RAA KUSUMANINGRAT
1
Budaya Sunda Ramlan
Waditra pengiring dalam cianjuran berupa dua buah kacapi dan sebuah
suling atau rebab. Orang atau seniman yang memainkan waditra untuk
cianjuran disebut juru pirig, atau pamirig. Kacapi untuk cianjuran ada dua
macam. Yang pertama disebut kacapi indung atau disebut juga kacapi parahu.
Yang kedua disebut kacapi rincik. Disebut kacapi indung karena fungsinya
sebagai musik inti atau induk, yaitu musik yang paling dominan dalam
mengiringi juru mamaos. Disebut kacapi parahu, karena bentuk dari kacapi
ini seperti perahu. Sedangkan kacapi yang kedua yaitu kacapi rincik fungsinya
tidak begitu dominan. Kacapi ini hanya digunakan untuk mengiringi lagu-lagu
tertentu saja, yaitu untuk melengkapi iringan lagu-lagu panambih (lagu-lagu
ekstra). Bentuknya lebih kecil dari kacapi indung.
Selain kacapi, waditra lainnya adalah suling. Suling untuk iringan
cianjuran berlubang 6(enam). Panjangnya antara 59-63 cm. Fungsi suling
dalam cianjuran terutama untuk memberi hiasan lagu. Selain suling kadang-
kadang digunakan juga rebab. Penggunaan rebab untuk iringan cianjuran
hanya untuk mengiringi lagu-lagu panambih yang bersurupan salendro saja.
Waditra Suling
Waditra Kacapi
2
Budaya Sunda Ramlan
3
Budaya Sunda Ramlan
4
Budaya Sunda Ramlan
Majid, Jaya Lahiman dan Rd. Jaya Wireja. Rd.Ece Majid telah memperoleh
anugrah tertinggi dalam seni cianjuran dari pemerintah Indonesia tahun 1974.
Selanjutnya pada periode 1910-1945 seniman cianjuran yang terkenal
antara lain Rd.Ihot, Rd.Emung Purawinata, Rd.Sanusi, Rd.Anah Ruhanah, Rd.
Imong, Rd. Ipung Prawira Sudibja, Rd.Encang, Ahim, Dai dll.
Periode 1945-1965 terkenal diantaranya Nyi mas Saodah, Emeh
Salamah, Endu Sulaeman Apandi, Bakang Abubakar, Idi Rosadi, Mimin
Aminah Rosadi, Rd. Surmen Winata Dipraja, Rs.Entip Suara Kusumah dll.
Bakung Abubakar telah memperoleh hadiah seni tertinggi bidang seni
Cianjuran dari pemerintah RI tahun 1993.
Periode 1965-1975 terkenal seniman cianjuran Apung S Wiratmaja,
Drs. Dadang Sulaeman, Acicah, Didin S Bajuri, Enah Sukaenah, Euis Komariah
dll.
Periode 1975 – sekarang, terkenal seniman cianjuran Imas permas
Sutarno, Ida Widawati, Yus Wiradirja, Barman Cahyana, Burhan Sukarna
(suling), Rukruk dan Gangan G (kacapi).
Pertunjukkan
Cara penampilan seni Tembang Sunda Cianjuran biasanya ada dua
macam. Pertama dalam acara kalangenan, yaitu acara khusus penyajian
cianjuran secara kekeluargaan antar seniman dan pemerhati disebuah rumah
yang agak luas. Seniman dan pemerhati duduk melingkar. Siapa saja boleh
menyanyikan lagu. Tertib sajian lagu selalu dipertahankan, yaitu harus diawali
dengan bubuka instrumentalian kacapi-suling lalu dimulai dengan bubuka
gerendeng Papantunan dilanjutkan sebuah Papantunan – Papatet misalnya.
Lagu tersebut dilagukan bergantian oleh para seniman Mamaos yang ada.
Setiap selesai melagu pemerhati (penonton) bebas berkomentar, pujian atau
sanggahan dikemukakan secara langsung maupun melalui sindiran halus atau
pedas. Atau tanpa komentar sama sekali. Pujian akan spontan dilontarkan jika
teknik melagunya menarik. Misalnya untung dewek teu torek, atau pek mun
teu dua moal dibawa nguseup deui. Dua, maksudnya harus dua kali atau
diulang melagunya (bagi si seniman yang dikomentari). Namun sebaliknya
jika teknik melagunya tidak menarik, sindiran akan terlontar seperti parantos
ngalagu teh.
