Anda di halaman 1dari 5

Biografi Sutan Takdir Alisjahbana -

Budayawan, Sastrawan Angkatan Pujangga


Baru dan Ahli Tata Bahasa Indonesia

Profil
 Lahir: 11 Februari 1908, Natal, Mandailing Natal
 Meninggal: 17 Juli 1994, Jakarta
 Anak: Iskandar Alisjahbana, Sofyan Alisjahbana, lainnya
 Pasangan: Dr. Margaret Axer (m. 1953–1994), lainnya
 Film: Anak P3raw4n di Sarang Penjamun
 Angkatan: Pujangga Baru
 Karya terkenal: Layar Terkembang, Dian yang Tak Kunjung Padam
 Penghargaan: Satyalencana Kebudayaan, 1970, Pemerintah RI.

Sutan Takdir Alisjahbana (STA) adalah seorang budayawan, sastrawan dan ahli tata bahasa
Indonesia. Ia juga salah seorang pendiri Universitas Nasional, Jakarta. Sebagai seorang
sastrawan ia memiliki karya yang terkenal diantaranya Layar Terkembang, dan Dian yang Tak
Kunjung Padam.

Keluarga
Sutan Takdir Alisjahbana lahir di Natal, Sumatera Utara, pada 11 Februari 1908. Ibunya, Puti
Samiah adalah seorang Minangkabau yang telah turun temurun menetap di Natal, Sumatera
Utara. Puti Samiah merupakan keturunan Rajo Putih, salah seorang raja Kesultanan Indrapura
yang mendirikan kerajaan Lingga Pura di Natal. Dari ibunya, STA berkerabat dengan Sutan
Sjahrir, perdana menteri pertama Indonesia. Ayahnya, Raden Alisyahbana gelar Sutan Arbi,
ialah seorang guru. Kakek STA dari garis ayah, Sutan Mohamad Zahab, dikenal sebagai
seseorang yang memiliki pengetahuan agama dan hukum yang luas. Di atas makamnya
tertumpuk buku-buku yang sering disaksikan terbuang begitu saja oleh STA ketika dia masih
kecil. Kabarnya.

Ketika kecil STA bukan seorang kutu buku, dan lebih senang bermain-main di luar. Setelah
lulus dari sekolah dasar pada waktu itu, STA pergi ke Bandung, dan seringkali menempuh
perjalanan tujuh hari tujuh malam dari Jawa ke Sumatera setiap kali dia mendapat liburan.
Pengalaman ini bisa terlihat dari cara dia menuliskan karakter Yusuf di dalam salah satu
bukunya yang paling terkenal: Layar Terkembang.

Menikah
STA menikah dengan tiga orang istri serta dikaruniai sembilan orang putra dan putri. Istri
pertamanya adalah Raden Ajeng Rohani Daha (menikah tahun 1929 dan wafat pada tahun 1935)
yang masih berkerabat dengan STA. Dari R.A Rohani Daha, STA dikaruniai tiga orang anak
yaitu Samiati Alisjahbana, Iskandar Alisjahbana, dan Sofyan Alisjahbana. Tahun 1941, STA
menikah dengan Raden Roro Sugiarti (wafat tahun 1952) dan dikaruniai dua orang anak yaitu
Mirta Alisjahbana dan Sri Artaria Alisjahbana. Dengan istri terakhirnya, Dr. Margaret Axer
(menikah 1953 dan wafat 1994), STA dikaruniai empat orang anak, yaitu Tamalia Alisjahbana,
Marita Alisjahbana, Marga Alisjahbana, dan Mario Alisjahbana.

Putra sulungnya, Iskandar Alisjahbana pernah menjabat sebagai Rektor ITB, serta mertua dari
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas pada Kabinet Indonesia
Bersatu II, Armida Alisjahbana. Iskandar juga dikenal sebagai "Bapak Sistem Komunikasi
Satelit Domestik Palapa." Sofjan dan Mirta Alisjahbana merupakan pendiri majalah Femina
Group.

Kehidupan

Pendidikan
 Tamatan sekolah HIS di Bengkulu (1921).
 Kweekschool, Bukittinggi.
 HKS di Bandung (1928).
 Meraih Mr. dari Sekolah Tinggi di Jakarta (1942).
 Dr. Honoris Causa dari Universitas Indonesia (1979) dan Universitas Sains Malaysia,
Penang, Malaysia (1987).

