Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

NANO. S

Diajukan untuk
Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan
(SBK)

Disusun oleh:
Kelas: XI IPS 1 (Kelompok 4)
1. SEPTIAN
2. SANDI
3. RAMA
4. RIPKI H
5. RIPKI S
6. JAJANG
7. SAEPULLOH

DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN CIAMIS


SMA NEGERI 1 CIHAURBEUTI
TAHUN 2017
Jl. Kartawijaya No. 600 Pamokolan Kec. Cihaurbeuti Kab. Ciamis 46262
Telp (0265) 420316 email: sman1_cihaurbeuti@yahoo.com
KATA PENGANTAR

Puji syukur patut kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan anugerah kepada penulis sehingga kami diberi
kesempatan untuk dapat menyelesaikan makalah yang berjudul NANO.S.
Makalah ini kami buat untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Seni
Budaya dan Keterampilan (SBK).

Dalam penyusunan makalah ini penulis memperoleh banyak bantuan dari


berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca guna kesempurnaan makalah ini untuk ke depannya.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat berguna bagi kita
semua. Khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca. Amien.

Terima kasih.

Ciamis, Mei 2017

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

Eksistensi Nano Suratno atau lebih dikenal dengan Nano S, dalam arena
industri musik pop Sunda, telah memberikan kontribusi terhadap perkembangan
musik pop daerah di Indonesia khususnya di Jawa Barat. Secara tidak langsung ia
telah membawa warna tersendiri dimana dengan eksistensinya tersebut, sosoknya
menjadi role model bagi seniman-seniman tradisi Sunda lainnya yang bermaksud
untuk masuk ke arena industri musik pop. Keberhasilannya pada tingkat nasional,
tidak hanya menarik minat para seniman tradisi, tetapi juga para produser
rekaman musik lokal untuk mencoba memproduksi musik lokal dengan pencipta
dan penyanyi lokal untuk pasar lokal. Sosok seperti Nano S merupakan sumber
keuntungan bagi perusahaan rekaman musik lokal agar bisa berperan dalam
arena industri musik pop.

Perpaduan antara musik tradisi Sunda (karawitan) dengan musik Barat


berdampak kepada modifikasi dan adaptasi yang tentunya tidak terlepas dari
aspek ekologi, psikologi, sosial dan budaya (eko-psiko-sosio-budaya) pada diri
Nano. Ia yang berlatar belakang musik tradisi Sunda, yang sudah malang
melintang berinteraksi dengan lingkungan musik tradisi Sunda, ternyata mampu
beradaptasi dengan lingkungan baru yaitu musik pop Sunda. Ia dengan segala
potensi dalam dirinya yang telah lama terstruktur oleh lingkungan lamanya, sistem
hidup bermasyarakatnya di mana ia lama bergaul dengan sekelompok orang
yang didalamnya telah tercakup struktur tradisi, nilai-nilai tradisi dan aspirasi
hidup dengan caranya sendiri dalam mencapai atau meraih potensinya dalam
musik tradisi, ternyata bisa diarahkan ke yang lain yaitu musik pop Sunda.

3
BAB

PEMBAHASAN

A. BIOGRAFI NANO S.

Nano Suratno

Lahir di Garut, Jawa Barat, 4 April 1944. Karena minatnya yang


besar kepada musik karawitan, setelah lulus SMP, melanjutkan ke
Konservatori Karawitan (Kokar) di Bandung (1961) . Setelah tamat, ia
mengajar di SMP 1 Bandung dan kemudian pindah ke Sekolah Menengah
Karawitan Indonesia (SMKI). Beberapa tahun kemudian melanjutkan kuliah
ke Akademi Seni Tari (ASTI) Bandung dan STSI Jurusan Karawitan Sunda
sampai selesai.

Tahun 1964, bergabung dengan kelompok Ganda Mekar pimpinan


Mang Koko, namun beberapa tahun kemudian mendirikan kelompok sendiri
yang diberi nama Gentra Madya (1972). Banyak menciptakan lagu
karawitan Sunda, di awal masih memperlihatkan pengaruh gurunya, Mang
Koko, tetapi kemudian mulai memperlihatkan cirinya sendiri.

Jika Mang Koko, gurunya, mengkritik berbagai ketidakberesan


dalam masyarakat, Nano juga, tetapi disamping itu seakan-akan
menertetawakan diri sendiri, yang sering terjebak dalam situasi yang lucu.

4
Cara ini dibawakannya dalam pergelaran yang disebut Prakpilingkung
(keprak, kacapi, suling, angklung). Hasilnya, pada Festival Komponis Muda
Indonesia 1 yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta (1979),
komposisinya, Sang Kuriang mendapat perhatian sebagai komposisi yang
sarat dengan kekuatan akar etnis karawitan Sunda yang penuh inovasi
pengembangan.