Penampilan lagu-lagu dimulai dari Papantunan lalu Dedegungan,
kemudian Jejemplangan dan terakhir Rarancagan sambil diselingi lagu-lagu
Panambih. Semua yang hadir benar-benar berada dalam suasana khas
Cianjuran, yaitu jika penyanyi, bernyanyi dengan sepenuh hati dan jika
penonton mendengarkan dengan penuh penghayatan.
Yang kedua dalam pergelaran khusus. Dalam pergelaran seperti ini
segalanya diatur. Waktu dibatasi, lagunya dibatasi dan antara seniman dan
penontonnya pun belum tentu memberikan perhatian penuh. Dalam
pergelaran semacam ini tak mungkin menampilkan Cianjuran secara utuh.
Namun harus disesuaikan dengan tuntutan penyajian seni pertunjukkan.
5
Budaya Sunda Ramlan
Tatalegongan/Jemplang Bangkong
Bangkong dikongkorong kujang
ka cai kundang cameti, da kole
kole di buah hanggasa
ulah ngomong samemeh leumpang, da
hirup
hirup katungkul ku pati
paeh teu nyaho di mangsa
6
Budaya Sunda Ramlan
7
Budaya Sunda Ramlan
Ungkapan terakhir, hidup dinanti oleh ajal, waktunya pun kapan, kita
tak tahu. Penerapan teks hipogram pada Tatalegongan dengan ekserp
’excerpt’ (pengintisarian) dan pada modifikasi ’modification’ (pengubahan) .
Fungsi semiotik penerapan hipogram memperdalam makna. Matriks dari teks
ini adalah, pengembaraan di jalan Allah. Tatalegongan meng-ungkapkan
kehati-hatian dalam menjalani hidup. Katak yang kehidupannya nyaman di air
yang disimbulkan oleh kole, namun selalu membekali diri dengan cemeti. Hal
ini memiliki makna bahwa subjek walau dalam ketenangan namun selalu
mencambuk dirinya supaya tak etrlena oleh kesenangan duniawi hanggasa,
yang mejerumuskan dirinya. Nasihat dari rumpaka ini, janganlah tekebur,
berdzikirlah di hati selalu, jangan terlena oleh dunia, hidup selalu ditunggu
ajal.
Pucung Degung
Lamun urang boga maksud kudu junun
kahayang jeung prakna
mun sakadar dina hate
eta mubah moal rek aya buktina.
(Sobirin, 1987)
Cirebonan
8
Budaya Sunda Ramlan
9
Budaya Sunda Ramlan
Naratas jalan
Geura bral geura mariang
geura prak naratas jalan
teangan kasugemaan
enggoning keur kumelendang
kumelendang masing yakin
dibarengan kaimanan
yakin kana pamadegan
tangtungan wanda sorangan
tapi poma 2x lain laku kaangkuhan.
Kaangkuhan anu mawa
kana jalan kaambrukan
hirup teh lain sorangan
loba pisan nu marengan
keur urang silih tulungan
lain eukeur pacengkadan
nu taya hartina pisan
nimbulkeun pondok harepan
ilang akal keur ngudag-udagan urang
(Sobirin, 1987: 85)
Silakan berangkatlah
buka jalan
cari kepuasan
selama berkelana
dalam berkelana disertai keyakinan
disertai keimanan
yakin pada pendirian
keyakinan hati nurani
namun janganlah disertai keangkuhan
Keangkuhan membawa
ke jalan kebinasaan
(sadari) hidup tidak sendiri
banyak sekali sesama manusia
untuk saling tolong-menolong
bukan untuk berselisih
10
Budaya Sunda Ramlan
11
Budaya Sunda Ramlan
Salaka Domas
12
Budaya Sunda Ramlan
Salaka Domas Surupan Pelog dengan Pupuh Sinom, lagu dan rumpaka
kreasi R. Bakang Abubakar. Pendukungan teks dalam memenuhi karakter
pupuh ditunjukkan oleh rasa senang hati yang tersirat dari sikap optimis
tokoh, walau berat menjalankan amanat ayah bundanya. Bait ini sebuah
transformasi dari ceritera pantun Mundinglaya di Kusumah putra Prabu
Siliwangi yang harus mencari azimat Salaka Domas berupa layang-layang
yang harus direbut dengan perjuangan gigih melalui perlawanan terhadap
guriang tujuh yang sangat sakti. Teks Salaka Domas dipandang dari sudut arti
sebagai satu rangkaian informasi, yakni perjuangan
meraih Salaka Domas.
