Anda di halaman 1dari 32

Selayang Pandang Gerakan Psikoanalisis Indonesia

“…but the struggle is not yet over”


Dr. Sigmund Freud

2
DAFTAR ISI

Sampul 1

Testamen Dr. Sigmund Freud 2

Daftar Isi 3

Pembukaan 4

“Tiga Serangkai”

Asosiasi Psikoanalisis Indonesia (API) 5

Institut Psikoanalisis Indonesia (IPI) 6

Pustaka Psikoanalisis Indonesia (PPI) 7

Pelatihan Psikoanalisis 8

Profesi Psikoanalis 12

Kode Etik 15

Jenis Keanggotaan API 20

Piramida Peran 24

Organisasi Otonom API

Masyarakat Konstituante (MK-API) 27

Ikatan Psikoanalisis Terapan Indonesia (IPTI) 28

Peta Gerakan 29

Psikoanalisis Di Masa Mendatang 30

Penutup 32

3
PEMBUKAAN

Beberapa tahun yang lalu, saya mengajak rekan-rekan penggiat studi


kejiwaan untuk membentuk kelompok belajar yang secara intensif mengkaji
psikoanalisis, baik secara tradisi, metapsikologi, maupun aplikasi. Masih
teringat dengan jelas bagaimana penolakan yang muncul akan ajakan tersebut:

“Psikoanalisis itu sudah kuno, baca saja kritik-kritiknya, tidak ada lagi yang
menggunakannya, terapinya lama”

Kelompok belajar tetap dibentuk dengan anggota seadanya, kurang


lebih lima orang termasuk saya. Setiap Minggunya, pada hari Selasa dan Kamis
kami bertemu dan belajar bersama. Disini pula saya mulai menyusun kerangka
pelatihan psikoanalisis yang nantinya akan memiliki implikasi yang besar dalam
corak pelatihan psikoanalisis di Indonesia saat ini. Sekalipun demikian,
kelompok belajar ini tidak cukup berhasil, hanya Florensius Dian Pratama dan
saya yang masih aktif sebagai Analis hingga sekarang, sisanya telah mengalami
seleksi alam sedemikian rupa.

Seiring berjalannya waktu, gema kami mulai didengar oleh para peminat
psikoanalisis dari beragam daerah, dari beragam latar belakang. Disinilah titik
tolak pendirian apa yang kita kenal sebagai Asosiasi Psikoanalisis Indonesia
(API). Pertentangan-pertentangan yang semula muncul menghadang kami
dengan pekik yang keras, kini sembari lalu telah meredam dengan sendirinya.

Berkembangnya psikoanalisis di Indonesia dalam beberapa tahun


belakangan, mulai dari semakin banyaknya peminat hingga pembentukan
kelompok belajar dibawah otorisasi Asosiasi Psikoanalisis Indonesia (API)
diberbagai daerah, semakin meyakinkan bahwa Indonesia menjadi tanah yang
subur bagi pertumbuhan psikoanalisis. Mungkin kini tiba waktunya bagi kita
untuk menatap wajah psikoanalisis Indonesia saat ini dan masa mendatang.

4
“TIGA SERANGKAI”

Asosiasi Psikoanalisis Indonesia (API) adalah perkumpulan profesi


psikoanalis pertama dan satu-satunya di Indonesia. Tujuan utamanya adalah
sebagai rumah bagi psikoanalis dalam mengembangkan kompetensi diri dan
menjalin relasi dengan rekan seprofesi, serta memasyarakatkan psikoanalisis di
Indonesia. Untuk mencapai tujuan ini, upaya yang dilakukan oleh API adalah
dengan

1. Mendukung penyelenggaraan pendidikan psikoanalisis untuk mencetak


psikoanalis yang berkompeten dan berkualitas, disertai dengan
pembimbingan dan pengawasan terhadap anggota dalam menjalankan
praktek sesuai dengan etika profesi yang berlaku,
2. Membuka diri sebagai rujukan utama literatur psikoanalisis dengan
menyediakan bahan bacaan yang koheren dan komprehensif,
3. Mengembangkan keilmuan dan praktek psikoanalisis dalam berbagai
bidang terapan,

5
4. Memasyarakatkan psikoanalisis melalui pembentukan Kelompok Belajar
dan Masyarakat Konstituen API di setiap daerah di Indonesia.

Institut Psikoanalisis Indonesia (IPI) adalah lembaga penyelenggara


pelatihan psikoanalisis untuk mencetak psikoanalis yang berkompeten dan
berkualitas, disertai dengan pembimbingan dan pengawasan terhadap anggota
dalam menjalankan praktek sesuai dengan etika profesi yang berlaku.

Untuk mewujudkan tujuan ini, adapun jalan-jalan yang ditempuh oleh


Institut Psikoanalisis Indonesia (IPI) adalah dengan

1. Merancang dan menjalankan sistem pendidikan yang terstandar dan


sesuai dengan tradisi psikoanalisis,
2. Bekerjasama dengan institusi psikoanalisis lain di luar negeri untuk
mengembangkan inovasi dalam pelaksanaan proses pendidikan yang
berkemajuan,
3. Menetapkan aturan dan batasan profesi dalam pemberian layanan
psikoanalisis, serta membimbing dan mengawasi anggota dalam
menjalankannya,
4. Secara aktif memberikan layanan Member-Roasting untuk peningkatan
kompetensi anggota.

