TABULARASA
VOLUME 7 NOMOR: 1, APRIL 2012
ISSN: 1693-7007
Penerbit: Unit Publikasi Fakultas Psikologi Universitas Merdeka Malang. Pelindung: Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Merdeka Malang. Pemimpin Umum: Ketua Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Merdeka
Malang. Pimpinan Redaksi: Ghozali Rusyid Affandi. Redaktur Pelaksana: Edi Sugiarto, Endro Warsono, Enny
Sri Kandiniwati. Anggota Dewan Redaksi: Nawang Warsi, Dewanti Ruparin Dyah, Adolfus Yunanto Putro,
Yumey Astutik, Agustin Rahmawati, Ardhiana Puspitacandri, Putri Saraswati. Produksi dan Sirkulasi: Bambang
Suprapto, Bambang Wijanarko, Bibit Suripmi
Daftar Isi
Penerimaan Diri dan Keharmonisan Perkawinan Remaja Perempuan yang Menikah Dini
di Kecamatan Labang Kabupaten Bangkalan Madura........................................................... 457
Suci Kurnia Sari & Agustin Rahmawati
Hubungan antara Coping Strategy dengan Kenakalan pada Remaja Awal .......................... 496
Nila Ainu Ningrum
Jurnal Psikologi diterbitkan dua kali dalam setahun (April dan Agustus). Naskah untuk dimuat harus diketik
sesuai petunjuk penulisan pada halaman kulit belakang dalam dan dikirimkan kepada redaktur pelaksana Edi
Sugiarto dengan alamat: Unit Publikasi Fakultas Psikologi Unmer Malang, Jl. Terusan Raya Dieng No. 62-64
Telp & Fax (0341) 578820 Malang atau dikirim via e-mail: fpsi.unmer@gmail.com. Sertakan CV dan keterangan
khusus mengenai artikel. Naskah yang tidak dimuat akan dikembalikan kepada penulis bila disertakan perangko
secukupnya.
JURNAL PSIKOLOGI
VOLUME 7 NO. 1, APRIL 2012: 457-464
Agustin Rahmawati2
Fakultas Psikologi
Universitas Merdeka Malang
Abstract
This research is done to know there is don’t it influence and how big self acceptance
influence to female adolescent marriage congruity one get married early at Labang
district Bangkalan Madura Regency. Population that is utilized is adolescent female
one get married early one get domicile at Labang district Bangkalan Regency. Total
observational deep sample it is determined as much 52 female striplings. Samples taking
tech utilize tech purposive is sampling. Usufruct validity on self acceptance scale with
significance level 0,05 moving of 0,306 until 0,677 by item what does valid as much 55
item, meanwhile validity on marriage congruity scale moves of 0,314 until 0,743 by total
item that valid as much 54 item. Reliabilities count self acceptance variable is gotten
assesses alpha (α) = 0,939, and reliabilities is marriage congruity variable is gotten
assesses alpha (α) = 0,941. Where both of that number is terminological reliabilities
method declared for by reliable. Data analysis result points out available influence that
adequately significant among self acceptance to female adolescent marriage congruity
one gets married early at Labang district Bangkalan Madura Regency, East java as
big as Fh = 57,335 by Ftable = 4,08 where if F computing (57,335) > F table (4,08), therefore
job hypothesizing that declares for there is influence among self acceptance to female
adolescent marriage congruity one gets married early at Labang District Bangkalan
Regency (Ha) accepted and correlation coefficient point as big as 0,731.
Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang lebih lanjut diharapkan dapat
masyarakat yang memegang peranan penting mengurangi timbulnya masalah-masalah
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan sosial.
masyarakat yang lebih lanjut diharapkan Upaya-upaya menanggulangi masalah-
masalah dalam keluarga sangat penting
1 Korespondensi mengenai artikel ini dapat dilakukan sehingga upaya ini menjadi tanggung
dengan menghubungi: fpsi.unmer@gmail.com
2 Korespondensi mengenai artikel ini dapat dilakukan jawab dari suatu instansi atau organisasi.
dengan menghubungi:rahmawatiagustin@yahoo.co.id
Memahami masalah keluarga didahului
dengan pemahaman mengenai konse keluarga keluarga, kurangnya kasih sayang, serta tidak
bahagia atau keluarga harmonis. memiliki perencanaan perekonomian yang
Keharmonisan keluarga itu akan terwujud baik di dalam keluarga.
apabila masing-masing unsur dalam keluarga Beberapa konflik di atas dapat mengarah
itu dapat berfungsi dan berperan sebagaimana pada perceraian. Di Kabupaten Bangkalan
mestinya dan tetap berpegang teguh pada Madura sendiri, terdapat banyaknya perkara
nilai-nilai agama, maka interaksi sosial perceraian. Berdasarkan data Pengadilan
yang harmonis antar unsur dalam keluarga Agama Kabupaten Bangkalan hingga
itu akan dapat diciptakan. Menurut Marajo Oktober 2010 tercatat setidaknya 130 perkara
(2001), keharmonisan perkawinan itu sendiri perceraian yang terjadi selama tahun 2010.
adalah tinggi rendahnya keselarasan yang Faktor terbesar penyebab perceraian adalah
tercipta dalam kehidupan pasangan suami adanya ketidakharmonisan perkawinan.
istri dalam bidang komunikasi, penyesuaian Ketidakharmonisan dalam suatu
diri, dan saling pengertian, sehingga perkawinan tidak selalu berujung pada
tercipta kebahagiaan yang ditandai dengan perceraian. Ada pula perkawinan yang dapat
berkurangnya ketegangan, kekecewaan dan bertahan lama dan langgeng meskipun di
puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan dalamnya ada beberapa konflik yang terjadi.
dirinya yang meliputi aspek fisik, mental, Keharmonisan perkawinan atau
emosi dan sosial. ketidakharmonisan perkawinan dapat terjadi
Gunarsa (2004) mengemukakan bahwa pada siapa saja, begitu pula pada pasangan
perkawinan yang harmonis ditandai dengan yang menikah di usia muda, seperti halnya
beberapa faktor yaitu adanya perhatian terhadap yang terjadi di Kecamatan Labang Kabupaten
seluruh anggota keluarga, mengetahui setiap Bangkalan Madura. Berdasarkan data yang
perubahan di dalam keluarga dan perubahan dikeluarkan oleh Badan Pemberdayaan
anggota keluarga, adanya pengenalan diri Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB)
setiap anggota keluarga, saling pengertian, Bangkalan pada tahun 2008 diketahui bahwa
sikap menerima anggota keluarga yang di Kecamatan Labang terdapat 427 pasangan
satu terhadap kelemahan, kekurangan yang diketahui sebanyak 207 pasangan atau
dan kelebihan anggota keluarga lainnya, sekitar 50 persennya, mengalami pernikahan
meningkatkan usaha dan mengembangkan usia dini, (http://www.beritakota.net/
setiap aspek dari anggotanya secara optimal, index.php/2009/05/20/ribuan-pasangan-
serta dapat saling menyesuaikan diri terhadap di-madura-menikah-usia-dini/. Dari data
perubahan-perubahan yang terjadi di dalam tersebut diketahui beberapa contoh nyata
maupun di luar keluarga. bentuk ketidakharmonisan perkawinan yang
Ketidakharmonisan perkawinan ditandai disebabkan oleh pernikahan usia dini yang
dengan tingginya frekuensi pertengkaran terjadi di Kecamatan Labang Kabupaten
atau percekcokan dalam keluarga, kurangnya Bangkalan adalah terjadinya percekcokan,
komunikasi antar sesama anggota keluarga, perselingkuhan, perekonomian keluarga yang
kurangnya rasa saling percaya antar anggota berantakan, mengabaikan tugas dan tanggung
jawabnya sebagai suami dan istri, pengabaian emosi yang labil, masih memiliki keinginan
terhadap pengasuhan anak, serta kekerasan untuk berkumpul dan bersenang-senang
dalam rumah tangga. bersama teman sebayanya, remaja juga sangat
Pasangan suami istri pada pernikahan menginginkan kebebasan tetapi di sisi lain
usia muda seharusnya dapat saling belajar takut akan tanggung jawab yang menyertai
bertanggung jawab terhadap keputusan yang kebebasan tersebut. Pada masa ini, terjadi
diambil dan bertanggung jawab terhadap pula perubahan-perubahan fisik yang disertai
perannya sebagai suami dan istri, namun dengan kematangan seksual.