Tokoh dalam lirik tunduk dan hormat pada ibu dan ayah, dengan selalu
menyebut-nyebut Yang Maha Suci (sumambat ka Maha Suci), tidak tergoda
oleh apa pun. Sumambat ka Maha Suci mengingatkan kepada Dzikir Sir atau
yang lazim diungkapkan dengan Manunggaling kaula – Gusti, selalu
menghadirkan Allah dalam Badan Rohani. Sinkretisasi antara kepercayaan
Islam dengan pra-Islam di dalam kisah-kisah ke-susastraan lama merupakan
hal yang lazim baik dalam karya sastra Sunda maupun dalam karya sastra
Nusantara (Lihat Wawacan Batara Rama dan Hikayat Seri Rama).
Hipogram tunduk dan berbakti kepada ibu dan ayah antara lain, sebagai
berikut: Indung tunggul rahayu, bapa tangkal darajat, nya munjung kudu ka
Indung, nya muja kudu ka bapa’. Ibu pokok keselamatan, ayah pohon
kemuliaan, harus tunduk kepada ibu, hormat kepada ayah. Dalem Pancaniti
memberikan keteladanan menyatakan bakti kepada orang tua, dengan
perilaku yaitu apabila berderma beliau berkata: Tah kaula mere nyatu ka
maneh , ganjaranana disanggakeun ka indung bapa kaula. ’Aku memberimu
makanan, pahalanya diberikan kepada Ibu dan Ayahanda.’
Hipogram dalam pupuh Maskumambang sebagai berikut: Eh barudak
kudu mikir ti leuleutik, maneh kahutangan, ka kolot ti barang lahir, nepi ka
ayeuna pisan. ’Wahai anakanak kau semua harus menyadari sejak kecil, kau
berutang budi, kepada orang tua sejak lahir, sampai sekarang.’
”Pemerolehan Layang Salaka Domas yang bisa mengancam nyawa
Mundinglaya DiKusumah karena harus menempuh perjalanan berbahaya ke
sajabaning langit yang dijaga oleh 7 guriang sakti ini, sebenarnya untuk
kepentingan negara yakni sebagai penawar bencana yang melanda Negeri
Pajajaran (Su’eb, 1997: 18-19). Jadi pada ini menyaran secara tersirat pada
bela negara.
Hipogram dari bela negara banyak diungkapkan dalam Tembang
Cianjuran, antara lain lagu Talutur Surupan Salendro (Sobirin, 1987: 91)
Najan beurat bubuhan geus wajib, najan bangga da nyata tugasna, teu
meunang mungpang ngoleseh, kudu tanggoh jeung teguh, ludeung tandang
pinuh kawani, dina neu-leumanana, maksud nu samiuk, nuju kajembaran
bangsa, dina harti gemah ripah lohjinawi, jembar wibawa harja. ’Walau terasa
berat namun wajib, walau sulit bagaimanapun tugas, tak boleh menolak,
harus kuat dan teguh , tak-takut, gagah penuh dengan keberanian, dalam
13
Budaya Sunda Ramlan
Ceurik abdi
14
Budaya Sunda Ramlan
15
Budaya Sunda Ramlan
16
Budaya Sunda Ramlan
Sinom Bungur Surupan Sorog, lagu dan rumpaka oleh Maman. Teks lagu
Sinom Bungur dipandang dari sudut arti sebagai satu rangkaian informasi,
tentang perjalanan hidup. Rumpaka ini mengusung lima baris awal
mengungkapkan pohon bungur baik daun maupun bunganya yang
berguguran, sebagai pembuka pada ungkapan yang sesungguhnya tentang
ajal manusia, semua manusia akan mengalami hari terakhir, pulang ke Alam
Keabadian.
Hipogram tentang ajal antara lain pada teks lagu Tatalegongan (lihat
pembahasan sebelumnya, pada lagu Luminjing ‘Berkelana’ Surupan Sorog
(Sobirin, 1987: 52):
Luminjing di alam lahir, teu kongang sawenang-wenang, horeng ari
ngalalakon sagala teu sakahayang, sok aya bae halangan, teu weleh diukur
waktu, tebih ti karep sorangan.
‘Berkelana di alam dunia, tak bisa sewenang-wenang, ternyata menjalani
lelakon, semua tak menurut keinginan, ada pembatas, diukur waktu, sangat
jauh dari dugaan manusia’.
