Anda di halaman 1dari 11

PELESTARIAN KESENIAN DOMYAK DI KABUPATEN PURWAKARTA

Natasya Amelia
Pendidikan Seni Tari, Fakultas Pendidikan Seni dan Desain, Universitas
Pendidikan Indonesia, Bandung
Abstrack
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana upaya masyarakat
mempertahankan budaya lokal khususnya kesenian domyak. Adapun yang menjadi latar
belakang penelitian ini adalah banyaknya budaya asing yang masuk ke Indonesia dan
tidak dapat dikendalikan karena tidak siapnya masyarakat dalam menghadapi
permasalahan tersebut sehingga di era milenial ini banyak generasi muda yang tidak
peduli bahkan cenderung melupakan budaya dan tradisi yang ada. Padahal banyak
kesenian daerah yang seharusnya dipelajari dan dikenali lebih dalam oleh generasi
milenial salah satunya kesenian domyak. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan
kualitatif karena data ini menghasilkan data deskriptif berupa gambaran atau informasi
secara tertulis. Yang menjadi objek penelitian ini adalah kesenian domyak itu sendiri.
Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan penulis, diperoleh temuan
bahwa kesenian domyak kembali eksis dimasyarakat purwakarta setelah adanya program
revitalisasi seni domyak. Adapun kegiatan pelestarian dilakukan melalui dijadikannya
ksesnian domyak sebagai materi ekstrakulikuler di sekolah seperti di SMPN 4 Darangdan
dan dibukanya sanggar latihan seni Domyak di Perumahan Ciseureuh yang
mengumpulkan sebanyak 35 personel seniman Domyak untuk berlatih.

Kata kunci : kesenian domyak, kabupaten purwakarta, revitalisasi, pelestarian.


A. PENDAHULUAN
Manusia merupakan makhluk yang mempunyai naluri gregariousness, yaitu
naluri untuk hidup dan berhubungan dengan manusia-manusia lain. Dalam
berinteraksi dengan yang lainnya, manusia menciptakan norma-norma atau
kaidah-kaidah yang pada hakekatnya merupakan petunjuk-petunjuk tentang
bagaimana manusia harus bertingkah laku di dalam pergaulan hidup
(Soekanto,1977:58-94). Dalam hal ini Suparlan (1980) mengemukakan pendapat
bahwa kerangka landasan bagi menciptakan dan membuat manusia menjadi
tergantung dan merupakan sebagian dari lingkungan alam dan sosialnya adalah
kebudayaannya.
Kebudayaan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk
sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan dan
pengalamannya, serta menjadi kerangka landasan bagi mewujudkan dan
mendorong terwujudnya kelakuan. Dalam definisi tersebut kebudayaan dilihat
sebagai mekanisme kontrol bagi kelakuan dan tindakan-tindakan manusia, atau
sebagai pola-pola kelakuan manusia (Suparlan,1980:238).
Kebudayaan yang telah menjadi sistem pengetahuan bila digunakan terus-
menerus membuat manusia dapat memahami dan menginterpretasi berbagai gejala
dalam lingkungannya. Dalam hal ini kebudayaan diartikan sebagai petunjuk-
petunjuk atau aturan untuk mengatur, menyeleksi dan merangkaikan simbol-
simbol yang diperlukan dan diatur sedemikian rupa diwujudkan dalam bentuk
kelakuan atau benda-benda sebagaimana yang diinginkan pelakunya. Salah satu
wujud dari kebudayaan adalah kesenian Domyak, kesenian ini merupakan simbol
dari ritual memanggil hujan yang dilakukan oleh masyarakat Purwakarta.
Kesenian ini lahir dari pengetahuan manuisia yang meminta pertolongan kepada
sesuatu yang diyakininya untuk memanggil hujan. Akan tetapi, seiring
berjalannya waktu masyarakat mulai melupakan kesenian domyak ini hingga pada
akhirnya dibuatkan sebuah program agar kesenian domyak ini kembali eksis yaitu
program revitalisasi. Mengingat program tersebut sangat berperan penting dalam
kembalinya kesenian domyak, maka perlu diteliti revitalisasi sebagai upaya
pelestarian kesenian domyak di Kabupaten Purwakarta.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian terdahulu sangat penting sebagai dasar pijakan dalam rangka
penyusunan penelitian dan sebagai referensi dalam melakukan penelitian yang
berkaitan. Tujuannya untuk mengetahui hasil yang telah dilakukan oleh peneliti
terdahulu. Berikut ini adalah penelitian terdahulu yang berkaitan dengan judul
Revitalisasi Sebagai Upaya Pelestarian Kesenian Domyak Di Kabupaten
Purwakarta.
1. Arifa, Rina (2013), Skripsi dengan judul “Penyajian Seni Domyak Pada Grup
Sinar Pusaka Muda Kabupaten Purwakarta Program Studi S-1 Jurusan
Pendidikan Seni Tari Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas
Pendidikan Indonesia”. Skripsi ini menjelaskan tentang struktur penyajian
kesenian Domyak, unsur-unsur yang terdapat dalam kesenian Domyak, dan
peranan dari masing-masing kelompok/bagian seni Domyak pada Grup Sinar
Pusaka Muda di Kabupaten Purwakarta.
Dalam skripsi ini, peneliti bermaksud menggunakan hasil penelitiannya
sebagai referensi karena dalam skripsi tersebut menjadikan Didi selaku
sesepuh seni Domyak dan Eman selaku ketua grup seni Domyak sebagai
narasumber dengan lokasi penelitian di Desa Pasir Angin II Kecamatan
Darangdan Kabupaten Purwakarta. Hal yang membedakan antara skripsi Arifa
dengan peneliti terletak pada fokus penelitiannya yaitu tentang struktur
penyajian kesenian Domyak, sedangkan fokus penelitian peneliti adalah pada
pelestarian kesenian Domyak di Kabupaten Purwakarta.
2. Putri, Nadia Dwi dan Maman Suherman (2017), Jurnal dengan judul
“Komunikasi Ritual pada Upacara Domyak Program Studi Hubungan
Masyarakat Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung”. Jurnal
ini menjelaskan tentang proses upacara domyak, proses komunikasi ritual,
makna komunikasi ritual, serta alasan pemerintah Kabupaten Purwakarta
melestarikan tradisi ritual pada upacara Domyak.
Dalam jurnal ini, peneliti bermaksud menggunakan hasil penelitiannya
sebagai referensi karena dalam jurnal tersebut banyak berisi informasi
mengenai kesenian Domyak. Hal yang membedakan antara jurnal tersebut
dengan peneliti terletak pada fokus penelitiannya yaitu tentang proses upacara
Domyak, sedangkan fokus penelitian peneliti adalah pada pelestarian kesenian
Domyak di Kabupaten Purwakarta.

