Anda di halaman 1dari 11

a.

Kawih kapesindenan
•sejarah
kawih kapesindhenan menunjukkan salah satu gaya
sekar (vokal) karawitan Sunda, yaitu lagu-lagu yang
disajikan oleh sinden. Kawih karya Eutik Muchtar
menggunakan laras salendro, degung / madenda diiringi
gamelan salendro. Dalam penyajiannya seperti kawih
tradisi, yaitu dimulai dari pangkat, dilanjutkan panjadi,
kemudian masuk pada perjalanan lagu, diulang-ulang &
pada akhirnya berhenti. Dari kajian fungsi diketahui
bahwa lagu-lagu karya Eutik Muchtar selain
mengandung tema-tema kehidupan rumah tangga yang
akrab dengan lingkungan masyarakatnya, juga memiliki
kandungan inti (makna) yang dalam & sangat berguna
bagi kehidupan masyarakat, antara lain sebagai
pengungakapan emosional, kritik sosial & sebagai
presentasi estetis (hiburan).
Menurut Wikipedia bahasa Indonesia Minggu, 24
Februari 2013 istilah pasinden pesinden dalam konteks
kawih kepesindenan berasal dari kata sinden dan diberi
awalan “pa” yang berarti tukang ahli, dan kata sinden
berarti sindir, sisindiran. Jadi pasinden adalah tukang
sindir atau tukang sisindiran baik dalam bentuk
paparikan, rarakitan maupun wawangsalan. Adapun
sindiran itu sendiri diungkapkan dalam bentuk nyanyian
atau disisipkan dalam sebuah lagu sebagai syair lagu itu
sendiri. Selanjutnya istilah ini dengan sendirinya melekat
kepada sosok yang memiliki fungsi sebagai penyanyi
secara dominan dalam penyajian ansambel gamelan
Sunda. 2.3.1.1 Bentuk sajian kepesindenan Menurut
Wikipedia bahasa Indonesia Minggu, 24 Februari 2013
sinden biasanya membawakan lagu-lagu jenis sekar
tandak dan lagu-lagu jenis sekar irama merdika, kedua
jenis lagu ini merupakan bentuk yang selalu ditampilkan.
Lagu-lagu sekar tandak merupakan jenis lagu yang diikat
oleh tempo yang konstan, sehingga lagu-lagu jenis ini
menjadi lagu yang baku diatur oleh sebuah tempo atau
dalam karawitan sunda disebut wiletan. Lagu-lagu irama
merdeka merupakan lagu yang tidak terkait oleh tempo
yang konstan, sehingga lagu-lagu jenis ini terkesan bebas
untuk dinyanyikan karena tidak diikat oleh tempo atau
wiletan. Dalam penyajian irama merdeka, sinden dapat
berimprovisasi dengan leluasa karena tidak diikat pada
satu hitungan yang konstan. 

•Ciri-ciri
ciri-ciri kawih vokal kepesindenan antara lain: 2.3.1.2.1.
Unsur Karawitan Unsur karawitan adalah penggunaan
laras dan bentuk lagu dalam kawih kepesindenan, yaitu
jenis sekar alit dan sekar tengahan, karena pada jenis ini
sering juga disebut lagu jalan dan syairnya berisi
sisindiran dengan bentuk melodi improvisasi yang pada
akhirnya menuju kepada nada jatuhan. 2.3.1.2.2. Laras
Laras tangga nada yang terdapat pada lagu – lagu
kepesindenan sangat beragam hal ini dapat dimaklumi
karena kawih kepesindenan menggunakan iringan
gamelan pelog salendro sehingga memungkinkan
mengiringi berbagai laras yang terdapat dalam
karawitan sunda.

•Tokoh
Mang koko

b.Kawih kaulinan barudak 


•Sejarah
Kawih Kaulinan Barudak Sunda
Kawih kaulinan barudak adalah kawih barudak yang
digunakan
sebagai pengiring permainan, dan atau kawih yang
memerlukan suatu
gerak. Seperti yang dikatakan oleh James Danandjaja
(1997:147) yaitu:
“Nyanyian permainan (play song) yakni nyanyian yang
mempunyai irama gembira serta kata-kata lucu dan
selalu dikaitkan dengan permainan bermain (play) atau
permainan bertanding (game)”
Dalam kakawihan kaulinan barudak Sunda terkandung
akan aspek
etnopedagogi, yaitu pendidikan berfungsi untuk
meningkatkan mutu
kehidupan manusia, baik sebagai individu, maupun
sebagai kelompok
dalam kehidupan bermasyarakat (Achmad, 2013). 