Pernah mendapat beasiswa fellowship dari The Japan Foundation


selama setahun di Tokyo Gedai (Universitas Kesenian Tokyo), untuk
mempelajari perbandingan tangga nada Sunda dan Jepang, terutama
antara alam musik Kecapi dan Koto. Selain itu, ia juga belajar meniup
Sakuhachi dan memetik Shamisen, yang kemudian membuat kolaborasi
alat-alat itu pada ciptaannya dan membuat beberapa lagu karawitan
Sunda yang berbahasa Jepang, diantaranya Katakana Hiragana Uta, Ueno
Koen dan D'enshano Uta (1981-1982). Pernah di undang oleh departemen
musik Universitas Santa Cruz untuk mengajar dan membuat pergelaran
dalam Spring Performance (1990).

Keprofesionalannya dalam dalam kesenian Sunda semakin terbukti


ketika ia di minta oleh Min on, impresario, sebuah kelompok kesenian
Jepang yang besar, untuk mengadakan pertunjukan kesenian Sunda di
berbagai kota di seluruh Jepang selama 40 hari dengan 22 kali
pertunjukan. Pertunjukan ini mendapat sambutan antusias karena
keindahan yang di tampilkan dengan disiplin yang tinggi (1988).
Pertunjukan itu dimintaa untuk diulang lagi berkali-kali untuk tampil dikota-
kota lain.

Popularitasnya semakin menanjak setelah album-album rekaman


kasetnya banyak diminati oleh masyarakat, diantara Kalangkang
(Bayangan 1989), Cinta Ketok Magic (1992), yang meledak di pasaran
sehingga mendapat HDX Award tingkat Nasional. Meskipun lagu-lagu
ciptaannya berjenis karawitan, namun dengan cepat memperoleh
penggemar di seluruh Indonesia, bukan hanya dari kalangan orang sunda
saja, apalagi setelah lagu-lagu itu dijadikan pop Sunda. Selain itu, Ia juga

5
membuat lagu untuk Gending Karesmen bersama Wahyu Wibisana, Raf,
dll. Gending Karesmen ciptaannya antara lain Deugdeug Pati Jaya Perang,
Raja Kecit, 1 Syawal di Alam Kubur, Perang, dll.

Ia juga dikenal sebagai penulis sajak dan cerita pendek


berbahasa Sunda. Karyanya pernah di muat dalam majalah Mangle,
Hanjuang, dll. Cerita pendeknya dikumpulkan dengan judul Nu Baralik
Manggung (Yang Pulang sehabis mengadakan pertunjukan). Ia juga
menyusun Buku Kawih untuk bahan pelajaran di Sekolah Menengah
dengan judul Haleuang Tandang (1976).

Negara-negara yang pernah dikunjunginya untuk mengadakan


pertunjukan antara lain Jepang, Hongkong, Philipina, Belanda, Australia,
Amerika Serikat, dll. Pada bulan Oktober 1999, di Jepang, ia memainkan
lagu ciptaannya yang berjudul Hiroshimayang dibuat khusus untuk
memenuhi permintaan Walikota Hiroshima yang mengenalnya sebagai
pencipta lagu. Diangkat menjadi Kepala Taman Budaya Propinsi Jawa
Barat sejak 1995 sampai pensiun (2000).

6
B. Musik Pop Sunda Nano S Dalam Konteks Kedaerahan

Secara ideologi, musik pop Sunda Nano S dapat diyakini sebagai


bentuk ekspresi kedaerahan yang diartikulasikan melalui bahasa, perilaku,
kebiasaan dan rasa memiliki. Rasa kedaerahan tersebut dalam musik pop
Sunda berkembang sejak era 1950-an dengan munculnya penyanyi pop
Sunda, Upit Sarimanah. Bahkan pada 1959, pada waktu itu Presiden RI
pertama Soekarno, mengeluarkan ultimatum untuk membatasi peredaran
musik-musik pop Barat. Pada saat itu para seniman harus membuat rasa
musik yang lebih nasionalistis. Berkembangnya musik pop Indonesia termasuk
musik pop Sunda merupakan bagian dari proses perkembangan sosial dan
politik untuk mengutamakan identitas diri sebagai pembeda dari daerah
lainnya.