6
Pustaka Psikoanalisis Indonesia (PPI) adalah lembaga yang menjadi
rujukan utama literatur psikoanalisis dengan menyediakan bahan bacaan yang
koheren dan komprehensif.

Untuk mewujudkan tujuan ini, adapun jalan-jalan yang ditempuh oleh PPI
adalah dengan

1. Secara aktif menerjemahkan karya-karya psikoanalisis berbahasa asing


ke dalam bahasa Indonesia,
2. Menyusun majalah tiga bulanan secara berkala, yang ditulis oleh
anggota API dan disebarluaskan ke anggota yang lain sebagai bahan
belajar bersama,
3. Membentuk badan penerbit yang secara aktif mempublikasikan literatur
psikoanalisis berbahasa Indonesia karya anggota maupun terjemahan,
4. Membuat perpustakaan psikoanalisis online yang dapat diakses seluruh
anggota, kapanpun dan dimanapun.

7
PELATIHAN PSIKOANALISIS

Institut Psikoanalisis Indonesia (IPI) menyusun program pelatihan satu


tahun (One-Year Program) sebagai alternatif pelatihan yang bertujuan utama
untuk mencetak Analis (Psychoanalyst) yang berkompeten dan berkualitas.
Program pelatihan satu tahun berisikan sesi analisis diri dengan jumlah
tertentu dan didaktik psikoanalisis, dimana gagasan-gagasan Freud
mendapatkan tempat terhormatnya. Setiap lulusan dari program pelatihan
satu tahun secara otomatis akan masuk ke dalam Member-Roasting, sebuah
pelatihan khusus mengenai praktek psikoanalisis. Didalam Member-Roasting,
Analis Masa Depan atau Kandidat Praktek akan disajikan dua jalur profesi
Analis, yakni Analis Pelatihan dan Analis Klinis.

Perlu diingat, bahwa program pelatihan satu tahun adalah program


alternatif, artinya seiring berjalannya waktu program ini akan digantikan
dengan program pelatihan empat tahun yang merupakan standar internasional
dalam pelatihan psikoanalisis. Sementara itu, Member-Roasting haruslah
dipahami sebagai program untuk menutup kekurangan-kekurangan dalam
program satu tahun, khususnya mengenai psikoanalisis dalam lingkup praktek.
Dengan demikian, model pelatihan psikoanalisis saat ini di Institut Psikoanalisis
Indonesia (IPI) boleh dikatakan masih dan sedang berproses, bukan bentuk
final.

Sekalipun program pelatihan satu tahun adalah program alternatif, tidak


berarti ia mengabaikan elemen-elemen penting dalam pelatihan psikoanalisis
8
yang telah digariskan oleh para pendahulu. Program satu tahun dan Member-
Roasting, seperti yang telah saya sekilas sebutkan diawal, masih menggunakan
tiga elemen utama pelatihan psikoanalisis: Pelatihan Analisis Diri (PAD),
Didaktik Psikoanalisis (DP) dan Supervisi Praktek (SP). Pelatihan Analisis Diri
(PAD) dan Didaktik Psikoanalisis (DP) keduanya berada dalam program satu
tahun dan dilakukan secara beriringan, sementara Supervisi Praktek (SP)
berada dalam Member-Roasting.

Dalam Pelatihan Analisis Diri (selanjutnya disebut PAD), Kandidat Belajar


akan diserahkan kepada seorang Analis Pelatihan untuk menjalani sesi analisis
dalam jumlah tertentu secara pribadi dan menjadi Analisan. PAD dianjurkan
dilakukan secara tatap muka untuk memfasilitasi pertumbuhan emosi dan
tranferensi yang efektif. Namun, dalam kondisi yang tidak memungkinkan,
misalnya jarak yang terlalu jauh untuk pertemuan tatap muka, maka
dimungkinkan toleransi untuk PAD melalui daring (jejaring online).

PAD memungkinkan Kandidat Belajar untuk mengenali dirinya terlebih


dahulu sebelum membantu orang lain mengenali dirinya sendiri, memahami
bagaimana situasi analisis bekerja, memvalidasi teori-teori dalam psikoanalisis
sehubungan dengan dirinya sendiri dan bahkan mungkin dalam kondisi yang
menguntungkan, membantu Kandidat Belajar untuk mengatasi keterbatasan-
keterbatasannya (gejala neurosis). Seringkali muncul asumsi, bahwa fungsi
PAD, sebagaimana biasanya dilontarkan oleh pihak-pihak yang kurang
memahami psikoanalisis dengan baik, agar Kandidat ‘selesai dengan dirinya
sendiri terlebih dahulu’. Kenyataannya, setiap Analis paham betul bahwa tidak
ada kata ‘selesai’ dalam psikoanalisis. Sesi psikoanalisis mungkin bisa selesai,
tapi tidak dengan psikoanalisis (analisis diri). Analisis diri adalah pekerjaan
seumur hidup.

9
Di momen yang bersamaan, dalam program pelatihan satu tahun,
Kandidat Belajar juga mempelajari gagasan-gagasan psikoanalisis, khususnya
gagasan Freud mengenai kehidupan psikis, dalam Didaktik Psikoanalisis
(selanjutnya disebut DP). Dalam DP, secara kolektif bersama Kadidat Belajar
yang lain mengkaji gagasan-gagasan Freud didampingi oleh seorang Lektor.
Lektor diwaktu yang sama bisa jadi juga seorang Analis Pelatihan (dan atau
Analis Klinis), sekalipun seorang Analis Pelatihan belum tentu seorang Lektor.
Dibutuhkan kualifikasi khusus untuk menjadi seorang Lektor, selain
kemampuan dalam hal sehubungan dengan pedagogi, juga kualitas intelektual
yang mumpuni. Lektor juga diwaktu yang sama juga haruslah telah
menerbitkan beberapa karya psikoanalisis melalui Pustaka Psikoanalisis
Indonesia (PPI).