adanya ketidaksiapan pasangan yang menikah Remaja yang menjalani ikatan perkawinan
muda untuk menjadi suami istri dan kurangnya akan membutuhkan waktu yang relatif lama
wawasan pasangan akibat pendidikan yang untuk menerima keadaan yang sebenarnya
rendah dapat berakibat terhadap kehidupan bahwa ia telah menikah dan berperan sebagai
rumah tangganya. Perkawinan yang sukses istri sekaligus ibu rumah tangga. Hal ini
membutuhkan kedewasaan tanggung jawab menimbulkan ketidaksiapan terhadap peran
secara fisik maupun mental, untuk bisa yang dibebankan kepadanya dan kurangnya
mewujudkan harapan yang ideal dalam kesadaran serta kurangnya pengakuan terhadap
kehidupan berumah tangga, termasuk di dirinya sendiri dalam menjalani kelangsungan
dalamnya adalah penerimaan diri. hidup akan membentuk penerimaan diri,
Maslow (dalam Hjelle dan Ziegler, 1992) baik itu positif maupun negatif. Penerimaan
mengatakan bahwa penerimaan diri merupakan diri inilah yang nantinya akan berpengaruh
sikap positif terhadap dirinya sendiri, individu terhadap keharmonisan perkawinan.
dapat menerima keadaan dirinya secara tenang, Adanya permasalahan diatas, dirasa perlu
dengan segala kelebihan dan kekurangannya. dilakukan penelitian mengenai pengaruh
Terbebas dari rasa bersalah, rasa malu, dan penerimaan diri terhadap keharmonisan
rendah diri karena keterbatasan diri serta perkawinan remaja yang menikah dini di
kebebasan dari kecemasan akan adanya Kecamatan Labang Kabupaten Bangkalan
penilaian dari orang lain terhadap keadaan Madura.
dirinya. Sikap penerimaan diri ditunjukkan Keharmonisan perkawinan adalah suatu
oleh pengakuan seseorang terhadap kelebihan- kondisi serasi, selaras dan seimbang dalam
kelebihannya sekaligus menerima kelemahan- hubungan pernikahan yang ditandai dengan
kelemahannya tanpa menyalahkan orang lain adanya rasa saling menyayangi, menghargai,
dan mempunyai keinginan yang terus menerus dan masing-masing unsur dalam keluarga
untuk mengembangkan diri. dapat berfungsi serta berperan sebagaimana
Penerimaan diri merupakan suatu mestinya (Rakhmat, 2001; Murni, 2004). Di
hal yang tidak mudah bagi remaja yang sisi lain, diketahui bahwa faktor-faktor yang
mengalami perubahan status dirinya, yaitu mempengaruhi keharmonisan perkawinan
menjalani sebuah ikatan perkawinan. Masa adalah komunikasi interpersonal, seks,
remaja mengenai masa dalam mencari tingkat ekonimi, kehadiran anak, kondisi fisik,
identitas diri, dimana remaja masih memiliki kondisi mental psikis, kondisi sosio-ekonomi
dan budaya, dan kondisi lingkungan khusus dan keterbatasannya untuk digunakan
(Widyarini, 2009). secara efektif. Penerimaan diri juga dapat
Moeslim (2006) mengemukakan aspek- meningkatkan penilaian diri, memberikan
aspek dalam membentuk rumah tangga masukan pada dirinya sendiri dan bertanggung
hamonis adalah : (1) memberikan rasa aman jawab terhadap perilakunya dan tidak
dan terhindar dari kegoncangan, (2) saling menyalahkan orang lain apalagi mencela
memiliki, (3) saling menghargai, (4) kasih orang lain karena keadaan dirinya. Selain
sayang, dan (5) saling mempercayai. Sejalan itu penerimaan diri dapat meningkatkan rasa
dengan pendapat tersebut, Hawari (dalam toleransi terhadap orang lain dan penerimaan
Murni, 2004) mengatakan bahwa pembentuk terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi
keharmonisan keluarga adalah adanya dalam kehidupannya. Individu melihat
sikap menciptakan kehidupan beragama manusia, dunia dan dirinya seperti adanya.
dalam keluarga, mempunyai waktu bersama Seseorang yang memiliki penerimaan diri
keluarga, mempunyai komunikasi yang baik berarti dapat mengenali kekurangan sendiri
antar anggota keluarga, saling menghargai dan berusaha memperbaiki diri.
antar sesama anggota keluarga, kualitas dan Seseorang yang menikah di usia dini, yaitu
kuantitas konflik yang minim, dan adanya remaja akan sulit menerima dirinya sendiri
hubungan atau ikatan yang erat antar anggota ke dalam sebuah ikatan perkawinan. Remaja
keluarga. belum sepenuhnya memiliki kesadaran untuk
Penerimaan diri adalah sikap yang pada bertanggung jawab, ke-labilan emosi membuat
dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, remaja tidak memiliki pendirian yang tetap,
kualitas-kualitas dan bakat-bakat sendiri, serta selain itu remaja masih memiliki keinginan
pengetahuan-pengetahuan akan keterbatasan- berkumpul dan bersenang-senang bersama
keterbatasan sendiri (Chaplin, 2002). teman sebayanya. Hal ini akan membentuk
Jersild (dalam Hurlock, 2001) juga penerimaan diri yang negatif. Penerimaan diri
menjelaskan bahwa individu yang menerima yang negatif akan membentuk perkawinan
dirinya, mempunyai penilaian yang realistik yang kurang atau tidak harmonis, sedangkan
dan menghargai keberadaannya, memiliki penerimaan diri yang positif akan membentuk
kepastian mengenai standar dan pendiriannya sebuah perkawinan yang harmonis. Saat
tanpa menghiraukan opini orang lain. Individu seseorang dapat menerima dirinya seutuhnya
akan menyadari segala kemampuan yang termasuk perubahan-perubahan yang terjadi
dimilikinya dan dapat memanfaatkannya atas dirinya, orang tersebut akan dapat
semaksimal mungkin, serta menyadari segala menjalani komitmennya dengan baik, maka
kekurangannya tanpa menyalahkan dirinya dari itu penerimaan diri yang positif akan
sendiri akan keterbatasan yang dimilikinya. membentuk perkawinan yang harmonis dan
Willey (dalam Oktaviana 2000) sebaliknya penerimaan diri yang negatif akan
menyatakan bahwa penerimaan diri membentuk perkawinan yang kurang atau
mengandung pengertian adanya persepsi tidak harmonis.
terhadap diri sendiri mengenai kelebihan Berdasarkan penjelasan diatas, maka
hipotesis dalam penelitian ini adalah “Ada dengan komponen antara lain (a) memberikan
Pengaruh Penerimaan Diri Terhadap rasa aman dan terhindar dari kegoncangan,
Keharmonisan Perkawinan Remaja yang (b) saling memiliki, (c) saling menghargai,
Menikah Dini di Kecamatan Labang (d) kasih sayang, dan (e) saling mempercayai.
Kabupaten Bangkalan Madura”. Sementara variabel penerimaan diri diungkap
dengan menggunakan Skala Penerimaan Diri,
Metode Penelitian yang mengacu berdasarkan pendapat Sheerer
Variabel-variabel dalam penelitian ini (dalam Novvida, 2007), dengan komponen
adalah: penerimaan diri sebagai variabel antara lain (a) yakin terhadap kemampuan
bebas (independent variable), keharmonisan dirinya, (b) menganggap dirinya berharga,
perkawinan sebagai variabel tergantung (c) tidak menganggap dirinya aneh atau
(dependent variable), usia, jenis kelamin, dan abnormal, (d) mempunyai orientasi keluar
usia perkawinan sebagai variabel kontrol, dan dirinya sehingga dapat bersosialisasi, (e)
variabel moderator meliputi status ekonomi, bertanggung jawab terhadap perilakunya, (f)
keturunan, kondisi fisik, kondisi mental psikis, dapat menerima pujian atau celaan secara
dan kondisi lingkungan. objektif, dan (g) mengenal kelemahan dan
Subyek yang digunakan dalam penelitian kelebihan dirinya.
ini adalah remaja perempuan yang menikah Teknik yang digunakan dalam analisa ini
pada usia dini di Kecamatan Labang Kabupaten adalah analisa regresi linier sederhana, karena
Bangkalan yaitu sebanyak 207 orang. Dalam didasarkan pada hubungan fungsional ataupun
penelitian ini sampel yang digunakan adalah kausal satu variabel independent dengan satu
25% dari jumlah populasi yaitu sebanyak 52 variabel dependen (Sugiyono, 2007).