Menurut Haji Hasan Mustapa, dunia ini lembur saheulaanan, samemeh
balik ka jati ‘kampung sementara sebelum pulang ke Kehakikian’(dalam
Rosidi, 1989: 198) Penerapan teks hipogram pada teks lagu Sinom Bungur
dengan modifikasi ’modification’ (pengubahan) (Lihat Riffaterre, 1978).
Fungsi semiotik teks hipogram untuk penyajian makna maksud. Matriks teks:
Hidup akan diakhiri ajal. Rumpaka ini mengingatkan bahwa kehidupan dunia
fana, pada suatu hari terakhir akan didatangi oleh ajal.
Sinom
Hawar-hawar ti anggangna
sada anu ngahariring
ngagalindeng atra pisan
nongtoreng lir nu mepeling
sorana tatag rintih
halimpu lir nu misaur
basana sing waspada
hirup kudu ati-ati
cing toweksa sarengkak saparipolah.
(Sobirin, 1987: 129)
17
Budaya Sunda Ramlan
18
Budaya Sunda Ramlan
Asmarandana Erang
19
Budaya Sunda Ramlan
20
Budaya Sunda Ramlan
21
Budaya Sunda Ramlan
Pangrawit
Ciherang cikahuripan
ngeclak deui ngeclak deui
lamun ninggang kana badan
tangtu karasana tiis
cep ngecep sanubari
nyulusup-nyusup jajantung
kitu ge mun milikna
tapi lamun lain waris
ting gorolong cara dina daun bolang
(Sobirin, 1987: 63)
22
Budaya Sunda Ramlan
Teks lagu Pangrawit, pupuh Sinom, Surupan Sorog (?). Teks ini
dipandang dari sudut arti sebagai satu rangkaian informasi, tentang air yang
jatuh di badan. Air adalah air, namunlebih jauh ada keterangan air jernih
Cikahuripan. Cikahuripan berasal dari dua kata yakni cai ‘air’ dan hurip ‘hidup’.
Hurip memiliki makna yang lebih dalam dari ‘hidup’ yang bisa ditelusuri pada
hipogram berikut:
Guguritan Titis Tulis pupuh Asmarandana karya MAS (dalam Rusyana, 1980:
203): Jalma hirup hayang hurip, malar mulya jeung waluya, waras badan
jempe hate ’Orang hidup ingin bahagia lahir batin, supaya mulia di dunia dan
selamat di akhirat, raga sehat hati tenang’
Hipogram lain pada teks lagu Jembar Manah pupuh Sinom Surupan
Salendro (?) (Sobirin, 1987: 113) sebagai berikut:
Sok rajeun kememelangan, mikiran diri pribadi, ti mana jeung rek kamana,
cenah hirup kudu hurip, waluya lahir batin, mana nu bener nu palsu... ’
Sekali-kali merasa hawatir, memikirkan diri pribadi, dari mana dan akan ke
mana, katanya hidup harus hurip, selamat lahir dan batin, mana yang benar
mana yang salah. Dalam pemahaman Tasawuf, hurip ’selamat lahir dan batin’
dengan ngahirupkeun hate ‘menghidupkan hati’/berdzikir di dalam hati/selalu
menghadirkan Allah.’ pada Badan Rohani. Pada teks lagu Pangrawit, terdapat
kerompangan. Pemahaman Tasawuf ini merupakan hipogram untuk
menjembatani pemaknaan: ”Apabila (Cikahuripan) mengenai badan, tentu
terasa dingin, dingin sampai ke hati, menyusup ke jantung.”
Hipogram pada teks lagu Ciawiyan, pupuh Asmarandana Surupan
Salendro (? )(Sobirin, 1987: 113) sebagai berikut:
Tengtrem nyungsi nu kiwari, pibekalan ngudag jaga, tur teu poho ka bareto,
keur urang diwawadian, kudu jembar panalar, mun mikarep maksud luhung,
babaran kamanusaan.