Program pelatihan satu tahun diakhiri dengan Laporan Akhir yang


disusun Kandidat Belajar bersama Analis Pelatihannya dan Karya Tulis dengan
subyek tertentu dibawah bimbingan Lektor. Keduanya, Laporan Akhir dan
Karya Tulis, diserahkan kepada Institut Psikoanalisis Indonesia (IPI) untuk
penyelesaian studi. Sertifikat dan wisuda mungkin diberikan dan dilakukan
bersamaan dengan Kongres Tahunan Psikoanalisis Indonesia. Karya Tulis
Kandidat Belajar secara kolektif akan diterbitkan dalam Jurnal Psikoanalisis
bernama Catatan Kandidat.

Kandidat Belajar dapat memilih saat itu juga untuk melanjutkan ke


program Member-Roasting atau mengambil istirahat sejenak. Bilamana
Kandidat Belajar melanjutkan langsung ke program Member-Roasting, maka
Institut Psikoanalisis Indonesia (IPI) akan mengkaji latar belakangnya. Kandidat
Belajar yang memiliki perizinan praktek dari DINKES (apapun jenis prakteknya)
dapat diterima untuk menjadi Analis Klinis dengan materi sedikit berbeda

10
dengan Analis Pelatihan. Sementara Kandidat Belajar dengan semua latar
belakang diterima dengan tangan terbuka untuk menjadi Analis Pelatihan
(perbedaan antara Analis Klinis dan Analis Pelatihan akan dijelaskan pada bab
berikutnya). Disini, posisi Kandidat Belajar berubah menjadi Kandidat Praktek.

Dalam Member-Roasting, seperti ulasan saya sebelumnya, Kandidat


Praktek akan belajar mengenai teori praktek dalam psikoanalisis dan ia juga
dituntut untuk menerapkannya pada satu-dua Analisan (Psychoanalysand)
dalam jumlah sesi tertentu. Dalam teori praktek, Kandidat Praktek didampingi
oleh Lektor untuk mempelajari praktek psikoanalisis sesuai dengan bidang
profesinya masing-masing (apakah Analis Pelatihan atau Analis Klinis).
Sementara itu, dalam prakteknya, Kandidat Praktek diawasi secara langsung
oleh seorang Supervisor. Dalam waktu tertentu, seorang Supervisor bisa jadi
adalah seorang Analis Pelatihan maupun Lektor yang telah memiliki
pengalaman praktek yang mumpuni.

Apabila Kandidat Praktek telah memenuhi persyaratan untuk menjadi


Analis Pelatihan atau Analis Klinis, maka Institut Psikoanalisis Indonesia (IPI)
akan memberikan apa yang menjadi haknya. Dalam Analis Pelatihan, maka
akan diberikan lisensi untuk menjadi Analis Pelatihan di Institut Psikoanalisis
Indonesia (IPI) dan mendapatkan penghasilan darinya. Dalam Analis Klinis,
maka Asosiasi Psikoanalisis Indonesia (API) akan menjadikannya rujukan utama
bagi masyarakat pengguna jasa untuk ditangani. Tentunya, posisi Kandidat
Praktek telah dilepaskan darinya dan sebutan Analis Pelatihan atau Analis Klinis
boleh digunakannya.

11
PROFESI PSIKOANALIS

Terdapat dua jenis Profesi Analis, yakni Analis Pelatihan (Training


Analyst) dan Analis Klinis (Clinical Analyst). Baik Analis Pelatihan maupun Analis
Klinis, keduanya menempuh pelatihan satu tahun yang sama, dengan materi
yang sama, dengan jumlah sesi analisis diri yang sama. Perbedaan dalam segi
materi hanya ada pada Member-Roasting (yang otomatis juga pada
prakteknya).

Pada Analis Pelatihan, materi, prosedur, aturan dan batasan, serta hal-
hal lain yang menyertainya dihubungkan secara langsung dengan pelatihan
psikoanalisis. Apa yang menjadi tugas utama dari Analis Pelatihan adalah
memfasilitasi Analisannya untuk mengeksplorasi diri, khususnya mengenali
konflik-konflik dalam dirinya, perasaan atau pikiran yang tertekan, harapan
terlarang dan hal-hal yang ingin dia sampaikan namun tidak dapat
dilakukannya (things they wanted to say but never did). Dengan demikian,
Analis Pelatihan membantu Analisannya untuk mengakui bahwa hal-hal yang
saya sebutkan tadi adalah bagian dari dirinya. Dalam kata lain, melalui bantuan
Analis Pelatihan, Analisan mengakui kepemilikannya akan sisi gelap dalam
dirinya.

Hanya itu fokus analisisnya. Ketika Analisan semakin banyak mengenali


dan mengakui sisi gelapnya, Analis Pelatihan tidak berusaha untuk merubah
atau menghilangkannya, tidak pula memprovokasi perbaikan diri melalui

12
pemberian motivasi, melainkan membiarkan Analisan untuk memahami sendiri
makna dibalik kegelapannya dan bertumbuhkembang karenanya.

