Anda di halaman 1dari 12

TUGAS SASTRA DAERAH BUTON

FOKLOR SEBAGIAN LISAN (UPACARA ADAT, PESTA RAKYAT DAN


TAHAYUL)

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2

NATSIA 021601006
WA ODE MARIANA 021601002
FIKI AMALIA 021601063
JUMAIDIN 021601012
MUH SAHLIL ABSAR 021601009
WD FITRIANI 021601043

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat dan limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun
makalah ini dengan baik dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini
kami akan membahas mengenai “foklor sebagian lisan yaitu upacara adat, pesta
rakyat dan tahayul”.

Makalah ini telah dibuat dengan beberapa bantuan dari berbagai pihak juga
dari beberapa sumber untuk menyelesaikan tantangan dan hambatan selama
mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.

Kami juga menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak berbagai
kekurangan, baik dari segi isi maupun bahasa. Untuk itu kami mengharapkan kritik
serta saran teman-teman agar makalah ini menjadi sempurna. Kami juga berharap
bahwa makalah ini dapat berguna bagi pembaca. Dan semoga dengan selesainya
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman Amin.

Baubau, 22 Juni 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i

KATA PENGANTAR.................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
C. Tujuan................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 2
A. Pengertian Folklore sebagian lisan....................................................... 2
B. Bentuk-Bentuk Folklore Sebagian Lisan Yang ada Didaerah Buton... 2
BAB III PENUTUP......................................................................................... 6
A. Simpulan............................................................................................... 6
B. Saran..................................................................................................... 6

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Folklor adalah tradisi lisan dari suatu masyarakat yang tersebar atau
diwariskan secara turun temurun, menurut kamus besara bahasa indoesia, folklore
adalah adat istiadat tradisional cerita rakyat yang diwariskan secara turun temurun
tetapi tidk di bukukan.Folklor lisan merupakan salah satu bentuk folklor yang
merupakan warisan budaya Indonesia yang secara turun temurun diwariskan dari
satu generasi ke generasi berikutnya.
Foklor sebagian lisan adalah folklore yang bentuknya merupakan campuran
unsur lisan dan unsur bukan lisan. Folklore ini dikenal juga sebagai fakta sosial.
Namun dewasa ini berbagai jenis folklore sebagisn lisan tersebut sudah
banyak yang punah dan terabaikan oleh masyarakat, baik dari kalangan mudah
maupun tua. Tentunya hal ini tidak boleh dibiarkan begitu saja, mengingat folklor
sebagian lisan di Indonesia adalah salah satu warisan budaya dari nenek moyang
kita yang harus dipertahankan dan dilestarikan, Oleh karena itu folklor lisan
Indonesia penting untuk dikaji kembali agar warisan budaya tersebut dapat
dipertahankan dan dilestarikan.

B. Rumusan Masalah
Adapun masalah-masalah yang terdapat pada makalah ini yaitu:
1. Apa saja yang termasuk upacara adat dan pesta rakyat?
2. Apa saja tahayul yang dipercayai oleh masyarakat buton?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui upacara adat dan pesta rakyat yang ada dibuton.
2. Untuk mengetahui tahayul seperti apa yang dipercayai oleh masyarakat
buton.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Folklore Sebagian Lisan


Foklor sebagian lisan adalah folklore yang bentuknya merupakan campuran
unsur lisan dan unsur bukan lisan. Folklore ini dikenal juga sebagai fakta sosial.
Yang termasuk dalam folklore sebagian lisan adalah:
1. Kepercayaan rakyat terhadap (tahayul)
2. Permainan rakyat
3. Teater rakyat
4. Tari rakyat
5. Pesta rakyat
6. Upacara adat

B. Bentuk-bentuk folklore sebagian lisan yang ada di daerah buton


1. Kepercayaan rakyat terhadap (tahayul), kepercayaan ini sering dianggap tidak
berdasarkan logika karena tidak bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah
menyangkut kepercayaan dan praktik (kebiasaan). Dan diwariskan melalui
media tutur kata.
Tahayul yang dipercaya oleh orang buton yaitu:
a. Kalau kita saling injak-injak kaki orang tua kita meninggal
b. Kalau tunjuk kuburan bengkok tangannya kita
c. Main sembunyi-sembunyi pada malam hari nanti disembunyikan setan.
2. Pesta rakyat diadakan untuk memperingati acara tertentu seperti menyambut
panen raya, menyambut hari raya besar dan lain-lain.
Pesta rakyat yang terdapat didaerah buton yaitu:
a. Pakande-Kandea
Pakande-kandea adalah suatu event tradisional yang merupakan warisan
leluhur Suku Buton yang lahir dan bermula sebagai nazar/syukuran. Dalam

