Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

Bangsa Indonesia dikenal dengan keberagaman Suku dan Etnisnya, hingga saat ini ada
sekitar 1300 an suku bangsa yang ada di Indonesia, setiap suku etnis ini tentunya memiliki
kekhasan ada istiadat dan budaya masing masing.
Keberagaman seni budaya yang ada di Dunia , dan di Indonesia khususnya memberi banyak
pengaruh bagi peradaban manusia, demikian juga dengan seni musik, alat musik tradisional
membawa pengaruh yang sangat signifikan dalam perkembangan musik.
Musik adalah suara yang disusun demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan
keharmonisan terutama suara yang dihasilkan dari alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-
bunyian.(wikipedia)
Alat musik tradisional merupakan alat musik yang berkembang dalam masyarakat tertentu,
biasanya musik tradisional sangat berkaitan erat dengan adat istiadat suatu suku/etnis
Untuk mendeskripsikan musik dan ensambel musik, baik yang solo instrumen, pendekatan
yang dilakukan adalah bersifat organologi dengan sistem pengklasifikasian alat musik
berdasarkan Horn von Bostel dan Curt Sach yang membagi alat musik berdasarkan lima
kategori besar, yaitu :
(1) Idiofon, yaitu alat musik dengan karakter dimana badannya sendiri yang menghasilkan
bunyi utama.
(2) Kordofon, yaitu alat musik yang suaranya dihasilkan akibat getaran senar atau dawai.
(3) Membranofon, yaitu alat musik yang menghasilkan bunyi dari getaran membran atau
kulit.
(4) Aerofon, yaitu alat musik yang menghasilkan bunyi akibat getaran udara.
(5) Elektrofon, yaitu alat musik yang bunyinya berdasarkan kekuatan listrik.
Meskipun pendekatan organologi tersebut, untuk memudahkan masyarakat pendukung
instrumen musik tersebut, maka alat-alat musik tersebut juga dikelompokkan ke dalam
masing-masing etnis dengan membagi lebih rinci lagi ke dalam sistem klasifikasi Curt Sach
tersebut.

Khusus tentang solo instrumen, pendekatan yang dilakukan juga adalah lebih bersifat khusus.
Ada beberapa instrumen yang sebenarnya bukan merupakan alat musik yang digunakan
secara umum, bahkan masyarakatnya sendiri sebenarnya tidak mengkategorikan alat tersebut
sebagai instrumen musik, karena istilah musik sendiri tidak terdapat dalam budaya
masyarakatnya. Namun apabila kita melihat alatnya sendiri, maka sebenarnya alat itu sendiri
dapat dikelompokkan ke dalam instrumen musik.
Hal ini memang tidak dapat kita pungkiri lagi di dalam tradisi musik etnis di Indonesia.
Sebagai contoh misalnya olek-olek (aerofon multi reed) yang terbuat dari satu ruas batang
padi dengan pangkal ujungnya dipecah-pecah sedemikian rupa menjadi lidah (reed) untuk
menghasilkan suara, dan badan batang padi itu sendiri dibuatkan beberapa lubang nada, dan
pangkal ujung satu lagi dililitkan daun tebu atau enau sebagai resonator, tidak disebut sebagai
alat musik. Padahal secara musikal alat tersebut sangat memeuhi syarat untuk dikatakan alat
musik berdasarkan nada di dalam ruang dan waktu.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Sasando / Sasandu
Sasando merupakan alat musik tradisional dari kebudayaan Rote, Nusa Tenggara Timur.
Orang orang Rote menyebutnya Sasandu, artinya alat yang bergetar atau berbunyi. Atau
dalam bahasa Kupang sering disebut Sasando, alat musik berdawai yang dimainkan dengan
cara memetik dengan jari-jemari tangan. Sasando adalah sebuah alat instrumen musik yang
dipetik. Konon Sasando telah digunakan dikalangan masyarakat Rote sejak abad ke-7.
Bahan utama Sasando adalah bambu yang membentuk tabung panjang. Lalu pada bagian
tengah, melingkar dari atas kebawah diberi penyangga atau ganjalan-ganjalan (dalam bahasa
Rote disebut Senda ) tempat senar-senar atau dawai direntangkan mengelilingi tabung bambu,
bertumpu dari atas kebawah. Pada mulanya alat penyetem dawai tersebut terbuat dari kayu
yang diputar kemudian diketok untuk mengatur nada yang pas. Lalu tabung Sasando ini
ditaruh dalam sebuah wadah yang terbuat dari anyaman daun lontar yang disebut haik. Haik
inilah yang berfungsi sebagai resonansi Sasando.