Pada konteks musik pop Sunda Nano S, perpaduan antara semangat


lokal dan global tampak pada lagu-lagunya yang masih memiliki nuansa
musik Sunda. Penggunaan kiasan bahasa Sunda yang halus dan bersahaja
serta ornamentasi kawih dalam musiknya masih tetap dipertahankan. Ia
memadukan warna lokal ke dalam gaya musik pop. Polarisasi (pembagian
atas dua gaya yang berlawanan) ini memberi pertanda struktur dasar dari
lagu-lagu pop Sunda Nano. Perpaduan antara tradisi dan pop dapat diamati
melalui peminjaman elemen-elemen musik tradisi yang diadaptasi ke genre
musik pop. Melodi lagu masih merujuk kepada teknik kawih dan syair yang
menggunakan kiasan bahasa Sunda yang halus dan bersahaja.

Contoh kasus misalnya pada lagu Kalangkang versi pop Sunda.


Terdapat dua pernyataan ketika Nano mengangkat nuansa lokal pada lagu
tersebut, yaitu: pertama, adanya kebutuhan untuk memberikan keaslian rasa
lokal, khususnya bagi pasar konsumer lokal dalam rangka menggugah rasa
kedaerahan; dan kedua, sebagai simbol untuk mengajak dan menunjukkan
kepada masyarakat lokal bahkan seniman lainnya, bahwa lagu pop Sunda
seperti itu bisa menjadi harapan konvensi. Alur nyanyian melodi gaya kawih
dan kepesindenan yang sederhana, penggunaan tangga nada pelog degung,
dan representasi bunyi-bunyi alat musik tradisi ke dalam alat musik Barat

7
merupakan modifikasi dari dua gaya yang saling melengkapi. Penguatan-
penguatan tersebut berperan sebagai upaya simbolisasi identitas Sunda. Lagu
Kalangkang versi pop Sunda merupakan musik yang tidak hanya bertindak
sebagai musik, tetapi juga sebagai tanda untuk membantu memori masyarakat
Sunda. Musiknya membuka perasaan nostalgia dan retrospeksi (kenangan
kembali) yang pada akhirnya dihubungkan dengan gagasan tentang konteks
jati diri kedaerahan[8].

Nuansa kedaerahan dalam lagu pop Sunda karya Nano S


menimbulkan bunyi yang unik, dimana kesederhanaan melodi dan metafora-
metafora bahasa yang tinggi, memberikan karakteristik musik pop Sunda
yang lebih bersahaja. Proses ini mencoba untuk mengangkat materi musikal
Sunda ke tingkat yang lebih tinggi dan memperkuat legitimasi dalam kancah
musik nasional bahkan mungkin internasional. Modifikasi warna lokal pada
musik pop Sunda Nano, dapat dipahami sebagai sintesis antara musik tradisi
dan musik pop. Bahkan tidak hanya itu, ia juga memasukkan unsur musik
keroncong dalam lagu Kacipta dan Taroskeun. Hal ini menandakan bahwa
keliaran ide musikalnya memang betul-betul untuk menunjukkan sebuah
semangat identitas nasional, bukan hanya identitas daerah.

8
BAB III

KESIMPULAN

Nano S. Lahir di Garut, Jawa Barat, 4 April 1944. Karena minatnya yang
besar kepada musik karawitan, setelah lulus SMP, melanjutkan ke Konservatori
Karawitan (Kokar) di Bandung (1961) . Setelah tamat, ia mengajar di SMP 1
Bandung dan kemudian pindah ke Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI).
Beberapa tahun kemudian melanjutkan kuliah ke Akademi Seni Tari (ASTI)
Bandung dan STSI Jurusan Karawitan Sunda sampai selesai.

Eksistensi Nano Suratno atau lebih dikenal dengan Nano S, dalam arena
industri musik pop Sunda, telah memberikan kontribusi terhadap perkembangan
musik pop daerah di Indonesia khususnya di Jawa Barat. Secara tidak langsung ia
telah membawa warna tersendiri dimana dengan eksistensinya tersebut, sosoknya
menjadi role model bagi seniman-seniman tradisi Sunda lainnya yang bermaksud
untuk masuk ke arena industri musik pop.

Tahun 1964, bergabung dengan kelompok Ganda Mekar pimpinan Mang


Koko, namun beberapa tahun kemudian mendirikan kelompok sendiri yang diberi
nama Gentra Madya (1972). Banyak menciptakan lagu karawitan Sunda, di awal
masih memperlihatkan pengaruh gurunya, Mang Koko, tetapi kemudian mulai
memperlihatkan cirinya sendiri.

9
DAFTAR PUSKATA

Fiske, John. 2011. Memahami Budaya Populer. Yogyakarta: Jalasutra.

Nano S. 1995. Antara Karawitan dan Pop Sunda. Dalam Mack, Dieter.
(penyunting). Apresiasi Musik Populer, hlm. 142-146. Yogyakarta: Yayasan
Pustaka Nusatama.

10

Anda mungkin juga menyukai