‘Tentram menjalani masa kini, untuk bekal di alam nanti, tak lupa pula kepada
asal-usul, ketika kita dianugrahi Wadi (dianugrahi Nurullah di antaranya
Sajatining Elmu ‘Inti Ilmu’), harus luas pemikiran, apabila mencapai maksud
mulia, mengenai kamanusaan (orang yang mampu menerima Nurullah)
Kemudian pernyataan, “namun apabila bukan miliknya, tak meresap seperti
menimpa daun bolang.” Di dalam Teosofi Tasawuf dikatakan, apabila pada diri
23
Budaya Sunda Ramlan
Tahajud
24
Budaya Sunda Ramlan
Lagu dan rumpaka oleh R. Bakang Abubakar. Karya seni ini secara utuh
yang terdiri dari verbal dan nonverbal tergolong karya seni monumental
(Samson, 2006: 6). Pada kedua pada ini ada dua fokus narasi, pada pertama
padalisan 6 fokus narasi berada di luar teks yang menceriterakan alam dalam
keadaan sunyi senyap, langit sunyi, dingin, ada seorang makhluk yang
memanggil-manggil Ilahi Robbi - Tuhan Penguasa Alam. Selanjutnya fokus
narasi aku lirik yang memohon kepada Penguasa Alam. Adapun doa tersebut;
memohon ampunan dari dosa-dosa besar, akan tunduk kepada kehendak-
Nya, mendapat taufik hidayah, dan memohon husnul hotimah. Teks ini
dipandang dari sudut arti sebagai satu rangkaian informasi, tentang
permohonan kepada Tuhan.
Hipogram menyeru pada Penguasa Alam dari teks lagu Tahajud ini di
antaranya teks laguSumambat ’Menyeru’ dan Dangdanggula Madenda sebagai
berikut:
Horeng kitu sugri nu kumelip, nu lumampah di saampar jagat, butuh ku Gusti
Yang Manon, pada nyuhunkeun tulung, siang wengi mugi dijaring, diraksa
salamina, teu petot menekung, pada ear maridangdam, sumambatna mugia
hasil ngajadi, maksad teh tinekanan. ’Ternyata semua makhluk hidup, yang
berkeliaran di seluruh jagat, butuh oleh Gusti Yang Manon (Tuhan Yang Maha
Melihat), (mereka) sama-sama memohon, siang malam dilindungi, dijaga
selamanya, tak putus-putusnya tunduk, semuanya menyeru, seruannya
semoga, maksud terlaksana.
Hipogram teks Lumengis Surupan Sorog pupuh Asmarandana (Sobirin,
1987: 83):
Tina katunaan diri, najan hirup tanpa guna, cing atuh Gusti Yang Manon, mugi
abdi tangtayungan, saneskara nu tumiba, abdi neda sih pitulung, pitulung anu
25
Budaya Sunda Ramlan
utama ’Walau hidup tanpa ilmu, Wahai Gusti Yang Manon (Tuhan Yang Maha
Melihat), hamba memohon
pengasih dan pertolongan, terhadap segala-sesuatu yang menimpa hamba,
pertolongan yang utama.”
Hipogram teks lagu Kinanti Tunggara Surupan Sorog (Sobirin, 1987:
38):
Duh Gusti nu Maha Agung, Nu Luhur tur Welas Asih, Abdi nyuwun kaweningan,
Pangasihna Dampal Gusti, mugi kersa nangtayungan, mikawelas ka sim abdi.
’Duh Tuhan Yang Maha Agung, Yang Maha Mulia Pengasih dan Penyayang,
hamba mohon keridoan, Pengasih-Mu, semoga, berkenan melindungi,
mengasihi hamba.’
Hipogram teks lagu Kagagas Surupan Sorog (?) pupuh Kinanti (Sobirin,
1987: 16) Abdi nandangan paudur, lantaran kepegat asih, horeng kieu
karasana, ari anu sanes tanding, antosan abdi antosan, ngantosan pitulung
Gusti. abdi mo weleh panuhun, ka Gusti Robul Ijati, Mugi Gusti nangtayungan,
ka diri nu keur prihatin, duh tobat abdi teu kiat, tebihkuen tina berewit.
’Hamba mengalami kenyerian, karena terputus kasih, begini rasanya, (dengan
orang) yang lain martabatnya, hamba menunggu, menunggu pertolongan-
Mu, hamba tak kan berhenti memohon.
Hipogram ”Akan tunduk pada Kehendak-Mu” di antaranya teks berikut:
Teks lagu Tugenah Surupan Sorog pupuh Asmarandana (Sobirin, 1987: 79):
Takdir teu beunang dipungkir, kadar teu beunang disinglar, sihoreng ari
papasten, teu beunang dihalang-halang, tugenah taya kendatna, gurat kudrat
ti Lohmahpud, papasten ti Maha Wenang. ’Takdir tak dapat dicegah, kadar tak
tak dapat dihindar, ternyata kepastian (Tuhan), tak dapat dialang-alangi,
resah senantiasa, guratan kudrat dari Lohmahfud, kepastian dari Yang Maha
Kuasa’. Hipogram lainnya pada teks berikut:
Duh Gusti kumaha abdi, jait tnia kalaraan, abdi mah sumerah bae, da teu
wasa ngalangkungan, da Gusti mah nu Kawasa, sok asa bae piraku, Gusti
ikhlas ka makhlukna. Wahai Tuhan, bagaimana hamba ini, (mohon) angkat
dari penderitaan, hamba berserah diri, tak kuasa menolak Kehendak-Mu, tak
mungkin, Tuhan membiarkan makhluknya.’