Dengan demikian, Analis Pelatihan memiliki batasan-batasan dalam


kinerjanya. Ia tidak boleh memiliki motif untuk menyembuhkan Analisan atau
untuk merubah perilaku atau pikiran atau keyakinan dari Analisannya. Analis
Pelatihan tidak pula diperkenankan memberikan uraian teoritis pada
Analisannya, semua hal yang berhubungan dengan teori psikoanalisis
diserahkan secara mutlak kepada Lektor untuk meminimalisir kesalahpahaman
didalamnya. Tidak pula diperkenankan kepada Analis Pelatihan untuk
membuat klasifikasi diagnostik sekalipun dirinya memiliki wewenang untuk hal
tersebut, tidak pula menyebarkan konten analisis kepada Analisan ataupun
pihak yang lain, kecuali dengan Konsultan Analis (dalam hal ini adalah Institut
Psikoanalisis Indonesia). Analis Pelatihan harus menjunjung tinggi asas
kerahasiaan.

Pada Analis Klinis, materi, prosedur, aturan dan batasan, serta hal-hal
lain yang menyertainya dihubungkan secara langsung dengan praktek klinis
psikoanalisis. Apa yang ada pada Analis Klinis, dari segi materi, yang tidak
dimiliki oleh Analis Pelatihan adalah Psikoanalisis Singkat (Brief Psychoanalysis)
atau Psikoterapi Psikoanalisis (Psychoanalytic Psychotherapy), Simtomologi dan
Psikopatologi, serta Formulasi Kasus (Case Formulation). Pada Analis Klinis
dengan latar belakang Psikiatri dan Psikologi Klinis, akan ada tambahan berupa
materi Metode Proyeksi (Projection Method) dan Diagnosis menggunakan
Psychodynamic Diagnostic Manual (PDM).

Perbedaan materi dan hal-hal lain dalam praktek seperti ini sebenarnya
betul-betul hanyalah dikarenakan aturan-aturan yang ada dalam pelayanan
klinis di Negara kita. Misalnya, hanya Psikiater dan Psikolog Klinis yang boleh

13
memberikan diagnosis. Hal seperti ini, sekalipun tentu saja adalah wajah baru
represi, memiliki implikasi untuk komunitas psikoanalisis. Ini sekaligus
menandakan bahwa para Analis, baik pelatihan maupun klinis, harus
berlomba-lomba untuk mendobrak aturan ini agar akselerasi terhadap
pengembangan psikoanalisis di Indonesia dapat berjalan sebagaimana
mestinya. Langkah awal yang diambil oleh komunitas kita memang sikap
kompromi terhadap aturan, tapi harus ditegaskan bahwa sikap ini tidak berarti
kita menyerah pada ‘super ego’.

14
KODE ETIK PROFESI

BAB I

PENDAHULUAN

Dasar/Landasan

Landasan Kode Etik Psikoanalis adalah (a) Pancasila, mengingat bahwa profesi
Psikoanalis merupakan usaha layanan terhadap sesama manusia dalam rangka
ikut membina warga negara yang bertanggung jawab, (b) tuntutan profesi,
mengacu kepada kebutuhan dan kebahagiaan Psikoanalisan sesuai dengan
norma-norma yang berlaku.

BAB II

KUALIFIKASI & KEGIATAN PROFESIONAL

A. Kualifikasi
Psikoanalis harus memiliki (1) nilai, sikap, keterampilan dan
pengetahuan dalam bidang psikoanalisis, dan (2) pengakuan atas
kewenangannya sebagai Psikoanalis.

B. Kegiatan Profesional Psikoanalis


1. Pengakuan Kewenangan
Untuk dapat bekerja sebagai Psikoanalis, diperlukan pengakuan
keahlian, kewenangan oleh organisasi profesi, sesuai dengan bidang
keahliannya (Pelatihan/Klinis)
2. Nilai, Sikap, Keterampilan dan Pengetahuan
a. Agar dapat memahami orang lain dengan sebaik-baiknya,
Psikoanalis harus terus berupaya memahami dirinya terlebih
dahulu. Ia harus mengerti kekurangan-kekurangan, harapan-
harapan dan prasangka-prasangka pada dirinya sendiri yang dapat
mempengaruhi hubungannya dengan orang lain dan
15
mengakibatkan rendahnya mutu layanan profesional serta
merugikan Psikoanalisan.
b. Dalam melakukan tugasnya membantu Psikoanalisan, Psikoanalis
harus memperlihatkan sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar,
menepati janji, dapat dipercaya, jujur dan hormat.
c. Psikoanalis harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap saran
ataupun peringatan yang diberikan kepadanya, khususnya dari
rekan-rekan seprofesi dalam hubungannya dengan pelaksanaan
ketentuan-ketentuan tingkah laku profesional sebagaimana diatur
dalam Kode Etik ini.
d. Dalam menjalankan tugas-tugasnya, Psikoanalis harus
mengusahakan mutu kerja yang setinggi mungkin. Untuk itu ia
harus tampil menggunakan pengetahuan dan prosedur-prosedur
yang dikembangkan atas dasar kaidah-kaidah ilmiah.
e. Psikoanalis Pelatihan tidak diperkenankan memberikan pelayanan
psikoanalisis klinis, kecuali diwaktu yang sama ia juga merupakan
seorang Psikoanalis Klinis.
f. Psikoanalis tidak diperkenankan memberikan diagnosis dan resep
obat, kecuali apabila ia memiliki kualifikasi akan hal tersebut.
g. Psikoanalis tidak diperkenankan memberikan pelayanan terapi
lain atas nama psikoanalisis. Bila hal ini terjadi, maka yang
bersangkutan telah melakukan penipuan atas nama keilmuan dan
berpotensi mengaburkan makna psikoanalisis dimata khalayak
umum.
3. Kegiatan Profesional
a. Penyimpanan dan penggunaan informasi
Catatan tentang diri Psikoanalisan yang meliputi data hasil
wawancara, surat-menyurat, perekaman dan data lain, semua
merupakan informasi yang bersifat rahasia dan hanya boleh
digunakan untuk kepentingan Psikoanalisan. Penggunaan data
informasi untuk keperluan riset atau bahan pelatihan Kandidat
Psikoanalis dimungkinkan sepanjang identitas dirahasiakan.
Penyampaian informasi mengenai Psikoanalisan kepada keluarga
atau kepada anggota profesi lain, membutuhkan persetujuan

