Anda di halaman 1dari 10

Etnokoreologi dari sudut pandang

Sub-disiplin dan Paradigma

Dari sudut pandang tertentu etnoart dapat dipandang sebagai sebuah cabang
ilmu pengetahuan. Demikian pula halnya dengan etnokoreologi. Dalam hal ini
etnokoreologi dapat dipandang sebagai cabang dari disiplin antropologi
budaya, sebagaimana halnya etnomusikologi. Dari satu sisi etnomusikologi
dapat dipandang sebagai cabang dari antropologi, khususnya etnoart, yang
bertujuan mempelajari musik dari berbagai macam suku bangsa.

Jika etnoart dapat didefinisikan sebagai sebuah cabang ilmu pengetahuan yang
mempelajari berbagai macam bentuk dan jenis kesenian yang non-Barat, maka
etnokoreologi juga dapat didefinisikan sebagai sebuah cabang atau ranting ilmu
pengetahuan yang mempelajari tari-tarian dari berbagai macam suku bangsa
non-Barat.
Etnokoreologi sebagai sebuah sub-sub disiplin juga harus
memiliki dua obyek, yaitu :

Obyek Formal
Obyek Material Obyek formal atau paradigma yang
yaitu keseluruhan jenis tarian yang ada dalam etnokoreologi juga
ada pada berbagai suku bangsa di tidak berbeda denga paradigma
Dunia. Apakah suku-suku bangsa yang ada dalam etnoart dan
ini akan dibatai hanya pada sku- etnosains, karena etnokoreologi
suku bangsa non barat, ataukah merupakan salah satu sub
akan mencakup juga di dalamnya disiplinnya. Meskipun demikian,
orang-orang barat. Hal itu etnokoreologi juga dapat
tergantung pada kesepakatan menggunakan paradigma-
diantara para ahli etnokoreologi paradigma lain yang sudah ada
sendiri. dalam antropologi budaya.
Etnokoreologi nusantara dari sudut pandang sub-disiplin dan
paradigma