2
tradisi unik ini, disajikan beraneka panganan kecil tradisional yang diletakkan
di atas sebuah talam besar yang terbuat dari kuningan dan ditutup dengan
tudung saji bosara. Puncak dari event ini, ketika semua tamu yang diundang
mengawali acara makan bersam dengan disuapi panganan oleh remaja-remaja
putrid yang berpakaian adat dan duduk bersimpuh di sebelah talam.
Seringkali, event ini merupakan ajang promosi remaja-remaja putri untuk
mendapatkan jodoh. Selain itu, event ini merupakan arena kebersamaan rakyat
untuk memupuk rasa persatuan dan kesatuan dalam hukum adat dan membina
hubungan silahturahmi yang penuh keakraban. Tradisi ini merupakan
permainan rakyat yang diatur dengan adat serta tata krama dan sopan santun
tertentu yang hingga saat ini masih hidup dalam kehidupan masyarakat Suku
Buton.
3. Upacara adat yang berkembang dimasyarakat didasarkan oleh adanya
keyakinan agama atau kepercayaan masyarakat setempat. Upacara adat
biasanya dilakukan sebagai ungkapan terima kasih kepada kekuatan-kekuatan
yang dianggap memberi perlindungan dan kesejahteraan kepada mereka.
Upacara adat yang terdapat didaerah buton yaitu:
a. Upcara Posipo
Upacara posipo merupakan sebuah upacara adat menyambut kelahiran
seorang bayi. Upacara ini dilakukan dengan menyuapkan makanan dan
disiapkan khusus bagi ibu hamil pada kehamilan pertama. Upacara ini
dilakukan pada usia 7-9 bulan,
b. Alaana Bulua
Alaana bulua meruapakan upacara yang berkaitan dengan
pengguntingan rambut bayi yang baru lahir. Proses ini dilakukan dengan
pengambilan atau pemotongan rambut setelah bayi berusia 40 hari.
c. Dole-Dole
Dole-dole meruakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat buton atas
lahirnya seorang anak. Menurut kepercayaan orang buton, anak yang telah

3
didole-dole akan terhindar dari segala macam penyakit. Prosesi dole-dole
sendiri adalah sang anak diletakkan di atas nyiru yang dialas dengan daun
pisang yang diberi minyak kelapa. Selanjutnya anak tersebut digulingkan
diatasnya seluruh badan anak tersebut berminyak. Biasanya dilakukan pada
bulan rajab, syaban dan setelah Lebaran sebagai waktu yang dianggap baik.
Upacara ini di peruntukan bagi anak balita sebagai rangkaian
pemberian nama kepada anak bersangkutan. Menutur kepecayaan
masyarakat buton bahwa anak yang telah memlalui proses ini akan
terhindar dari segala macam penyakit. Pelaksanaan dole-dole tidak
ditentukan pada usia berapa sianak, kapanpun dapat dilaksanakan asal hari
baik silahkan dilaksungkan.
Sebelum acara dimulai ada beberapa yang harus dipersiapkan untuk
prosesi dole-dole yaitu pisang rebus, ubi rebus, telur rebus, nasi merah,
suba (kue singkong), minyak kelapa, kunyit dan ikan. Jenis ikannya pun
tidak sembarangan, ikan yang digunakan adalah ikan baura. Tidak lupa
kembang dan tikar yang sudah dilapisi daun pisang. Wadah penyimpanan
makananpun tidak sembarang, pisang rebus, ubi rebus dan nasi disimpan
dalam periuk kuningan yang kemudian ditutup dengan menggunakan daun
pisang. Lalu ikan diletakan diatas periuk tersebut.
Sejarah pelaksanaan dole-dole bermula dari jaman Sipanjonga (salah
seorang dari mia-patamiana pendiri kerajaan Wolio Buton). Perkawianan
Sipanjonga dengan Sibana melahirkan seorang putra yang di beri nama
Betoambari. Namun sejak bayi, Betoambari selalu sakit-sakitan. Melihat
konsdisi demikian, Sipanjoga kemudian menggelar suatu upacara
pengobatan bagi Betoambari, alhasil setelah upacara tersebut Betoambari
berangsur sembuh. Dari pengalamn itu Sipanjonga kemudian berwasiat
agar kelak anak cucunya di dole-dole dan sampai sekarang wasiat tersebut
masih dilaksanakan.

