Anda di halaman 1dari 27

Makalah Pengantar Psikologi

ALIRAN-ALIRAN PSIKOLOGI

disusun oleh :
1. Audry Aprillya Saputri (2107026068)
2. Nadiah Maulidatun Najla (2107026069)

Pengampu :
Dr Mustaqim M.Pd

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN


PROGRAM STUDI ILMU GIZI
UIN WALISONGO SEMARANG
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas petunjuk yang telah diberikan-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul aliran-aliran dalam psikologi dengan
lancar. Makalah ini disusun untuk pemenuhan tugas mata kuliah pengantar psikologi yang
diampu oleh Dr Mustaqim M.Pd

Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
menyusun dan penulisan makalah ini. Kami berharap makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Kami memohon maaf apabila ada kesalahan atau kekurangan dalam penulisan makalah ini serta
kami menerima kritik dan saran yang objektif dari semua pihak agar makalah berikutnya dapat
lebih baik.

Tayu, 18 September 2021

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................................4
C. Tujuan............................................................................................................................................4
D. Manfaat..........................................................................................................................................5
BAB II........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................6
A. Pengertian Aliran-aliran dalam Psikologi...................................................................................6
B. Teori-Teori yang Mendukung Berdirinya Ilmu Psikologi..........................................................6
C. Teori Aliran-Aliran dalam Psikologi............................................................................................7
1) Aliran Psikologi Behaviorisme..................................................................................................7
2) Aliran Psikologi Gestalt.............................................................................................................7
3) Aliran Psikologi Psikoanalitik.................................................................................................12
4) Aliran Psikologi Kognitif.........................................................................................................17
BAB III.....................................................................................................................................................24
PENUTUP................................................................................................................................................24
A. Kesimpulan..................................................................................................................................24
B. Saran.............................................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................26

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Psikologi berasal dari bahasa Yunani yaitu psychology yang merupakan gabungan
dari kata psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi, psikologi adalah ilmu
yang mempelajari tentang kondisi kejiwaan manusia dalam melakukan aktivitas-
aktivitasnya. Seperti yang sudah dikemukakan bahwa psikologi merupakan ilmu yang
membahas tentang jiwa yang tidak tampak, maka yang dapat dilihat atau diobservasi
adalah perilaku atau aktivitas yang merupakan manifestasi atau penjelmaan hidup dari
jiwa. Perilaku yang dimaksud dalam hal ini yaitu meliputi perilaku yang tampak (overt
behavior) dan yang tidak tampak (innert behavior). (Bimo Walgito, 2005).
Ilmu psikologi merupakan sebuah ilmu yang cukup dinamis perkembangannya,
seiring dengan berkembangnya mazhab-mazhab dan teori-teori baru yang bermunculan.
Teori yang muncul biasanya merupakan kritikan dari teori-teori yang sebelumnya. Titik
pandang teori dalam psikologi memanglah tidak ada yang sempurna, sehingga terbukalah
kesempatan bagi para ilmuwan untuk memberikan kritikan, masukan ataupun
penyempurnaan dari teori-teori yang sudah ada sebelumnya.
Melihat perkembangan ilmu psikologi yang dinamis, maka bermunculan juga
aliran-aliran psikologi yang menyertai dan merupakan perkembangan ilmu jiwa ke arah
modern. Beberapa aliran muncul dan memeperoleh tanggapan pro dan kontradi masanya.
Bentuk aliran-aliran yang akan dibahas di makalah ini anatara lain : behaviorisme,
gestalt, psikoanalitik, dan kognitif.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan aliran-aliran psikologi?
2. Teori-teori apa saja yang mendukung psikologi menjadi ilmu yang berdiri sendiri?
3. Bagaimana teori-teori aliran psikologi behaviorisme, gestalt, psikoanalitik, dan
kognitif?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami aliran-aliran psikologi
2. Untuk mengetahui teori teori dibalik berdirinya ilmu psikologi
3. Untuk memahami teori-teori dari aliran-aliran psikologi behaviorisme, gestalt,
psikoanalitik, dan kognitif.

4
D. Manfaat
1. Dapat mengetahui mengetahui dan memahami aliran-aliran psikologi
2. Dapat mengetahui alasan dibalik berdirinya ilmu psikologi sebagai ilmu yayng berdiri
sendiri.
3. Dapat memahami teori-teori dari aliran-aliran psikologi behaviorisme, gestalt,
psikoanalitik, dan kognitif.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Aliran-aliran dalam Psikologi


Psikologi adalah ilmu yang terhitung masih baru. Pada tahun 1879, ilmu psikologi berdiri
sendiri, yaitu pada waktu didirikannya laboratorium psikologi yang pertama oleh Wilhem
Wundt (1832-1920) di Leipzig, Jerman.
Meskipun demikian, jauh sebelumnya yaitu sejak zaman Yunani Kuno, gejala-gejala
kejiwaan sudah banyak menarik perhatian para pemikir. Ahli-ahli filsafat diantaranya
Sokrates, Plato, dan Aristoteles banyak sekali menegemukakan pikiran-pikiran mengenai
gejala-gejala psikologis. Kemudian, Descartes (1496-1650) datang dengan semboyannya
“Cogito Ergo Sum” yang artinya “saya berpikir maka saya ada” dan sejak itu timbul aliran
yang mementingkan kesadaran dalam psikologi.
Setelah itu, berbagai macam ilmu lainnya memeberi pengaruhnya terhadap pertumbuhan
psikologi, antara lain biologi, ilmu alam, dan ilmu kimia. Hal ini terjadi karena para ahli dari
ilmu-ilmu itu juga mulai memerhatikan gejala-gejala psikologis.
Meskipun pada saat ini psikologi tidak lagi mempunyai hubungan yang erat dengan ilmu-
ilmu alam dan biologi, tetapi dahulu ilmu-ilmu itu ikut memberikan sumbangan bagi
lahirnya psikologi sebagai ilmu yang berdiri sendiri.
B. Teori-Teori yang Mendukung Berdirinya Ilmu Psikologi
Terdapat dua teori yang mulai mengarahkan berdirinya psikologi sebagai ilmu. Kedua teori ini
adalah :
1) Psikologi pembawaan atau psikologi Nativistik
Teori ini mengatakan bahwa jiwa terdiri dari beberapa faktor yang dibawa sejak lahir
yang disebut pembawaan atau bakat. Pembawaan-pembawaan terpenting adalah
pikiran, perasaan, dan kehendak, ynag masing-masing terbagi ke dalam beberapa
jenis pembawaan yang lebih kecil. Perilaku atau aktivitas jiwa ditentukan oleh
pembawaan-pembawaan ini.
Tokoh terkenal dari aliran ini adalah Franz Joseph Gall (1785-1828), yang mencoba
menemukan lokasi pembawaan-pembawaan itu di otak. Dengan teori ini, Gall
mengajukan suatu metode untuk mengenal seseorang dengan memeriksa tengkorak

