, tari endel Tegal, dan tari Sintren. Tari Topeng Sinok
merepresentasikan bahwa kecantikan, keanggunan, dan keluwesan wanita di Brebes tidak
menghilangkan rasa cintanya terhadap alam dan pekerjaannya sebagai petani.
Tari Topeng Sinok dipentaskan pertama kali sekitar tahun 2011 oleh 100 penari yang
diambil dari siswi-siswi SMA di sekitar kota Brebes. Kesenian baru ini diharapkan dapat
menjadi kesenian daerah asli Brebes.

8
5. Simpulan
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa kebudayaan memiliki sifat yang dinamis dan
adaptif. Seiring waktu yang terus berputar, kebudayaan pun terus tumbuh dan
berkembang. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa kebudayaan merupakan
hasil cipta karya dan karsa pemikiran manusia, manusia selalu berusaha mencari cara
guna menunjang kehidupannya supaya lebih baik. Pemikiran-pemikiran manusia inilah
yang kemudian membentuk kebudayaan-kebudayaan baru dan membentuk era baru yang
semakin modern.
Meskipun kebudayaan bersifat dinamis dan adaptif, ada pula hal-hal yang memang
harus dijaga dalam kebudayaan. Sebab, kebudayaan dapat menjadi karakteristik setiap
kelompok masyarakat, kebudayaan menjadi pembeda yang indah antara masyarakat yang
satu dengan yang lainnya. Misalnya saja seperti contoh yang telah dipaparkan di atas,
kondisi masyarakat Brebes yang multietnik dan multibahasa, meskipun sering
ditertawakan karena memiliki logat dan dialek yang unik, dapat dijadikan aset budaya
yang patut untuk dibanggakan. Dari Brebes pula kita dapat mengetahui bahwa 2
kebudayaan yang secara historis memiliki hubungan yang kurang baik di masa lampau,
dapat dipadukan menjadi satu harmoni dalam sebuah seni.
Seni dan bahasa, adalah manifestasi budaya yang sudah sepatutnya dijaga, terutama
oleh generasi muda. Sebab, budaya yang ada adalah refleksi dari jati diri bangsa. Jaman
boleh berkembang, namun budaya sopan santun jangan dilupakan, bahasa dan kesenian
harus terus dilestarikan agar anak cucu kita kelak tidak hanya dapat menyaksikan dalam
album kenangan. Manfaatkan teknologi guna menggapai impian dan menyebarkan
kebaikan jangan hanya berangan-angan, dan urusan dengan Tuhan jangan sampai
dilalaikan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Endraswara, S. 2006. Metode Penelitian Kebudayaan. Gadjah Mada.

https://courses.lumenlearning.com/sociology/chapter/theoretical-perspectives-on-
culture/

https://publishing.cdlib.org/ucpressebooks/view?docId=ft8q2nb667&chunk.id=d0e2353
&toc.depth=1&toc.id=d0e2353&brand=ucpress&fbclid=IwAR37Fy3T9KOUCuVa
UC5btv7xXHz9wP8Gv8LLATG4UzC5yUi7ZXtZmOBmAwo

https://www.infoplease.com/encyclopedia/social-science/cultures/anthropology/culture

Kistanto, Nurdien Harry. 2015. ”Tentang Teori Kebudayaan,” Sabda Jurnal Kajian,
Volume 10, Nomor 2. Diakses 11 September 2020.

L, Siany dan Atiek Catur B. 2009. Khazanah Antropologi. Jakarta: Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional.

Mujib, Ahmad. 2009. “Hubungan Bahasa dan Kebudayaan (Perspektif Sosiolinguistik”.


STAIN Ponorogo : Jurnal Adabiyyat Volume 8, Nomor 1, Halaman 141-154.
Diakses 13 September 2020

Setyawan, Aan. 2011. Bahasa Daerah Dalam Perspektif Kebudayaan dan Sosiolinguistik:
Peran dan Pengaruhnya dalam Pergeseran dan Pemertahanan Bahasa. Proceedings
International Seminar Language Maintenance and Shift. 2 Juli Halaman 65-69
Diakses 18 September 2020

Sutrisno, Mudji dan Hendar Putranto, Ed. 2005. Teori-Teori Kebudayaan. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius

10
Yuniawan, Tommi. 2005. Campur Kode pada Masyarakat Etnik Jawa-Sunda: Kaman
Sosiolinguistik dalam Ranah Pemerintahan di Kabupaten Brebes. Jurnal
Humaniora, 17(1), 89-99. Diakses 18 September 2020

11

Anda mungkin juga menyukai