16
Psikoanalisan atau yang lain dapat dibenarkan asalkan untuk
kepentingan Psikoanalisan dan tidak merugikan.
b. Keterangan mengenai bahan profesional hanya boleh diberikan
kepada orang yang berwenang menafsirkan dan
menggunakannya.
c. Kewajiban Psikoanalis untuk menangani Psikoanalisan
berlangsung selama ada kesempatan antara Psikoanalisan dengan
Psikoanalis. Kewajiban berakhir jika hubungan psikoanalisis
berakhir, Psikoanalisan mengakhiri hubungan kerja atau
Psikoanalis tidak lagi bertugas sebagai tenaga penyedia jasa atau
alasan lain.
4. Riset
a. Dalam melakukan riset, dimana tersangkut manusia dengan
masalahnya sebagai subyek, harus dihindari hal-hal yang dapat
merugikan subyek yang bersangkutan.
b. Dalam melakukan hasil riset dimana tersangkut Psikoanalisan
sebagai subyek, harus dijaga agar identitas subyek dirahasiakan.
5. Layanan Individual : Hubungan dengan Psikoanalisan
a. Psikoanalis harus menghormati harkat pribadi, integritas dan
keyakinan Psikoanalisan.
b. Psikoanalis harus menempatkan Psikoanalisannya di atas
kepentingan pribadinya. Demikian pun dia tidak boleh
memberikan layanan bantuan di luar bidang pendidikan,
pengalaman dan kemampuan yang dimilikinya.
c. Dalam menjalankan tugasnya, Psikoanalis tidak mengadakan
pembedaan atas dasar suku, bangsa, warna kulit, kepercayaan
atau status sosial ekonomi.
d. Psikoanalis tidak akan memaksa untuk memberikan bantuan
kepada seseorang dan tidak boleh mencampuri urusan pribadi
orang lain tanpa izin dari orang yang bersangkutan.
e. Psikoanalis boleh memilih siapa yang akan diberi bantuan akan
tetapi dia harus memperhatikan setiap permintaan bantuan,
lebih-lebih dalam keadaan darurat atau apabila banyak orang yang
menghendaki.

17
f. Kalau Psikoanalis sudah turun tangan membantu seseorang maka
dia tidak akan melalaikan Psikoanalisan tersebut, walinya atau
orang yang bertanggung jawab padanya.
g. Psikoanalis harus menjelaskan kepada Psikoanalisan sifat
hubungan yang sedang dibina dan batas-batas tanggung jawab
masing-masing, khususnya sejauh mana dia memikul tanggung
jawab bersama Psikoanalisan.
h. Hubungan Psikoanalis mengandung kesetiaan ganda kepada
Psikoanalisan, masyarakat, organisasi profesi dan rekan-rekan
sejawat. Apabila timbul masalah dalam soal kesetiaan ini, maka
harus diperhatikan kepentingan pihak-pihak yang terlibat dan juga
tuntutan profesinya sebagai Psikoanalis. Dalam hal ini terutama
sekali harus diperhatikan ialah kepentingan Psikoanalisan.
i. Apabila timbul masalah antara kesetiaan kepada Psikoanalisan
dan lembaga tempat Psikoanalis bekerja, maka Psikoanalis hanya
menyampaikan situasinya kepada Psikoanalisan dan pemilik
wewenang dalam lembaganya. Dalam hal ini Psikoanalisan harus
diminta untuk mengambil keputusan apakah dia ingin meneruskan
hubungan psikoanalisis dengannya atau tidak.
j. Psikoanalis tidak akan memberikan bantuan profesional kepada
sanak keluarga, teman-teman karibnya, sehingga hubungan
profesional dengan orang-orang tersebut mungkin dapat
terancam oleh kaburnya peranan masing-masing.
k. Psikoanalisan sepenuhnya berhak untuk mengakhiri hubungan
dengan Psikoanalis, meskipun proses psikoanalisis belum
mencapai suatu hasil yang kongkrit. Sebaliknya Psikoanalis tidak
akan melanjutkan hubungan dengan Psikoanalisan apabila
memiliki kendalan internal maupun eksternal tertentu yang
menyulitkan.
6. Konsultasi dan Hubungan dengan Rekan atau Ahli Lainnya
a. Dalam rangka pemberian layanan kepada Psikoanalisan, apabila
Psikoanalis merasa ragu-ragu tentang suatu hal, maka ia harus
berkonsultasi dengan rekan-rekan selingkung profesi. Akan tetapi,
untuk itu ia harus mendapat izin terlebih dahulu dari
Psikoanalisannya.

