Anda di halaman 1dari 11

Taksonomi Tembang Sunda Cianjuran

Alief Suardi

Tembang Sunda Cianjuran yang menjadi ikon kesenian di seluruh

wilayah Cianjur, dulunya kesenian ini bernama mamaos, sejalan dengan apa

yang diungkapkan oleh Benny Yohanes dengan konsep World View,

merupakan panduan mental yang berisi nilai-nilai. Ketika dilakukannya

musyawarah Tembang Sunda Cianjuran Sa-Pasundan dikukuhkanlah pada

tahun 1962. Mamaos adalah penghalusan dari kata “mamaca”, yaitu seni

membaca buku cerita wawacan dengan cara dinyanyikan. Sampai saat ini,

penyebutan mamaos terhadap kesenian ini masih kental  di kalangan

seniman Cianjur. Bahan mamaos berasal dari berbagai seni suara Sunda,

seperti pantun, beluk (mamaca), degung, serta tembang macapat Jawa, yaitu

pupuh. Lagu-lagu mamaos yang diambil dari vokal seni pantun dinamakan

lagu pantun atau papantunan, atau disebut pula lagu Pajajaran, diambil dari

nama keraton Sunda pada masa lampau. Sedangkan lagu-lagu yang berasal

dari bahan pupuh disebut tembang. Keduanya menunjukan kepada

peraturan rumpaka (teks). Sedangkan teknik vokal keduanya menggunakan

bahan-bahan olahan vokal Sunda. Namun demikian pada akhirnya kedua

teknik pembuatan rumpaka ini ada yang digabungkan. Lagu-

lagu papantunan pun banyak yang dibuat dengan aturan pupuh. Pada masa

awal penciptaannya, Cianjuran merupakan revitalisasi dari seni Pantun, ini

merupakan sebuah tindakan pemikiran seniman tradisional, sejalan dengan

arti dari tradisi itu sendiri adalah mengalihkan, menyambungkan,


pengalaman-pengalaman dari seni pantun, dan pola tersebut dinamakan past

world to present world. Kacapi dan teknik memainkannya masih jelas dari seni

Pantun. Begitu pula lagu-lagunya hampir semuanya dari sajian seni

Pantun. Rumpaka lagunya pun mengambil dari cerita Pantun Mundinglaya

Dikusumah. Walaupun masyarakat pada umumnya lebih mengenal kesenian

ini dengan sebutan Tembang Sunda Cianjuran. Secara harfiah tembang

Sunda Cianjuran dapat diartikan sebagai ”seni tembang gaya Cianjur”.

Walaupun istilah Tembang Sunda Cianjuran sudah cukup memasyarakat,

tetapi tidak sedikit para seniman Tembang Sunda Cianjuran yang menyebut

kesenian ini dengan istilah Tembang Sunda atau Cianjuran saja

(Wiradiredja,dkk. 2003:7).

Social Behivuour adalah sebuah prinsip intuk menentukan identitas

bersama, ideologi Tembang Sunda Cianjuran merupakan hasil karya seni

karawitan masyarakat Sunda sejak tahun 1834. Sebagai wujud karya seni

yang kental akan pakem – pakem tertentu. Pada masa pemerintahan bupati

RAA. Prawiradiredja II (1864-1910) kesenianmamaos mulai menyebar ke

daerah lain. Rd. Etje Madjid Natawiredja (1853-1928) adalah di antara

tokoh mamaos yang berperan dalam penyebaran ini. Dia sering diundang

untuk mengajarkan mamaos ke kabupaten-kabupaten di Priangan, di

antaranya oleh bupati Bandung RAA. Martanagara (1893—1918) dan RAA.