4
d. Tandaki/Posusu
Tandaki atau posusu merupakan upacara yang berkaitan dengan
penyunatan (tandaki bagi anak laki-laki) dan (posusu bagi anak peempuan).
Upacara tandaki diperuntukan bagi anak laki-laki yang telah masuk aki
balik yang melambangkan bahwa anak laki-laki tersebut berkewajiban
untuk melaksanakan segala perintah dan larangan yang diajarkan dalam
agama islam. Posusu adalah upacara khitanan bagi anak perempuan
sebagaimana tandaki bagi anak laki-laki. Pada posusu biasanya dibareni
dengan mendidik (melubangi daun telinga) sebagai tempat pemasangan
anting-anting. Tandaki dan posusu dilaksanakan 1 hari sebelum
pelaksanaan Idul Fitri maupun Idul Adha.
e. Posuo
Tradisi Posuo merupakan salah satu tradisi dari Sulawesi Tenggara
tepatnya di daerah Buton. Yang dimaksud Buton secara umum adalah
wilayah Sulawesi Tenggara meliputi Kota Baubau, Kabupaten Wakatobi,
Kabupaten Buton, dan Kabupaten Buton Utara. Tradisi Posuo yang
berkembang di Sulawesi Tenggara (Buton) sudah berlangsung sejak zaman
Kesultanan Buton. Upacara Posuo diadakan sebagai sarana untuk peralihan
status seorang gadis dari remaja (labuabua) menjadi dewasa (kalambe),
serta untuk mempersiapkan mentalnya. Upacara tersebut dilaksanakan
selama delapan hari delapan malam dalam ruangan khusus yang oleh
mayarakat setempat disebut dengan suo. Selama dikurung di suo, para
peserta dijauhkan dari pengaruh dunia luar, baik dari keluarga maupun
lingkungan sekitarnya. Para peserta hanya boleh berhubungan dengan bhisa
(pemimpin Upacara Posuo) yang telah ditunjuk oleh pemangku adat
setempat. Para bhisa akan membimbing dan memberi petuah berupa pesan
moral, spiritual, dan pengetahun membina keluarga yang baik kepada para
peserta.Dalam perkembangan masyarakat Buton, ada 3 jenis Posuo yang
mereka kenal dan sampai saat ini upacara tersebut masih berkembang.

5
Pertama, Posuo Wolio, merupakan tradisi Posuo awal yang berkembang
dalam masyarakat Buton. Kedua, Posuo Johoro yang berasal dari Johor-
Melayu (Malaysia) dan ketiga, Posuo Arabu yang berkembang setelah
Islam masuk ke Buton. Posuo Arabu merupakan hasil modifikasi nilai-nilai
Posuo Wolio dengan nilai-nilai ajaran agama Islam. Posuo ini diadaptasi
oleh Syekh Haji Abdul Ghaniyyu, seorang ulama besar Buton yang hidup
pada pertengahan abad XIX yang menjabat sebagai Kenipulu di Kesultanan
Buton di bawah kepemimpinan Sultan Buton XXIX Muhammad Aydrus
Qaimuddin. Tradisi Posuo Arabu inilah yang masih sering dilaksanakan
oleh masyarakat Buton.
Keistimewaan Upacara Posuo terletak pada prosesinya. Ada tiga tahap
yang mesti dilalui oleh para peserta agar mendapat status sebagai gadis
dewasa. Pertama, sesi pauncura atau pengukuhan peserta sebagai calon
peserta Posuo. Pada tahap ini prosesi dilakukan oleh bhisa senior (parika).
Acara tersebut dimulai dengan tunuana dupa (membakar kemenyan)
kemudian dilanjutkan dengan pembacaan doa. Setelah pembacaan doa
selesai, parika melakukan panimpa (pemberkatan) kepada para peserta
dengan memberikan sapuan asap kemenyan ke tubuh calon. Setelah itu,
parika menyampaikan dua pesan, yaitu menjelaskan tujuan dari
diadakannya upacara Posuo diiringi dengan pembacaan nama-nama para
peserta upacara dan memberitahu kepada seluruh peserta dan juga keluarga
bahwa selama upacara dilangsungkan, para peserta diisolasi dari dunia luar
dan hanya boleh berhubungan dengan bhisa yang bertugas menemani para
peserta yang sudah ditunjuk oleh pemangku adat. Kedua, sesi bhaliana
yimpo. Kegiatan ini dilaksanakan setelah upacara berjalan selama lima
hari. Pada tahap ini para peserta diubah posisinya. Jika sebelummnya arah
kepala menghadap ke selatan dan kaki ke arah utara, pada tahap ini kepala
peserta dihadapkan ke arah barat dan kaki ke arah timur. Sesi ini
berlangsung sampai hari ke tujuh.