orang, memakai teknik pengambilan sampel
puposive sampling, dengan ciri-ciri Hasil Penelitian
a. Usia antara 13-16 tahun dan berdomisili Berdasarkan penelitian ini, data yang
di Kecamatan Labang Kabupaten sudah diperoleh kemudian dianalisis untuk
Bangkalan Madura. Pada usia tersebut mengetahui korelasi antar variabel dengan
sebuah pernikahan dapat dikatakan menggunakan perhitungan korelasi product
sebagai pernikahan usia muda. moment, dan didapatkan hasil nilai rhitung = 0,731
b. Usia perkawinan 0-5 tahun. Pada usia kemudian dibandingkan pada taraf siginifikan
perkawinan tersebut perempuan yang 5% untuk N = 52, maka diperoleh rtabel = 0,279
menikah muda masih berada pada kategori berarti rhitung (0,731) > rtabel (0,279). Hal ini dapat
remaja, selain itu perkawinan berada pada dikatakan ada hubungan antara penerimaan
tahap penyesuaian. diri dengan keharmonisan perkawinan, dan
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian arah hubungan kedua variabel adalah positif,
ini yaitu Skala Keharmonisan Keluarga dan dimana semakin tinggi penerimaan diri maka
Skala Penerimaan Diri. Skala Keharmonisan keharmonisan perkawinan akan semakin
Keluarga terdiri dari 60 item disusun tinggi pula, dan sebaliknya jika semakin
berdasarkan pendapat Moeslim (2006), rendah penerimaan diri maka keharmonisan
menyalahkan dirinya atau orang lain atas Gunarsa, Singgih.D. 2004. Psikologi Praktis:
sesuatu yang terjadi padanya, dan menerima Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta:
segala kekurangan dan kelebihan dirinya. Gunung Mulya.
Seorang remaja perempuan yang dapat Hjelle, Larry.A, & Ziegler, Daniel.J.
menerima dirinya dalam sebuah perkawinan 1992. Personality Theories: Basic
akan menciptakan hubungan yang serasi, Assumptions, Research, and
selaras, dan seimbang dalam kehidupan Applications. Tokyo: McGraw-Hill,
berumah tangga dan membentuk perkawinan Inc.
yang harmonis. Hurlock, E.B. 2001. Psikologi Perkembangan:
Remaja perempuan yang penerimaan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
dirinya rendah akan cenderung menarik Kehidupan. Jakarta: Erlangga
diri atau minder terhadap lingkungan,
Marajo, Sutan. 2001. Ilmu Perkawinan:
merasa dirinya tidak berharga, tidak mampu
Problematika Seputar Keluarga dan
menyesuaikan diri baik dalam kehidupan
Rumah Tangga. Bandung: Pustaka
berumah tangga maupun dalam lingkungan
Hidayah.
sekitarnya, tidak dapat bertanggung jawab,
Moeslim, M. 2006. Psikologi Populer:
pesimis, dan selalu menyalahkan diri atas apa
Membangun Keluarga Bahagia.
yang terjadi dengan dirinya. Hal ini memiliki
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
dampak yang kurang baik bagi perkawinannya
sendiri. Pada akhirnya akan menimbulkan Murni, A. 2004. Hubungan Persepsi
ketidakselarasan dalam kehidupan berumah Terhadap Keharmonisan Keluarga
tangga dan menyebabkan terjadinya ketidak- dan Pemantauan Diri Dengan
harmonisan dalam perkawinan. Kecendrungan Perilaku Delinkuen
Tinggi rendahnya penerimaan diri Pada Remaja. Tesis tidak diterbitkan.
seseorang dipengaruhi oleh adanya pe- Yogyakarta: Fakultas Psikologi.
mahaman tentang diri sendiri, harapan yang Universitas Gajah Mada.
realistis, bebas dari hambatan sosial, perilaku Novvida, K. 2007. Penerimaan Diri dan Stres
sosial yang menyenangkan, konsep diri Pada Penderita Diabetes Mellitus.
yang stabil, serta adanya kondisi emosi yang Skripsi tidak diterbitkan. Yogyakarta:
menyenangkan (Hurlock, 2001). Fakultas Psikologi dan Sosial Budaya
Universitas Islam Indonesia.
Oktaviana, Rina. 2000. Hubungan Antara
Kepustakaan Penerimaan Diri Terhadap Ciri-ciri
Badan Pembina Kesehatan Jiwa Masyarakat. Perkembangan Sekunder Dengan
1996. Menuju Keluarga Harmonis. Konsep Diri Pada Remaja Puteri
Jakarta: PT. Pustaka Antara SLTPN 10 Yogyakarta. Jurnal
Psyche. Palembang: Fakultas
Chaplin, J.P. 2002. Kamus Lengkap Psikologi.
Psikologi Universitas Bina Darma.
Penerjemah: Kartini Kartono. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
JURNAL PSIKOLOGI 463
PENERIMAAN DIRI DAN KEHARMONISAN PERKAWINAN
Ardhiana Puspitacandri2
Fakultas Psikologi
Universitas Merdeka Malang
Abstract
Key words: sense of humor, marital adjustment, the early stage of marital
Tabel
Jumlah Orang Menikah pada Usia Awal Perkawinan dalam Beberapa Kategori
di Kelurahan Nunukan Timur
Usia ketika
Usia Menikah Menurut
No Perkawinan Agama Suku UU Perkawinan Jumlah
Awal Sama Beda Sama Beda Sesuai Tidak (orang)
(tahun)
1. 1–4 634 0 250 384 622 12 634
2. 5 – 10 1.092 0 742 350 1.710 16 1.092
Total 1.726
(berdasarkan data dari Kelurahan Nunukan Timur tahun 2011)
_________. 2010. Ebook Seri Buku Humor: Walgito, Bimo. 2011. Bimbingan Konseling
Humor Psikologi. Psikoeduka. Perkawinan. Yogyakarta: Andi.
Abstract
Abstract
Keywords: Academic Adjustment, First Year College Students, Self Concept, Social
Support
Sejalan dengan Ross dan Hammer, baru, menguji aspek otonomi, kemandirian
Eileen dan Mattingly (2002) juga mengatakan dan identitas, eksplorasi nilai, sampel
bahwa penyesuaian diri akademik (academic gambaran budaya dan pengetahuan orang lain,
adjustment) merupakan faktor penting yang dan sebagai tempat mengejar minat dan tujuan
menunjang keberhasilan studi mahasiswa. (Strange & Banning, 2000).
Mahasiswa tahun pertama dihadapkan pada Strage dan Brandt (1999) melihat
situasi baru yang menuntut mereka untuk penyesuaian diri akademik sebagai hal yang
melakukan penyesuaian diri dengan baik. dapat diukur melalui kemampuan mahasiswa
Tahun pertama di perguruan tinggi merupakan untuk menguasai suatu keahlian atau
masa transisi sosial dan akademik yang pengetahuan tertentu (mastery-orientation).
dialami seorang mahasiswa dimana sekaligus Penyesuaian diri akademik mencakup
merupakan masa kritis terhadap kesuksesan kemampuan dalam beberapa aspek yang
dan keberlangsungan studi. dibutuhkan oleh seorang mahasiswa untuk
McInnis dan James (1995) mengatakan menjalani pendidikan tinggi dengan sukses,
bahwa dalam hal akademik, tahun pertama yaitu dalam hal kepemimpinan (agency/
merupakan tahun yang sangat penting, karena leadership), kemasyarakatan (communion),
merupakan masa transisi dari belajar di tingkat ketahanan/persistensi (persistence), keter-
sebelumnya yang lebih terbimbing ke belajar libatan terhadap tugas (task involvement),
di tingkat perguruan tinggi yang cenderung kepercayaan diri akademik (academic
bersifat individual dan banyak tekanan yang confidence), kepercayaan diri sosial (social
bersifat eksternal (dalam Zarfiel, 2001, hal. confidence), lokus kontrol internal (internal
9). Tantangan besar lain bagi seseorang yang locus of control), kepercayaan pengembangan
memasuki dunia perkuliahan adalah karena di diri (incremental scale), hubungan dengan
masa ini juga terjadi transisi dari masa remaja dosen (teacher rapport), dan hubungan dengan
akhir menuju masa dewasa muda (Chickering teman sebaya (peer rapport).