Wiranatakoesoemah (1920-1921 & 1935-1942). Ketika mamaos menyebar ke

daerah lain dan lagu-lagu yang menggunakan pola pupuh telah banyak,

maka masyarakat di luar Cianjur (dan beberapa perkumpulan di Cianjur)

menyebut mamaos dengan nama tembang Sunda atau Cianjuran, karena


kesenian ini khas dan berasal dari Cianjur. Demikian pula ketika radio

NIROM Bandung tahun 1930-an menyiarkan kesenian ini menyebutnya

dengan Tembang Cianjuran (kurnia:2003). Pemain kesenian yang disebut

sebagai Tembang Cianjuran terdiri atas: seorang pemain kacapi indung yang

tugasnya adalah memberi pasieup, narangtang, pangkat lagu, dan memngiri

lagu baik mamaos mamupun panambih; satu atau dua orang pemain kacapi

rincik yang bertugas membuat hiasan pada iringan kacapi indung ketika

penembang membawakan panambih; sementara yang satunya lagi bertugas

sebagaianggeran wilatan (memberi batasan-batasan ketukan); seorang

pemain suling yang bertugas membuat hiasan-hiasan lagu di sela-sela

kekosongan sekaran (vokal) dan memberi lelemah sore (dasar nada); dan

penembang yang membawakan berbagai jenis lagu mamaos cianjuran.

Sebagai catatan, lagu panambih hanya dilantunkan oleh penembang wanita.

Adapun busana yang dikenakan oleh pemain laki-laki adalah baju taqwa,

sinjang (dodot), dengan benggol sebagai aksesorisnya. Sedangkan, pakaian

yang dikenakan oleh para pemain wanitanya adalah: kebaya, sinjang, dan

selendang (Galba:2007). Berikut ini taksonomi seniman tradisional Tembang

Sunda Cianjuran :

1. Idealisme, merupakan nilai-nilai yang berakar pada atau yang

dibentuk oleh masyarakat tradisional tersebut dan yang membangun

ethosnya. Tembang Sunda Cianjuran adalah sebagai hiburan.

Sedangkan, nilai yang terkandung di dalamnya tidak hanya sekedar

estetika semata, tetapi juga kerjasama dan kreativitas. Nilai kerjasama

tercermin dalam suatu pementasan. Dalam hal ini jika salah satu
penembang beristirahat, maka penembang lainnya tampil mengisinya.

Dengan demikian, suasana tidak vakum tetapi berkesinambungan.

Nilai kreativitas tidak hanya tercermin dari keterampilan para

pemainnya dalam sisindiran, tetapi juga dalam pengadopsian jenis-

jenis kesenian lain (degung) tanpa menghilangkan rohnya, jati diri

kesenian mamaos cianjuran).

2. Karya Seni, Ritual Art atau Comunal Art seni yang berbasic ritus atau

sakral. Para seniman Tembang Sunda Cianjuran mempercayai akan

kesakralan alat musik Kacapi Indung. Dulu saat saat Tembang Sunda

Cianjuran masih dipertunjukan di kalangan menak, pemain kacapi

indung harus seorang lelaki. Dapat kita lihat pola duanya pada

pemain dan kacapi indung. Pemain kacapi indung simbol seorang

wanita dan pemain kacapi tentu simbol seorang lelaki. Makna yang

terkandung pada pola dua ini yaitu kacapi indung yang merupakan

simbol seorang wanita yang harus dijaga, diperlakukan dengan baik,

oleh seorang lelaki. Lelaki tersebut simbol dari seorang pemainnya.

Saat Tembang Sunda Cianjuran belum berkembang luas di luar

wilayah Cianjur, pakem ini sangat dijaga oleh para kalangan menak

tempat kelahiran Tembang Sunda Cianjuran. Ketika seorang

perempuan yang memainkan kacapi indung sudah bukan lagi

Tembang Sunda Cianjuran karena sudah merubah pakem pakem

tertentu.

