Anda di halaman 1dari 15

Judul

MAKALAH
diajukan guna memenuhi tugas Sosiologi
Oleh
Moh. Ferdian Ibnu Reza
25
XII IPS 1

PROGRAM ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 JEMBER
KALIWATES – JEMBER
2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang mana atas limpahan rahmat dan
hidayahnya, penulis dapat menyelesaikan makalah dalam mata pelajaran sejarah
yang berjudul “Bendungan Karangndoro Jejak Peninggalan Zaman Kolonial
Belanda di Banyuwangi”.

Selama penulisan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih yang


sebanyak-banyaknya terhadap pihak-pihak yang membantu dalam proses
penyelesaian makalah ini. Terutama terhadap Ibu Happy Khoirunnisa’,S.Pd.
selaku guru mata pelajaran sejarah yang telah membimbing dan membina kami
dari awal penulisan hingga menjadi sebuah makalah.

Penulis berharap semoga makalah yang telah dibuat ini dapat bermanfaat
bagi banyak pihak terutama terhadap pembaca untuk lebih mengetahui dan
memahami peninggalan-peninggalan sejarah pada zaman kolonial Belanda baik di
daerahnya maupun di daerah lain.

Tidak lupa penulis memohon kepada para pembaca untuk memberikan


kritik dan saran terhadap makalah yang kami buat untuk pengembangan makalah
ini ke arah yang lebih baik lagi. Karena dalam makalah ini masih banyak
kekurangan-kekurangan yang harus kami perbaiki lagi.

Jember, 28 Oktober 2018

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................i

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii

ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii

BAB 1. PENDAHULUAN...................................................................................1

1.1 Latar Belakang...........................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................2
1.4 Manfaat......................................................................................................2

BAB 2. PEMBAHASAN.....................................................................................3

2.1 Peninggalan zaman kolonial Belanda di Banyuwangi..............................3


2.2 Tentang Bendungan Karangndoro............................................................7

BAB 3. PENUTUP.............................................................................................10

3.1 Kesimpulan.............................................................................................10
3.2 Saran.......................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................11

iii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu bangsa yang memiliki kisah masa lalu
yang kelam. Bumi pertiwi ini pernah mengalami pahitnya imperialisme dan
kolonialisme bangsa asing. Salah satu bangsa yang pernah menjajah negara kita
ialah Bangsa Belanda. Belanda menjajah negeri ini kurang lebih 3,5 abad atau 350
tahun lamanya. Selama masa penjajahan tersebut, para penjajah memberlakukan
kebijakan-kebijakan yang sangat merugikan bangsa kita. Mereka berlaku
sewenang-wenang terhadap rakyat pribumi hanya untuk mengambil keuntungan
semata.

Kerja rodi merupakan salah satu kebijakan Belanda di Indonesia yang


sangat merugikan dan menyengsarakan rakyat. Rakyat diperintah untuk membuat
infrastruktur-infrastruktur untuk kepentingan Belanda kala itu. Seperti: jembatan,
jalan raya, rel kereta, gedung pemerintahan, waduk, hingga benteng pertahanan.
Rakyat dipaksa bekerja hingga bertahun-tahun lamanya tanpa diberi upah,
istirahat, dan makan. Sehingga banyak dari mereka yang mati karena kecapekan
dan kelaparan.

Banyuwangi merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Timur yang juga


merasakan kelamnya kolonialisme Belanda. Rakyat bumi belambangan begitu
sengsara dengan diterapkannya kebijakan-kebijakan penjajah di Banyuwangi.
Seperti kerja rodi untuk membangun pabrik gula di Glenmore, membuat jalur
pantura dengan menebas bukit di daerah Watudodol, membuat Waduk
Karangndoro yang terletak di Kecamatan Tegalsari, Banyuwangi. Waduk
Karangndoro merupakan bukti sejarah yang memberikan pengetahuan sejarah
kepada kita tentang masa lalu yang ada di Kecamatan Tegalsari pada zaman
kolonoialisme Belanda.