dan Reisser dalam Strange & Banning, 2000, Penelitian-penelitian mengenai penye-
hal. xi). suaian diri akademik di awal masa perkuliahan
Uraian diatas menggambarkan bahwa terkait dengan faktor personal dan faktor
masalah penyesuaian diri akademik lingkungan. Beberapa peneliti telah berusaha
mahasiswa tingkat pertama menjadi sesuatu mengidentifikasi faktor personal yang dapat
yang penting untuk diteliti dan membutuhkan memprediksi penyesuaian diri akademik.
kepedulian berbagai pihak, termasuk pihak Faktor personal yang banyak diteliti terkait
institusi pendidikan. Perubahan dari sekolah dengan penyesuaian diri adalah konsep diri (self
lanjutan tingkat atas menuju perguruan tinggi concept). Penelitian terkait yang dilakukan
sebaiknya dianggap sebagai suatu masa untuk sejak lama oleh Arul (1972) menunjukkan
tumbuh, bukan untuk menderita (Aseltine & bahwa konsep diri berkorelasi positif dengan
Core, 1993 dalam Santrock, 2003, hal. 263). penyesuaian diri akademik mahasiswa, baik
Lembaga pendidikan tinggi adalah tempat secara sosial maupun personal. Penelitian
yang penting untuk membangun hubungan setelah itu pun menunjukkan bahwa konsep
penyesuaian diri akademik pada mahasiswa Strage & Brandt (1999) mengemukakan bahwa
tingkat pertama dengan melihat pengaruh penyesuaian diri akademik dapat dilihat dari
dari konsep diri sebagai faktor internal beberapa aspek, yaitu:
dan dukungan sosial yang mewakili faktor
1. Agency/Leadership
eksternal.
Leadership adalah proses dimana seorang
Permasalahan yang diangkat dalam
anggota kelompok, yaitu pemimpin, memberi
penelitian ini adalah sebagai berikut:
pengaruh kepada anggota kelompok yang lain
1. Apakah konsep diri dan dukungan
untuk mencapai tujuan bersama (Vecchio,
sosial secara bersama-sama memberikan
1997; Yulk, 1998 dalam Baron & Byrne, 2003,
pengaruh yang signifikan terhadap
hal. 555). Adanya kemampuan kepemimpinan
penyesuaian diri akademik mahasiswa
pada seorang mahasiswa, diharapkan akan
tingkat pertama?
membentuk karakteristik seperti rasa percaya
2. Apakah pengaruh dari konsep diri terhadap
diri, kemampuan inisiatif, keterampilan
penyesuaian diri akademik mahasiswa
komunikasi, dan tanggung jawab yang dapat
tingkat pertama lebih besar dibandingkan
memberi dukungan bagi keberhasilannya
dengan pengaruh dari dukungan sosial?
di perguruan tinggi (Kernes, 1995 dalam
Tujuan penelitian ini adalah untuk
Prasetyawati, 2003).
mengetahui bagaimana pengaruh dari konsep
diri dan dukungan sosial terhadap penyesuaian 2. Communion
diri akademik mahasiswa tingkat pertama. Dimensi communion ini berkaitan dengan
Manfaat dari penelitian ini adalah: bagaimana mahasiswa memandang lingkungan
1. Memperkaya khazanah penelitian sosialnya sebagai salah satu elemen yang
mengenai penyesuaian diri akademik membantunya dalam proses pembelajaran di
mahasiswa tingkat pertama. perguruan tinggi (Prasetyawati, 2003).
2. Merangsang munculnya penelitian-
penelitian lain mengenai penyesuaian diri 3. Persistence
akademik mahasiswa tingkat pertama. Persistensi berkaitan dengan bagaimana
mahasiswa bertahan dalam menghadapi ke-
Penyesuaian Diri Akademik sulitan dan kegagalan (Strage & Brandt,
Strage dan Brandt (1999) melihat 1996).
penyesuaian diri akademik sebagai hal yang 4. Task involvement
dapat diukur melalui kemampuan mahasiswa
Dimensi ini menunjukkan bagaimana
untuk menguasai suatu keahlian atau
mahasiswa mampu menghindari gangguan
pengetahuan tertentu (mastery-orientation).
dan tetap berfokus ketika mengerjakan tugas-
Mahasiswa dengan kemampuan penyesuaian
tugas akademik (Strage & Brandt, 1996).
diri akademik yang baik akan memiliki
karakteristik mahasiswa yang berorientasi 5. Academic confidence
pada penguasaan keahlian atau pengetahuan Hal ini menunjukkan seberapa besar
yang diberikan (mastery-oriented student). kepercayaan diri mahasiswa akan kemam-
penelitian. Penelitian ini menggunakan teknik lima pilihan respon. Untuk digunakan pada
accidental sampling, yang tergantung pada penelitian ini, peneliti melakukan adaptasi
ketersediaan (availability) dan keinginan alat ukur dengan membuat skala menjadi
(willingness) untuk merespon penelitian. 1-6. Skala tipe Likert dalam beberapa
Peneliti menggunakan tiga alat ukur aplikasi menggunakan enam pilihan respon
yang dapat membantu menjawab pertanyaan untuk menghindari kecenderungan reponden
penelitian yang peneliti ajukan. Pertama menjawab netral (Kapplan & Saccuzo, 2005,
adalah bentuk pendek (short form) dari alat hal. 163). Selain itu, perubahan jumlah skala
ukur penyesuaian diri akademik mahasiswa juga bertujuan agar cocok (compatible)
UI yang dibuat oleh Prasetyawati (2003) dengan skala yang digunakan alat ukur lain
berdasarkan dimensi penyesuaian diri dalam penelitian ini.
akademik menurut Strage & Brandt (1996). Ada sebanyak 96 butir tes yang dibuat oleh
Kedua adalah bentuk pendek (short form) Prasetyawati (2003), peneliti menggunakan
dari Skala Konsep Diri Mahasiswa yang 47 butir dari skala penyesuaian diri akademik.
dibuat oleh Maulina (2004) berdasarkan Proses selanjutnya, peneliti melakukan uji
model konsep diri yang diajukan Shavelson coba short form alat ukur penyesuaian diri
dkk. (1976). Sedangkan alat ukur yang ketiga akademik. Berdasarkan hasil uji coba, skala
adalah adaptasi dari The Multidimensional penyesuaian diri akademik mahasiswa bentuk
Scale of Perceived Social Support (MSPSS). pendek (short form) yang akan digunakan
Ketiga alat ukur ini digabungkan menjadi untuk pengambilan data penelitian selanjutnya
sebuah kuesioner. Kuesioner dipilih karena adalah sebanyak 37 butir dengan nilai
sifatnya yang efisien, dimana kuesioner dapat cronbach-alpha sebesar 0.904.
diberikan pada banyak partisipan dalam waktu Alat ukur untuk melihat konsep diri
yang singkat (Kumar, 1999). mahasiswa, peneliti menggunakan skala
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur konsep diri mahasiswa yang dibuat oleh
penyesuaian diri akademik mahasiswa tingkat Maulina (2004) berdasarkan model konsep
pertama diadaptasi dari alat ukur penyesuaian diri yang dikemukakan oleh Shavelson (1976).
diri akademik mahasiswa UI yang dibuat oleh Alat ukur ini memandang konsep diri secara
Prasetyawati (2003) berdasarkan dimensi multidimensional dan terdiri dari empat sub-
penyesuaian diri akademik dalam Student skala yaitu konsep diri akademik, konsep diri
Attitude and Perception Surveys (SAPS) sosial, konsep diri emosional, dan konsep diri
yang dibuat oleh Strage & Brandt (1996). fisik.