3. Sumber Berkarya, didalamnya ada spesipic costum, setiap seniman

tradisional pasti mengacu pada keberadaan adatnya menjadi sumber


berkarya. Karena lingkungan kesenian Tembang Sunda Cianjuran ini

hadir dikalangan menak, adat istiadat para menak Cianjur maka

sangat mempengaruhi kesenian Tembang Sunda Cianjuran, mulai dari

alunan musik khas yang dibawakan Tembang Sunda Cianjuran

terkesan lembut, tenang. Rumpaka, dalam

istilah Indonesia merupakan teks dari lagu, atau syair-syair dalam

lagu. Dalam rumpaka Tembang Cianjuran berisi nilai-nilai seperti

nasihat dan doa. Nasihat dan doa ini dilihat dari sudut komunikasi

memiliki kemiripan yakni adanya tujuan pengungkapan yang

disampaikan pada pendengar, jadi disamping itu merupakan nasihat

doa untuk yang mendengarkan, khususnya ketika belum berkembang

luas kesenian ini difungsikan untuk menghibur para kalangan menak

di Cianjur.

4. Proses Berkarya, Populis (Social Orientation) menggunakan orientasi

yang bersifat sosial. Para nayaga atau pemain Tembang Sunda

Cianjuran pada saat belum berkembang ke masyarakat luas hanya

sebagian masyarakat Cianjur saja yang dapat memainkan Tembang

Sunda Cianjuran, seperti dikalangan menak, memang ada sekelompok

masyarakat yang menggeluti Tembang Sunda Cianjuran. Setelah

Tembang Sunda Cianjuran menyebar ke masyarakat luar Cianjur

seperti Bandung, Garut, sudah banyak kelompok masyarakat yang

menggeluti Tembang Sunda Cianjuran.

5. Tujuan Berkarya, tujuan berkaryanya orientasinya Seniman Patron,

Patron itu sama seperti bos atau seorang pemimpin. Para patron ini
sangat kuat posisinya karena sebagai orang yang memiliki uang dan

memesan karya seninya. Tembang Sunda Cianjuran patronnya adalah

para Menak Cianjur, karena pada zamannya di Cianjur Tembang

Sunda Cianjuran hanya untuk para kalangan menak. Saat

beristirahatnya para menak Cianjur, Tembang Sunda Cianjuran

difungsikan sebagai hiburan untuk para menak tersebut.

6. Sikap Kultural Berkarya, konserfatif (maintaining) jadi tugas seniman

itu sebagai orang yang memelihara. Selain para seniman yang

memelihara kesenian ini, para menak di Cianjur pula sebagai patron

Tembang Sunda Cianjuran, memelihara serta melestarikannya sampai

Tembang Sunda Cianjuran disebarkan kepada masyarakat luas,

aktifitas pemeliharaan tersebut biasanya dilaksanakan di pendopo

kerajaan.