1
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membahasnya dalam sebuah
makalah yang berjudul “Bendungan Karangndoro Jejak Peninggalan Zaman
Kolonial Belanda di Banyuwangi”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah seperti berikut:
1.2.1 Bagaimana kolonialisme Belanda di Banyuwangi?
1.2.2 Bagaimana historisitas dan pengaruh Bendungan Karangndoro bagi
Masyarakat Tegalsari?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai oleh
penulis diantaranya:
1.3.1 Untuk mengetahui kolonialisme di Banyuwangi.
1.3.2 Untuk mengetahui sejarah dan pengaruh dari Bendungan Karangndoro
bagi Masyarakat Tegalsari.

1.4 Manfaat Penulisan


Berdasarkan pemaparan tujuan diatas penelitian dapat diharapkan memberikan
manfaat sebagai berikut:
1.4.1 Bagi penulis, sebagai latihan untuk berpikir analisis, kritis, dan logis
dalam memecahkan suatu permasalahan yang diangkat melalui karya
penulisan ilmiah. Serta dapat menambah pemahamam dan pengetahuan masa
kolonialisme Belanda pada masa lalu.
1.4.2 Bagi pembaca, diharapkan setelah membaca makalah ini dapat
menambah wawasan pengetahuan mengenai sejarah pada zaman kolonialisme
serta bagaimana pengaruhnya pada kehidupan pada zaman sekarang.

2
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Zaman Kolonialisme di Banyuwangi

2.1.1 Perang Puputan Bayu

Tanggal 18 Desember 1771, terjadi perang di tanah paling timur Jawa,


yang kini menjadi Kabupaten Banyuwangi. Perang tersebut dinamakan Puputan
Bayu, perang habis-habisan atau perang sampai mati yang dilakukan warga
Banyuwangi untuk menggempur pasukan VOC Belanda.
( https://www.liputan6.com/global/read/2681233/18-12-1771-puputan-bayu-
perang-paling-mematikan-di-indonesia, diakses tanggal 1 November 2018).

Perang Puputan ini disebut-sebut sebagai perang paling mematikan


sepanjang sejarah Indonesia, lantaran jumlah korban jiwa yang begitu banyak dan
banyak aksi bengis yang terjadi.
( https://www.liputan6.com/global/read/2681233/18-12-1771-puputan-bayu-
perang-paling-mematikan-di-indonesia, diakses tanggal 1 November 2018).

Buku berjudul "Sembah Sumpah, Politik Bahasa dan Kebudayaan Jawa"


yang ditulis Benedict R Anderson didalamnya diceritakan, akibat perang ini,
sekitar 60.000 rakyat Blambangan (Banyuwangi) gugur, hilang, ataupun yang
menyingkir ke hutan untuk menyelamatkan diri dari VOC. Jumlah korban tersebut
dianggap begitu besar karena jumlah penduduk Blambangan waktu itu 65.000
orang. Sementara itu, belum diketahui pasti jumlah serdadu Belanda yang tewas.
Tapi dipastikan Belanda mengalami kerugian besar. Delapan ton emas terkuras
untuk perang ini yang menjadi pukulan telak terhadap keuangan VOC pada waktu
itu. ( https://www.liputan6.com/global/read/2681233/18-12-1771-puputan-bayu-
perang-paling-mematikan-di-indonesia, diakses tanggal 1 November 2018).

Penyebab terjadinya Puputan Bayu ini lantaran warga Banyuwangi geram


dan tak tahan dengan aturan penjajah Belanda yang mencekik kehidupan mereka.
Belanda mempekerjakan paksa warga dan tidak menyediakan makanan bagi
mereka. Kesengsaraan, kelaparan, serta serba hidup kekurangan yang kemudian

3
memicu penyakit dan berakhir pada kematian yang sangat tinggi.
( https://www.liputan6.com/global/read/2681233/18-12-1771-puputan-bayu-
perang-paling-mematikan-di-indonesia, diakses tanggal 1 November 2018).