Berdasarkan analisis integratif yang dilakukan, Berdasarkan analisis integratif yang
alat ukur penyesuaian diri akademik ini reliabel dilakukan oleh pembuat, alat ukur konsep
dan valid untuk mengukur penyesuaian diri diri mahasiswa ini reliabel dan valid untuk
akademik mahasiswa. Alat ukur ini memiliki mengukur konsep diri mahasiswa. Butir-butir
nilai cronbach-alpha yang cukup tinggi yaitu dalam alat ukur ini memiliki enam pilihan
0.8810. respon dari mulai sangat tidak sesuai sampai
Butir-butir dalam alat ukur ini memiliki sangat sesuai. Untuk meningkatkan efektivitas
pengerjaan tes, peneliti juga menggunakan cronbach-alpha. Bobot alpha dari alat ukur
skala konsep diri mahasiswa bentuk pendek ini adalah 0,831 sehingga dapat dikatakan
(short form) yang dibuat berdasarkan analisis bahwa secara keseluruhan, butir-butir dalam
integratif oleh pembuat alat ukur. Butir-butir tes ini homogen dan konsisten mengukur
yang dipilih untuk kemudian di-ujicobakan hal yang sama. Seluruh item dipertahankan
berjumlah 43. Setelah dilakukan uji coba, karena memiliki koefisien validitas berada
skala konsep diri mahasiswa bentuk pendek pada rentang 0.388 sampai 0.857.
yang akan digunakan untuk pengambilan data Setelah semua data terkumpul, peneliti
penelitian adalah sebanyak 35 butir. Nilai melakukan pengujian statistik untuk menjawab
cronbach-alpha keseluruhan sebesar 0.920. pertanyaan penelitian. Teknik statistik yang
Sedangkan untuk masing-masing sub-skala digunakan adalah:
adalah sebagai berikut: konsep diri akademik 1. Statistik Deskriptif digunakan untuk
sebesar 0.899, konsep diri sosial sebesar mengetahui mean, frekuensi, standar
0.893, konsep diri emosional sebesar 0.782, deviasi, serta nilai minimum dan
dan konsep diri fisik sebesar 0.765. maksimum.
Alat ukur dukungan sosial dalam 2. Regresi Berganda (multiple regression)
penelitian ini, peneliti mengadaptasi alat ukur digunakan untuk melihat signifikansi dan
The Multidimensional Scale of Perceived besarnya kontribusi dari konsep diri dan
Social Support yang dibuat oleh Zimet, dukungan sosial terhadap penyesuaian diri
Dahlem, Zimet, dan Farley (1988). MSPSS akademik mahasiswa tingkat pertama.
terdiri dari 12 butir untuk mengukur persepsi 3. Uji-t dan ANOVA satu jalan digunakan
individu terhadap perilaku mendukung dari untuk melakukan analisis tambahan
keluarga, teman, dan significant others. terhadap data kontrol. Uji-t digunakan
Partisipan diminta untuk mengindikasikan untuk mengetahui apakah terdapat
derajat dukungan sosial yang diterimanya perbedaan pada dua kelompok. Sedangkan
dari keluarga, teman, dan significant others. ANOVA satu arah digunakan untuk
Peneliti melakukan adaptasi pada jumlah mengetahui apakah terdapat perbedaan
skala alat ukur ini. Awalnya, alat ukur ini pada lebih dari dua kelompok.
memiliki 7 skala kemudian peneliti melakukan
pengembangan pada jumlah skala menjadi Hasil Penelitian
1-6 sehingga respon jawaban partisipan akan Analisis data menggunakan teknik multiple
lebih dapat terukur. regression menunjukkan angka Koefisien
Proses pengembangan alat ukur setelah Determinasi (KD) sebesar 0.455. Dengan
dilakukan expert judgement dan uji keterbacaan demikian, besarnya kontribusi variabel konsep
dari adaptasi alat ukur MSPSS, dilakukan uji diri dan dukungan sosial terhadap penyesuaian
coba alat ukur kepada 32 orang mahasiswa diri akademik pada mahasiswa tingkat pertama
UI yang duduk di tingkat pertama. Pengujian ialah 45.5%. Sedangkan sisanya, yaitu 54.5%
reliabilitas dilakukan dengan menggunakan dapat dijelaskan oleh faktor-faktor penyebab
metode single trial menggunakan teknik lain yang berasal dari luar model regresi
ini. Signifikansi perhitungan ini <0.05 atau 0.779, dengan konsep diri emosional sebesar
dengan kata lain terdapat hubungan linier 0.593, dan dengan konsep diri fisik sebesar
antara variabel konsep diri dan dukungan 0.642. Nilai hubungan empat dimensi ini
sosial dengan penyesuaian diri akademik. bernilai positif dan signifikan.
Dengan demikian, ”Terdapat pengaruh yang
positif dan signifikan dari konsep diri dan Pembahasan
dukungan sosial secara bersama-sama terhadap Berdasarkan analisis data yang telah
penyesuaian diri akademik mahasiswa tingkat dilakukan, kedua hipotesis penelitian ini
pertama”. diterima. Konsep diri yang sudah sejak
Jawaban pada permasalahan kedua, lama diterima sebagai salah satu prediktor
dapat dilihat nilai t untuk tiap-tiap variabel. penyesuaian diri akademik mahasiswa terbukti
Untuk variabel konsep diri, nilai t adalah memiliki kontribusi yang signifikan terhadap
sebesar 9.241 dengan signifikansi 0.000 penyesuaian diri akademik mahasiswa tingkat
(<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel pertama. Hasil penelitian ini mendukung
konsep diri terbukti memberikan kontribusi penelitian-penelitian sebelumnya yang
yang bermakna terhadap penyesuaian diri dilakukan oleh Arul (1972) serta penelitian
akademik pada mahasiswa tingkat pertama. Hickman, Bartholomae, dan McKenry (2000)
Sedangkan, untuk variabel dukungan sosial, (dalam Friedlander, 2007). Selain itu, hasil
nilai t yang tampil adalah sebesar 0.001 dengan penelitian ini konsisten dengan penelitian
signifikansi 1.000. Dengan kata lain, variabel Maulina (2004) yang juga melihat hubungan
dukungan sosial memberikan kontribusi yang konsep diri dan penyesuaian diri akademik
tidak bermakna terhadap penyesuaian diri pada mahasiswa UI dimana hasilnya adalah
akademik mahasiswa tingkat pertama. terdapat hubungan yang positif dan signifikan
Berdasarkan nilai signifikansi tersebut, antara konsep diri mahasiswa dengan
maka dapat disimpulkan bahwa konsep diri penyesuaian diri akademik mahasiswa UI.
mahasiswa memiliki kontribusi lebih besar Mahasiswa yang memandang dirinya
dibandingkan dukungan sosial yang ternyata secara lebih positif memiliki strategi yang
tidak signifikan berkontribusi terhadap lebih efektif dalam menghadapi tantangan
penyesuaian diri akademik pada mahasiswa akademik dan sosial yang secara natural
tingkat pertama. Dengan demikian, “Pengaruh akan dihadapi di masa awal perkuliahan.
dari konsep diri terhadap kemampuan Perasaan kompeten dan konsep diri yang
penyesuaian diri akademik mahasiswa tingkat positif akan menumbuhkan rasa percaya
pertama tidak lebih besar dibandingkan diri yang diperlukan dalam menghadapi
dengan pengaruh dari dukungan sosial”. stressor yang berbeda-beda. Kemampuan
Konsep diri akademik memiliki koefisien menghadapi stessor ini selanjutnya berperan
korelasi tertinggi dan memiliki arah positif dalam meningkatkan kemampuan dalam
sebesar 0.856 dengan penyesuaian diri menyesuaikan diri dari waktu ke waktu.
akademik. Hubungan penyesuaian diri Berbeda dengan konsep diri, hasil
akademik dengan konsep diri sosial sebesar penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan
konsep diri dan dukungan sosial secara bersama- diri fisik) terbukti memiliki hubungan yang
sama terbukti memiliki kontribusi yang signifikan dengan penyesuaian diri akademik
signifikan terhadap penyesuaian diri akademik pada mahasiswa tingkat pertama. Hal ini
mahasiswa tingkat pertama yaitu sebesar sejalan dengan penelitian Arul (1972). Arul
45.5%. Peneliti tertarik untuk mengetahui menemukan bahwa terdapat hubungan yang
bagaimana kedua variabel ini secara bersama- positif dan signifikan antara penyesuaian
sama dapat mempengaruhi penyesuaian diri diri pada mahasiswa dengan enam dimensi
akademik. Aspinwall dan Taylor, 1992 (dalam konsep diri yang diukur, yaitu konsep diri
Boulter 2002) melaporkan bahwa pengaruh yang berkaitan dengan penampilan fisik,
positif dari self esteem (bagian dari konsep kemampuan intelektual, hubungan sosial,
diri) terhadap penyesuaian diri akademik temperamen, moral dan posisi dalam
selama tahun pertama perkuliahan dimediasi keluarga.
oleh kecenderungan untuk menggunakan
coping yang aktif serta tingkat dukungan sosial
yang besar. Dukungan sosial diterima sebagai Kepustakaan
variabel perantara (mediating variable) antara Arul, M.J. (1972, Maret). A study of self-
konsep diri dan kemampuan penyesuaian concept related to adjustment
diri. Berdasarkan hal tersebut, peneliti and achievement. A Synopsis of
mencari tahu apakah terdapat hubungan yang the dissertation. University of
signifikan antara kedua IV, yaitu konsep diri Baroda, Faculty of Education and
dan dukungan sosial. Terdapat korelasi yang Psychology. 24 Februari, 2011.
cukup kuat yaitu 0.401 antara dukungan http://members.tripod.com/~arulmj/
sosial dengan konsep diri. Dukungan sosial selfcon.html.
memiliki kontribusi terhadap konsep diri Baron, R.A., & Byrne, D. (2003). Social
sebesar 16.1%. Hal ini dapat diterima karena psychology (10th ed.). Needham
di masa remaja akhir (late-adolescence) Heights: Allyn & Bacon.
seperti halnya mahasiswa tingkat pertama,
Boulter, L.T. (2002, Juni). Self-concept as
konsep diri memang berhubungan dengan
a predictor of college freshman
dukungan sosial yang diterimanya. Remaja
academic adjustment. College Student
yang memiliki ikatan kuat dengan orang
Journal. 26 Agustus, 2010. http;//
tuanya cenderung memiliki konsep diri yang
www.findarticles.com/p/articles/mi_
lebih positif dan harga diri yang lebih tinggi
m0FCR/is_2_36/ai_89809974.
