Anda di halaman 1dari 7

Adat Istiadat Menurut Para Ahli

1. M. Nasroen Menurut M. Nasroen, pengertian adat


istiadat adalah suatu sistem pandangan hidup yang kekal,
segar, serta aktual karena berdasarkan pada berbagai
ketentuan yang terdapat pada alam yang nyata dan nilai
positif, kebersamaan, kemakmuran yang merata,
pertimbangan pertentangan, penyesuaian diri, dan
berguna sesuai tempat/ waktu/ keadaan.

2. Jalaludi Tunsam Menurut Jalaludi Tunsam, adat istiadat


adalah suatu cara atau kebiasaan yang mengandung nilai
kebudayaan, norma, serta hukum yang sudah lazim
dilakukan oleh suatu daerah.

3. Raden Soepomo Menurut Raden Soepomo, hukum


adat adalah suatu hukum yang tidak tertulis yang terdapat
dalam peraturan legislatif. Hukum hidup
sebagai konvensi di badan hukum negara, dan hidup
sebagai peraturan kebiasaan pada kehidupan di kota
maupun desa.

4. Soekanto Menurut Soekanto, adat istiadat memiliki


pengaruh dan ikatan kuat dalam suatu masyarakat,
tergantung pada masyarakat yang mendukungnya.
5. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Menurut KBBI,
adat adalah suatu aturan (perbuatan dan sebagainya) yang
lazim dilakukan sejak dahulu kala, cara berperilaku yang
sudah menjadi kebiasaan, wujud gagasan kebudayaan
yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum dan
aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu
sistem.

Unsur Dalam Adat Istiadat


Agar suatu perilaku atau kebiasaan dapat dikatakan sebagai
adat istiadat maka harus memenuhi unsur-unsur berikut ini:

1. Nilai-Nilai Budaya Nilai-nilai Budaya adalah ide atau


gagasan mengenai hal-hal tertentu yang dianggap
penting bagi suatu masyarakat. Misalnya nilai-nilai budaya
seperti menghormati orang yang lebih tua, bergotong-
royong rukun dengan sesama dan lain sebagainya.

2. Sistem Norma Merupakan sejumlah ketentuan atau


aturan yang sifatnya mengikat sekelompok atau warga
yang tinggal di daerah tertentu.

3. Sistem Hukum Suatu adat istiadat juga memiliki sistem


hukum yang merupakan ketentuan yang sifatnya tegas
dan mengikat bagi seluruh masyarakat dalam lingkungan
tersebut.
4. Aturan Khusus Adat istiadat memiliki aturan khusus
yang bersifat mengikat warga tentang suatu hal yang
biasanya aturan khusus berlaku secara terbatas.
Suatu perilaku atau kebiasaan dapat dikatakan sebagai adat
istiadat apabila memiliki empat unsur yang disebutkan di
atas di mana setiap unsur tidak dapat dipisahkan satu sama
lain. Disamping itu adat-istiadat juga memiliki sifat yang
kekal dan mengikat untuk membuat orang dalam wilayah
tersebut takut untuk melanggar. Apabila ada yang
melanggar maka anggota masyarakat tersebut akan
mendapatkan sanksi keras, baik sanksi formal maupun
informal. Untuk sanksi formal biasanya diberikan oleh
penegak hukum seperti ketua adat, polisi, tokoh agama
atau lainnya. Sedangkan untuk sanksi informal bisa berupa
pengucilan dari lingkungan.

Beberapa Jenis Adat


Setelah membahas pengertian adat istiadat dan unsur-
unsur yang harus ada di dalamnya seperti yang sudah
dibahas sebelumnya, berikut adalah beberapa jenisnya

1. Adat sebenar adat : jenis adat yang bersumber dari


alam dimana isinya tidak dapat diubah sampai kapanpun.
Sebagai contoh ketika turun hujan deras dan sungai
dipenuhi dengan sampah maka dapat menyebabkan banjir
yang akan terjadi di wilayah tersebut.
2. Adat yang diadatkan : jenis adat yang merupakan jenis
adat yang dibuat oleh datuak di suatu daerah agar
perencanaan ekonomi dan sosial masyarakat setempat bisa
seimbang.

3. Adat taradat : jenis adat tersadar ini merupakan adat


yang dibuat melalui musyawarah dengan masyarakat
setempat dimana adat ini sangat menjunjung tinggi nilai-
nilai yang ada dan tumbuh dalam masyarakat tersebut.