•Ciri-ciri
1. Kawih miboga unsur musik jeung sastra
2. Rumpaka kawih mangrupa karya sastra dina wangun
ugeran atawa puisi
3. Rumpaka kawih mangrupa wangun puisi anu henteu
kaiket ku aturan
4. Ditilik tina wangu eusina, kawih mangrupa wangu
puisi anu eusina henteu mangrupa carita, sarua saperti
sajak
5. Unsur-unsur nu aya dina rumpaka kawih nyaeta unsur
jejer atawa tema, unsur nada jeung suasana, unsur rasa,
jeung unsur amanat
•Tokoh
Bermacam ragam pokok yang terkandung dalam isi
kakawihan
barudak Sunda bergantung kepada keadaan lingkungan
pada waktu
kakawihan itu lahir yang merupakan rangsangan kepada
para
pengarang urang rea yang menggubah kakawihan
tersebut. Seperti
yang dikemukakan oleh Atik dan Oyon (1985:100), bahwa
apa yang
didapat dari kakawihan barudak Sunda yang merupakan
karya urang
rea (umum) dalam sastra lisan Sunda bisa dikatakan
bahwa
pengungkapan pengalaman sebagai tanggapan jiwa
penggubah terhadap rangsangan dari luar yaitu
lingkungan masyarakat, keadaan
alam, yang dicurahkan ke dalam larik-larik dengan
bahasa yang
ditemukan dalam kakawihan tersebut.

c.Kawih pop sunda


•sejarah
Musik pop Sunda merupakan representasi dari
kreativitas musisi Sunda. Genre musik ini tidak bisa
melepaskan diri dari jasa Koko Koswara (alm) yang lebih
populer dengan julukan Mang Koko. Ia sempat
membidani kelahiran beberapa musisi pop Sunda untuk
meramaikan jagat musik Nusantara, di antaranya Nano S,
yang menggubah pop Sunda dengan menggabungkan
degung kawih dan instrumen musik Barat.
menurut Edwin Juriens (2006), kelahiran musik pop
Sunda dibidani seniman Bandung Nada Kantjana pada
tahun 1950-an. Mereka adalah pelopor pengombinasian
lirik Sunda dengan instrumen-instrumen musik pop
Barat di bawah pimpinan Muhammad Yassin. Setelah itu,
tongkat estafet penciptaan musik pop Sunda diteruskan
Djuhari dan Mang Koko. Sekarang, dengan
perkembangan zaman yang terjadi, lahir musisi muda
independen yang mengawinkan nada-nada Sunda
dengan nada rock, pop, hip hop, rap, dan sebagainya.

•Ciri-ciri
Ciri lagu pop Sunda itu yaitu liriknya mudah dicerna dan
aspek melodinya mudah dipelajari. Untuk aspek melodi
inilah kelihatannya di hampir semua musik-musik pop
sunda memiliki kontur melodi yang hampir sama,” ujar
Rektor dalam acara “Workshop Menuju Musik Pop Sunda
yang Kreatif, Berkualitas dan Profesional”, Kamis (21/11)
di Hotel Banana Inn, Bandung. Padahal, lagu pop Sunda
sendiri sudah lama akrab di mata masyarakat Sunda.
Rektor mengindikasikan, lagu “Panon Hideung” karya
Ismail Marzuki yang dibuat pada tahun 1936 disinyalir
tonggak pertama lagu pop Sunda, meskipun melodi lagu
tersebut diadaptasi dari lagu berbahasa Rusia. “Kita
pindah lagi ke era 1960-an ketika Band Nada Kencana,
termasuk di dalamnya penyanyi Upit Sarimanah
membuat banyak lagu pop Sunda, seperti Trang trang
Kolentrang,Tongtolang Nangka, tapi secara keseluruhan
lagu-lagu tersebut tingkatan musikalitasnya sama,” jelas
Rektor.

•Tokoh
Darso si raja pop sunda
d.Kawih tembang cianjuran
•Sejarah
Dinamakan tembang Sunda Cianjuran sejak tahun 1930-
an dan dikukuhkan tahun 1962 ketika diadakan
Musyawarah Tembang Sunda sa-Pasundan di Bandung.
Seni mamaos merupakan seni vokal Sunda dengan alat
musik kacapi indung, kacapi rincik, suling, dan atau
rebab.
Pada masa awal penciptaannya, Cianjuran merupakan
revitalisasi dari seni Pantun. Kacapi dan teknik
memainkannya masih jelas dari seni Pantun. Begitu pula
lagu-lagunya hampir semuanya dari sajian seni Pantun.
Rumpaka lagunya pun mengambil dari cerita Pantun
Mundinglaya Dikusumah.