18
b. Psikoanalis harus mengakhiri hubungan Psikoanalisan bila pada
akhirnya dia menyadari tidak dapat memberikan pertolongan
kepada Psikoanalisan tersebut, baik karena kurangnya
kemampuan/keahlian maupun keterbatasan pribadinya. Dalam
hal ini Psikoanalis akan mengizinkan Psikoanalisan untuk
berkonsultasi dengan petugas atau badan lain yang lebih ahli, atau
ia melakukan alih tangan kasus kepada orang atau badan ahli
tersebut, tetapi harus atas dasar persetujuan Psikoanalisan.
c. Bila alih tangan kasus disetujui Psikoanalisan, maka akan menjadi
tanggung jawab Psikoanalis untuk menyarankan kepada
Psikoanalisan, orang atau badan yang mempunyai keahlian
tersebut.
d. Bila Psikoanalis berpendapat Psikoanalisan perlu dikirim ke ahli
lain, akan tetapi Psikoanalisan menolak kepada ahli yang telah
disarankan, maka Psikoanalis mempertimbangkan apa baik
buruknya apabila hubungan diteruskan.
e. Psikoanalis yang merasa memiliki hambatan pribadi yang
mengurangi profesionalitasnya, dianjurkan untuk meminta
bantuan rekan seprofesi, dan rekan seprofesi yang dimintai
bantuan dianjurkan untuk menerima serta memberikan layanan
yang profesional dengan biaya yang lebih terjangkau.

19
JENIS KEANGGOTAAN API

Ada empat jenis keanggotaan dalam Asosiasi Psikoanalisis Indonesia


(API), masing-masing memiliki syarat dan keuntungan yang berbeda. Empat
jenis keanggotaan ini adalah

1. Lite-Member
Jenis keanggotaan ini diperuntukkan bagi mereka yang telah mengikuti
kelas pengantar yang diafiliasi oleh Asosiasi Psikoanalisis Indonesia (API)
seperti Introduction of Psychoanalysis, The Use of Psychoanalysis,
Fundamental Psychoanalysis dan pelatihan serupa lainnya. Keanggotaan
ini bertujuan untuk menyiapkan pribadi-pribadi yang berminat untuk
melanjutkan ke pendidikan satu tahun, namun masih terkendala oleh
suatu hal tertentu.
Manfaat dari keanggotaan ini adalah
a. Sertifikat dan Kartu Keanggotaan,
b. Nama dicantumkan sebagai Lite-Member di website Asosiasi
Psikoanalisis Indonesia (API),
c. Gratis satu Majalah ‘Psikoanalisis Hari Ini’.
2. Candidate-Member
Jenis keanggotaan ini diperuntukkan bagi mereka yang sedang dalam
masa pelatihan psikoanalisis satu tahun (Pelatihan Analisis Diri dan
Didaktik Psikoanalisis). Keanggotaan ini bertujuan untuk menyiapkan
Kandidat Psikoanalis untuk terjun dalam lingkar komunitas internal

20
psikoanalisis dan menjalin relasi yang menguntungkan dengan anggota
yang lain guna kemudahan dan kelancarannya dalam proses pelatihan
dan penyusunan tugas akhir.
Manfaat dari keanggotaan ini adalah
a. Nama dicantumkan sebagai Candidate-Member di website Asosiasi
Psikoanalisis Indonesia (API),
b. Potongan harga 5% untuk membeli produk dari Pustaka Psikoanalisis
Indonesia (PPI),
c. Gratis satu Majalah ‘Psikoanalisis Hari Ini’,
d. Akses dan unduh gratis seluruh konten di Perpustakaan Psikoanalisis
Online,
e. Akses gratis ke kelas pengantar diseluruh daerah di Indonesia
(beberapa kelas mungkin menerapkan kebijakan yang berbeda,
misalnya seperti hanya mengganti uang konsumsi).
3. Full-Member
Jenis keanggotaan ini diperuntukkan bagi mereka yang telah lulus dalam
pelatihan psikoanalisis satu tahun. Dalam kata lain, Full-Member adalah
para Analis bersertifikasi dari Asosiasi Psikoanalisis Indonesia (API).
Keanggotaan ini bertujuan untuk terus melatih lulusan dalam
mengembangkan kompetensi diri melalui program Member-Roasting
yang dilakukan secara berkelanjutan guna mencapai kualitas terbaik
lulusan.
Manfaat dari keanggotaan ini adalah
a. Nama dicantumkan sebagai Full-Member di website Asosiasi
Psikoanalisis Indonesia (API),
b. Potongan harga 10% untuk membeli produk dari Pustaka
Psikoanalisis Indonesia (PPI),