C. METODE
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis
dengan pendekatan kualitatif.metode penelitian deskriptif analisis adalah sebuah
metode penelitian yang menggambarkan objek penelitian berupa data-data yang
sudah ada. Seperti yang diungkapkan oleh Moleong bahwa data yang
dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Hal itu
disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu, semua yang
dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti.
(2007:11).
Penelitian deskriptif dikenal sebagai penelitian noneksperimental karena data
yang akan diteliti, baik data saat ini maupun data di masa lalu, sudah ada dan
tidak mungkin dimanipulasi. Tujuan utama penelitian deskriptif adalah untuk
menggambarkan karakteristik subjek/objek penelitian secara jelas, terperinci dan
sistematis.
Metode ini dianggap paling tepat untuk menjawab berbagai macam persoalan
yang berkaitan dengan Revitalisasi Sebagai Upaya Pelestarian Kesenian Domyak
di Kabupaten Purwakarta. Dengan demikian pada penelitian ini akan
mendapatkan gambaran dari subjek/objek yang diteliti sesuai dengan fakta yang
tampak sebagaimana adanya. Menurut Moleong tentang metode penelitian
kualitatif mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian mislanya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistic dan
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.
(2007:6). Dengan menggunakan metode ini, peneliti dapat menggambarkan
kembali, menguraikan dan memaparkan hal-hal, atau gejala-gejala sebagaimana
adanya untuk mengidentifikasi tentang berbagai data yang berhasil dikumpulkan
dari hasil literatur. Adapun data yang dikumpulkan adalah sebagai berikut.
1. Data tentang nilai-nilai moral kesenian Domyak di Kabupaten Purwakarta,
serta
2. Data tentang proses pelestarian kesenian Domyak di Kabupaten Purwakarta.
Dengan menggunakan metode ini, data-data yang telah terkumpul kemudian
diolah dan dianalisis. Kemudian diinterpretasikan dan dideskripsikan dalam
bentuk tulisan oleh peneliti. Selain itu juga, metode ini dimaksudkan untuk
menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang
telah terkumpul untuk membuat kesimpulan sesuai dengan kebutuhan yang
diperlukan peneliti.
Teknik Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data merupakan suatu cara untuk memperoleh data.
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
studi literatur.
Studi literatur dilakukan peneliti sebagai upaya pengumpulan data serta
informasi mengenai permasalahan penelitian. Adapun berbagai sumber yang
peneliti ambil, diantaranya dari skripsi, jurnal, dan tulisan-tulisan yang
berhubungan dengan penelitian. Adapun skripsi yang peneliti gunakan sebagai
acuan adalah skripsi dengan judul Penyajian Seni Domyak Pada Grup Sinar
Pusaka Muda Kabupaten Purwakarta. Dalam skripsi ini menjelaskan tentang
struktur penyajian kesenian Domyak dan peranan masing-masing
kelompok/bagian kesenian Domyak pada Grup Sinar Pusaka Muda Kabupaten
Purwakarta.
Literatur lain yang digunakan peneliti untuk mengkaji kesenian Domyak ini
adalah jurnal Nadia Dwiputri dan Maman Suherman, yaitu Komunikasi Ritual
pada Upacara Domyak. Jurnal ini berisi tentang proses upacara Domyak, proses
komunikasi ritual, makna komunikasi ritual, serta alasan Pemerintah Kabupaten
Purwakarta melestarikan tradisi ritual pada upacara Domyak.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