Pada masa pemerintahan bupati RAA. Prawiradiredja II


(1864—1910) kesenian mamaos mulai menyebar ke
daerah lain. Rd. Etje Madjid Natawiredja (1853—1928)
adalah di antara tokoh mamaos yang berperan dalam
penyebaran ini. Dia sering diundang untuk mengajarkan
mamaos ke kabupaten-kabupaten di Priangan, di
antaranya oleh bupati Bandung RAA. Martanagara (1893
—1918) dan RAA. Wiranatakoesoemah (1920—1931 &
1935—1942). Ketika mamaos menyebar ke daerah lain
dan lagu-lagu yang menggunakan pola pupuh telah
banyak, maka masyarakat di luar Cianjur (dan beberapa
perkumpulan di Cianjur) menyebut mamaos dengan
nama tembang Sunda atau Cianjuran, karena kesenian
ini khas dan berasal dari Cianjur. Demikian pula ketika
radio NIROM Bandung tahun 1930-an menyiarkan
kesenian ini

•Ciri-ciri
ciri khas yang berbeda dari tembang-tembang Sunda
lainnya. Karena selain memiliki cengkok dan karakter
yang khas, Cigawiran juga sangat kental dengan nuansa
Islaminya.
Dalam praktiknya, tembang ini tidak hanya
menyampaikan nilai-nilai agama Islam, tetapi juga unsur
budaya dan tata krama Sunda yang dipenuhi pesan-
pesan kehidupan. Sementara di beberapa tradisi,
masyarakat sekitar menjadikan tembang ini sebagai lagu
perjalanan rombongan pengantar jenazah menuju
rumah duka
Hingga saat ini, tradisi Cigawiran diwariskan kepada
panerus H. Djalari dari generasi ke generasi. Sedangkan
wilayah perkembangan Cigawiran ini masih berada di
pesantren-pesantren Cigawir, sebagai media yang
mewadahi, menjaga, melestarikan tradisi seni khas Islam
Sunda- Nusantara ini.

•Tokoh
Eutik muchtar,mang koko,upit sarimanah,dan titim
fatimah 
e.Rumpaka Lagu sareng judul na
1. Cing Cangkeling
Cing cangkeling manuk cingkleung cindeten
(Mari menyendiri burung cacat bertengger)
Plos ka kolong bapa satar buleneng
(Plos ka kolong bapa satar pelontos)

2. Nyengcelengan
Sapoe lima sen

(Sehari lima sen)

(Menabung dengan telaten)

Nyengcelengan sing titen Rek indit sakola (Setiap akan


berangkat sekolah) Misahkeun duit heula

(Menyisihkan uang dahulu)

Sapoe saratus

(Sehari seratus)

Saminggu tujuh ratus (Seminggu tujuh ratus)

Sataun geus puguh

(Setahun sudah pasti) Cengcelengan geus pinuh

(Celengan sudah penuh)

Mun wekel mun temen

(Bila tabah dan sering) Duit anu disimpen


(Uang celengan) Dibobok dibuka

(Dipecahkan dan dibuka) Meureun geus jadi loba

(Mungkin sudah banyak)

3. Bubuy Bulan

Hukum & Krimin

Bubuy Bulan

(Memepes bulan)

Bubuy Bulan sanggray bentang

(Memepes bulan menyangrai bintang)

Panon poe

(Matahari)

Panon poe disasate


(Matahari disate)

Unggal bulan

(Setiap bulan)

Unggal bulan abdi teang

(Setiap bulan saya cari)

Unggal poe

(Setiap hari)

Unggal poe oge hade (Setiap hari juga baik)

Situ ciburuy

(Danau ciburuy) Laukna hese dipancing

(Ikannya susah dipancing)

Nyeredet hate
(Hati bergetar)

Ningali ngeplak caina (Melihat air yang jernih)

Duh eta saha nu ngalangkung unggal enjing (Tuh, itu


siapa yang melintas setiap hari)

Nyeredet hate

(Hati bergetar) Ningali sorot socana

(Melihat sorot matanya)

Anda mungkin juga menyukai