21
c. Gratis satu Majalah ‘Psikoanalisis Hari Ini’,
d. Akses dan unduh gratis seluruh konten di Perpustakaan Psikoanalisis
Online,
e. Akses gratis ke kelas pengantar diseluruh daerah di Indonesia
(beberapa kelas mungkin menerapkan kebijakan yang berbeda,
misalnya seperti hanya mengganti uang konsumsi),
f. Akses ke Member-Roasting,
g. Potensi kerja sebagai Psikoanalis Pelatihan maupun Klinis (sesuai
dengan bidang yang diambil),
h. Potensi kerja sebagai Pengajar/Lektor di Institut Psikoanalisis
Indonesia (IPI).
4. Professional-Member
Jenis keanggotaan ini merupakan bentuk kehormatan dari Asosiasi
Psikoanalisis Indonesia (API) atas dedikasi yang telah dilakukan oleh
anggota (Full-Member) dalam hal tertentu. Keanggotaan ini diberikan
apabila anggota (Full-Member) memenuhi satu atau beberapa hal dalam
kategori berikut:
a. Mempublikasikan karyanya melalui Pustaka Psikoanalisis Indonesia
(PPI) sekurang-kurangnya 30 publikasi,
b. Melakukan suatu aktivitas atau gerakan yang memiliki pengaruh
besar untuk psikoanalisis di Indonesia,
c. Menjadi anggota (Full Member) aktif selama sekurang-kurangnya
20tahun,
d. Menjadi Psikoanalis Pelatihan dan atau Klinis secara aktif selama
sekurang-kurangnya 15tahun,
e. Menjadi Pengajar/Lektor di Institut Psikoanalisis Indonesia (IPI)
sekurang-kurangnya 15tahun,

22
f. Menjadi Psikoanalisis Pelatihan dan Pengajar/Lektor di Institut
Psikoanalisis Indonesia (IPI) sekurang-kurangnya 10tahun.
Manfaat dari keanggotaan ini adalah
a. Nama dicantumkan sebagai Professional-Member di website Asosiasi
Psikoanalisis Indonesia (API),
b. Potongan harga 15% untuk membeli produk dari Pustaka
Psikoanalisis Indonesia (PPI),
c. Seluruh manfaat yang dimiliki oleh Full-Member,
d. Potensi untuk menjadi Presiden API.

23
PIRAMIDA KEANGGOTAAN DAN PERAN

Peminat adalah pribadi yang menggemari psikoanalisis namun belum


mengikuti pelatihan satu tahun psikoanalisis dari IPI.

Analisan adalah pribadi yang sedang menjalani sesi analisis dengan seorang
Analis.

Kandidat Belajar adalah pribadi yang sedang menjalani masa studi teoritis
psikoanalisis bersama Lektor.

Kandidat Praktek adalah pribadi yang sedang menjalani masa studi praktek
psikoanalisis tersupervisi bersama seorang Lektor dan Supervisor.

Psikoanalis adalah pribadi yang ahli dalam psikoanalisis, baik dalam pelatihan,
klinis, maupun terapan lainnya.

Lektor adalah pribadi yang ahli dalam psikoanalisis dan memiliki intelektualitas
yang mumpuni sehubungan dengan psikoanalisis dan pedagogi.

24
Supervisor adalah pribadi yang ahli dalam psikoanalisis dan memiliki
kompetensi dalam pengawasan praktek psikoanalisis.

Profesional adalah pribadi yang telah memiliki pengalaman praktek dan atau
mengajar yang kaya.

Presiden adalah ketua organisasi yang memiliki otoritas terhadap setiap


anggota profesi dalam menjalankan aktivitas keorganisasian.

Direktur adalah ketua lembaga yang memiliki otoritas terhadap setiap pekerja
profesi dalam menjalankan aktivitas kelembagaan.

25
Organisasi Otonom API

Masyarakat Konstituente (MK-API) adalah organisasi psikoanalisis lokal


diseluruh daerah di Indonesia yang bertujuan untuk mendekatkan psikoanalisis
kepada masyarakat melalui pembentukan Kelompok Belajar dan Pelayanan
Praktek Klinis.

Untuk mewujudkan tujuan ini, adapun jalan-jalan yang ditempuh oleh MK-API
adalah dengan

1. Mendukung pembentukan perkumpulan-perkumpulan psikoanalisis


lokal dibawah Asosiasi Psikoanalisis Indonesia (API),
2. Mengkaji usulan-usulan pendirian perkumpulan Perwakilan API dengan
menetapkan aturan dan batasan yang jelas dan tidak memberatkan,
3. Membentuk dan memfasilitasi pendirian cabang IPI didaerah-daerah
untuk penyebaran Pelatian Psikoanalisis di Indonesia, dimulai dengan
pendirian Kelompok Belajar.

Dengan demikian, pendirian organisasi psikoanalisis lokal haruslah diawali


dengan pembentukan Kelompok Belajar yang merupakan kerjasama antara

26
Masyarakat Konstituante (MK-API) dan Institut Psikoanalisis Indonesia (IPI)
dengan nama program Indonesian Psycho-Analytic Study Group (IPSG).

Ikatan Psikoanalisis Terapan Indonesia (IPTI) adalah organisasi otonom API


yang berfokus untuk mengembangkan keilmuan dan praktek psikoanalisis
dalam berbagai bidang terapan.

Untuk mewujudkan tujuan ini, adapun jalan-jalan yang ditempuh oleh IPTI
adalah dengan

1. Mendukung pembentukan perkumpulan-perkumpulan Psikoanalisis


Terapan dibawah Asosiasi Psikoanalisis Indonesia (API),
2. Mengkaji usulan-usulan pendirian perkumpulan Psikoanalisis Terapan
dengan menetapkan aturan dan batasan yang jelas dan tidak
memberatkan,
3. Memfasilitasi dan mempromosikan perkumpulan Psikoanalisis Terapan
yang telah dinyatakan sah berdiri kepada anggota API,
4. Mendukung IPI dengan mempromosikan seorang ahli dalam bidang
terapan tertentu untuk menjadi pengajar dalam mata pelajaran terkait,
5. Bekerjasama dengan PPI untuk mempublikasikan literatur Psikoanalisis
Terapan guna menambah khasanah keilmuan psikoanalisis di Indonesia.