Etnokoreologi nusantara dapat didefenisikan dengan beberapa cara, berdasarka


sudtpandang yang berbed-beda. Sebagaimana halnya etnoart, dari satu sisi
etnokoreologi nusantara dapat dipandang sebagai sebuah sub-disiplin,
sedangkan dari sisi yang lain dapat pula dipandang sebagai sebuah paradigma,
yang berbeda dengan paradigma yang lain yang telah digunakan dalam
penelitian mengenai tari.
a. Etnokoreologi nusantara sebagai sub-sub disipilin
 Sebagai sebuah sub-disiplin etnokoreologi nusantara merupakan sebuah
cabang ilmu pengetahuan dalam antropologi atau etnologi yang
mempelajari tari-tarian dikawasan nusantara dengan menggunakan
perspektif emik dalam penelitiannya,menggunakan perspektif emik, etik
dan holistik dalam etnografinya, menggunakan perspektif komparatif dalam
analisisnya. Disini terdapat objekmaterial dan objek formal. Objek
materialnya adalah tari-tarian yang ada dikawasan nusantara(Indonesia),
baik yang tradisional maupun yang modern, sedangkan objek formal atau
perspektifnya adalah emik untuk penelitian, emik-etik dan holistik untuk
penulisan etnografi, dan komparatif untuk analisisnya.
 Dengan adanya ojek material dan objek formal ini, maka etnokoreologi
nusantara sudah dapat berdiri sebagai sebuah sub-disiplin, sebagai sebuah
sebuah cabang ilmu pengetahuan baru. Sub-disiplin ini tentusaja dapat
diajarkan di institusi pendidikan yang mana saja, tergantung pada
kebutuhan institusinya. Etnokoreologi nusantara bisa saja diajarkan
dijurusan antropologi, sebagai salah satu matakuliah, entah itu wajib
institut seni indonesia, jika memang cabang pegetahuan tersebut dipandang
penting atau relevan. Tentusaja dalam hal ini perlu dicermati betul bahwa
apayang akan diajarkan telah mencakup keseluruhan nsur yang ada pada
sebuah sub disiplin, yakni unsur obyek material dan obyek formal.
B. Etnokoreologi nusantara sebagai paradigma
 Sebagai sebuah paradigma etnokoreologi dapat didefenisikan sebgai
kerangaka pemikiran dengan aumsi-asumsi pemikiran, model, konsep-
konsep, metode penelitian, metode analisis, serta hasil anaisis yang tertentu,
yang digunakan untuk memahami, menjelaskan dan menafsirkan tari-tarian
sebgai gejala kebudayaan dikawasan nusantara. Paradigma atau prespektif
yang digunakan bisa bervariasi tergatung pada tahap kegiatan yang dilalui.
Tahap-tahap tersebut adalah tahap pengumpulan data(penelitian), tahap
penulisan etnografi dan tahap analisi atau penyusunan teori.
 Pada tahp pengumpulan data perspektif yang digunakan adalah perspektif
emik yakni sudut pandang pelaku atau tineliti (masyarakat atau orang yang
diteliti). Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari “Etnosentrisme” dalam
memahami tari-tarian yang diteliti. Pemahaman yang etnosentris
akanmenghasikan pernyataan-pernyataan yang tidak sesuai atau bahkan
berlawanan dengan pandangan yang ada dikalangan para pelaku. Oleh
karena itulah, disini seorang peneliti etnokoreologi nusantara dituntut juga
untuk mengerti bahasa masyarakat yang diteliti.
 Sebagai contoh misalnya kalau kita meneliti Tari Bali. Kita akan menemukan
berbagai jenis tari dengan nama masing-masing. Ada tari Legong, Tari Joget
Leko, Joged gudekan, tari gandrung, joged bumbung, joget tongkohan, joged
pingitan dsb. Nam-nama tari ini merupkan istilah-istilah lokal, yang perlu
kita ketahuimaknanya. Dengan mengetahui makna nama sebuah tarian,
konteks yang lebih luas dari tarian tersebut, yakni konteks sosio kulturalnya,
akan lebih mudah untuk diketahui.

 Misalnya saja tari Gandrung kata Gandrung disitu berarti cinta atau Rindu.
Tari Gandrung merupakan sebuah tari pergaulan yang dilakukan oleh pria
dan menjadi lambang cinta kasih dan kerinduan, Oleh karena itu tidak
mengherankan jika tarian ini biasanya dipentaskan untuk upacara
perkawinan. Selain itu, tari ini juga merupakan perlambang kesuburan dan
dapat mengakibatkan cinta birahi titik lebih lanjut dikatakan bahwa di masa
lalu di Bali, tari Gandrung biasanya dipentaskan di istana atas permintaan
raja Raja karena Gandrung dapat menggugah cinta birahi raja dan istrinya,
agar Raja dapat membagi cintanya secara adil.
 Pada tahap berikutnya yakni tahap penulisan etnografi, maka perspektif yang
digunakan adalah perspektif emik- etnik. Disini peneliti perlu tetap
mempertahankan perspektif emik yang digunakan sewaktu penelitian, tetapi
perspektif ini kemudian digabungkan dengan perspektif sebagai peneliti.
Dengan demikian ethnography yang ditampilkan tidak akan asing bagi
penelitinya, tetapi juga masih tetap akan dapat dimengerti oleh peneliti atau
orang lain. Siasat penulisan yang di ambil di sini biasanya adalah dengan tetap
mempertahankan istilah-istilah lokal dalam etnografi, sedangkan penjelasannya
diberikan oleh peneliti dengan menggunakan bahasa yang berlaku dalam dunia
para peneliti.