6
kepalanya dan metode ini dikenal dengan frenologi. Metode ini tidak bertahan lama
karena dinaggap kurang kuat dasar-dasar ilmiahnya.
2) Psikologi asosiasi atau psikologi empiris
Teori ini tidak mengakui faktor-faktor kejiwaan yang dibawa sejak lahir. Jiwa,
menurut teori ini, berisi ide-ide yang didapatkan melalui pancaindra, dimemorikan
dan saling diasosiasikan satu sama lain melalui prinsip-prinsip kesamaan,
kekontrasan, dan kelangsungan.
Perilaku diterangkan oleh teori ini melalui prinsip asosiasi ide-ide, misalnya :
Seorang bayi yang lapar diberi makan oleh ibunya. Melalui pancaindranya, bayi itu
mengetahui bahwa rasa lapar selalu diiikuti oleh makanan (prinsip kelangsungan)
dan makanan itu menghilangkan rasa laparnya. Lama kelamaan, rasa lapar
diasosiasikan dengan makanan dan tiap kali ia lapar, ia akan mencari makanan.
Demikian juga halnya dengan ide-ide lain yang mempunyai persamaan-
persamaan (misalnya, makan dengan minum, burung dengan kupu-kupu, kursi
dengan bangku) atau yang saling berlawanan (misalnya, siang dengan malam, pria
dengan Wanita, air dengan api) saling diasosiasikan satu dengan lainnya melalui
prinsip asosiasi serupa.
C. Teori Aliran-Aliran dalam Psikologi
Setelah psikologi berdiri sendiri, lambat laun para ahli psikologi mengembangkan
sistematika dan metode-metodenya sendiri yang saling berbeda satu sama lain. Dengan
demikian, timbul apa yang disebut aliran-aliran dalam psikologi.
Sejak dahulu, aliran-aliran itu sangat penting artinya dalam membina semangat para ahli
dalam berkompetisi mendapatkan penemuan-penemuan baru dan saling kritikdan koreksi
terhadap aliran-aliran lawannya. Aliran-aliran itu mengajukan teori-teorinya masing-masing
yang banyak di antaranya menjadi dasar daripada teori-teori psikologi modern masa kini.
Beberapa aliran yang terkemuka dengn teori-teorinya masing-masing akan dikemukakan di
bawah ini.
1) Aliran Psikologi Behaviorisme
a. Pengertian Aliran Psikologi Behaviorisme Menurut Edward Lee Thorndike
(1874-1949)

7
Thorndike dilahirkan di Williamsburg pada tahun 1874. Thorndike merupakan tokoh
yang mengadakan penelitian mengenai animal psychology. Penelitiannya mengenai
diwujudkan dalam disertai doktornya yang berjudul “Animal Intelligence: An
Experimental Study of The Associative Prosseces in Animals”, yang diterbitkan pada tahun
1911 dengan judul “Animal Intelligence” (Hergenhanh, 1976). Dalam buku ini tercermin
ide-ide fundamental Thorndike, termasuk pula teorinya tentang belajar.
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus
yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan
atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon yaitu reaksi
yang dimunculkan ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, atau
gerakan/tindakan. Dari definisi tersebut maka menurut Thorndike perubahan tingkah laku
akibat dari kegiatan belajar itu dapat berwujud kongkrit yaitu, dapat diamati, atau tidak
kongkrit yaitu yang tidak dapat diamati.
Menurut Thorndike, dasar dari belajar adalah trial and error atau juga dikenal sebagai
learningby selecting and connecting. Thorndike mengajukan pengertian tersebut dari
eksperimennya dengan puzzle box.
b. Eksperimen yang dilakukan Thorndike
Edward Lee Thorndike pada awalnya melakukan percobaan terhadap seekor kucing dan
di masukan kedalam sebuah kotak yang didalamnya terdapat banyak labirin (Andriyani,
2015: 170), yang dilengkapi sebuah tombol pembuka yang dapat ditekan. Kemudian pada
bagian luar kerangkeng diletakkan daging. Kucing yang ada dalam kerangkeng kemudian
bergerak kesana ke mari mencari jalan keluar, tetapi gagal. Kucing tersebut terus
melakukan usaha dan gagal, keadaan ini berlangsung terus menerus. Tak lama kemudian
kucing tanpa sengaja menekan tombol sehingga tanpa sengaja pintu kotak kerangkeng
terbuka dan kucing dapat memakan daging didepanya (Irwan, 2015: 100). Percobaan
tersebut dilakukan berulang-ulang.
Pada awalnya gerakan kucing sangat lama/lambat dalam membuka pintu (menekan
tombol pembuka), namun setelah dilakukan percobaan secara berulang-ulang akhirnya
kucing tersebut mengalami sebuah kemajuan tinggkah laku, dan pada akhirnya ketika
kucing tersebut dimasukkan kembali kedalam box, kucing tersebut dapat menemukan dan

8
menekan tombol pembuka pintu dengan sekali usaha hingga pintu terbuka (Irwan, 2015:
100).
Dari percobaan yang dilakukan, Thorndike menyatakan bahwa perilaku belajar manusia
ditentukan oleh stimulus yang ada di lingkungan sehingga dapat menimbulkan respon
secara refleks (Irwan, 2015: 101). Thorndike menyimpulkan bahwa respons untuk keluar
kandang secara bertahap diasosiasikan sebagai stimulus dalam suatu proses coba-coba
(trial and error). Kemudian respons yang benar secara bertahap diperkuat melalui
serangkaian proses coba-coba, sementara respons yang tidak benar akan melemah dan
menghilang (Winataputra dkk, 2011: 2.9). Dengan demikian maka jelaslah bahwa konsep
belajar menurut Thorndike terdiri dari stimulus dan respon yang nantinya akan
menghasilkan perubahan tingkah laku pada peserta didik.
c. Prinsip atau hukum yang berkaitan dengan proses belajar.
Dari eksperimennya, Thorndike mengajukan adanya tiga macam hukum yang sering
dikenal dengan hukum primer dalam hal belajar.
- Hukum kesiapan (law of readiness). Dikutip dari B.R. Hergenhahn &Mattew H.
Olson (2008: 64) bahwa Law of readiness atau hukum kesiapan mengandung tiga
bagian, yaitu:
(1) Apabila satu unit konduksi siap menyalurkan (to conduct), maka penyaluran
denganya akan memuaskan.
(2) Apabila satu unit konduksi belum siap untuk menyalurkan, maka tidak
menyalurkanya akan menjengkelkan.
(3) Apabila satu unit konduksi belum siap untuk penyaluran dan dipaksa untuk
menyalurkan, maka penyaluran denganya akan menjengkelkan.
- Hukum latihan (law of exercise). Law of ecercise mengatakan bahwa semakin
sering tingkah laku diulang, dilatih, dan dipraktikkan, maka asosiasi tersebut akan
semakin kuat. Prinsip law of exeecise adalah bahwa koneksi antara kondisi yang
merupakan perangsang dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-
latihan, tetapi akan menjadi lemah bila koneksi antar keduanya tidak dilanjutkan
atau dihentikan. Prinsip utama dalam belajar menurut law of exercise adalah
pengulangan, bahwa apabila makin sering diulang, materi pelajaran akan semakin
dikuasai (Rahyubi, 2014: 36).