4. Adat istiadat : ini merupakan serangkaian ketetapan


atau aturan yang berlaku di suatu daerah dan harus ditaati
oleh masyarakat yang tinggal di wilayah.

Contoh Adat dan Tradisi di Indonesia


Adat dan tradisi di berbagai daerah di Indonesia berasal dari
warisan nenek moyang masing-masing suku bangsa.
Berikut adalah beberapa contoh kebiasaan tersebut :

1. Tedak Siten, yaitu upacara selamatan atau syukuran


masyarakat Jawa ketika seorang anak bayi sudah mulai bisa
berjalan. Pada ritual Tedak Siten, anak bayi tersebut
dimasukkan ke dalam kurungan ayam dan diberikan
barang-barang tertentu, seperti uang, alat tulis, dan lain-
lain.
2. Sekaten, yaitu upacara memperingati Maulid Nabi
Muhammad setiap tahun yang dilaksanakan di Yogyakarta.
Dalam ritual ini pihak Keraton mengadakan pawai
membawa hasil bumi masyarakat dan diarak oleh para Abdi
Dalem dan prajurit Keraton.

3. Mangongkal Holi, yaitu tradisi membongkar kuburan


yang dilakukan masyarakat suku Batak di Sumatera Utara.
Dalam prosesinya tulang-belulang dari kuburan yang digali
tersebut dipindahkan ke kuburan baru sehingga kuburan
anggota keluarga yang sudah meninggal menjadi satu
lokasi.

4. Mappalili, yaitu upacara turun sawah di Sulawesi Selatan


yang diselenggarakan untuk mengawali musim tanam padi.
Menurut kepercayaan setempat, upacara ini bertujuan
untuk mencegah hama atau bencana besar yang dapat
merusak tanaman padi.

5. Ngaben, yaitu upacara pembakaran jenazah yang


dilakukan oleh masyarakat di Bali. Ritual ini merupakan
warisan leluhur masyarakat Bali yang percaya bahwa
dengan membakar jenazah maka roh leluhur menjadi suci
dan mereka dapat beristirahat dengan tenang.
6. Maccera Tasi, Maccera Tasi merupakan salah satu adat
istiadat yang masih sangat dilestarikan. Penyelenggaraan
upacara ini biasanya diikuti dengan proses penyembelihan
hewan kurban, seperti ayam, kambing maupun kerbau.
Saat proses penyembelihan dilakukan di laut dan darah
korban dibuang ke laut, ini merupakan simbol pemberian
darah untuk kehidupan laut. Tujuan penyelenggaraan
upacara ini ialah agar memperoleh hasil laut yang
melimpah.

7. Tradisi Potong Jari, Meski terdengar menyeramkan,


namun Anda harus percaya jika tradisi ini masih dilakukan
oleh masyarakat Papua hingga sekarang, khususnya oleh
suku Dani. Pemotongan jari adalah simbol kesedihan dan
rasa duka jika ada anggota keluarga maupun sanak
saudara yang meninggal. Selain sebagai simbol kesedihan,
tradisi potong jari juga dipercaya sebagai upaya untuk
mencegah terulangnya kemalangan yang menimpa
keluarga itu.
8. Upacara Peutron Tanoh (Turun Tanah), Upacara turun
tanah (peutron tanoh) diadakan setelah bayi berumur
tujuh hari atau 2 tahun. Dalam jangka waktu yang cukup
untuk mempersiapkannya, lebih-lebih anak pertama yang
sering diadakan upacara cukup besar, dengan memotong
kerbau atau lembu. Pada upacara ini bayi digendong oleh
seseorang yang terpandang, baik perangai dan budi
pekertinya. Orang yang menggendong memakai pakaian
yang bagus-bagus. Waktu turun dari tangga ditundungi
dengan sehelai kain yang dipegang oleh empat orang
pada setiap sisi kain itu. Di atas kain tersebut dibelah
kelapa agar bayi tadi tidak takut terhadap suara petir.
Belahan kelapa dilempar dan sebelah lagi dilempar kepada
wali karong. Salah seorang keluarga dengan bergegas
menyapu tanah dan yang lain menampi beras bila bayi itu
perempuan, sedangkan bila bayi itu laki-laki salah seorang
keluarga tersebut mencangkul tanah, mencencang batang
pisang atau batang tebu. Kemudian sejenak bayi itu
dijejakkan di atas tanah dan akhirnya dibawa berkeliling
rumah atau mesjid sampai bayi itu dibawa pulang kembali
ke rumah

Anda mungkin juga menyukai