PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Disusun Oleh :
Eli Ambarwati
( 14030184098 )
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA
DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
1. Artikel Kasus Bullying
"Ada murid laki-laki yang mengambil kotak bekal anak saya. Dia sama dua teman laki-
laki lainnya langsung memakan bekal anak saya itu. Setelah lauknya tinggal tulang baru
dikasihkan lagi. Ketika itu ibu gurunya cuma bilang, 'Mbak itu tadi nasi anaknya dimakan
sama teman-temannya'. Kata anak saya, gurunya nggak tahu pas bekalnya direbut,"
ujarnya.
Lain waktu, lanjut karyawan swasta ini, si murid laki-laki yang sama mengambil uang
saku anaknya. Pernah juga, kata dia, tanpa sebab apapun anaknya didorong sampai jatuh.
Selain itu, bekal anaknya juga pernah diambil paksa lalu ditumpahkan ke tanah setelah itu
diinjak-injak.
Anwar, seorang guru madrasah ibtidaiyah (setingkat SD) mengakui banyaknya kasus
bullying yang terjadi di sekolah. Di antara yang sering terjadi, kata dia, adalah membuat
julukan yang bersifat ejekan. Kemudian kasus lainnya adalah mengerjai dengan mencuri
barang teman dan pemalakan.
"Kalau ada kasus seperti itu biasanya anak bersangkutan dipanggil. Ada catatan di buku
kasusnya. Bila kasusnya sudah sangat besar maka pihak sekolah akan memanggil orangtua
murid tersebut," katanya.
Guru Bimbingan Konseling (BK) SMP, Sugino mengatakan, perilaku bullying yang
terjadi utamanya di tingkat SMP biasanya didasari oleh ego dari anak itu sendiri. Dalam
fase ini, anak yang sudah memasuki masa remaja cenderung ingin menonjolkan dirinya.
Dalam menyikapi hal tersebut, lanjut dia, pihak sekolah dalam hal ini guru selalu
melakukan pembinaan dengan melakukan pendekatan personal kepada anak tersebut.
Pendekatan tersebut dilakukan dengan mengedepankan rasa kasih sayang sehingga
anak/murid dapat memahami apakah yang dia lakukan tersebut benar atau salah.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Lampung Hery Suliyanto
mengimbau kepada seluruh sekolah untuk menerapkan pendidikan terintegrasi. "Jadi
bukan saja guru di sekolah yang berperan mencerdaskan anak bangsa, tetapi peran
orangtua dan masyarakat juga mempengaruhi perkembangan anak," katanya, Sabtu (23/1).
Selain itu, Hery mengatakan perlunya peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam
menyaring tayangan-tayangan televisi yang berdampak buruk bagi anak. Sebab, kata Heri,
film atau tayangan televisi memilik pengaruh yang kuat terhadap anak.
"Banyak kasus awal kenakalan anak karena menonton (mencontoh apa yang dilihat)
televisi. Seharusnya porsi seperti kekerasan, cerita anak yang melawan orangtuanya itu
harus dikurangi. Sehingga kenakalan anak itu bisa dihindari sedini mungkin," ujarnya.
Kabid Dikmenti Disdik Lampung Teguh Irianto berharap para guru bisa berperan menjadi
pengganti orangtua ketika di sekolah, bukan sebatas mengajar saja. "Nanti kami akan
adakan pelatihan untuk memotivasi guru agar berperan sebagai orangtua di sekolah
sehingga kasus bullying ini berkurang," katanya. (tpj/byu/cr1/nas)
Sumber : http://lampung.tribunnews.com/2016/01/24/kasus-bullying-di-lampung-anak-tk-
rebut-bekal-temannya-lalu-diinjak-injak
2. Analisi kasus
Belakangan ini kasus perilaku bullying terhadap anak sering terjadi. Bentuk
ancaman atau pemalakan lebih sering muncul dalam beberapa bentuk seperti minta
makanan, minta uang saku, minta dibuatkan tugas bahkan kekerasan pada fisik seperti
mendorong dan memukul temannya sendiri juga sering terjadi. Kasus yang lain berupa
ejekan kepada teman-temannya sampai teman yang diejek menangis, selain itu juga terjadi
kebiasaan memanggil temannya dengan nama bapaknya atau bukan nama yang
sebenarnya dengan maksud melecehkan.
Definisi bullying yang diterima secara luas adalah yang dibuat Olweus (2004: 9)
yang menyatakan bahwa siswa yang melakukan bullying adalah ketika siswa secara
berulang-ulang dan setiap saat berperilaku negatif terhadap seorang atau lebih siswa lain.
Tindakan negatif disini adalah ketika seseorang secara sengaja melukai atau mencoba
melukai, atau membuat seseorang tidak nyaman.
3. Analisis kasus dengan teori perkembangan individu (teori kognitif, teori psikososial
dan teori moral.
Teori-teori yang melandasi perkembangan individu
a. Teori Kognitif
Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget. Teori ini
membahas munculnya dan diperolehnya schemata skema tentang bagaimana
seseorang mempersepsi lingkungannya dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat
seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental.
Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, teori ini berpendapat bahwa kita
membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan
sendirinya terhadap lingkungan.
Anak-anak kita belajar atau terinspirasi melakukan bullying umumnya
mengikuti perilaku orang dewasa di sekitarnya seperti orangtua dan guru. Cara
mendidik anak yang cenderung menggunakan kekerasan di rumah dan di sekolah
tanpa sadar mengajarkan anak-anak kita untuk melakukan hal yang sama kepada
teman-temannya. Menghukum anak dengan cara-cara yang negatif akan mengajarkan
anak untuk berkuasa terhadap anak lain serta membenarkan tindakan kekerasan
kepada anak lain yang lebih lemah. Karena kurangnya pemahaman akan dampak
buruk dari bullying terhadap perkembangan dan prestasi anak di sekolah dan tidak
adanya atau belum dikembangkannya mekanisme anti bullying di sekolah. Selain itu
anak-anak juga masih jarang diberikan pemahaman tentang bullying dan dampaknya.
Anak yang menjadi korban bullying akan menderita secara fisik, tertekan, tidak dapat
berkonsentrasi dengan baik di sekolah atau bahkan menarik diri dari lingkungan
sosialnya.
b. Teori Psikososial
Teori Erik Erikson tentang perkembangan manusia dikenal dengan teori
perkembangan psiko-sosial. Menurut Erikson, Persamaan ego merupakan element
utama dalam teori tingkatan psikososial yang diprakarsai oleh Erikson.
Persamaan ego adalah perasaan sadar yang kita kembangkan melalui
interaksi sosial. Menurut Erikson, perkembangan ego selalu berubah berdasarkan
pengalaman dan informasi baru yang kita dapatkan dalam berinteraksi dengan orang
lain. Erikson juga percaya bahwa kemampuan memotivasi sikap dan perbuatan dapat
membantu perkembangan menjadi positif, inilah alasan mengapa teori Erikson
disebut sebagai teori perkembangan psikososial.
Pada kasus bullying, perilaku bullying yang terjadi biasanya didasari oleh
ego dari anak itu sendiri yang merasa berkuasa di sekolahnya maupun
lingkungannya.
Berikut adalah hal-hal yang menyebabkan tindakan bullying terjadi., diantaranya:
1. Kemampuan adaptasi yang buruk
2. Kecenderungan membuat permusuhan dengan teman-temannya
3. Minimnya keterlibatan orangtua dalam membesarkan anak
4. Bagi anak laki-laki, secara fisik menunjukkan dirinya agresif
5. Memiliki sejarah pernah menerima perlakuan kasar dari sekitarnya
6. Memikili sejarah senang bertengkar serta bertarung dan selalu memenanginya
7. Paparan kekerasan yang ditunjukkan oleh media
Pelaku bullying akan mengganggap bahwa penyelesaian masalah dengan
cara-cara kekerasan atau mengintimidasi orang lain adalah cara yang harus ditempuh
dalam memenuhi keinginannya. Swearer dkk (dikutip Bauman dan Rio, 2006: 219)
menemukan bahwa baik pelaku maupun korban bullying memiliki self esteem atau
harga diri yang rendah. Hal ini berkaitan dengan penilaian diri pada pelaku bullying
yang terlalu tinggi. Coopersmith (dikutip Harre dan Lamb, 1996: 273) menyatakan
bahwa harga diri adalah penilaian yang dibuat seseorang dan biasanya tetap tentang
dirinya. Hal itu menyatakan sikap menyetujui atau tidak menyetujui, dan
menunjukkan sejauh mana orang menganggap dirinya mampu, berarti, sukses dan
berharga.
c. Teori Moral
Kohlberg (dalam Monks dkk, 2004: 203) menjelaskan bahwa fase
perkembangan pemahaman moral anak terdiri dari 6 fase dan tingkatan itu tidak
berkorelasi dengan meningkatnya usia seseorang. Seorang anak yang memiliki
pemahaman moral yang tinggi, maka kecenderungan melakukan tindakan yang
melanggar norma seperti mengejek, memukul, menendang temannya lebih rendah.
Hal ini berkaitan dengan pemahaman moral bahwa hal-hal tersebut merupakan
tindakan yang tidak baik dan melanggar moral. Pendapat ini dikuatkan oleh Hains
(1984: 72) bahwa semakin seorang individu memiliki tingkat pemahaman moral
yang tinggi akan mengurangi perilaku menyimpangnya. Berbagai perilaku
menyimpang yang dilakukan anak disebabkan oleh minimnya pemahaman anak
terhadap nilai diri yang positif. Sikap saling menghargai, menolong, berempati, jujur,
lemah lembut dan sebagainya tidak jarang hilang dari pribadi anak. Sebaliknya,
mereka justru akrab dengan hal-hal yang negatif seperti kekerasan, kebohongan,
licik, egois dan sebagainya. Anak yang melakukan bullying pada temannya karena
anak ingin mendapatkan perhargaan dari temannya dan anak belum memahami suatu
perbuatan benar atau salah berdasarkan norma moral.