9
- Hukum akibat (law of effect). Law of effect merupakan hubungan stimulus respons
yang cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan, dan sebaliknya cenderung
diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Menurut law of effect jika suatu
respons menghasilkan situasi yang memuaskan, maka koneksi S- R akan menguat
(Hergenhahn & Olson, 2008: 66). Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau
makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai
akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi lagi.
Sebaliknya jika perbuatan yang mengakibatkan hal yang tidak menyenangkan
cenderung dihentikan dan tidak diulangi lagi (Rahyubi, 2014: 36-37).
- Hukum sikap (law of attitude). Menurut law of attitude bahwa perilaku belajar
seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dan respons saja, tetapi
juga ditentukan oleh keadaan yang ada dalam diri individu, baik menyangkut aspek
kognitif, emosi, sosial, maupun psikomotornya (Rahyubi, 2014). Dengan demikian
maka respons terhadap situasi eksternal tergantung pada kondisi individu serta
hakikat dari situasi tersebut. Sesuatu yang dianggap menarik dan memuaskan oleh
seorang individu tetapi tidak bisa dipungkiri sangat mungkin dianggap sebaliknya
oleh individu lainya. Sama-sama menghadapi materi, persoalan dan obyek yang
sama, seorang individu bisa saja memunculkan kesan dan reaksi yang beragam dan
berbeda (Rahyubi, 2014: 36-37)

2) Aliran Psikologi Gestalt


a. Pengertian Aliran Psikologi Gestalt menurut Wolfgang Kohler (1887-1967)
Kohler lahir di Reval, Estonia pada 21 Januari 1887. Di pulau Tenerife yang berlokasi
di pulau Canary ia mempelajari perilaku kera dan ayam. Hasil investigasinya kemudian
diterbitkan dalam sebuah bukunya yang penting, The Mentality of Apes (1924), yang
memuat tentang eksperimentasinya mengenai kera dan ayam untuk mengetes berbagai
masalah yang berkaitan dengan belajar.
Menurut Kohler, apabila organisme dihadapkan pada suatu masalah atau problem,
maka akan terjadi ketidakseimbangan kognitif dan ini akan berlangsung hingga masalah
itu terpecahkan. Karena itu, menurut gestalt apabila terdapat ketidakseimbangan kognitif,
hal ini akan mendorong organisme menuju ke arah keseimbangan.
b. Eksperimen yang dilakukan Kohler

10
Untuk mendukung teorinya, Wolfgang Kohler melakukan eksperimen pada Simpanse.
Eksperimen tersebut dilakukan di Pulau Canary tahun 1913–1920. Berikut ini adalah
eksperimen yang dilakukannya. (Fudyartanto, 2002).
Eksperimen I: Wolfgang Kohler membuat sebuah sangkar yang di dalamnya telah
disediakan sebuah tongkat. Simpanse kemudian dimasukkan dalam sangkar tersebut, dan
di atas sangkar diberi buah pisang. Melihat buah pisang yang tergelantung tersebut,
Simpanse 16 berusaha untuk mengambilnya namun selalu mengalami kegagalan. Dengan
demikian Simpanse mengalami sebuah problem yaitu bagaimana bisa mendapatkan buah
pisang agar dapat dimakan. Karena didekatnya ada sebuah tongkat maka timbullah
pengertian bahwa untuk meraih sebuah pisang harus menggunakan tongkat tersebut.
Eksperimen II: Pada eksperimen yang kedua masalah yang dihadapi oleh Simpanse
masih sama yaitu bagaimana cara mengambil buah pisang. Namun di dalam sangkar
tersebut diberi dua tongkat. Simpanse mengambil pisang dengan satu tongkat, namun
selalu mengalami kegagalan karena buah pisang diletakkan semakin jauh di atas sangkar.
Tiba-tiba muncul insight (pemahaman) dalam diri Simpanse untuk menyambung kedua
tongkat tersebut. Dengan kedua tongkat yang disambung itu, Simpanse menggunakannya
untuk mengambil buah pisang yang berada di luar sangkar. Ternyata usaha yang
dilakukan oleh Simpanse ini berhasil.
Eksperimen III: Dalam eksperimen yang ketiga Wolfgang Kohler masih menggunakan
sangkar, Simpanse, dan buah pisang. Namun dalam eksperimen ini di dalam sangkar
diberi sebuah kotak yang kuat untuk bisa dinaiki oleh Simpanse. Pada awalnya Simpanse
berusaha meraih pisang yang digantung di atas sangkar, tetapi ia selalu gagal. Kemudian
Simpanse melihat sebuah kotak yang ada di dalam sangkar tersebut, maka timbullah
insight (pemahaman) dalam diri Simpanse yakni mengambil kotak tersebut untuk ditaruh
tepat dibwah pisang. Selanjutnya, Simpanse menaiki kotak dan akhirnya ia dapat meraih
pisang tersebut.
Eksperimen IV: Eksperimen yang keempat masih sama dengan eksperimen yang ketiga,
yaitu buah pisang yang diletakkan di atas sangkar dengan cara agak ditinggikan,
sementara di dalam sangkar diberi dua buah kotak. Semula Simpanse hanya
menggunakan kotak satu untuk meraih pisang, tetapi gagal. Simpanse melihat ada satu
kotak lagi di dalam sangkar dan ia menghubungkan kotak tersebut dengan pisang dan

11
kotak yang satunya lagi. Dengan pemahaman tersebut, Simpanse menyusun kotak-kotak
itu dan ia berdiri di atas susunan kotakkotak dan akhirnya dapat meraih pisang di atas
sangkar dengan tangannya.
Dari percobaan-percobaan tersebut menunjukkan Simpanse dapat memecahkan
problemnya dengan insightnya, dan ia akan mentransfer insight tersebut untuk
memecahkan problem lain yang dihadapinya. (Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, 2008).
c. Prinsip dasar Gestalt
a. Interaksi antara individu dan lingkungan disebut sebagai perceptual field. Setiap
perceptual memiliki organisasi, yang cenderung dipersepsikan oleh manusia sebagai
figure and ground. Oleh karena itu kemampuan persepsi ini merupakan fungsi
bawaan manusia, bukan skill yang di pelajari. Pengorganisasian ini mempengaruhi
makna yang di bentuk.
b. Prinsi-prinsip pengorganisasian:
- Principle of proximity: organisasi berdasarkan kedekatan elemen.
- Principle of similarity: Organisasi berdasarkan kesamaan elemen.
- Principle of objective set: organisasi berdasarkan mental set yang sudah terbentuk
sebelumnya.
- Principle of continuity: Organisasi berdasarkan kesinambungan pola.
- Principle of closure/principle of good form: organisasi berdasarkan bentuk yang
sempurna.
- Principle of figure and ground: Organisasi berdasarkan persepsi terhadap bentuk
yang lebih menonjol dan di anggap sebagai “figure”.Dimensi penting dalam
persepsi figure dan obyek adalah hubungan antara bagian dan figure,bukan
karakteristik dari bagian itu sendiri.meskipun aspek bagian berunah,asalkan
hubungan bagian figure tetap,perspsi akan tetap. Contohnya: perubahan nada tidak
akan merubah perepsi tenteng melodi.
- Principle of isomorphism: Organisasi berdasarkan konteks.