6
Ketiga, sesi mata kariya. Tahap ini biasanya dilakukan tepat pada
malam ke delapan dengan memandikan seluruh peserta yang ikut dalam
Upacara Posuo menggunakan wadah bhosu (berupa buyung yang terbuat
dari tanah liat). Khusus para peserta yang siap menikah, airnya dicampur
dengan bunga cempaka dan bunga kamboja. Setelah selesai mandi, seluruh
peserta didandani dengan busana ajo kalembe (khusus pakaian gadis
dewasa). Biasanya peresmian tersebut dipimpin oleh istri moji (pejabat
Masjid Keraton Buton). Semua Upacara Posuo dimaksudkan untuk
menguji kesucian (keperawanan) seorang gadis. Biasanya hal ini dapat
dilihat dari ada atau tidaknya gendang yang pecah saat ditabuh oleh para
bhisa. Jika ada gendang yang pecah, menunjukkan ada di antara peserta
Posuo yang sudah tidak perawan dan jika tidak ada gendang yang pecah
berarti para peserta diyakini masih perawan.

7
BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
Berdasarkan sejarah dan beragam tradisi serta budaya dari suku Wolio ini,
penulis dapat melihat bahwa Indonesia memiliki banyak hal yang layak untuk
dilestarikan dan dikembangkan. Terutama dari sisi adat, tarian dan makanan yang
beragam.
Dari sisi lain dapat kita sadari bahwa karena keberagaman ini juga, Indonesia
memiliki banyak potensi yang dapat menjadi media untuk membantu masyarakat
agar mencapai kesejahteraan. Namun, kita perlu lebih mengetahui dan memperdalam
tentang kebudayaan serta keberagaman suku dan bahasa disetiap wilayah di
Indonesia, agar setiap potensi yang kita miliki dapat dikembangkan secara maksimal.
Penulis juga menyadari adanya kekurangan dari pembuatan makalah tentang
suku Wolio ini. Namun penulis berharap agar pembaca dapat mengetahui
keberagaman budaya serta tradisi dari suku yang ada di Indonesia salah satunya
adalah suku Wolio.

B. SARAN
Kami menyadari, dalam pembuatan makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami sebagai penyusun berharap agar ada kritik dan saran dari semua
pihak terutama dosen. Kami hanyalah manusia biasa. Jika ada kesalahan, itu
datangnya dari kami sendiri. Dan jika ada kebenaran, itu datangnya dari Allah swt.

8
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Buton_(Wolio) diakses tanggal 18 November 2015


pukul 20:25
http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1270/suku-wolio
diakses tanggal 18 November 2015 pukul 20:40
http://dunia-kesenian.blogspot.co.id/2015/05/sejarah-dan-kebudayaan-suku-buton.html
diakses tanggal 18 November 2015 pukul 21:20
https://wisatasulawesi.wordpress.com/tag/sulawesi-tenggara/ diakses tanggal 19
November 2015 pukul 19:25
http://www.kompasiana.com/yusril/kuliner-khas-buton_55207955a33311084746cf16
diakses tanggal 19 November 2015 pukul 20:25
http://suku-dunia.blogspot.co.id/2015/09/kebudayaan-suku-buton.html
diakses tanggal 19 November 2015 pukul 21:30
http://wolio-molagi.blogspot.co.id/2012/09/mengobati-kerinduan-akan-makanan-
khas.html
diakses tanggal 29 Juni 2019 pukul 15:30

Anda mungkin juga menyukai