(Ormrod, 2003).
Eileen, M. & Mattingly. (2002, 12 Desember).
Analisis tambahan penelitian ini melihat
Adjustment to college: Private
dimensi konsep diri yang memiliki hubungan
high school vs. public high school.
yang signifikan dengan penyesuaian diri
Department of Psychology: Loyola
akademik. Ternyata, seluruh dimensi konsep
University. 31Oktober, 2010. http://
diri mahasiswa (konsep diri akademik, konsep
clearinghouse.missouriwestern.edu.
diri sosial, konsep diri emosional dan konsep
Friedlander, L.J., Reid, G.J,. Shupak, N,. & Maulina, D. (2004). Pengembangan alat ukur
Cribbie, R. (2007, Mei-Juni). Social konsep diri mahasiswa. Tugas Akhir
support, self-esteem, and stress as S2. Depok: Universitas Indonesia.
predictors of adjustment to university Ormrod, J.E. (2003). Educational psychology:
among first-year undergraduates. Developing learners (4th ed.). New
Journal of College Student Jersey: Prentice Hall.
Development, 48 (3), 259-275. 17 Papalia, D.E., Olds, S.W., & Feldman, R.D.
April, 2008. http://proquest.umi. (2004). Human development (9th ed.).
com/pqdweb?index. New York: Mc Graw Hill.
Kraus, J.A. (2007). Stress in pet Prasetyawati, W. (2003). Pengembangan alat
owners and non-pet owners. ukur penyesuaian diri mahasiswa UI.
31 Oktober, 2010. http://www. Tugas Akhir S2. Depok: Universitas
deltasociety.org/download/Jill%20 Indonesia.
KrausStressOwnersNonPetOwners.
Ross, J. & Hammer, N. (2002). College
pdf.
freshmen: Adjustment and
Lubker, J.R., & Etzel, E.F. (2007). College achievement in relation to parenting
adjustment experiences of first- and identity style. 18 Desember, 2010.
year students: Disengaged athletes, http://www.flinders.edu.au/teach/t4l/
nonathletes, and current varsity teaching/firstindex.php.
athletes. NASPA Journal, 44(3),
Santrock, J.W. (2003). Adolescence. New
Art. 5. 13 November, 2010. http://
York: McGraw Hill.
publications.naspa.org/naspajournal/
Shamshiri, M. (2005). Students’ perceived
vol44/iss3/art5/.
stress and social support.
Marsh, H.W. (1990). A multidimensional,
Stephen F. Austin State University.
hierarchical self-concept page.
13 November, 2010. http://hubel.
University of Western
sfasu.edu/courseinfo/497studentproj/
Sydney, Macarthur. 09 Februari,
MiladShamshiri.pdf.
2010. http://www.aare.edu.au/93pap/
Strage, A., & Brandt, T.S. (1999). Authoritative
marsh93267.txt.
parenting and college students’
Martinez, R.S. (2002, Agustus). A comparison
academic adjustment and success.
of learning disability subtypes in middle
Journal of Educational Psychology,
school: Self concept, perceived social
91 (1), 146-156. San Jose State
support, and emotional functioning.
University. 04 Maret, 2010. http://
Dissertation Doctor of Philosophy.
content.apa.org.
Austin: The University of Texas.
Strange, C.C., & Banning, J.H. (2000).
18Desember,2010. http://dspace.lib.
Educating by design: Creating
utexas.edu/handle/2152/812.
campus learning environments that
work. San Francisco: Jossey-Bass.
Abstract
Panti asuhan adalah lembaga yang Anak-anak yang tinggal di panti asuhan,
berfungsi menampung anak-anak yatim piatu berbeda dengan persepsi masyarakat umum,
(kehilangan satu atau kedua orangtuanya). lebih dominan mereka yang masih memiliki
Panti asuhan dalam konteks pelayanan sosial satu atau kedua orang tua (90%), dibandingkan
negara adalah kewajiban negara seperti dengan anak yang benar-benar yatim-piatu
yang diatur dalam pasal 34 undang-undang (6%) (http://www.depsos.go.id, diakses pada
Dasar 1945. Jumlah panti asuhan di Indonesia 15 januari 2009). Gambaran lain dari anak-
diperkirakan antara 5.000 hingga 8.000 panti, anak panti asuhan adalah bahwa sebagian
dimana panti asuhan yang diselenggarakan anak-anak tersebut ditempatkan di panti
negara hanya sekitar 1 persen dari total panti asuhan oleh keluarganya yang mengalami
asuhan. Panti asuhan di Indonesia ini yang kesulitan ekonomi, dengan tujuan untuk
merupakan panti asuhan terbesar di seluruh memastikan anak-anak mereka mendapatkan
dunia. Pemerintah Indonesia sendiri hanya pendidikan.
memiliki dan menyelenggarakan sedikit dari Panti asuhan menurut Notodirjo (Sarwono,
panti asuhan tersebut, lebih dari 99% panti 1985) adalah suatu rumah kediaman yang
asuhan diselenggarakan oleh masyarakat, cukup besar yang memberikan perawatan
terutama organisasi keagamaan. dan asuhan kepada sejumlah besar anak yang
terlantar selama jangka waktu tertentu serta
memberi pelayanan anak dalam memenuhi
1 Korespondensi mengenai artikel ini dapat dilakukan
dengan menghubungi: nayluvly@ymail.com kebutuhan fisik, mental dan sosial pada anak
asuh.
JURNAL PSIKOLOGI 495
KONSEP DIRI, DUKUNGAN SOSIAL DAN PENYESUAIAN DIRI AKADEMIK
bahkan sejak hari pertama mereka masuk ke 6. Masalah atensi (perhatian) terhadap
dalam panti asuhan. Simpulan ini didasari peraturan dan juga larangan di panti
pikiran bahwa anak-anak yang dikirim ke asuhan,
panti asuhan adalah mereka yang berasal dari 7. Frustasi terhadap lingkungan baru di panti
keluarga atau kondisi yang bermasalah. Zima, asuhan,
Bussing, Freeman, Yang, Belin, dan Forness 8. Anak dan remaja yang sudah lama tinggal
(2000) juga mengindikasikan gangguan di panti asuhan akan malas untuk sekolah
perilaku dan emosi yang dialami oleh anak dan melanjutkan sekolah lebih tinggi,
panti asuhan dan berpendapat bahwa hal itu 9. Masalah anti sosial dengan lingkungan
dapat dipahami karena beberapa alasan. panti dan lingkungan sekitar panti
Pertama, hal itu disebabkan anak-anak asuhan,
panti sebelumnya memiliki latarbelakang 10. Masalah akademik di sekolah anak-anak
mengalami tekanan psikososial yang berat dan remaja panti asuhan.
seperti mengalami pelecehan (abuse) dan Agnew (1992) mengatakan bahwa
pengabaian (neglect), kondisi kemelaratan, kemiskinan dan kejadian hidup yang penuh
tunawisma dan hidup dengan orang tua stres (baik yang dialami pada masa sebelumnya
yang menjadi pecandu narkoba. Masalah maupun masa kini) menjadi faktor kunci
yang dialami anak panti asuhan termasuk yang melatarbelakangi terjadinya kenakalan
juga gangguan perkembangan dan prestasi remaja. Remaja memiliki pengalaman stres
akademis. Armsden, Pecora, Payne, dan lebih banyak daripada anak-anak dan orang
Szatkiewicz (2000) menambahkan gangguan dewasa. Remaja yang hidup serba kekurangan
perilaku berbentuk kenakalan remaja sebagai baik materi ataupun kasih sayang akan
bagian dari karakteristik anak panti asuhan. lebih mudah melakukan kenakalan remaja
Halfon, dkk (dalam Zima dkk., 1995) (Hoffmann, 2006). Stres yang melebihi batas
menyatakan berbagai macam persoalan pada remaja awal bisa mengarah pada perilaku
anak dan remaja yang terjadi di panti asuhan kenakalan remaja stress dalam kehidupan yang
diantaranya adalah: berkelanjutan akan membuat remaja awal di
1. Masalah kesehatan fisik dan mental anak- panti asuhan melakukan tindakan kenakalan
anak dan remaja di panti asuhan, di lingkungan panti asuhan.