3) Aliran Psikologi Psikoanalitik


a. Pengertian Aliran Psikologi Psikoanalitik Menurut Sigmund Freud

12
Psikoanalitik yang diperkenalkan oleh Sigmund Freud (1856-1939) pada 1990. Ia
dikenal dengan teorinya mengenai alam ketidaksadaran. Teori ini merupakan penemuan
baru saat itu karena selama itu para ahli hanya menyibukkan diri dengan alam kesadaran
sebagaimana yang nyata dalam teori-teori lain yang berlaku di saat itu seperti Teori
Asosiasi, Teori Introspeksi, Behaviourisme, dan sebagainya.
Ketidaksadaran (unconsciousness) menurut Freud berisi dorongan-dorongan yang
timbul pada masa kanak-kanak yang oleh satu dan hal lain (misalnya karena dilarang oleh
norma masyarakat) terpaksa ditekan sehingga tidak muncul dalam kesadaran. Dorongan-
dorongan terlarang ini, menurut Teori Freud yang klasik adalah naluri seksual atau
disebut juga libido sexualis dan naluri agresi atau tanatos.
Dalam perkembangan teori selanjutnya, Freud mengemukakan pula teori
tentang id, ego, dan superego yang masing-masing berarti dorongan-dorongan naluri (id),
diri sendiri (ego), dan hati nurani (superego).
Freud secara sitematis menggambarkan jiwa sebagai sebuah gunung es.
Bagian yang muncul di permukaan air adalah bagian yang terkecil, yaitu puncak dari
gunung es itu, yang dalam hal kejiwaan disebut sebagai kesadaran (consciousness). Agak
di bawah permukaan air adalah bagian yang disebutnya prakesadaran (subconsciousness
atau preconsciousness). Isi dari prakesadaran ini adalah hal-hal yang sewaktu-waktu
dapat muncul ke kesadaran. Bagian terbesar dari gunung es itu berada di bawah
permukaan air sama sekali dan dalam hal jiwa merupakan alam ketidaksadaran
(unconsciousness). Ketidaksadaran ini merupakan berisi dorongan-dorongan yang ingin
muncul ke permukaan atau ke kesadaran.
Dorongan-dorongan terlarang ini, meskipun ditekan tetap
berpengaruh dan sering timbul dalam mimpi-mimpi, kesalahan bicara (slip of the tongue)
atau bahkan dalam perbuatan-perbuatan biasa yang dapat diterima masyarakat seperti
karya seni, karya sastra, ilmu pengetahuan, dan sebagainya.
Sebaliknya, kalau dorongan-dorongan ini sama sekali tidak
dapat disalurkan, maka hal ini dapat mengganggu kepribadian orang yang bersangkutan
yang antara lain dapat berbentuk gangguan-gangguan kejiwaan yang disebut
psikoneurosis.

b. Fungsi Teori Psikoanalitik

13
Teori psikoanalitik ini dapat berfungsi sebagai tiga macam teori yakni sebagai
teori kepribadian, sebagai teknik analisa kepribadian, dan sebagai metode terapi
(penyembuhan).
1. Teori Kepribadian
Psikoanalitik mengatakan bahwa jiwa terdiri dari tiga sistem yaitu id (es),
superego (uber ich), dan ego (ich). Id terletak dalam ketidaksadaran. Ia
merupakan tempat dari dorongan-dorongan primitive, yaitu dorongan -dorongan
yang belum dibentuk atau dipengaruhi oleh kebudayaan (pengalaman), yaitu
dorongan untuk hidup dan mempertahankan kehidupan (life instinct) dan
dorongan untuk mati (death insctinct). Bentuk dari dorongan hidup adalah
dorongan aseksual atau disebut juga libido dan bentuk dari dorongan mati adalah
dorongan agresi, yaitu dorongan yang menyebabkan orang lain ingin menyerang
orang lainnya, berkelahi/berperang atau marah. Prinsip yang dianut oleh id adalah
prinsip kesenangan (pleasure principle), yaitu tujuan dari id adalah memuaskan
semua dorongan primitive ini.
Superego adalah suatu sistem yang merupakan kebalikan dari id. Sistem
ini sepenuhnya dibentuk oleh kebudayaan (pengalaman). Superego berisi
dorongan-dorongan untuk berbuat kebaikan, dorongan untuk mengikuti norma-
norma masyarakat dan sebagainya. Dorongan-dorongan atau energi yang berasal
dari superego akan berusaha menekan dorongan yang timbul dari id, karena
dorongan-dorongan yang berasal dari id yang masih primitive ini tidak sesuai atau
tidak bisa diterima oleh superego.
Ego adalah sistem dimana kedua dorongan dari id dan superego
beradu kekuatan. Fungsi ego adalah menjaga keseimbangan antara kedua sistem
yang lainnya, sehingga tidak terlalu bayak dorongan id yang dimunculkan ke
kesadaran, sebaliknya tidak semua dorongan superego saja yang dipenuhi. Ego
sendiri tidak memiliki dorongan atau energi. Ia hanya menjalankan prinsip
kenyataan (Reality Principle), yaitu menyesuaikan dorongan-dorongan id dan
superego dengan kenyataan di dunia luar. Ego adalah satu-satunya sistem yang
langsung berhubungan dengan dunia luar, karena itu ia dapat mempertimbagkan
faktor kenyataan ini.

14
Dalam teori psikoanalitik sebagai teori kepribadian, Freud
mengatakan bahwa pada setiap orang terdapat seksualitas kanak-kanak (infantile
sexuality), yaitu dorongan seksual yang sudah terdapat sejak bayi. Dorongan ini
akan berkembang terus menjadi dorongan seksual pada orang dewasa, melalui
beberapa tingkat perkembangan, yakni :
1. Fase oral (mulut)
Pada fase ini kepuasan seksual terutama terdapat di sekitar mulut.
Perbuatan bayi menyusui pada ibunya atau memasukkan benda-benda
ke dalam mulutnya adalah dalam rangka mencapai kepuasan seksual
fase oral ini.
2. Fase anal (anus)
Pada usia kira-kira dua tahun, daerah kepuasan seksual berpindah ke
anus dan anak mendapat kepuasan dengan menikmati duduk di pispot
sampai lama.
3. Fase phallic
Terdapat pada anak berusia 6-7 tahun. Kenikmatan seksnya terdapat
pada alat kelamin, tetapi berbeda dengan kepuasan seks pada orang
dewasa, pada fase ini kepuasan diperoleh dari aktivitas seksual belum
dihubungkan dengan tujuan pengembangan keturunan.
4. Fase laten
Mulai anak berusia 7 atau 8 tahun sampai ia menginjak awal masa
remaja, seolah-olah tidak aktivitas seksual. Karena masa ini disebut
fase latent (tersembunyi).
5. Fase genital
Dimulai sejak remaja, segala kepuasann seks terutama berpusat pada
alat-alat kelamin.
2. Teknik Analisa Kepribadian
Untuk dapat menerangkan suatu gejala psikoneurose misalnya agar dapat
diusahakan penyembuhan terhadap penderita yang bersangkutan, maka perlu
dianalisa terlebih dahulu kepribadian penderita yang bersangkutan. Dalam analisa
ini umumnya dipergunakan dua cara pendekatan, yaitu :

15
(1) Melihat dinamika dari dorongan-dorongan primitive (khususnya
libido) terhadap ego dan bagaimana superego menahan dorongan-
dorongan primitive itu. selanjutnya melihat apakah ego bisa
mempertahankan keseimbangan antara kedua dorongan yang saling
menekan itu. kalau ego tidak bisa memperoleh keseimbangan, maka
perlu diteliti penyebab lemahnya ego tersebut.
(2) Dengan melakukan pendekatan sejarah kasus (case history), terutama
untuk melihat fase-fase perkembangan dorongan seksual berjalan
sewajarnya, adakah hambatan-hambatan dan mengetahui di fase
manakah hambatan tersebut mulai terjadi.