Sejarahnya
Ada beberapa versi cerita rakyat mengisahkan tentang awal mulanya sasando/sasandu,
diantaranya cerita ini bermula dari terdamparnya seorang pemuda bernama Sangguana
dipulau ndana. Kemudian oleh penduduk sekitar, ia dibawah kehadapan raja Takalaa. Inilah
awal mula pertemuan Sangguana dengan putri raja. Sangguana pun jatuh cinta pada sang
putri, namun raja mempunyai syarat untuk menerima Sangguana. Sangguana diminta raja
untuk membuat alat musik lain dari yang lain. Dalam mimpinya Sangguana memainkan alat
musik yang indah bentuknya dengan suara yang merdu. Mimpi itulah yang mengilhami
Sangguana untuk membuat alat musik seperti yang diinginkan sang raja alat musik itu diberi
nama sasando.Kemudian sasando tersebut diberiknan kepada putri raja memberi nama Hitu
(tujuh) makna dari pemberian nama tersebut karna 7 (tujuh)sasando bergetar bersamaan saat
dipetik. Sangguana pun akhirnya mempersunting putri raja, karena berhasil keinginan raja.
Oleh karena itu, secara fungsi dan pemakaiannya sasando biasanya dimainkan untuk
mengiringi, menirukan nyanyian, mengiringi pembacaan syair daerah Rote juga untuk
mengiringi tari, menghibur keluarga yang berduka dan sedang mengadakan pesta tidak ada
syarat atau ritual khusus untuk bias memainkannya. Siapa pun bisa belajar untuk
memainkannya.
Jenis-jenis Sasando
1. Sasando Tradisional
Ada beberapa Jenis sasando yaitu sasando gong dan sasando biola. Sasando gong biasanya
dimainkan dengan irama gong dan di nyanyikan dengan syair daerah Rote untuk mengiringi
tari, menghibur keluarga yang berduka dan yang sedang mengadakan pesta . Bunyi sasando
gong nadanya pentatonic. Sasando gong berdawai 7(Tujuh ) atau 7 (Tujuh ) nada, kemudian
berkembang menjadi 11 ( sebelas ) dawai. Sasando gong dikenal di pulau Rote.
Diperkirakan akhir abad ke-18 sasando mengalami perkenbangan dari sasando gong ke
sasando biola. Sasando lebih berkembang di Kupang. Sasando biola nadanya diatonic dan
bentuknya mirip sassando gong tapi bentuk bambu diameternya lebih besar dari sasando gong
dan jumlah dawai pada sasando biola lebih banyak, berjumlah 30 nada berkembang menjadi
32 dan 36 dawai. Sasando biola ada 2 bentuk yaitu sasando dengan bentuk ruang
resonsnsinya terbuat dari daun lontar/haik dan sasando biola dengan bentuk ruang
resonansinya terbuat dari bahan kayu maupun multiplex (kotak/box/peti). Mengapa dikatakan
sasando biola ? Karena nada-nada yang ada pada sasando meniru nada yang ada pada biola,
pada mulanya alat penyetem dawai tersebut terbuat dari kayu yang diputar kemudian
diketok untuk mengatur nada yang pas. Sasando biola yang terbuat dari kotak kurang
mengalami perkembangan dan akhirnya orang lebih mengenal sasando biola dengan ruang
resonansinya dari haik (daun lontar yamg dibentuk menyerupai wadah), seperti yang sering
kita lihat pada uang kertas lima ribuan edisi tahun1992.
2. Sasando Elektrik
Di tahun 1958, sasndo elektrik mulai dibuat hingga pada tahun 1960 berhasil dirampungkan
dan mendapat bunyi yang sempurna sama dengan suara aslinya. Bentuk sasando elektrik ini
dibuat sebanyak 30 dawai. Pembuat pertamanya adalah Arnoldus Edon, dan sasndo elektrik
buatan perdananya langsung dibawa ke Jakarta oleh Thobi Messakh (tokoh dari Rote). Alat
yang paling penting pada sasando elektrik, selain badan sasando dan dawai, adalah spul (pick
up) yang merupakan sebuah transducer yang akan mengubah getar dawai menjadi energi
listrik, lalu diteruskan melalui kabel dan masuk ke dalam amplifer.
Inovasi
Agar Alat musik Sasando ini bisa digandrungi oleh masyarakat luas, seharusnya alat musik