2. Masalah emosi terkait dengan kenyamanan Deskripsi dan evaluasi para peneliti
dan kesepian yang dirasakan di panti di negara-negara Barat tentang gangguan
asuhan, perilaku dan emosi yang dialami oleh anak
3. Masalah perilaku seperti tindakan panti asuhan memiliki kesamaan dengan data
kenakalan, observasi peneliti pada anak-anak yang hidup
4. Masalah dengan teman sebaya, baik teman di panti asuhan Arrahmah yang berlokasi di
di panti asuhan ataupun teman sekolah, desa Purwotengah-Papar-Kediri. Peneliti
5. Kurang perhatian dan kasih sayang dari mengamati bahwa anak-anak di panti asuhan
pengasuh panti asuhan karena terbatasnya Arrahmah tidak mendapatkan perhatian yang
pengasuh, cukup dari pengurus panti asuhan karena
terbatasnya sumber daya manusia. Perilaku cenderung tidak mudah dipengaruhi faktor
anak panti asuhan yang dapat dikategorikan lingkungan, khususnya jika lingkungan itu
kenakalan remaja (delinquency) juga terjadi bersifat negatif sehingga menjauhkan remaja
misalnya melanggar aturan bersikap dan dari masalah.
berperilaku di lingkungan panti asuhan Gangguan perilaku dan emosional anak
(membolos sekolah, tidak mau mengaji), panti asuhan selain dipengaruhi faktor-faktor
mengangggu sesama anak panti, hingga penekan psikososial yang dialami sebelumnya
perilaku yang termasuk dalam kategori juga dipengaruhi oleh kemampuan anak dalam
kriminal yaitu mencuri (ada kasus dimana menghadapi situasi yang baru (adversity)
anak panti asuhan Arrahmah mencuri uang kas di panti asuhan (Schofied & Beek, 2005).
masjid dan mencuri di sebuah toko, keduanya Kemampuan anak menghadapi situasi baru ini
kasus yang berbeda). yang oleh Schofied dan Beek (2005) disebut
resiliensi (resilience), kemampuan untuk
Gangguan perilaku dan emosi maupun memfungsikan diri secara kompeten pada saat
kenakalan remaja secara umum disebabkan menghadapi atau menjalani kondisi hidup yang
oleh berbagai faktor psikososial diantaranya baru. Resiliensi secara konseptual melingkupi
harga diri, efikasi-diri, faktor-faktor penekan faktor-faktor pembentuk diantaranya harga diri,
dalam hidup remaja, dan strategi penyelesaian efiksi diri, rasa aman, harapan, dan kemampuan
masalah (coping strategy). Feldman & reflektif yang semuanya mempengaruhi
Weinberger (1994) mengatakan bahwa proses adaptasi dan menyelesaikan masalah
strategi penyelesaian masalah memainkan (coping). Perilaku menyelesaikan masalah
peranan penting dalam mengurangi kenakalan (coping bahavior) anak panti asuhan ketika
remaja. Remaja yang memiliki coping srategy menghadapi suatu kondisi yang baru dengan
yang baik dapat mengendalikan dirinya ketika demikian akan menentukan sikap dan perilaku
menghadapi masalah sehingga akan dapat yang diambilnya sebagai bentuk adaptasi dan
mencegah remaja melakukan kenakalan penyelesaian masalah.
(delinquency) (Santrock, 2003). Lazarus dan Folkman, (1984) membagi
Hasil penelitian jangka panjang coping strategy menjadi dua tipe yaitu:
(longitudinal) di berbagai negara menunjukkan problem-solving focused coping dan emotion-
bahwa masa yang paling penting dan focused coping. Coping strategy juga dapat
menentukan perkembangan harga diri (self dibedakan menjadi active dan avoidant
esteem) seseorang terjadi pada masa remaja. coping strategy. Problem focused coping,
Individu pada masa remaja akan mengenali yaitu proses coping terhadap permasalahan
dan mengembangkan seluruh aspek dalam yang menggunakan aspek kognitif dalam
dirinya, sehingga menentukan apakah ia akan menyiapkan strategi menghadapinya. Emotion
memiliki harga diri yang positif atau negatif. focused coping, yaitu proses coping terhadap
Efikasi-diri merupakan kepercayaan dan permasalahan yang menggunakan aspek
keyakinan tentang kemampuan diri sendiri. emosional dalam menerima respon tersebut
Remaja yang memiliki efikasi diri yang tinggi sebagai bagian dari kehidupan. Active coping
merupakan strategi yang dirancang untuk Instrumen lain nya adalah skala delinquency
mengubah cara pandang individu terhadap yang terdiri dari 3 indikator, yaitu status
sumber stres, sementara avoidant coping offenses, minor delinquency behavior dan
merupakan strategi yang dilakukan individu violent and property behavior. Koefisien
untuk menjauhkan diri dari sumber stres reliabilitas Alpha Cronbach yang diperoleh
dengan cara melakukan suatu aktivitas atau sebesar 0,943 yang berarti sangat reliabel.
menarik diri dari suatu kegiatan atau situasi
yang berpotensi menimbulkan stres. Apa yang Hasil Penelitian
dilakukan individu pada avoidant coping Guna mengetahui korelasi antara
strategi sebenarnya merupakan suatu bentuk variabel coping strategy dengan kenakalan
mekanisme pertahanan diri. (delinquency) remaja awal di panti asuhan
Paparan teoritis di atas menjadi Arrahmah, diperlukan pengujian hipotesa
menjadikan peneliti ingin mengetahui lebih taraf signifikansi penelitian yang dilakukan
mendalam dinamika psikologis kenakalan adalah 5 % atau 0,05 dan hipotesa sebagai
remaja anak-anak panti asuhan Arrahmah, berikut:
khususnya mengetahui keterkaitan antara Ho : Tidak ada hubungan antara coping
kenakalan remaja awal di panti asuhan strategy dengan kenakalan remaja
Arrahmah dengan kemampuan mereka dalam (delinquency) pada remaja awal.
menyelesaikan masalah (coping strategy). Ha : Ada hubungan antara coping strategy
dengan kenakalan remaja (delinquency)
Metode Penelitian pada remaja awal.
Penelitian ini dilakukan dengan metode Signifikansi antara Problem focused
kuantitatif. Subyek dalam penelitian ini coping dengan delinquency adalah sebesar
adalah remaja awal (12-17 tahun) dengan 0,04 hal ini menunjukkan signifikansi kurang
karakteristik sebagai berikut: dari 0,05. Apabila signifikansi kurang dari
1. Remaja awal yang tinggal di panti asuhan 0,05 maka Ha diterima (Priyatno, 2008) maka
Arrahmah-kediri. dapat diambil kesimpulan bahwa Ho ditolak
2. Remaja awal yang telah kehilangan orang dan Ha diterima. Hal ini berarti ada hubungan
tua(baik salah satu ataupun keduanya). yang signifikan antara problem focused coping
Peneltian ini dilakukan terhadap 60 subyek dengan delinquency pada remaja awal di panti
remaja awal. Mereka berada dalam rentang asuhan Arrahmah-Kediri.