Teknik untuk menganalisa kepribadian adalah dengan teknik hipnose,


yaitu menurunkan ambang kesadaran sehingga sampai pada tingkat
ketidaksadaran dan selanjutnya mengeksplorasi ketidaksadaran selama klien
dalam keadaan dihipnose. Menurut Freud, teknik hipnose memiliki kelemahan
yaitu tidak bisa bertahan lama dan dorongan yang berasal dari ketidaksadaran
yang ingin dibawa ke kesadaran akan kembali lagi ke ketidaksadaran yang akan
terus menggangu dalam bentuk neurose.

Selain itu, teknik yang lain adalah teknik psikoanalisa, yaitu klien secara
sadar sepenuhnya diajak untuk mengeksplorasi ketidaksadarannya. Salah satu
tekniknya adalah analisa mimpi (traumdeutung). Freud percaya bahwa dorongan-
dorongan primitive, maupun hal-hal yang direpresi yang tidak muncul dalam
kesadaran dapat memunculkan dirinya dalam bentuk simbol-simbol dalam mimpi.

Teknik yang lain adalah membiarkan klien berbicara sendiri sebebasnya


dengan menggunakan asosiasi bebas (free association). Dengan teknik ini, Freud
mengharapkan dapat menjajaki isi ketidaksadarannya dari klien yang
bersangkutan.

3. Teknik psikoterapi (penyembuhan)


Teknik-teknik yang dipergunakan dalam menganalisa kepribadian selanjutnya
dipergunakan juga sekaligus sebagai teknik psikoterapi, karena pada psrinsipnya
psikoanalitik mengakui bahwa faktor penyebab yang tersembunyi di dalam

16
ketidaksadaran dapat diketahui dan dibawa ke kesadaran, maka penderita dengan
sendirinya akan sembuh.

4) Aliran Psikologi Kognitif


a. Pengertian Aliran Psikologi Kognitif
 Solso, Maclin, dan Maclin, 2008
Psikologi kognitif adalah ilmu yang membahas mengenai persepsi terhadap
informasi, pemahaman terhadap informasi, alur pikiran, serta informasi dan
produksi jawaban seseorang.
 Brown (2006)
Psikologi kognitif adalah ilmu yang berkaitan dengan persepsi, memori, perhatian,
bahasa, dan pemikiran atau pengambilan keputusan.
 Sternberg (2009)
Psikologi kognitif adalah studi tentang bagaimana seseorang memandang, belajar,
mengingat, dan berpikir mengenai informasi.
 Secara umum, psikologi kognitif adalah ilmu yang memepelajari persepsi,
proses berpikir, ingatan, perhatian, bahasa, proses belajar, dan pengambilan
keputusan.

b. Sejarah Psikologi Kognitif


Diawali dari rasa penasaran terhadap asal pengetahuan dan bagaimana pengetahuan
ditampilkan dalam pikiran menjadi pondasi awal kemunculan psikologi kognitif.
Terdapat dua perspektif tentang bagaimana pengetahuan ditampilkan dalam pikiran, yaitu
perspektif empiris dan perspektif nativis.
1. Perspektif empiris memandang pengetahuan diperoleh dari pengalaman sepanjang
hidup.
2. Perspektif nativis menjelaskan bahwa pengetahuan sudah tersimpan dalam otak
manusia sejak lahir.
Namun, kedua perspektif tersebut tidak dapat dibuktikan secara mutlak sehingga
terus terjadi perdebatan.
Memasuki abad ke-19, para psikolog bermunculan dari bidang studi filsafat. Para
psikolog tersebut membentuk suatu disiplin ilmu baru yang berdasarkan pada hipotesis
dan pada data-data empiris, walaupun ilmu baru tersebut bersumber dari filsafat.
Pertengahan abad ke-19, teori-teori representasi pengetahuan terdikotomi
menjadi struktur dan proses. Wundt di Jerman dan muridnya, Tichner menekankan
struktur dari representasi mental melalui penelitian mereka terkait introspeksi, sedangkan
Brentano di Austria menekankan Tindakan dari representasi mental yang dianggap tidak
penting dalam psikologi.
Pada saat yang bersamaan, William James mengevaluasi aliran
psikologi baru yang berkembang di Jerman dan dibawa ke Amerika oleh murid-muridnya
Wundt. James juga mendirikan laboratorium psikologi pertama di Universitas Harvard,

17
menulis karya ilmiah psikologi yang berjudul principles of psychology pada tahun 1890,
dan mengembangkan teori model pikiran yang ilmiah. James menganggap psikologi
sebagai ilmu yang mempelajari pengalaman manusia terhadap objek eksternal. Hal
tersebut menghubungkan James dengan psikologi kognitif modern, yaitu pandangan
mengenai memori yang membahas tentang struktur dan proses.
Pada awal abad ke-20, lahirnya behaviorisme membawa
psikologi kepada konsep yang radikal. Para behavioris memandang psikologi manusia
dan binatang semata-mata hanya psikologi stimulus-respons atau dengan kata lain,
mereka mengurangi pengaruh pengalaman.
Tahun 1932, beberapa tahun sebelum revolusi
kognitif dalam psikologi terdapat peristiwa penting yang menjadi masalah untuk para
behavoris. Diawali dengan eksperimen yang dilakukan oleh Tolman terhadap tikus yang
ditempatkan dalam suatu labirin. Dalam hal ini, tikus tersebut dapat menemukan berbagai
jalan alternatif untuk mengambil makanan, yang disebut dengan peta kognitif: suatu
gambaran mengenai lingkungan untuk menemukan sasaran. Dilanjutkan dengan tulisan
berjudul Remembering oleh Sir Frederick Bartlett dari Universitas Cambridge sebagai
tanda penolakan terhadap pandangan populer pada masa itu bahwa memori dan kelupaan
dapat dipelajari melalui suku-suku kata tak bermakna, sebagaimana diajarkan oleh
Ebbinghaus pada abad sebelumnya. Eksperimen Tolman dengan binatang dan
eskperimen Barlett dengan manusia menunjukan bahwa informasi dari panca indera
disimpan sebagai representasi abstrak. Ide ini bertentangan dengan pandangan behavioris
yang berpusat dengan perilaku yang dapat diamati pada hewan dan manusia.
Tahun 1950-an, studi terhadap
proses kognitif kembali diminati. Pada tahun ini terbentuk generasi baru ilmu psikologi
dan jurnal-jurnal baru ketika para psikolog menyelidiki proses kognitif secara mendalam.
Pada tahun 1960-an kemunculan ilmu
psikologi kognitif diwakili oleh Ulrich Neisser yang pertama kali menulis buku teks
psikologi kognitif. Tulisan tersebut menyatukan beragam topik, seperti cara memperoleh
pengetahuan, menyimpan pengetahuan, mengubah pengetahuan, menggunakan
pengetahuan, hingga bagaimana pengetahuan direpresentasikan ke dalam pikiran (Solso,
Maclin, dan Maclin, 2008).