Banyak rakyat Blambangan yang melarikan diri dan bersembunyi ke


hutan. Hingga pada akhirnya, 18 Desember 1771, warga memutuskan untuk
perang habis-habisan. Dalam peristiwa itu, para pejuang Blambangan melakukan
serangan umum dan mendadak terhadap serdadu VOC. Prajurit Blambangan di
bawah pimpinan Pangeran Jagapati maju ke medan tempur dengan membawa
senjata golok, keris, pedang, tombak, dan senjata api yang diperoleh sebagai
rampasan dari tentara VOC. Serangan pejuang Bayu yang mendadak, membuat
pasukan VOC terdesak. ( https://www.liputan6.com/global/read/2681233/18-12-
1771-puputan-bayu-perang-paling-mematikan-di-indonesia, diakses tanggal 1
November 2018).

Posisinya terus terdesak, mereka mundur dan lari meninggalkan semua


perlengkapan perang. Pejuang Bayu mengejar pasukan VOC. Saat itulah pasukan
VOC banyak yang terjebak dalam jebakan yang dinamakan sungga (parit yang di
dalamnya dipenuhi sunggrak) yang telah dibuat oleh pejuang Bayu. Pasukan VOC
yang terjebak dan dihujam dari atas.
( https://www.liputan6.com/global/read/2681233/18-12-1771-puputan-bayu-
perang-paling-mematikan-di-indonesia, diakses tanggal 1 November 2018).

Belanda menyatakan serangan ini sebagai "de dramatische vernietiging


van Compagniesleger"(kehancuran dramatis pasukan kompeni). Sersan Mayor
van Schaar, komandan pasukan VOC, Letnan Kornet Tinne dan ratusan serdadu
Eropa lainnya tewas dalam perang itu. Hanya beberapa serdadu yang tersisa.
Sementara, Warga Blambangan harus kehilangan pemimpinnya. Pangeran
Jagapati gugur satu hari kemudian, 19 Desember 1771, karena terluka akibat
perang. ( https://www.liputan6.com/global/read/2681233/18-12-1771-puputan-
bayu-perang-paling-mematikan-di-indonesia, diakses tanggal 1 November 2018).

Peristiwa ini dikisahkan dalam Babad Tawang Alun xi.5-21, sebagai berikut:

4
"Pangeran Jagapati bertempur melawan Alap-alap dari
Madura. Keduanya tak terkalahkan. Lalu ketahuan oleh
Pangeran Jagapati bahwa Alap-alap memakai baju
zirah. Maka dengan lembing pusakanya, Si Kelabang,
dari jenis biring lanangan, ditusuknya Alapalap dari
bawah. Dan Alap-alap roboh tetapi masih sempat
melukai Pangeran Jagapati. Alap-alap diusung ke
perkemahan, lalu meninggal. Jagapati yang luka parah
dibawa ke benteng. Dengan luka parah Pangeran
Jagapati masih mampu mengatur strategi peperangan
dengan menunjuk Jagalara dan Sayu Wiwit sebagai
wakilnya untuk melanjutkan peperangan. Keesokan
harinya pertempuran dilanjutkan diiringi suara kendang,
gong, beri dan tambur dan berlangsung sampai malam
tiba. ssSetelah kembali ke benteng para prajurit Bayu
mengetahui bahwa Pangeran Jagapati telah meninggal.
Babad Tawang Alun xii.1-2 melanjutkan: Pangeran
Sumenep dan Panembahan Bangkalan sangat marah
karena kematian Alap-alap. Pasukan Madura dan
Kompeni bertempur lagi dan kehilangan 2.000 orang
sebagai akibat amukan orang Bayu."
( https://www.liputan6.com/global/read/2681233/18-12-
1771-puputan-bayu-perang-paling-mematikan-di-
indonesia, diakses tanggal 1 November 2018).