Berikut adalah beberapa contoh perkumpulan Psikoanalisis Terapan yang


dapat didirikan dibawah IPTI:

a. Ikatan Psikoanalisis Pendidikan Indonesia

27
b. Ikatan Hipnoanalisis & Hipnodinamika Indonesia
c. Ikatan Psikoterapi Psikoanalisis Indonesia
d. Ikatan Psikoanalisis Keluarga & Pasangan Indonesia
e. Ikatan Psikoanalisis Anak & Remaja Indonesia
f. Ikatan Psikoanalisis Sastra Indonesia
g. Ikatan Psikoanalisis Tasawuf Indonesia
h. Dan lain sebagainya.

28
PETA GERAKAN

29
PSIKOANALISIS DI MASA MENDATANG

Upaya-upaya untuk terus meningkatkan standar pelatihan dan pelayanan,


serta penyebaran kebermanfaatan psikoanalisis kepada khalayak umum sudah
selayaknya dilanjutkan, bahkan bila perlu diakselerasi sedemikian rupa oleh
seluruh anggota profesi. Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian utama
adalah pada standar pelatihan dan pelayanan. Dua hal ini nantinya akan
dipertemukan dalam satu titik, yakni profesi Psikoanalis.

Institut Psikoanalisis Indonesia (IPI), didukung oleh Asosiasi Psikoanalisis


Indonesia (API) dan Pustaka Psikoanalisis Indonesia (PPI) perlu membuat relasi
internasional dengan institusi-institusi psikoanalisis lain di luar negeri. Dalam
menjalankan hal ini, IPI perlu membuka diri dengan setiap perkembangan
dalam keilmuan maupun praktek psikoanalisis. Ia tidak boleh mengurung diri
dalam cara-cara tradisional, sekalipun juga tidak boleh meninggalkan apa yang
telah menjadi tradisi (Analisis Diri). IPI juga perlu selektif mengenai apa yang
masuk dalam kategori ‘Psikoanalisis’ dan yang hanya sekedar mengklaim
sebagai psikoanalisis.

Begitu pula dengan Asosiasi Psikoanalisis Indonesia (API). Relasi yang telah
berlangsung dengan International Society Of Applied Psychoanalysis (ISAP) di
Perancis perlu terus dilanjutkan dan dikembangkan kerjasama dalam bidang-
bidang yang lain. API juga perlu terus mengupayakan legalitas profesi
(Psikoanalis Klinis) agar setiap lulusan IPI dapat membuka praktek pribadi.
Ketika perihal legalitas praktek ini dicapai, maka IPI wajib meningkatkan
standarnya menjadi pelatihan psikoanalisis empat tahun (Four-Years Program).

Dalam hemat saya, pelatihan psikoanalisis sebaiknya terus dalam bentuk


Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) dan bukan dimasukkan sebagai jurusan di
Universitas. Hal ini dimaksudkan agar kita dapat melestarikan tradisi kita yang
tidak mungkin diterapkan di Universitas, selain juga untuk menjauhkan diri dari
formalitas tidak penting lainnya.
30
Beberapa hal yang perlu menjadi penegasan utama. Psikoanalisis harus
menjadi milik para psikoanalis dan pengguna jasa, bukan milik siapapun
(apakah itu filsafat, psikiatri maupun psikologi). Setiap pribadi dengan latar
belakang apapun dapat diterima untuk belajar psikoanalisis dan menjadi
Psikoanalis. API juga tidak diperkenankan untuk tunduk pada organisasi
apapun kecuali otoritas Negara.

Setiap anggota profesi Psikoanalis wajib untuk bersikap kritis dengan situasi
sosial maupun politik yang ada. Sudah menjadi ciri khas utama gerakan
psikoanalisis untuk menjadi garda terdepan dalam menanggapi isu-isu sosial
dan politik. Pembentukan ‘Klinik Terbuka’ perlu dibuat untuk menangani kasus-
kasus tertentu yang isu sentral secara gratis, misalnya psikoanalisis gratis untuk
korban kekerasan seksual, psikoanalisis gratis untuk korban intoleransi,
psikoanalisis gratis untuk korban gempa bumi, dan lain sebagainya.

31
PENUTUP

Hal-hal yang telah saya sampaikan diatas, kiranya dapat menjadi bahan
pengenalan sekaligus motivasi bagi anggota agar semakin memantapkan
dirinya dalam gerakan Psikoanalisis Indonesia. Segala keterbatasan dan
hambatan yang ada akan menjadi bahan pengkajian kita untuk terus
memperbaiki diri dan menyongsong masa depan yang lebih baik. Testamen Dr.
Freud diawal, kiranya perlu terus menjadi perhatian kita, bahwa hambatan dan
kesulitan-kesulitan akan terus hadir dijalan kita, namun setiap upaya yang kita
lakukan akan menepis jauh hal tersebut. Pada akhirnya, kita harus ingat apa
yang telah menjadi pesan Freud: manusia menjadi kuat hanya ketika ia
bersama dengan gagasan yang kuat!

Surabaya, 24 Juli 2019

Fakhrun Siraj

32

Anda mungkin juga menyukai