c. Teori Psikologi Kognitif


1. Teori-teori perseptual
Dalam mempelajari persepsi, para psikologi mengembangkan dua teori utama
mengenai cara manusia dalam memahami dunia. Teori tersebut adalah teori persepsi
konstruktif dan teori persepsi langsung.
Teori persepsi konstruktif menjelaskan bahwa manusia melakukan konstruksi
persepsi secara aktif dengan memilih stimulus atau rangsangan dan menggabungkan
sensasi tersebut dengan memori. Dalam teori persepsi konstruktif persepsi adalah
efek kombinasi dari informasi yang diterima sistem sensorik dan pengetahuan yang
dipelajari tentang dunia yang didapatkan dari pengalaman.
Sementara itu, teori persepsi langsung menjelaskan bahwa persepsi terbentuk dari
perolehan informasi secara langsung dari lingkungan. Teori ini menyatakan bahwa

18
informasi dalam stimulus merupakan elemen penting dalam persepsi dan bahwa
pembelajaran serta kognisi tidaklah penting dalam persepsi, karena lingkungan telah
memiliki cukup informasi yang dapat digunakan untuk melakukan interpretasi.
Kedua teori tersebut menjelaskan persepsi dengan baik, namun memiliki
tahap-tahap proses yang berbeda. Untuk teori persepsi langsung pemahaman
mengenai persepsi didasarkan karena dua alasan, yaitu pentingnya stimuli sensorik,
pemrosesan stimuli berlangsung secara sederhana dan langsung, dan bahwa kognisi
serta persepsi adalah fenomena yang alamiah dan ekologis.
Persepsi langsung membantu kita memahami beberapa persepsi awal
terhadap kesan-kesan sensorik, sementara teori persepsi konstruktif berguna dalam
pemahaman kita tentang bagaimana kesan-kesan sensorik dipahami oleh otak (Solso,
Maclin, dan Maclin, 2008).

2. Teori Perhatian Selektif dan Terbagi


 Paradigma dasar perhatian selektif
Pada tahun 1953, seorang peneliti bernama Colin Cherry melakukan
eksperimen naturalistik yang bernama pembayangan atau shadowing.
Eksperimen tersebut dilakukan pada pesta koktail di Thailand. Dalam
shadowing, individu akan mendengarkan dua pesan berbeda dan mengatakan
pesan tersebut setelah mendengar pesan, dengan kata lain individu harus
mengikuti satu pesan dan mengabaikan pesan yang lain.
Cherry menggunakan presentasi binaural untuk
beberapa peserta, yaitu menyajikan dua pesan yang berbeda atau terkadang
hanya satu pesan ke dua telinga secara bersamaan. Sementara itu, peserta yang
lain menggunakan presentasi dikotik, dimana terdapat dua pesan yang berbeda
untuk disampaikan ke telinga masing-masing.
Pada kelompok presentasi binaural, peserta merasa
sangat tidak mungkin untuk melacak hanya satu pesan selama presentasi
binaural berlangsung. Untuk itu, proses shadowing pada presentasi binaural
kurang efektif. Hasilnya jauh lebih efektif untuk melakukan shadowing dalam
kelompok dikotik. Dalam tugas tersebut, peserta kelompok dikotik dapat lebih
membayangkan pesan dengan cukup akurat. Dalam prosesnya, peserta dikotik
juga dapat melihat perubahan fisik dan sensorik dalam pesan, misalnya ketika
nada pesan berubah atau suara pesan berubah dari pembicara pria ke wanita.
Namun, mereka tidak melihat adanya
perubahan semantik (makna) dalam pesan. Mereka gagal menyadari ketika
pesan dialihkan ke bahasa Inggris atau Jerman, atau ketika pesan tersebut
diputar mundur. Selanjutnya, sekitar sepertiga orang dalam situasi ini akan
mengalihkan perhatian mereka ketika mendengar nama mereka dipanggil. Hal
ini berarti saat mendengar nama dipanggil maka menandakan terdapat
kecenderungan keterbatasan pada memori kerja. Terdapat tiga faktor
yang akan membantu seseorang dalam melakukan perhatian selektif. Pertama
adalah karakteristik sensorik yang khas dari ucapan target. Misalnya,
karakteristik tersebut adalah nada tinggi dengan nada rendah, tempo, dan ritme.
Kedua adalah intensitas suara (kenyaringan) dan yang ketiga adalah sumber
lokasi suara.

19
 Teori Perhatian Selektif

Dalam proses perhatian selektif, terdapat teori yang menyatakan bahwa


perhatian selektif didapatkan dengan menggunakan filter / penyaringan dan teori
yang menyatakan bahwa perhatian selektif tidak menggunakan filter /
penyaringan.

- Model Broadbent
Teori Broadbent adalah teori pertama mengenai perhatian. Teori ini biasa
disebut dengan model penyaringan. Adanya suatu penyaringan informasi
yang dicapai setelah melalui tingkat sensorik tertentu. Setelah itu, informasi
tersebut akan diproses ke dalam sistem persepsi dengan demikian terdapat
makna pada setiap sensasi yang dirasakan individu.
Sebagai contoh, terdapat perbedaan nada atau kenyaringan yang didengar
oleh individu. Untuk mencapai sistem atensi / sistem perhatian, terdapat
tingkat sensorik yang harus dicapai terlebih dahulu supaya dapat diproses ke
sistem persepsi. Namun, untuk nada-nada lain yang sampai hanya di tingkat
sensorik, maka tidak pernah melewati filter perhatian untuk mencapai
tingkat persepsi.
Teori Broadbent juga didukung oleh eksperimen yang dilakukan
oleh Colin Cherry bahwa informasi sensorik dapat ditangkap oleh telinga
tanpa harus diawasi. Misalnya, seseorang dapat membedakan suara yang
didengar tersebut suara wanita atau pria.
Namun, informasi tersebut tetap membutuhkan proses
persepsi yang lebih tinggi dan didengarkan dengan baik oleh telinga.
Misalnya, kata-kata dalam Bahasa Jerman dengan kata-kata dalam bahasa
Inggris atau kata-kata yang dimainkan dengan pengulangan mundur, bukan
maju (Sternberg, 2009).

- Model Selektif Murray


Tidak lama setelah teori Broadbent, terdapat bukti yang mulai
menunjukkan bahwa teori tersebut salah. Pertama, terdapat penemuan yang
menunjukkan bahwa ketika peserta mengabaikan sebagian besar aspek
tingkat tinggi lainnya (misalnya: semantik, yaitu proses pemaknaan) dari
pesan yang didengar tanpa disimak dengan baik, maka peserta masih dapat
mendengar nama mereka.
Berdasarkan teori Murray, pesan yang kuat dan sangat menonjol
dapat menembus sistem penyaringan perhatian selektif, tetapi pesan yang
lain mungkin tidak. Untuk memodifikasi metafora Broadbent, dapat
dikatakan bahwa menurut Murray, filter perhatian selektif akan memblokir
sebagian besar informasi ditingkat sensorik. Tetapi, beberapa pesan yang
sangat menonjol atau secara pribadi penting akan tetap dapat masuk ke
sistem filter perhatian selektif (Sternberg, 2009).