ini lebih sering dipublikasikan melalui media sosial supaya banyak orang lebih mengenalnya.
Bahkan sesunggyhnya alat musik sasando ini tidak ketinggalan zaman, karena sudah ada
sasando elektrik. Sebagai contoh kenapa alat musik ini perlu lebih dipublikasikan,
contohnaya alay musik harpa, kenapa alt musik ini jauh lebih terkenal padahal bunyinya
hampir sama dengan sasando? Itu karena harpa lebih sering dipublikasikan dalam konser-
konser yang megah dan dapat disaksikan melalui media sosial oleh banyak orang. Oleh sebab
itulah betapa pentingnya alat musik tradisional kita ini dipublikasikan melalui media sosial,
supaya banyak orang mengenalnya dan tertarik memainkannya. Selain itu agar masyarakat
lebih tertarik lagi terutama anak muda, alat musik sasando ini juga bisa disertakan sebagai
musik pengiring atau musik utama dalam suatu konser yang megah.
2. Kecapi Sunda
Sejarah
Alat musik kecapi lebih dikenal berasal dari China sejak berabd-abad lalu. Alat berdawai ini
menjadi pengiring tembang-tembang merdu. Tak hanya di China, musik kecapi juga banyak
digunakan oleh bebeapa pemusik tradisional di tanah air. Seperti halnya kebudayaan Sunda,
alat musik kecapi merupakan alat musik klasik yang selalu mewarnai beberapa kesenan
ditanah Sunda ini. Meski ssekilas tampak kecapi seperti alat musik sedeerhana, tetapi
membuatnya tidaklah gampang. Untuk bahan bakunya saja terbuat dari kayu Kenanga yang
terlebih dahulu direndam selama tiga bulan. Sedangkan senarnya, kalau ingin menghasilkan
nada yang bagus, harus dari kawat suasa (logam campuran emas dan tembaga), seperti kecapi
yang dibuat tempo dulu. Berhubung suasa saat ini harganya mahal, senar kecapi sekarang
lebih menggunakan kawat baja (seperti senar gitar string). Nada dalam kecapi Sunda
memiliki 5 (pentatonis) tangga nada yaitu Da, Mi, Na,Ti, La, dan memiliki 4 oktaf atau lebih.
Pasangan kecapi Sunda ini biasanya adalah suling Sunda yang terbuat dari bambu. Alunan
musik yang mengalir akan terasa mempesona pada telinga kita jika dimainkan keduanya.
Bentuk
1. Kecapi Perahu
Kecapi Perahu adalah suatu kotak resonansi yang bagian bawahnya diberi lubang resonansi
untuk memungkinkan suara keluar. Sisi-sisi bentuk kecapi ini dibentuk sedemikian rupa
sehingga menyerupai perahu. Kecapi ini dibuat langsung dari bongkahan kayu dengan
memahatnya.
2. Kecapi Siter
Kecapi Siter merupakan kotak resonansi dengan bidang rata yang sejaja. Serupa dengan
kecapi perahu, lubangnya ditempatkan pada bagian bawah. Sisi bagian atas dan bawahnya
membentuk trapezium.
Untuk kedua jenis kecapi ini, tiap dawai dikaitkan pada suatu skrup kecil pada sisi kanan atas
kotak. Mereka dapt ditala dalam berbagai system: pelog, sorog/madenda, atau slendro. Saat
ini kotak resonansi kecapi dibuat dengan cara mengelem sisi enam bidang kayu.
Fungsi
Menurut fungsinya dalam mengiring musik, kecapi dimainkan sebagai :
1. Kecapi Indung
Kecapi Indung atau kecapi induk ini memimpin musik dengan cara memberikan intro,
bridges dan interlude, juga menentukan tempo. Untuk tujuan ini, digunakan sebuah kecapi
besar dengan 18 atau 20 dawai.
2. Kecapi Rincik
Kecapi Rincik atau kecapi anak mempeerkaya iringan musik dengan cara mengisi ruang antar
nada dengan frekuensi-frekuensi tinggi, khususnya dalam lagu yang bermetrum tetap seperti
dalam kecapi suling atau Sekar Pinambih. Untuk tujuan ini, digunakan sebuah kecapi yang
lebih kecil dengan dawai yang jumlahnya sampai 15 dawai.
Penalaan dan Notasi
Kecapi menggunakan notasi degung. Notasi ini merupakan bagian dari sistem
heptachordal pelog. Lihat table berikut :
Pelog degung Sunda
Pelog Jawa