Tanggal terjadinya peperangan ini, 18 Desember 1771, pada akhirnya


ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Banyuwangi karena menjadi cikal bakal
terbentuknya wilayah tersebut. Untuk mengetahui kapan persisnya terbentuknya
kota Banyuwangi. Kita dapat melihat Hari Jadi Banyuwangi (HARJABA), yang
menjadi persoalan masih ada perdebatan tentang hari jadi Banyuwangi ini. Pada
masa Orde Baru masalah ini atau hari jadi Banyuwangi sudah ditetapkan sebagai
hari jadi yaitu tanggal 18 Desember 1771.Yang jadi persoalan adalah pada tanggal
18 Desember 1771 masa kemenangan pasukan Bayu terhadap bangsa kolonial
Belanda,sehingga pemimpin Belanda waktu itu yaitu Van Schaar meninggal.
Yang lebih sadis lagi mayat Van Schaar dimasak dan dimakan oleh pasukan bayu.

5
Sehingga kurang tepat dijadikan hari jadi Banyuwangi, karena dinodai
kanibalisme. ( https://www.liputan6.com/global/read/2681233/18-12-1771-
puputan-bayu-perang-paling-mematikan-di-indonesia, diakses tanggal 1
November 2018).

Perang Puputan Bayu telah selesai, Banyuwangi memasuki masa


kolonialisme Pemerintah Belanda dimana diterapkannya siatem kerja rodi untuk
membangun infrastruktur-infrastruktur yang membantu Belanda dalam
memperlancar kegiatannya di Banyuwangi. Rakyat dipaksa untuk membuat jalan
raya seperti jalur pantura Watudodol yang tadinya adalah bukit besar, lalu
terowongan seperti Terowongan Mrawan, lalu bendungan seperti Bendungan
Karangndoro dan lain sebagainya.

2.1.2 Peninggalan-peninggalan Belanda di Banyuwangi

Beberapa diantaranya adalah:

1). Inggrisan
Inggrisan dibangun oleh Belanda sekitar 1766-1811, yang luasnya sekitar
satu hektar, merupakan markas yang dulunya bernama Singodilaga,
kemudian diganti dengan nama Loji (Inggris: Lodge = penginapan/pintu
penjagaan) yang disekitarnya dibangun lorong-lorong terhubung dengan
Kali Lo (Selatan), dan Boom (Timur) akhirnya diserahkan kepada Inggris
setelah Belanda kalah perang (Margono. 2007), sementara di daerah
selatan berupa perkantoran yang disebut Bire (Sekarang Telkom) dan
kantor pos. Di daerah tersebut pernah terjadi peristiwa yang hampir mirip
dengan peristiwa di hotel Yamato, Surabaya, yaitu orang-orang
Blambangan dengan berani merobek bendera belanda yang berwarna
merah putih biru menjadi merah putih saja.
2). Benteng Ultrech (kodim)
Benteng Ultrech berada di batas selatan markas Kodim, dulu terdapat
rumah nuansa Portugis yang dijadikan sebagai tempat pengintaian Belanda

6
terhadap gerak-gerik orang Blambangan di pendopo pada masa
pemerintahan Mas Alit.
3). Tugu TNI 0032
Taman makam pahlawan yang terletak di bibir Pantai Boom merupakan
sejarah pertempuran tentara laut NKRI yang dipimpin oleh Letnan Laut
Sulaiman melawan AL, AD, dan AU Belanda pada tanggal 21 Juli 1947.
Tugu tersebut disahkan oleh Presiden RI pertama, Bung Karno. Sebagai
simbol TNI AL, pada ujung tugu ini terdapat jangkar. Selain itu, di taman
ini juga terdapat beberapa replika kapal laut. Lebih kecil daripada
monumen kapal selam di Surabaya.
4). Bendungan Karangndoro
Bendungan Karangndoro merupakan Peninggalan Belanda yang terletak di
Kecamatan Tegalsari yang sangat berguna bagi masyarakat sekitar.
Berbentuk sebuah dam yang dialirkan dengan sungai dan dimanfaatkan
oleh masyarakat setempat untuk sarana irigasi di daerah tersebut,dsb.