Karier
 Redaktur Panji Pustaka dan Balai Pustaka (1930-1933).
 Mendirikan dan memimpin majalah Poedjangga Baroe (1933-1942 dan 1948-1953).
 Pembina Bahasa Indonesia (1947-1952), dan Konfrontasi (1954-1962).
 Guru HKS di Palembang (1928-1929).
 Dosen Bahasa Indonesia, Sejarah, dan Kebudayaan di Universitas Indonesia (1946-
1948).
 Guru besar Bahasa Indonesia, Filsafat Kesusastraan dan Kebudayaan di Universitas
Nasional, Jakarta (1950-1958).
 Guru besar Tata Bahasa Indonesia di Universitas Andalas, Padang (1956-1958).
 Guru besar dan Ketua Departemen Studi Melayu Universitas Malaya, Kuala Lumpur
(1963-1968).
Sebagai anggota Partai Sosialis Indonesia, STA pernah menjadi anggota parlemen (1945-1949),
anggota Komite Nasional Indonesia, dan anggota Konstituante (1950-1960). Selain itu, ia
menjadi anggota Société de linguistique de Paris (sejak 1951), anggota Commite of Directors of
the International Federation of Philosophical Sociaties (1954-1959), anggota Board of Directors
of the Study Mankind, AS (sejak 1968), anggota World Futures Studies Federation, Roma (sejak
1974), dan anggota kehormatan Koninklijk Institute voor Taal, Land en Volkenkunde, Belanda
(sejak 1976). Dia juga pernah menjadi Rektor Universitas Nasional, Jakarta, Ketua Akademi
Jakarta (1970-1994), dan pemimpin umum majalah Ilmu dan Budaya (1979-1994), dan Direktur
Balai Seni Toyabungkah, Bali (1994).

STA merupakan salah satu tokoh pembaharu Indonesia yang berpandangan liberal. Berkat
pemikirannya yang cenderung pro-modernisasi sekaligus pro-Barat, STA sempat berpolemik
dengan cendekiawan Indonesia lainnya. STA sangat gelisah dengan pemikiran cendekiawan
Indonesia yang anti-materialisme, anti-modernisasi, dan anti-Barat. Menurutnya, bangsa
Indonesia haruslah mengejar ketertinggalannya dengan mencari materi, memodernisasi
pemikiran, dan belajar ilmu-ilmu Barat.

Keterlibatan dengan Balai Pustaka


Setelah lulus dari Hogere Kweekschool di Bandung, STA melanjutkan ke Hoofdacte Cursus di
Jakarta (Batavia), yang merupakan sumber kualifikasi tertinggi bagi guru di Hindia Belanda
pada saat itu. Di Jakarta, STA melihat iklan lowongan pekerjaan untuk Balai Pustaka, yang
merupakan biro penerbitan pemerintah administrasi Belanda. Dia diterima setelah melamar, dan
di dalam biro itulah STA bertemu dengan banyak intelektual-intelektual Hindia Belanda pada
saat itu, baik intelektual pribumi maupun yang berasal dari Belanda. Salah satunya ialah rekan
intelektualnya yang terdekat, Armijn Pane.

Perkembangan Bahasa Indonesia


Dalam kedudukannya sebagai penulis ahli dan kemudian ketua Komisi Bahasa selama
pendudukan Jepang, STA melakukan modernisasi Bahasa Indonesia sehingga dapat menjadi
bahasa nasional yang menjadi pemersatu bangsa. Ia yang pertama kali menulis Tata Bahasa Baru
Bahasa Indonesia (1936) dipandang dari segi Indonesia, yang mana masih dipakai sampai
sekarang. Serta Kamus Istilah yang berisi istilah-istilah baru yang dibutuhkan oleh negara baru
yang ingin mengejar modernisasi dalam berbagai bidang. Setelah Kantor Bahasa tutup pada
akhir Perang Dunia kedua, ia tetap mempengaruhi perkembangan Bahasa Indonesia melalui
majalah Pembina Bahasa yang diterbitkan dan dipimpinnya. Sebelum kemerdekaan, STA adalah
pencetus Kongres Bahasa Indonesia pertama di Solo. Pada tahun 1970, STA menjadi Ketua
Gerakan Pembina Bahasa Indonesia dan inisiator Konferensi Pertama Bahasa- bahasa Asia
tentang "The Modernization of The Languages in Asia" (29 September-1 Oktober 1967).