1 (da) 6
2 (mi) 5
3 (na) 3
4 (ti) 2
5 (la) 1

Cara Memainkannya
Tangga nada sunda ini beda dengan gitar dan piano, nada yang dimainkan adalah nada Do,
Re, Mi, Sol, La atau dalam tradisi Sunda disebut Da, Mi, Na, Ti, La. Bagian penting dalam
kecapi adalah Peret dan Inang ( untuk menyetem senar). Konsep permainan kecapi ini sama
dengan piano, yaitu menyeimbangkan tangan kanan dengan tangan kiri. Tangan kanan
Nyintreuk (menyentil), tangan kanan ini memainkan nada-nada yang tinggi. Sedangkan
tangan kiri ditoel (seperti bermain bass) dan memang fungsinya untuk nada yang rendah yaitu
sebagai bass. Jadi tangan kanan sebagai melodinya, tangan kiri sebagai bassnya.
Inovasi
Sama halnya dengan alat musik sasando, alat musik kecapi Sunda ini juga perlu
dipublikasikan melalui media sosial supaya banyak orang yang mengenal alat musik ini.
Sekaligus menunjukkan rasa bangga akan kesenian tradisional.
3. Hasapi / Hapetan
Hasapi merupakan salah satu alat musik Batak Toba yang dikelompokkan ke alat musik
dawai atau senar, dalam bahasa Indonesia sering disebut kecapi Batak.
Jenis-jenis Hasapi
Hasapi terdiri dari :
1. Hasapi Ende
Hasapi Ende (plucked lute satu senar) adalah instrument pembawa melodi dan merupakan
instrument yang dianggap paling utama dalam ensambel Gondang Hasapi.
2. Hasapi Doal
Hasapi Doal (plucked flude dua senar), instrument ini sama dengan hasapi ende namun
dalam permainannya hasapi doal berperan sebagai pembawa ritem konstan. Ukuran hasapi
doal lebih besar sedikit dari hasapi ende.
Ciri khas
Klasifikasi instrument ini termasuk ke dalam kelompok chordophone. Tune atau system dari
kedua senarnya adalah dengan interval mayor yang dimainkan dengan cara mamiltik /
memetik (bisa menggunakan pick kecil). Cara memainkannya seperti halnya dengan bermain
gambus namu irama dan suasananya berbeda. Musik hasapi ini cenderung bernuansa ceria
dan riang. Hasapi ini memiliki lubang (resonator) yang memanjang ukurannya sebesar jari
tengah orang dewasa atau lebih. Lubang ini berfungsi untuk memanipulasi suara. Hal inilah
yang menarik, yaitu suara yang dihasilkan bisa dimanipulasi atau dengan kata lain suaranya
bisa bervariasi, caranya adalah dengan menempelkan lubang resonator tersebut langsung
pada perut pemainnya (langsung menyentuh kulit perut), apabila saat dimainkan lubang
tersebut bisa dibuka tutup ke peryt pemainnya sehingga menimbulkan suara yang unik.
Tetapi manipulasi seperti ini tergantung dengan selera pemainnya dan aturan yang ada.
Inovasi
Dapat kita ketahui sekarang bahwa orang-orang Batak sudah tersebar hampir diseluruh
Indonesia. Dan kebanyakan orang Batak jarang yang bisa meninggalkan kebudayaannya
begitu saja, pasti ada perkumpulan orang-orang Batak di setiap daerah. Oleh sebab itu agar
alat musik hasapi ini tidak dilupakan begitu saja, setiap perkumpulan tersebut juga harus
melestarikannya dengan cara mengajarkan kepada anak muda serta mengadakan suatu pentas
seni Batak supaya banyak orang yang mengenal bahkan tertarik untuk mempelajarinya.
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan pembagiannya, alat musik dapat itu digolongkan sebagai berikut:


1. Idiofon, yaitu alat musik dengan karakter dimana badannya sendiri yang menghasilkan
bunyi utama.
2. Kordofon, yaitu alat musik yang suaranya dihasilkan akibat getaran senar atau dawai.
3. Membranofon, yaitu alat musik yang menghasilkan bunyi dari getaran membran atau
kulit.
4. Aerofon, yaitu alat musik yang menghasilkan bunyi akibat getaran udara.
5. Elektrofon, yaitu alat musik yang bunyinya berdasarkan kekuatan listrik.

Dalam hal ini dibahas tentang alat musik yang tergolong dalam Kordofon yaitu yang
suaranya berasal dari dawai atau senar, dan yang dibahas adalah 3 alat musik dawai
tradisional yaitu Sasando (NTT), Kecapi Sunda (Jawa Barat) dan Hasapi (Sumatera Utara).
Sebagai warga Negara Indonesia seharusnya kita bangga akan kekayaan kesenian di bangsa
kita ini terutama alat musiknya. Kita harus tahu dan mau mengenalnya, kita juga harus berani
mempromosikannya dan memperkenalkannya ke seluruh Indonesia bahkan ke luar negeri.
Dan dengan berkembangnya taknologi saat ini, tentinya akan sangat mudah untuk
mengenalkannya kepada masyarakat luas yaitu melalui Social Media atau media sosial. Baik
itu melalui internet, televise, majalah dan lain sebagainya.

Oleh sebab itu kita, terutama generasi muda belajar untuk menghargai karya seni dan alat-alat
musik tradisional Indonesia dan jangan sampai karya seni kita punah atau diakui bangsa lain.
DAFTAR PUSTAKA

1. http://id.wikipedia.org/wiki/Sasando
2. http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/872/sasando-alat-musik-tradisional-dari-rote
3. http://www.bappedakotakupang.info/artikel/194-mengenal-alat-musik-tradisional-
sasando.html
4. http://id.wikipedia.org/wiki/Kacapi
5. http://id.wikipedia.org/wiki/Hasapi
6. http://www.mahasiswabatak.com/2013/07/mengen-alat-musik-tradisional-batak-toba.html
7. https://www.youtube.com/watch?v=khNQiH-x34o

Anda mungkin juga menyukai