2.2 Tentang Bendungan Karangndoro

Banyuwangi merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang kaya


akan bangunan sejarah bekas kolonialisme Belanda di Indonesia. Hal ini dapat
dibuktikan dengan dapat dijumpainya banyak sekali bangunan bersejarah di
Banyuwangi, salah satunya di Kecamatan Tegalsari. Disana terdapat Bendungan
Karangndoro yang merupakan peninggalan kolonalisme Belanda pada zaman
dahulu.

Bendungan Karangndoro di Desa Karangndoro, Kecamatan Tegalsari


dibangun pada masa pendudukan Belanda. Bangunan yang saat ini telah menjadi
aset Pemerintah Daerah Banyuwangi, itu masih berfungsi dengan baik. Tapi,
masyarakat tidak banyak yang tahu sejarah unik dari salah satu jejak Belanda di
kabupaten terujung Timur Jawa tersebut.
(https://kumparan.com/munawir/riwayat-bendungan-karangdoro-peninggalan-
belanda-di-banyuwangi, diakses pada tanggal 1 November 2018).

7
Catatan sejarah yang tersimpan di Dinas PU Pengairan Banyuwangi
menjelaskan bahwa, Bendungan Karangndoro adalah satu-satunya bangunan
irigasi yang direncanakan Pemerintah Hindia Belanda. Dibangun pada 1921 silam
untuk mengatur dan memanfaatkan aliran Sungai Kalibaru. Dan juga (mungkin)
satu-satunya bangunan Belanda yang pelaksana teknisnya seorang pribumi. Dia
adalah Ir Sutejo, yang berasal dari Jawa Tengah.
(https://kumparan.com/munawir/riwayat-bendungan-karangdoro-peninggalan-
belanda-di-banyuwangi, diakses pada tanggal 1 November 2018).

(Gb Bendungan Karangndoro Zaman Dahulu,


https://kumparan.com/munawir/riwayat-bendungan-karangdoro-peninggalan-
belanda-di-banyuwangi , diakses tanggal 1 November 2018)

Paeran adalah salah satu penyintas sejarah Bendungan Karangdoro yang


testimoninya dicatatkan Dinas PU Pengairan Banyuwangi. Beliau menyebutkan,
dalam melaksanakan kegiatannya banyak hal muskil yang diterapkan Ir Sutejo.
Seperti saat membendung air untuk membuat pondasi. Bila biasanya dengan
menggunakan tumpukan karung pasir, Ir Sutejo cukup membentangkan benang di
atas Sungai Kalibaru. (https://kumparan.com/munawir/riwayat-bendungan-
karangdoro-peninggalan-belanda-di-banyuwangi, diakses pada tanggal 1
November 2018).

8
Bendungan Karangndoro yang kini mampu menyuplai kebutuhan air bagi
sawah seluas 16.165 ha itu banyak melibatkan pekerja kasar dari pribumi yang
statusnya sebagai tahanan Belanda. Orang-orang pribumi ini tidak diupah.
Bendung Karangdoro ini pula yang menjadi cikal bakal munculnya nama Desa
Karangndoro. Diberi nama Bendung Karangndoro sekaliagus untuk
mengabadikan sejarahnya. (https://kumparan.com/munawir/riwayat-bendungan-
karangdoro-peninggalan-belanda-di-banyuwangi, diakses pada tanggal 1
November 2018).

Sejarah juga mencatatkan bila pernah terjadi musibah banjir besar di


Bendung Karangndoro pada 1929. Musibah itu menyebabkan kerugian materi dan
jiwa dari hulu hingga hilir sungai Kalibaru. Peristiwa itu oleh masyarakat
setempat dikenang dengan nama tragedi “Belabur Senin Legi”. Bendung
Karangdoro sendiri secara resmi difungsikan pada 1942. Atau saat Belanda diusir
dari tanah Jawa oleh Jepang. Dan pada tahun 1963 dimunculkan tradisi “Bubak
Bumi” sebagai ritual penghormatan kepada para leluhur yang berjasa pada
pembangunan Bendung Karangndoro. (https://kumparan.com/munawir/riwayat-
bendungan-karangdoro-peninggalan-belanda-di-banyuwangi, diakses pada tanggal
1 November 2018).