- Model Atenuasi Treisman


Saat seorang peserta membayangi (shadowing) pesan yang koheren pada

20
satu telinga dan mengabaikan pesan di telinga lainnya menjadi sesuatu yang
menarik. Jika telinga yang digunakan untuk menyimak pesan tiba-tiba
dialihkan ke telinga yang tidak digunakan untuk menyimak, maka peserta
akan mengambil beberapa kata pertama dari pesan lama di telinga yang
tidak digunakan untuk menyimak. Penemuan ini menunjukkan bahwa
konteks secara singkat akan mengarahkan peserta untuk membayangi pesan
yang harus diabaikan.
Selain itu, jika terdapat pesan yang tidak sengaja didengar identik dengan
pesan yang dengan sengaja disimak, maka semua peserta akan
memperhatikan pesan tersebut. Peserta bahkan menyadari jika pesan
tersebut memiliki sedikit perbedaan dalam waktu penyampaian.
Peserta biasanya mengenali dua pesan yang sama ketika pesan
shadowing mencapai 4,5 detik lebih cepat dibandingkan pesan yang tidak
sengaja didengar. Selain itu, peserta juga akan mengenali jika pesan
tertinggal 1,5 detik dari pesan yang tidak sengaja didengar.
Treisman juga mengamati peserta bilingual. Beberapa dari mereka
memperhatikan identitas pesan jika pesan tanpa pengawasan adalah versi
terjemahan dari pesan yang didengarkan dengan pengawasan.
Modifikasi Muray terhadap mekanisme penyaringan Broadbent jelas tidak
cukup untuk menjelaskan teori Treisman. Penemuannya menunjukkan
kepada Treisman bahwa setidaknya beberapa informasi tentang sinyal tanpa
pengawasan sedang dianalisis.
Treisman juga menafsirkan temuan Murray sebagai indikasi bahwa
beberapa pemrosesan informasi tingkat tinggi yang sampai ke telinga yang
tidak dijaga pasti sedang berlangsung. Jika tidak, peserta tidak akan
mengenali suara yang dikenal untuk menyadari bahwa suara itu menonjol.
Artinya, informasi yang masuk tidak dapat disaring pada tingkat sensasi.
Jika ya, kita tidak akan pernah melihat pesan tersebut untuk mengenali arti
pentingnya.
Berdasarkan temuan tersebut, Treisman mengajukan teori perhatian
selektif. Ini melibatkan jenis mekanisme penyaringan yang berbeda.
Ingatlah bahwa dalam teori Broadbent, filter bertindak untuk memblokir
rangsangan selain rangsangan yang menjadi target.
Dalam teori Treisman, bagaimanapun, mekanisme tersebut hanya
untuk melemahkan kekuatan rangsangan, jika rangsangan tersebut bukan
rangsangan target. Untuk rangsangan yang sangat kuat, efek atenuasi tidak
cukup besar untuk mencegah rangsangan dalam menembus mekanisme
pelemahan sinyal.
Menurut Treisman, perhatian selektif melibatkan tiga tahap. Pada tahap
pertama, secara intensif menganalisis sifat fisik suatu stimulus. Contohnya
adalah kenyaringan (intensitas suara) dan nada (terkait dengan “frekuensi”
gelombang suara).
Proses pra-perhatian ini dilakukan secara paralel (bersamaan) untuk semua
rangsangan sensorik yang masuk. Untuk rangsangan yang menjadi target,
maka sinyalnya akan diteruskan ke tahap berikutnya. Untuk rangsangan
yang tidak menunjukkan sifat-sifat target, maka rangsangannya akan

21
menjadi lemah.
Pada tahap kedua, menganalisis pola dari stimulus, seperti ucapan
atau musik. Untuk rangsangan yang menunjukkan pola target, maka sinyal
akan dilanjutkan ke tahap selanjutnya. Sebaliknya, rangsangan yang tidak
menunjukkan pola target akan menjadi lemah.
Pada tahap ketiga, memusatkan perhatian pada rangsangan yang
berhasil mencapai tahap penyaringan akan dievaluasi secara berurutan untuk
mendapatkan arti yang tepat untuk stimulus atau rangsangan yang dipilih
(Sternberg, 2009).
 Teori Perhatian Terbagi
Dalam deteksi sinyal dan perhatian selektif, sistem perhatian harus
mengoordinasikan pencarian untuk keberadaan banyak fitur secara bersamaan.
Ini adalah tugas yang relatif sederhana, jika tidak mudah. Namun, kadang-
kadang, sistem perhatian harus melakukan dua atau lebih tugas terpisah pada
waktu yang bersamaan.
Pekerjaan awal di bidang ini dilakukan oleh Ulric Neisser dan
Robert Becklen (1975). Mereka meminta peserta melihat rekaman video yang di
dalamnya ditampilkan dari satu aktivitas ditumpangkan pada tampilan aktivitas
lain.
Kegiatan pertama adalah permainan bola basket tiga orang; kedua, dua
orang memainkan permainan menampar tangan. Awalnya, tugasnya hanya
mengawasi satu aktivitas dan mengabaikan aktivitas lainnya. Peserta menekan
tombol setiap kali peristiwa penting terjadi dalam aktivitas yang dihadiri. Pada
dasarnya, tugas pertama ini hanya membutuhkan perhatian selektif.
Namun, kedua peneliti kemudian meminta peserta untuk
menghadiri kedua kegiatan tersebut secara bersamaan. Mereka harus memberi
sinyal peristiwa penting di masing-masing dari dua kegiatan.
Bahkan ketika peneliti mempresentasikan dua aktivitas secara
dichoptical (yaitu tidak dalam satu bidang visual, melainkan dengan satu
aktivitas yang diamati oleh satu mata dan aktivitas lainnya diamati oleh mata
yang lain), peserta mengalami kesulitan besar untuk melakukan kedua tugas
tersebut secara bersamaan.
Neisser dan Becklen berhipotesis bahwa peningkatan
kinerja pada akhirnya akan terjadi sebagai hasil dari latihan. Mereka juga
berhipotesis bahwa pelaksanaan beberapa tugas didasarkan pada keterampilan
yang dihasilkan dari latihan. Mereka percaya itu tidak didasarkan pada
mekanisme kognitif khusus (Sternberg, 2009).

d. Ruang Lingkup Psikologi Kognitif


Menurut Solso, Maclin, dan Maclin (2008) ruang lingkup psikologi kognitif
mencakup neurosains kognitif, sensasi, persepsi, pengenalan pola, atensi, kesadaran, memori,
representasi pengetahuan, pencitraan, bahasa, perkembangan kognitif, berpikir dan formasi
konsep, serta kecerdasan manusia dan kecerdasan buatan. Berikut ini adalah penjelasan dari
ruang lingkup psikologi kognitif, antara lain:

22
1. Neurosains kognitif: Berfokus pada fungsi-fungsi otak yang mendasari pembentukan
pengalaman kognitif.
2. Sensasi: Pendeteksian suatu rangsangan, studi yang umumnya membahas struktur
mekanisme-mekanisme sensorik dan stimuli yang mempengaruhi mekanisme-mekanisme
tersebut.
3. Persepsi: Cabang psikologi yang membahas interpretasi stimuli sensorik.
4. Pengenalan pola: Sebuah interaksi rumit yang melibatkan sensasi, persepsi, memori, dan
pencarian kognitif dengan tujuan mengenal pola tersebut.
5. Atensi: Pemusatan upaya mental dalam memilih peristiwa-peristiwa sensorik atau
peristiwa-peristiwa mental yang juga merupakan bagian dari kesiagaan.
6. Kesadaran: Kesiagaan seseorang terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di
lingkungannya (seperti pemandangan dan suara-suara dari lingkungan sekitarnya) serta
peristiwa-peristiwa kognitif yang meliputi memori, pikiran, perasaan, dan sensasi-sensasi
fisik.
7. Memori: Tempat penyimpanan informasi untuk jangka pendek (short term memory) atau
untuk jangka panjang (long term memory) hingga tempat mengubah, mengkombinasikan,
dan memperbarui informasi baru dan lama (working memory).
8. Representasi pengetahuan: Sejauh mana pengetahuan disimpan dengan memadai dan
dapat diambil dari memori.
9. Pencitraan / Pembayangan: Representasi mental seseorang terhadap peristiwa atau
benda yang tidak ada dihadapannya.
10. Bahasa: Suatu sistem komunikasi yang mengirimkan pikiran-pikiran dengan perantaraan
suara atau simbol (kata-kata tertulis atau isyarat-isyarat fisik).
11. Perkembangan kognitif: Awalnya, psikologi kognitif adalah ilmu mengenai cara
mendapatkan pengetahuan hingga cara kerja pengetahuan di dalam pikiran. Namun,
sekarang psikologi kognitif mencakup seluruh proses psikologis dari sensasi ke persepsi,
pengenalan pola, atensi, kesadaran, belajar, memori, formasi konsep, berpikir, imajinasi,
bahasa, kecerdasan, emosi, dan perubahan mengenai hal-hal tersebut di sepanjang
kehidupan.
12. Berpikir dan formasi konsep: Berpikir adalah proses pembentukan representasi mental
baru dengan cara transformasi antara informasi yang mencakup pertimbangan,
pengabstrakan, penalaran, penggambaran, pemecah masalah logis, pembentukan konsep,
kreativitas, serta kecerdasan. Sementara itu, formasi / pembentukan konsep berhubungan
dengan pengasahan sifat-sifat yang sesuai dengan kelas objek atau ide.
13. Kecerdasan manusia dan kecerdasan buatan: Untuk memiliki kemampuan seperti
intelegensi / kecerdasan manusia, kecerdasan buatan (artificial intellegence)
membutuhkan lima kemampuan, yaitu: kemampuan untuk mengklasifikasikan pola,
memodifikasi perilaku secara adaptif, berpikir secara deduktif, berpikir secara induktif
(generalisasi), dan kemampuan untuk mengembangkan dan menggunakan model
konseptual.

23
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang jiwa atau biasa
disingkat ilmu jiwa. Psikologi sebagai suatu ilmu merupakan pengetahuan yang diperoleh
dengan pendekatan ilmiah, yaitu melalui penelitian-penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah
adalah penelitian yang dijalankan secara terencana, sistematis, terkontrol, dan dalam
psikologi penelitian ini dijalankan berdasarkan atas data empiris.
Aliran psikologi terbagi menjadi 4, yaitu aliran behaviorisme, gestalt,
psikoanalisis, dan kognitif. Aliran Behaviorisme adalah aliran psikologi yang
mempelajari tentang tingkah laku nyata, terbuka dan dapat diukur secara obyektif. Aliran
ini pertama kali dikemukakan oleh John B. Watson (1878 -1958) dengan mengambil tesis
bahwa studi psikologi harus fokus pada perilaku dan bukan pada proses introspeksi.
Aliran gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang mempelajari suatu
gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas, data-data dalam psikologi gestalt disebut
sebagai fenomena (gejala). Fenomena adalah data yang paling dasar dalam Psikologi
gestalt. Dalam hal ini Psikologi gestalt sependapat dengan filsafat phenomonologi yang
mengatakan bahwa suatu pengalaman harus dilihat secara netral.
Aliran psikoanalisis merupakan aliran psikologi yang mengaitkan kemajuan di
bidang kedokteran. Aliran psikoanalisis ini diungkapkan oleh Sigmun Freud yang
merupakan seorang ahli saraf. Aliran ini menyatakan bahwa struktur dasar kepribadian
manusia sudah terbentuk pada usia lima tahun. Freud membagi struktur kepribadian
dalam tiga komponen, yaitu id ( kepribadian dasar yang berupa nafsu atau keinginan) ,
ego ( pikiran yang juga mengontrol kesadaran dalam berperilaku) dan superego
(kesadaran tertinggi manusia yang berasal dari bentukan nilai nilai dan norma yang
berlaku dalam masyarakat dan berkembang berdasarkan prinsip moral). Perilaku
seseorang merupakan hasil interaksi antara ketiga komponen tersebut.

24
Psikologi kognitif adalah salah satu cabang ilmu psikologi yang mempelajari
proses mental dan pada umumnya membahas mengenai bagaimana cara berfikir, melihat,
daya ingat, dan belajar dari seseorang. Fokus utama dari ilmu psikologi kognitif adalah
mengenai bagaimana cara manusia memperoleh, memproses, serta menyimpan
maklumat. Psikologi kognitif memiliki kawasan lingkup studi atau pembahasan
pembelajaran yang sangat luas, Lingkup studi psikologi kognitif meliputi beberapa hal
seperti persepsi, pencatatan sensori, pengenalan pola, perhatian, ingatan dan
pembentukan konsep, bahasa, penalaran, pemecahan masalah dan kreativitas, pembuatan
keputusan intelegensi manusia, dan intelegensi buatan, hubungan antara emosi atau
suasana hati (mood) dengan proses kognitif manusia. Konsep tersebut dicetuskan oleh
ilmuan MS. Suharnan (2005).
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah yang berjudul “Aliran-aliran
Psikologi” ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis sangat
menerima kritikan dan saran dari pembaca demi sempurnanya makalah ini dan
dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi penulis. Terlepas dari segala
kekurangan tersebut, penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi para pembaca.

25
DAFTAR PUSTAKA

W. Sarwono, Sarlito. (2009). Pengantar Psikologi Umum. Depok : Rajawali Pers


AChiruddin Saleh, Adnan (2018). Buku Pengantar Psikologi. Makassar : Aksara Timur

Solso, R. L., Maclin, S. O., & Maclin, M. K. (2008). Psikologi kognitif (edisi ke 8).
Jakarta : Penerbit Erlangga

Sternberg, R. (2009). Cognitive psychology (5th edition). United States : Wadsworth


Cengage Learning

Brown, C. (2007). Cognitive psychology. London : Sage Publications

Yoga Anjas Pratama. 2019. Relevansi Teori Belajar Behaviorisme Terhadap Pendidikan
Agama Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam Al-Thariqah Vol. 4, No. 1, Januari - Juni 2019.
Ena Suma Indrawati. 2019. Membangun Karakter Melalui Implementasi Teori Belajar
Menurut Aliran Psikologi Gestal Berbasis Kecakapan Abad 21.
Walgito, Bimo. 1980. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: ANDI Yogyakarta.
Abdurrahman. 2015. Teori Belajar Aliran Psikologi Gestalt Serta Implikasinya Dalam
Proses Belajar dan Pembelajaran.

Sumber lainnya :

http://pai.unida.gontor.ac.id/behaviorisme/
https://www.researchgate.net/publication/328981260
https://www.kompasiana.com/taurahida/5509156da33311ed432e3b84/melirik-aliran-aliran-
dalam-psikologi
https://dosenpsikologi.com/aliran-aliran-psikologi
https://dosenpsikologi.com/psikologi-kognitif

26
http://ejournal.unp.ac.id/index.php/e-techr

https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/attaujih/article/view/929

27

Anda mungkin juga menyukai