Hipogram teks lagu Pegat Jodo Surupan Salendro pupuh Kinanti
(Sobirin, 1987: 115):
Hayang nanjung kawas batur, meureun kahalangan wisit, kulak canggeum
bagja awak, kapan cenah mungguh jalmi, kasengker ku tutulisan, meureun
kitu tulis kuring. ’Keinginan beruntung seperti orang lain, mungkin teralang
oleh nasib, (tentang) ukuran keberuntungan badan, bukankah manusia
terikat oleh tulisan diri, kiranya begitulah tulisan nasibku.’
Hipogram teks lagu Cinta Waas Surupan Sorog pupuh Asmarandana
karya RE Suarakusumah (Sobirin, 1987: 50), sebagai berikut:
Najan ceurik da geus takdir, najan aral da geus kadar,(Gusti ampun), rek
cerewed dapapasten, henteu beunang dihalangan (Aduh), sanajan meuntas
26
Budaya Sunda Ramlan
Kesimpulan
Persentase Rumpaka Nasihat dan Doa terdapat 14,5% dari jumlah lagu;
dilihat dari sejarah sastra maupun sejarah tembang, memiliki benang merah
yang jelas; terdapat rumpakarumpaka yang sangat dikenal di masyarakat,
lahir dalam bentuk pupuh, bukan pupuh, atau sisindiran; dalam jenis pupuh,
Pucung, Kinanti, Asmarandana, Sinom, dan Dangdanggula, dalam surupan
Pelog, Sorog, dan Madenda. Pemikiran yang menjadi ide teks baik dalam
nasihat (hablum minannas) maupun dalam doa (hablum minallah) merupakan
genre religius dengan religi Islam.
Setiap ide dalam teks memiliki hipogram yang banyak, dengan demikian
ide-ide yang terkandung dalam Rumpaka Tembang Cianjuran yang berisi
Nasihat dan Doa merupakan landasan dalam pandangan hidup masyarakat
Sunda serta di antaranya terdapat teks yang mengandung kebenaran
universal diterima pada zaman Islam dan pra-Islam.
Nasihat meliputi, berhati-hati dalam berbuat; apabila malam berganti
siang segera bangun dan mengerjakan kebaikan; harus berjuang dengan
tekun; janganlah tekebur; tidak sombong karena kesombongan menuju
kebinasaan; pandai menghargai orang lain, orang lain untuk dijadikan teman
dalam tolong-menolong, jangan berselisih karena perselisihan menimbulkan
kehilangan akal sehat; berdzikirlah di hati selalu, membuka hijab (alangan)
hati supaya dapat menangkap suara hati nurani/Nurullah; jangan terlena oleh
dunia karena hidup selalu ditunggu ajal; apabila menemui kesulitan jangan
terlalu bersedih, memohon kepada Tuhan Pemilik Kasih Sayang yang
menurunkan penderitaan dan kebahagiaan; harus disadari bahwa segala
kemampuan diri baik lahir maupun batin hanyalah titipan, harus digunakan
27
Budaya Sunda Ramlan
pada jalan Kehendak Pemilik-Nya; dan jangan melalui jalan sesat yang
berakibat penderitaan lahir dan batin. Doa yang dipanjatkan dalam Rumpaka
Tembang yaitu minta diampuni segala dosa, memperoleh taufik hidayah, dan
husnul khotimah.
TUGAS
Kepada anda agar mengapresiasi karya seni tembang cianjuran, melalui youtube dengan alamat
akun dibawah ini. Catatlah oleh anda lagu dan penembang siapa yang paling anda suka.
(1) https://www.youtube.com/watch?v=-3OaB6k9jiQ
(2) https://www.youtube.com/watch?v=Fzsi3_tE23Y
(3) https://www.youtube.com/watch?v=pkT9ixvc0jM
Berilah komentar pada alamat akun youtube tersebut, dengan menggunakan basa sunda
28