7. Nilai Seni , didalamnya terdapat nilai intrinsik dan skill, Instrument

yang digunakan dalam Tembang Sunda Cianjuran yaitu sebagai

Kacapi indung, kacapi rincik, suling dan rebab. Cara memainkan

kacapi indung sangat berbeda dengan instrument kacapi lainnya yang

terdapat di tatar Sunda, kacapi indung ini dimaikan dengan dua jari

tangan kiri dan tangan kanan, yaitu jari jempol, dan jari telunjuk. Keacapi

indung memiliki peran yang sangat penting yakni sebagai pengiring

vokal. Namun instrumen musik lain tidak kalah penting karena saling

melengkapi satu sama lain.  Sekar merupakan seni suara dari vokal

manusia (janaswara).  Sekar dibagi menjadi dua golongan utama yang

menjadi dua tiangnya seni suara sunda. Seluruh perbendaharaan seni


suara termasuk kedalam dua golongan ini. Kedua golongan besar itu

adalah Sekar tandak dan Sekar Wirahma merdeka. Sekar

tandak merupakan jenis lagu yang memiliki irama atau ritme yang

tetap (tandak  artinya tetap) dalam istilah art barat disebut rhythmical

song. Sekar tandakdalam istilah populer disebut kawih. Tembang

Cianjuran termasuk kedalam golongan keluarga lagu sekar tandak

karena pola lagunya memiliki irama (Wirahma) atau ketukan yang

tetap. Sekar tandak biasa dibawakan secara anggana (solo vokal) dan

secararampak sekar (vokal grup). Contoh penyajian sekar tandak

misalnya pada Tembang Cianjuran, gending karesmen, panambih

pada pupuh, sindhenan serta jenis kakawihan lainnya. Sekar wirahma

merdeka adalah golongan lagu yang tidak memiliki ketukan, berirama

bebas tetapi ada aturan panjang-pendek tertentu yang tidak Laras

yang digunakan dalam lagu – lagu mamaos yaitu berlaras pelog,

sorog, salendro serta mandalungan. Instrument pokok dalam

Tembang Sunda Cianjuran adalah kacapi indung, yang memiliki

fungsi sebagai berikut: (1) sebagai pamurba lagu, berperan

membawakan melodi lagu secara rinci dan utuh; (2) sebagai raraga

atau kerangka lagu atau gending; (3) sebagai anceran wirahma atau

pengatur tempo dan irama lagu. Kepekaan nada sangat diperlukan

karena pada saat mengiringi lagu sangat berkaitan dengan melodi

vokal tembang. Ditinjau berdasarkan bahan asal dan sifat lagunya,

mamaos dibagi menjadi beberapa wanda. Wanda papantunan,

jejemplangan, dedegungan, dan rarancagan.


8. Sikap Normatif Berkarya, berdasarkan pandangan religius.

Padangan masyarakat cianjur terhadap lingkungan, tingkah laku

selalu diterapkan pada rumpaka atau lagu dalam Tembang Sunda

Cianjuran. Dalam rumpaka Tembang Cianjuran berisi nilai-nilai

seperti nasihat dan doa. Nasihat dan doa tersebut berisi harapan tujuannya
selain agar isi pesan rumpaka sampai kepada pendengar dan doa, harapan

yang dimohonkan kepada Tuhan. Penembang pada umumnya memilih pula

isi kandungan dari rumpaka. Apabila nasihat dilihat dari segi saling

menasihati antar-manusia dan permohonan doa disampaikan kepada Tuhan,

keduanya berada dalam wilayah religius. Nasihat merupakan Hablum

Minanas dan Doa merupakan Hablum Minallah. Amanat yang disampaikan

melalui lantunan tembang terasa lebih hidmat baik dirasakan oleh

penembang maupun didengar oleh penikmat. Dilihat dari segi historis,

unsur nasihat dan doa yang berada dalam wilayah religius ini memiliki

kedudukan penting pada Rumpaka Tembang Cianjuran. Perintis

awal Tembang Cianjuran adalah Dalem Pancaniti, seorang taat beragama,

bahkan ada yang menganggap ”Alima al-alamah (ulama pandai),

mencapai Waliyullah ((Su’eb, 1997: 36). Berikut ini salah satu rumpaka lagu

yang ada dalam Tembang Sunda Cianjuran :

Sinom pamekaring rasa

Rasa Suci kang diwincik

racikan ungkara basa

basa pamekaring budi

budi daya nastiti

nutur galuring luluhur

babaran kaelingan
digending dirakit dangding

komaraning daya sastra Kasundaan

(Ischak, 1988: 63)

Terjemahan dalam bahasa Indonesia :

Sinom pemekar rasa

yang dibahas, Rasa Suci

jalinan bahasa

bahasa pemekar budi

budi yang tangguh karena kehati-hatian

mengikuti jejak leluhur

tentang keimanan

dijadikan tembang digubah dangding

kewibawaan dari kekuatan sasat

Kasundaan

9. Publik Seni, adalah warga atau masyarakat (community based),

maksudnya disini seni tradisi tersebut diperuntukan untuk

masyarakatnya sendiri, setelah perkembangan zaman Tembang Sunda

Cianjuran mulai dipublikasikan ke masyarakat luar, dipertontonkan

untuk seluruh masyarakat Cianjur, serta berkembang sangat pesat.