Bendungan Karangndoro pemanfaatan airnya dikelola Dinas Pengairan


Banyuwangi melalui kantor Kordinator Eksploitasi Air Irigasi Bangorejo, Cluring
dan Pesanggaran untuk saat ini. Kordinator Bangorejo untuk sawah irigasi teknis
seluas 5981 ha. Cluring seluas 5803 ha. Dab Pesanggaran seluas 4381 ha.
(https://kumparan.com/munawir/riwayat-bendungan-karangdoro-peninggalan-
belanda-di-banyuwangi, diakses pada tanggal 1 November 2018).

9
( Gb Bendungan Karangndoro sekarang,
http://gapuroblambangan.blogspot.com/2016/12/mancal-dam-karangdoro-
tegalsari.html, diakses tanggal 1 November 2018)

BAB 3 PENUTUP

10
3.1 Kesimpulan

Banyuwangi merupakan salah satu dari kabupaten di Jawa Timur yang


merasakan kelamnya penjajahan hingga menimbulkan suatu bentuk perlawanan
Rakyat Belambangan terhadap penjajah yakni timbulnya perang Puputan Bayu,
setelah VOC dibubarkan dan diambil alih kedudukannya oleh pemerintah Belanda
maka timbul kebijakan kerja paksa/kerja rodi dimana rakyat dipaksa untuk
membuat beberapa sarana guna kepentingan kaum penjajah belaka.

Bendungan Karangndoro di Desa Karangndoro, Kecamatan Tegalsari


dibangun pada masa pendudukan Belanda. Bangunan yang saat ini menjadi saksi
bisu tentang daerah Tegalsari yang pernah mengalami bencana alam banjir dan
sampai sekarang tetap digunakan oleh masyarakat sekitarnya maupun di luar
kecamatan untuk mengairi sawah dan kebunnya.

3.2 Saran

Bukti sejarah seperti Bendungan Karangndoro, dapat memberikan


pemahaman, pengetahuan, serta pengenalan terhadap peninggalan-peninggalan
pada zaman kolonial Belanda khususnya di Banyuwangi. Oleh karena itu, penulis
berharap terhadap pembaca untuk berpartisipasi dalam usaha pelestarian
peninggala-peninggalan sejarah guna untuk memberikan pembuktian sejarah pula
untuk anak cucu kita kelak.

11
DAFTAR PUSTAKA

https://www.kuwaluhan.com/2017/08/sejarah-masuknya-belanda-ke-
indonesia_16.html (diakses tanggal 1 November 2018)

http://akumasadi.blogspot.com/2011/02/peninggalan.html (diakses
tanggal 1 November 2018)

https://www.liputan6.com/global/read/2681233/18-12-1771-puputan-
bayu-perang-paling-mematikan-di-indonesia (diakses tanggal 1 November 2018)

https://www.kompasiana.com/priya.purnama/550f5b678133115334bc604c
/sejarah-kota-banyuwangi (diakses tanggal 1 November 2018)

https://www.jurnalnews.com/2017/07/24/bendung-karangdoro-dibiayai-
belanda-dibangun-seorang-sakti-pribumi/ (diakses tanggal 1 November 2018)

https://kumparan.com/munawir/riwayat-bendungan-karangdoro-
peninggalan-belanda-di-banyuwangi (diakses tanggal 1 November 2018)

http://gapuroblambangan.blogspot.com/2016/12/mancal-dam-karangdoro-
tegalsari.html (diakses tanggal 1 November 2018)

12

Anda mungkin juga menyukai