Kesenian Domyak
Domyak, adalah akronim atau kirata basa, artinya ari dur ari rampayak. Dur
adalah bunyi bedug dari salah satu waditra musik pengiring kesenian ini.
Rampayak artinya menari. Jadi, ketika ada suara dur dari bedug itu (pemain)
langsung menari.
Seni Domyak terkait dengan ritual meminta hujan. Inti ritual ini adalah
ngibakan ucing (memandikan kucing) yang terlebih dahulu dimulai dengan arak-
arakan keliling kampung. Kucing dimasukkan ke dalam kurungan yang disebut
dongdang ucing dan tandu oleh dua orang. Arak-arakan diiringi dengan tetabuhan
seperti angklung, dogdog, bedug, kendang, goong, dan sebagainya. Mereka
kemudian menuju ke suatu mata air dan melaksanaka ritual ngibakan ucing tadi.
Ritual dimulai dengan mupuhun, yang dipimpin oleh seorang peminpin
upacara yang disebut Pangasuh (pengasuh). Mupuhun adalah semacam uluk
salam, atau dalam peribahasa Sunda dikatakan sebagai mipit kudu amit, ngala
kudu menta (meminta izin terlebih dahulu), yang bermakna bahwa jika sesuatu
yang akan dilakukan itu haruslah diawali dengan meminta izin dan memohon
berkah keselamatan dari Yang Maha Kuasa. Setelah mupuhun dilaksanakan,
pangasuh menyuruh seseorang untuk melantunkan kidung beberapa bait, dan
setelah selesai kidung, maka kucing yang ada di dalam sebuah kurungan itu
diguyur air, inilah yang disebut dengan ngibakan ucing (memandikan kucing).
Ngibakan ucing mempunyai makna, bahwa kucing tidak pernah mandi dan hal ini
adalah sebuah pepatah, bahwa manusialah yang sebaiknya mandi, membersihkan
diri. Itulah inti dari seni domyak.
Setelah itu, acara dilanjutkan dengan menyajikan sebuah tarian pencak silat
yang disebut dengan wawayangan dan bermacam-macam atraksi seperti
bebelokan
Pelestarian Seni Domyak
Kesenian Domyak merupakan kesenian yang lahir pada tahun 1920 di Desa
Pasir Angin Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta. Kesenian ini awal
mulanya berfungsi sebagai upacara ritual untuk meminta hujan karena pada saat
itu di Desa Pasir Angin mengalami kemarau Panjang yaitu selama 9 bulan yang
menyebabkan sawah serta ladang masyarakat menjadi kering.
Seni Domyak merupakan kesenian tradisional yang perkembangannya bersifat
turun temurun. Perintis seni Domyak diawali oleh Uyut Anen, kemudian
diturunkan kepada Ama atau mama Nuria, selanjutnya diturunkan kembali kepada
Abah Jumanta,.saat ini , generasi yang melanjutkan kesenian tradisional tersebut
adalah Mang Didi, pura ma Ijah. Sedangkan ma Ijah adalah puteri dari aki Mirta,
dan aki Mirta puteranya uyut Anen. Dengan demikian, mang Didi adalah cucu
buyut dari uyut Anen. Abah Jumanta adalah pewaris generasi keempat yang
mempertahankan eksistensi para seniman tradisi dalam mengalami perubahan dan
perkembangan kearah modernisasi di segala bidang kehidupan, khususnya seni
Domyak ini. seniman Domyak yang masih hidup adalah diantaranya Abah
Tahrudin, Abah Husein, Ujang Itim, Odi, Kena, Tata dan Abah Ueu-ueu. Akan
tetapi seni Domyak ini sudah lama tidak berkembang, bahkan hampir punah.
keberadaan Domyak mulai tersisih dilihat dari sulitnya mencari lahan garapan