usia 12-17 tahun dengan komposisi laki-laki Signifikansi antara emotion focused
sebanyak 41,6% dan perempuan 58,3%. coping dengan delinquency adalah sebesar 0,
Instrumen penelitian yang digunakan 210 hal ini menunjukkan signifikansi lebih
adalah skala coping strategy yang terdiri dari dari 0,05. Apabila signifikansi lebih dari 0,05
8 indikator , yaitu planful problem solving, maka Ha ditolak (Priyatno, 2008) maka dapat
distancing, wishful thinking, Emphasizing diambil kesimpulan bahwa Ho diterima dan
the positive, Self-blame, tension reduction, Ha ditolak. Hal ini berarti tidak ada hubungan
self isolation, dan seeking social support. yang signifikan antara emotion focused coping
dengan delinquency pada remaja awal di panti dapat dinyatakan bahwa remaja awal di panti
asuhan Arrahmah-Kediri. asuhan yang memiliki coping strategy yang
Signifikansi antara seeking social support bagus maka kenakalan remaja (delinquency)
dengan delinquency adalah sebesar : 0,070 menurun, begitu pula sebaliknya.
hal ini menunjukkan signifikansi lebih dari Problem focused coping berhubungan
0,05. Apabila signifikansi kurang dari 0,05 negative dengan delinquency. Hal ini berarti
maka Ha ditolak (Priyatno, 2008) maka dapat bahwa remaja awal yang menggunakan
diambil kesimpulan bahwa Ho diterima dan problem focused coping dengan baik dapat
Ha ditolak . Hal ini berarti tidak ada hubungan menurunkan kenakalan remaja (delinquency).
yang signifikan antara seeking social support Remaja yang menggunakan problem
dengan delinquency pada remaja awal di panti focused coping dengan baik berarti memiliki
asuhan Arrahmah-Kediri. pengendalian diri (self control) yang baik,
sehingga tidak melakukan kenakalan remaja
Pembahasan (delinquency).
Penghitungan uji korelasi dengan Jika remaja tidak bisa menggunakan
menggunakan teknik product momen dari problem focused coping dengan baik, maka akan
Pearson. Dalam penelitian ini menunjukkan melakukan kenakalan remaja (delinquency).
bahwa hipotesis nol (Ho) yang berbunyi “Tidak Remaja yang tidak menggunakan problem
ada hubungan negatif antara coping strategy focused coping dengan baik berarti tidak
dengan kenakalan remaja (delinkuensi) memiliki pengendalian diri yang baik (self
ditolak. Adapun hipotesis alternatif /hipotesis control) yang baik, sehingga akan melakukan
kerja yang berbunyi “Ada hubungan negatif kenakalan remaja (delinquency).
antara coping strategy dengan kenakalan Emotion focused coping berhubungan
remaja (delinquency) diterima. Dari penelitian negatif dengan delinquency tetapi kurang
tersebut dikatakan bahwa problem focused begitu signifikan, artinya emotion focused
coping dengan delinquency memiliki hubungan coping kurang dapat digunakan remaja
yang signifikan. Sedangkan untuk emotion awal untuk menurunkan kenakalan remaja
focused coping dan seeking social support (delinquency).
memiliki hubungan yang tidak signifikan. Hal Seeking social support juga berhubungan
ini berarti bahwa remaja awal di panti asuhan negative dengan delinquency tetapi juga kurang
lebih banyak menggunakan strategi problem signifikan artinya seeking social support juga
focused coping dalam mengurangi tindakan kurang dapat menurunkan kenakalan remaja
kenakalan remaja (delinquency) di panti (delinquency) yang ada di panti asuhan.
asuhan Arrahmah-Kediri. Pemilihan strategy coping apa yang
Koefisien korelasi yang bertanda negatif digunakan remaja awal di panti asuhan
juga menunjukkan arti bahwa semakin tinggi Arrahmah dalam menghadapi dan
coping strategy semakin rendah kenakalan menyelesaikan permasalahan dalam hidupnya
remaja (delinquency). Oleh karena itu, mengacu adalah tergantung pada remaja awal itu
pada hasil analisis data yang telah dilakukan sendiri dan juga tergantung pada tingkat stress
yang dialami remaja awal di panti asuhan Informasi tentang anak terlantar (ol) (2009,
Arrahmah-Kediri. 21 Maret). (on-line) Diakses pada
Remaja yang memiliki masalah akan tanggal 21 Maret 2009 dari http//
melakukan coping untuk mengatasi masalah www.infosocieta.com/today/artikel.
tersebut. Jika remaja tersebut berhasil html.
melakukan coping strategy , maka remaja Kerlinger, F.N. 1990. Azas-azas penelitian
awal tersebut tidak akan melakukan kenakalan behavioral. Terjemahan Landung
remaja (delinquency), namun jika remaja awal R. Simatupang. Yogyakarta: Gajah
tersebut gagal melakukan coping strategy, Mada University Press.
maka remaja awal tersebut akan melakukan Kimmel, D.C & Weiner, I.B. 1995.
kenakalan remaja (delinquency). Adolescence: A Developmental
Transition(2nd ed). John Wily & Sons,
Inc.
Kepustakaan
Mappiare, A. 1982. Psikologi Remaja.
Armsden, G., Pecora, P. J. Payne, V. H.,
Surabaya: Usaha Nasional
Szatkiewicz, J. P. (2000). Children
Maramis,W.S. 1995. Ilmu kedokteran jiwa.
placed in long-term foster care: An
Surabaya: Airlangga University
intake profile using the child behavior
Press.
checkliast/4-18. Journal of Emotional
and Behavioral Disorders, 8, 49-64. Minnis, H., Everet, K., Pelosi, A. J., Dunn,
J., & Knapp, M. 2006. Children in
Azwar, S. 2000 Penyusunan Skala Psikologi.
Psychiatry, 15, 63-70.
Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Monks, F.J, Knoers, A.M.P & Haditono,
Berk, L.E. 2000. Child Development (5th ed).
S.R. 1992. Psikologi Perkembangan:
Allyin& Bacon.
Pengantar dalam Berbagai
Cox,T. 1995. Stress, Coping, and Pysical
Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah
Health dalam A. Broome & S.
Mada University Press.
LIewelyn (editor). Health Psychology:
Notodirjo,S. 1986. Perkembangan pribadi
Processes and Application(2nd ed).
lewat kehidupan asrama. Edisi
Chapan&Hall.
Desember no 4 gema bimbingan.
Davidoff,LL. 1991. Psikologi Sebagai Suatu
Salatiga: IKIP Press.
Pengantar. Edisi 2 jilid 2 ,alih bahasa
Penley, J. A., Tomaka, J & Wiebe, J. S. 2002.
: Mari Juniati.Jakarta:Erlangga.
The association of coping to physical
Gunarsa dan Gunarsa, DS. 1986. Psikologi
and psychological health outcomes:
remaja. Jakarta.: PT Gunung Mulia.
A meta-analytic review. journal of
Hurlock,E. 1994. Psikologi Perkembangan: behavioral medicine, 25, 551-603.
suatu pendekatan sepanjang rentang
Santrock, J,W. 2003. Adolescene:
kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Perkembangan Remaja (6rd ed)
Jakarta: Erlangga.
Safarino, E.P. 1994. Health Psychology: Wilson, K., Sinclair, I., & Gibbs, I. 2000. The
Biopsychosocial Interactions (2nd ed). trouble with foster care: The impact
John Willey&Sons,Inc. of stressful ‘events’ on foster care.
Sarwono, S.W. 2002. Psikologi remaja. British Association Social Workers,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 30, 193-209
Schofied, G., & Beek, M. 2005. Risk and Zainuddin, M. 2000. Metodologi penelitian.
resilience in long-term foster-care. Diktat Kuliah. Surabaya: Fakultas
British Journal of Social Work, 35, Psikologi Universitas Airlangga.
1283–1301. Zima, B. T., Bussing, R., Freeman, S., Yang,
Surbakti, EB. 2008. Kenakalan Orang Tua X., Belin, T. R., & Forness, S. R.
penyebab kenakalan remaja. Jakarta: 2000. Behavioral problems, academic
PT. Gramedia. skill delays and school failure among
Slamet Suprapti, I.S., & Markam, S. 2003. school-aged children in foster care:
Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta: Their relationship to placement
Universitas Indonesi –Press. characteristics. Journal of Child and
Family Studies, 9, 87-103.
Soekanto, soerjono. 1996. Remaja dan
masalah-masalahnya. Jakarta: PT Zimbardo,P.Gerrig, R. 1996. Psychology and
BPK Gunung Mulia life, (14th ed). Harper Collins College
Publisher.
Sugiyono. 2006. Statistika Untuk Penelitian .
Bandung: Alfabet.
Taylor, S, Peplau, E, Anne, L & Sears, D.O.
1997. Social Psychology (9th ed) New
Jersey:Prentice –Hall.
Taylor, S.,E. 1991. Health Psychology.New
York:Mc Graw-Hill Inc