 Paparan mengenai tari Bali di atas adalah sekelumit contoh dari sebuah
etnografi mengenai tari dengan sudut pandang emik karena informasi yang
disajikan berasal dari orang Bali yang tahu banyak tentang tari Bali. Perspektif
emic di sini sudah tampil cukup baik tetapi Deskripsi tersebut belum
sepenuhnya menggunakan perspektif; karena belum menampilkan tari-tarian
yang disebutkan di situ dalam wujud grafis, dalam wujud gambar atau notasi.
Edit koma karena belum menampilkan tari-tarian yang disebutkan di situ dalam
wujud grafis koma dalam wujud gambar atau notasi titik di situ belum
melukiskan tari-tarian di atas dengan menggunakan perangkat deskripsi yang
disepakati oleh para peneliti tari, misalnya dengan menggunakan laba notation.
Jadi etnografi diatas masih setengah matang, perspektif etik belum tampil
secara optimal.
 Selanjutnya, penulisan sebuah etnografi sebaiknya menggunakan perspektif
holistik. Disini peneliti harus mampu menyajikan fenomena tari yang ditelitinya
sebagai sebuah gejala yang berada dalam konteks suatu kebudayaan tertentu.
Peneliti harus berupaya untuk dapat memaparkan keterkaitan tari-tarian yang
ditelitinya dengan gejala-gejala budaya lain dalam masyarakat yang diteliti.
Dengan demikian pembaca etnografi tari tersebut akan memperoleh gambaran
tari-tarian yang diteliti dari sudut pandang budaya yang diteliti, yakni secara
emic dan kontekstual. Contoh etnografi tari Bali di atas masih belum cukup Al
Istiqomah tetapi upaya untuk menuju ke arah itu sudah terlihat, karena tari
yang dipaparkan di usahakan terlihat berhubungan dengan adat istiadat
masyarakat Bali, terutama adat-istiadat di kalangan istana.

 Pada tahap selanjutnya, yakni tahap pembuatan teori, peneliti biasanya perlu
mengambil perspektif yang lebih komparatif. Karena hanya dengan perspektif
komparatif inilah keistimewaan, kekhasan, atau makna dari tari tarian yang
diteliti akan dapat lebih ditonjolkan titik disini peneliti sebaiknya menekankan
perbedaan dan fenomena tari yang ditelitinya dengan fenomena tari yang telah
dipelajari oleh peneliti yang lain.
KESIMPULAN

Etnokoreologi dapat dipandang sebagai sebuah cabang ilmu pengetahuan, bisa


pula dipandang sebagai sebuah paradigma. Sebagai cabang ilmu pengetahuan
etnokoreologi merupakan salah satu cabang dari subdisiplin etno art yang
muncul dan berkembang dalam antropologi budaya dengan objek material tari-
tarian yang ada pada berbagai suku bangsa non-barat. Sebagai paradigma
etnokoreologi merupakan sebuah kerangka pemikiran dengan asumsi-asumsi
dasar, model, konsep metode penelitian, metode analisis dan hasil analisis yang
berada dalam satu Kubu dengan etnosains.

Selanjutnya mengenai etnokoreologi nusantara merupakan salah satu cabang


dari etnokoreologi yang lebih umum, karena etnokoreologi Nusantara
membatasi objek kajiannya hanya pada tari-tarian yang ada di kawasan
nusantara (Indonesia). Etnokoreologi Nusantara juga dapat dipandang sebagai
sebuah paradigma sebagaimana halnya etnoartdan etnosains, akan tetapi
perspektif yang ingin ditekankan di sini adalah perspektif suku-suku bangsa
yang ada di nusantara.
Pemaparan etnokoreologi dengan cara seperti diatas dilakukan atas dasar
pandangan bahwa Upaya pengembangan sebuah cabang ilmu pengetahuan
baru, Sebuah bidang kajian baru, hanya akan dapat dilakukan secara efektif
dan efisien bilamana kita memulainya dari pemahaman tentang hakikat
ilmu pengetahuan itu sendiri yakni pemahaman mengenai objek material
dan objek formal cabang ilmu yang akan kita kembangkan. Tanpa
pemahaman mengenai hal ini ini, upaya-upaya pengembangan akan
berjalan dengan tidak runtut, sehingga hasil yang dicapai juga tidak akan
bisa optimal.

Anda mungkin juga menyukai