sampai tidak adanya infrastruktur baik alat-alat musik maupun tempat berlatih.
Kesulitan ini ditambah dengan stigma negatif masyarakat, terutama kalangan
masyarakat dengan latar belakang agamis yang kental. Pada akhirnya terdapat
larangan kepada anak-anak oleh orang tua mereka untuk menonton atau menjadi
bagian dari kesenian ini. Dampak dari larangan tersebut kesenian ini sempat
vakum selama sepuluh tahun.
Pada tahun 2010 seni pertunjukan domyak kembali hadir di tengah masyarakat
berkat program revitalisasi seni domyak. Dengan demikian, seni pertunjukan
domyak kembali mengembangkan diri disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat
dan mencoba menangkal stigma negatif masyarakat. Tentu saja, peralihan ini
menjadikan domyak hanya sebatas seni hiburan yang sifatnya profan, adapun
ritual seperti dahulu itupun hanya sekadarnya saja. Dari hasil revitalisasi inilah
seni pertunjukan domyak bisa kembali diwariskan kepada masyarakat khususnya
kaum muda. Adapun kegiatan pewarisan dilakukan melalui dijadiknnya kesenian
ini sebagai materi ekstrakulikuler di sekolah dasar dan menengah seperti di SMPN
4 Darangdan dan dibukanya sanggar latihan seni Domyak di Perumahan
Ciseureuh yang mengumpulkan sebanyak 35 personel seniman Domyak untuk
berlatih. Selain itu, seiring perkembangan jaman yang semakin modern, kesenian
Domyak di Desa Pasir Angin dapat dipertunjukan pada kondisi apapun, baik
pertunjukan panggung maupun helaran.
Nilai Moral dalam Seni Domyak.
1. Nilai Religius
Nilai religius merupakan sikap dan tindakan yang menunjukan patuh
terhadap agama yang dianutnya, rasa toleran terhadap pelaksanaan ibadah
agama lainnya, kerukunan hidup, jujur, cinta damai, dan bersahabat. Dalam
pertunjukan Kesenian Buncis sikap percaya kepada Tuhan dilihat dari proses
mupuhun atau meminta izin sebelum memulai acara. Hal ini dilakukan agar
diberkahinya segala kegiatan yang akan dilakukan oleh Tuhan Yang Maha
Esa.
2. Gotong Royong
Nilai gotong royong pada kesenian Domyak dapat dilihat saat proses
pertunjukan, semua pemain saling mengisi kegiatan sesuai dengan porsinya
dengan baik agar pertunjukan sukses. Adapun kerjasama antar pemain terlihat
dari saat latihan mereka berlatih Bersama, saling membantu dan saling
membenahi untuk sebuah penampilan yang maksimal. Sikap peduli sosial
dilihat dari kerjasama antar masyarakat seni dan masyarakat pada umumnya
dalam persiapan kesenian Domyak tersebut.
3. Nilai Cinta Tanah Air
Nilai cinta tanah air merupakan sikap dan tindakan yang merupakan rasa
kecintaannya terhadap Negara dan Tanah Air Indonesian, semangat
Kebangsaan, menghargai prestasi dan cinta damai. Sikap semangat
kebangsaan pada Kesenian Domyak terlihat dari sikap para pemain yang tetap
menjaga warisan budaya Indonesia dengan cara berkesenian. Sikap semangat
kebangsaan dapat dilihat dari aktifitas Kesenian Buncis yang rutin, melakukan
pertunjukan pada saat hati-hari besar dan memberikan pengetahuan kepada
masyarakat khusunya kaum muda dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah.

E. SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
1. Kesenian Domyak lahir pada tahun 1920 di Desa Pasir Angin Kecamatan
Darangdan Kabupaten Purwakarta. Kesenian ini awal mulanya berfungsi
sebagai upacara ritual untuk meminta hujan karena pada saat itu di Desa Pasir
Angin mengalami kemarau Panjang yaitu selama 9 bulan yang menyebabkan
sawah serta ladang masyarakat menjadi kering.
2. Ritual ini dimulai dengan arak-arakan keliling kampung. Kemudian kucing
dimasukkan ke dalam kurungan yang disebut dongdang ucing dan tandu oleh
dua orang. Arak-arakan diiringi dengan tetabuhan seperti angklung, dogdog,
bedug, kendang, goong, dan sebagainya. Mereka menuju ke suatu mata air dan
melaksanaka ritual ngibakan ucing .
3. Terdapat tiga nilai moral dari kesenian Domyak ini yaitu nilai religius, yang
terlihat dari proses mupuhun atau meminta izin sebelum memulai acara. Hal
ini dilakukan agar diberkahinya segala kegiatan yang akan dilakukan oleh
Tuhan Yang Maha Esa. Nilai gotong royong, terlihat pada saat proses
pertunjukan, semua pemain saling mengisi kegiatan sesuai dengan porsinya
dengan baik agar pertunjukan sukses. Dan nilai cinta tanah air, terlihat dari
sikap para pemain yang tetap menjaga warisan budaya Indonesia dengan cara
terus berkesenian.
4. Seni Domyak merupakan kesenian tradisional yang perkembangannya bersifat
turun temurun. kegiatan pewarisan dilakukan melalui dijadiknnya kesenian ini
sebagai materi ekstrakulikuler di sekolah dasar dan menengah seperti di
SMPN 4 Darangdan dan dibukanya sanggar latihan seni Domyak di
Perumahan Ciseureuh yang mengumpulkan sebanyak 35 personel seniman
Domyak untuk berlatih.
Saran
Sebagai tindak lanjut kearah setingkat lebih maju khususnya menyangkut
pelestarian seni Domyak, peneliti ingin menyampaikan beberapa saran demi
kelangsungan hidup seni Domyak sebagai pertunjukan seni tradisional khas
Kabupaten Purwakarta sebagai berikut.
1. Pada umumnya masyarakat kurang mengetahui seni Domyak, sebaiknya perlu
diadakan upaya sosialisasi untuk memperkenalkan seni Domyak khususnya
pada generasi muda.
2. Untuk keberlangsungan pelestarian seni Domyak, sebaiknya pembinaan
sebagai materi alternativ mata pelajaran disekolah lebih diperluas agar
pelestariannya bisa berlangsung lama.
3. Kelestarian seni Domyak merupakan tanggungjawab seluruh masyarakat di
Kabupaten Purwakarta termasuk petinggi-petinggi Pemerintah setempat
khususnya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Purwakarta yang
menjadi tanggungjawab lembaganya untuk melestarikan seni budaya yang asli
tercipta di Kabupaten Purwakarta. Maka dari itu, sebaiknya lembaga tersebut
bukan hanya melakukan investarisir jenis-jenis seni budaya yang pernah ada
di Kabupaten Purwakarta tanpa adanya tindak lanjut untuk penanggulangan
kelestarian seni Domyak yang tengah sekarat ini. Tidak hanya itu, usaha
revitalisasi yang dilaksanakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan telah
mendapat respon positif dari masyarakat setempat. Hal ini, seharusnya
dijadikan motivasi untuk tetap mempertahankan, menjaga dan melestarikan
seni Domyak.
4. Dengan adanya artikel ini diharapkan ada peneliti-peneliti berikutnya untuk
meneliti sisi lain dari seni Domyak, sehingga akan memperkaya dan
menambah referensi bagi yang memerlukan.

F. PUSTAKA RUJUKAN
Arifa, Rina (2013). “Penyajian Seni Domyak Pada Grup Sinar Pusaka Muda
Kabupaten Purwakarta.” Program Studi S-1 Jurusan Pendidikan Seni Tari
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung: Tidak diterbitkan.
Putri, Nadia Dwi dan Maman Suherman (2017). “Komunikasi Ritual pada
Upacara Domyak”. Program Studi Hubungan Masyarakat Fakultas Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Bandung, Bandung: Tidak diterbitkan.
Koentjaraningrat. (1990). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Djambata
M, Nazir (1988). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia
Soekanto, Soerjono (1977). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Yayasan
Penerbit Universitas Indonesia.
Suparlan, Parsudi (1980). Manusia, Kebudayaan dan Lingkungannya. Majalah
Ilmu-ilmu Sastra Indonesia, Nopember 1980. Jakarta : FS-Universitas Indonesia.

G. RIWAYAT HIDUP PENULIS


Nama : Natasya Amelia
Tempat tanggal lahir : Purwakarta, 06 september 1999
Pendidikan terakhir : SMA

Anda mungkin juga menyukai