10. Perspektif Seni, merupakan pesan normatif kesadaran seniman

tradisional menyajikan karya seninya, memberikan kesan. Tembang

Sunda Cianjuran merupakan kesenian yang memiliki keindahan yang

sangat mendalam, mulai dari visual sampai isi kandungan makna

yang tersirat pada elemen-eleman Tembang Sunda Cianjuran dari

instrument, rumpaka lagu dan keseluruhan Tembang Sunda


Cianjuran. Hasil analisi penulis terdapat pula pola-pola yang

terkandung dalam Tembang Sunda Cianjuran memiliki makna yang

mendalam salah satunya orang yang memainkan instrument kacapi

indung merepresentasikan dunia bawah yang sedang melakukan

komunikasi secara ritual dengan Tuhan yang maha esa sebagai simbol

dunia atas, kemudian ada yang menjadikannya sebuah harmoni yaitu

kacapi indung itu sendiri menjadi sebuah jalan agar dapat terhubung

antara dunia bawah hati nurani manusia dengan tuhannya.

berdasarkan bahan asal dan sifat lagunya, mamaos dibagi menjadi

beberapa wanda. Wanda papantunan, jejemplangan, dedegungan, dan

rarancagan. Dari empat kategori ini mengandung makna tersendiri

tetapi tidak bisa terpisahkan. Ditinjau dari karakter lagu pada wanda

tersebut ternyata mengandung pola empat, yakni wanda dedegungan

merupakan karakter lagu yang menggunakan nada beroktaf tinggi,

menggunakan head voice (suara kepala). Ini disimbolkan sebagai

pikiran seorang manusia. Wanda papantunan merupakan karakter

lagu yang harus jelas pengucapannya tentu dengan ornamen vocal

yang berbeda dengan wanda-wanda lain. Ini disimbolkan sebagai

ucapan, bahasa, yang keluar dari mulut yang bisa didengar, dipahami

oleh manusia. Wanda jejemplangan merupakan wanda yang

mempunyai makna intuitif seperti perjalanan seorang manusia,

dengan karakteristik bunyi yang seperti langkah manusia. Ini

disimbolkan sebagai laku lampah (tingkah laku) manusia. Wanda

rarancagan, merupakan jenis atau karakter lagu yang terakhir. Makna


yang terkandung pada lirik-lirik wanda rarancagan banyak

menyinggung persoalan hati manusia. Ketika semua wanda disatukan

merupakan inti sebuah kehidupan yang harus dilaksanakan oleh

manusia dengan baik dan benar. Pikian, ucapan, tingkah laku, dan

perasaan, yakni sebuah inti kehidupan manusia yang harus saling

berkesinambungan ke empat ini merupakan struktur dari diri manusia

yang saling berhubungan. Manusai berfikir mulai dorongan dari hati,

manusia berbicara karena adanya dorongan dari pikiran, manusia

dapat melakukan segala hal yaitu aktifitas bermodalkan hati dan

pikiran. Begitu pula rumpaka lagu yang terkandung dalam Tembang

Sunda Cianjuran mengandung nilai-nilai doa atau pujian bagi sang

pencipta. Maka disintesiskan bahwa Tembang Sunda Cianjuran

berisikan nilai-nilai, doa dan segala sesuatu yang mengajak manusia

dalam hidup di dunia selalu berada di jalan yang lurus yaitu jalan

yang diridhai Tuhan sang pencipta.

11. Pengalaman Seni, adalah mengkomunikasikan karya seninya untuk


memperkuat empati atau kebersamaan emosional, menyampaikan isu-isu

tertentu dalam karya seninya untuk membangun kesadaran bersama, untuk

memperkuat mekanisme budaya. Bentuk komunikasinya yaitu melalui

rumpaka atau lirik yang terkandung dalam Tembang Sunda Cianjuran, isu-

isu yang terkandung dalam rumpaka diantaranya bersifat religius dan

kemanusian.

Anda mungkin juga menyukai