Sampai akhirnya hayatnya, ia belum mewujudkan cita-cita terbesarnya, yakni menjadikan


Bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar kawasan di Asia Tenggara. Ia kecewa, Bahasa
Indonesia semakin surut perkembangannya. Padahal, bahasa itu pernah menggetarkan dunia
linguistik saat dijadikan bahasa persatuan untuk penduduk di 13.000 pulau di Nusantara. Ia
kecewa, bangsa Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, sebagian Filipina, dan Indonesia yang
menjadi penutur Bahasa Melayu gagal mengantarkan bahasa itu kembali menjadi bahasa
pengantar kawasan.
Karya-karyanya
Sebagai penulis

 Dian Tak Kunjung Padam (novel, 1932)

 Layar Terkembang (novel, 1936)

 Anak P3r4w4n di Sarang Penyamun (novel, 1940)

 Pembimbing ke Filsafat (1946)


 Dari Perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia (1957)
 The Indonesian language and literature (1962)
 Revolusi Masyarakat dan Kebudayaan di Indonesia (1966)
 Kebangkitan Puisi Baru Indonesia (kumpulan esai, 1969)
 Grotta Azzura (novel tiga jilid, 1970 & 1971)
 Values as integrating vorces in personality, society and culture (1974)
 The failure of modern linguistics (1976)
 Perjuangan dan Tanggung Jawab dalam Kesusastraan (kumpulan esai, 1977)
 Dari Perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia sebagai
Bahasa Modern (kumpulan esai, 1977)
 Perkembangan Sejarah Kebudayaan Indonesia Dilihat dari Segi Nilai-Nilai (1977)
 Lagu Pemacu Ombak (kumpulan sajak, 1978)
 Amir Hamzah Penyair Besar antara Dua Zaman dan Uraian Nyanyian Sunyi (1978)
 Kalah dan Menang (novel, 1978)
 Menuju Seni Lukis Lebih Berisi dan Bertanggung Jawab (1982)
 Kelakuan Manusia di Tengah-Tengah Alam Semesta (1982)
 Sociocultural creativity in the converging and restructuring process of the emerging
world (1983)
 Kebangkitan: Suatu Drama Mitos tentang Bangkitnya Dunia Baru (drama bersajak,
1984)
 Perempuan di Persimpangan Zaman (kumpulan sajak, 1985)
 Seni dan Sastra di Tengah-Tengah Pergolakan Masyarakat dan Kebudayaan (1985)
 Sajak-Sajak dan Renungan (1987).
 Pemikiran Islam Dalam Menghadapi Globalisasi Dan Masa Depan Umat manusia
(1992)

Sebagai editor

 Kreativitas (kumpulan esai, 1984)


 Dasar-Dasar Kritis Semesta dan Tanggung Jawab Kita (kumpulan esai, 1984).

Sebagai penerjemah

 Nelayan di Laut Utara (karya Pierre Loti, 1944)


 Nikudan Korban Manusia (karya Tadayoshi Sakurai; terjemahan bersama Soebadio
Sastrosatomo, 1944)

Buku tentang Sutan Takdir Alisjahbana

 Muhammmad Fauzi, S. Takdir Alisjahbana & Perjuangan Kebudayaan Indonesia 1908-


1994 (1999)
 S. Abdul Karim Mashad Sang Pujangga, 70 Tahun Polemik Kebudayaan, Menyongsong
Satu Abad S. Takdir Alisjahbana (2006)

Penghargaan

 Tahun 1970 STA menerima Satyalencana Kebudayaan dari Pemerintah RI.


 STA adalah pelopor dan tokoh sastrawan "Pujangga Baru".
 Honorary Member of Koninklijk Instituut voor Taal-, Land en Volkenkunde,
Netherlands (1976).
 The Order of the Sacred Treasure, Gold and Silver from The Emperor of Japan (1987).

Anda mungkin juga menyukai