THORIQOH ASWAJA
B. Organisasi Thoriqoh
Munculnya organisasi thoriqoh di Indonesia pertama kali terjadi di Sumatera Barat dengan
nama “Persatuan/Partai Pembela Thoriqoh Islam (PPTI)”. Pendirinya adalah DR. H. Jamaluddin.
Tujuan organisasi ini sebagaimana namanya adalah untuk membela ajaran thoriqoh dari kritik dan
kecaman yang dilontarkan para pembaharu seperti syeikh Ahmad Khatib ibn Abdul Latif al-
Minagkabawi dan para muridnya yang dikenal dengan sebutan kaum muda di Sumatera Barat dan
juga oleh Sayid Utsman ibn Abdullah ibn Aqil dari Jakarta (Mufid,2006).
Organisasi thoriqoh yang lebih luas didirikan di Tegalrejo, Magelang pada 10 Oktober
1957 dengan nama Jam’iyyah Ahli al-Thoriqoh al-Mu’tabaroh oleh para ulama sufi Jawa.
Organisasi ini mengusahakan berlakunya syariat Islam lahir maupun batin dengan berhaluan ahlus
sunnah wal jamaah, yang berdasarkan salah satu dari madzhab empat dan mempergiat amal saleh
lahir batin menuurut ajaran ulama as-salihin, termasuk dzikir kalimah thayibah dengan baiat
salihah.
Organisasi Jam’iyyah Ahli al-Thoriqoh al-Mu’tabaroh yang berdiri pada tahun 1975, selain
untuk menyatukan diri menghadapi golongan umat Islam yang menentangnya, juga sekaligus
sebagai instansi berwenang yang menilai sah atau tidaknya suatu thoriqoh (Abdul Fattah,2011).
Organisasi ini kemudian pecah menjadi dua, yang pertama menggunakan nama aslinya
yang dipimpin oleh KH Mustain Romli dan yang kedua dengan menambah an-Nahdliyyah setelah
kata Jam’iyyah Ahli al-Thoriqoh al-Mu’tabaroh yang dipimpin oleh KH Idham Khalid dan KH
Arwani. Perpecahan ini disebabkan konflik yang mana sebagian tokohnya ada yang masuk parpol,
yakni KH Mustain Romli dkk pada tahun 1976.
Akibat perpecahan ini, maka dalam Muktamar NU ke-26 di Semarang, diusulkan untuk
didirikannya Jam’iyyah Ahli al-Thoriqoh al-Mu’tabaroh an-Nahdliyyah (JATMN) dan
dikukuhkan dengan SK PB Syuriyah NU nomor 137/Syur.PB/V/1980. Perkembangan selanjutnya,
organisasi thoriqoh yang menginduk pada NU-lah yang sekarang populer di kalangan para kyai,
mursyid, dan para pengamal thoriqoh.
5. Thoriqoh Syattariyah
Persebaran thoriqoh syattariyah berpusat pada satu tokoh utama, yakni Abdur Rauf al-
Syinkili di Aceh. Melalui sejumlah muridnya, ajaran thoriqoh syattariyah tersebar ke berbagai
wilayah di dunia melayu-Indonesia. Diantara murid-murid as-sinkili yang paling terkemuka adalah
Syaikh Burhanuddin dari Ulakan, Pariaman, Sumatra Barat dan Syeikh Abdul Muhyi dari
pamijahan, tasikmalaya, Jawa Barat.
Bersama-sama dengan thoriqoh lain, thoriqoh syattariyah yang dikembangkan oleh as-
sinkili dan murid-muridnya tersebut menjadi salah satu thoriqoh yang mengembangkan ajaran
tasawuf di dunia melayu-Indonesia dengan kecenderungan Neosufisme. Diantara karakteristik
yang menonjol dari ajaran neosufisme adalah adanya ajaran untuk saling pendekatan antara ajaran
syari’ah dengan ajaran tasawuf. Dalam konteks tradisi intelekstual islam di dunia melayu-
Indonesia, ajaran tasawuf dengan corak neosufisme ini, telah menjadi wacana dominan sejak awal
abad ke-17, sehingga mempengaruhi hampir semua karya-karya keislaman yang muncul,
khusunya dibidang tasawuf.
6. Thoriqoh Sammaniyah
Thoriqoh sammaniyah adalah thoriqoh pertama yang mendapat pengikut massal di
nusantara. Hal yang menarik dari thoriqoh ini, yang mungkin menjadi ciri khasnya adalah corak
wahdatul wujud yang dianut oleh thoriqoh sammaniyah dan Syathohat yang terucapkan olehnya
tidak bertentangan dengan syari’at.
Thoriqoh Sammaniyah didirikan oleh Muhammad bin Abdul Karim al-Madani al-Syafi’i
al-Samman. Ia lahir di Madinah dari keluarga Quraisy. Dari semua wilayah nusantara, praktik
thoriqoh Sammaniyah yang masih meriah hingga kini adalah di wilayah Sulawesi Selatan.
Pengikut thoriqoh Sammaniyah ini sesungguhnya berasal dari bugis dan Makassar. Dimanapun
mereka berada, di Kalimantan Timur, di Riau, Malaysia, Ambon dan Papua. Maka kita akan dapati
mereka mempraktekkan ajaran sammaniyah ini. Tetapi tidak bbisa diragukan lagi bahwa pusat
gerakan sammaniyah ini terdapat di daerah Sulawesi Selatan.
7. Thoriqoh Tijaniyah
Thoriqoh ini didirikan oleh Syaikh Ahmad bin Muhammad al-Tijani yang lahir di ‘Ain
Madi, Al-Jazair Selatan, dan meninggal di Fez, Maroko, dalam usia 80 tahun. Syeikh ahmad Tijani
di yakini oleh kaum Tijaniyah sebagai wali agung yang memiliki derajat tertinggi, dan memiliki
banyak keramat, karena didukung oleh faktor genealogis, tradisi keluarga, dan proses penempaan
dirinya.
Thoriqoh Tijaniyah memiliki aturan-aturan yang haruis di tegakkan oleh setiap pengamal
thoriqoh tersebut. Aturan-aturan dalam thoriqoh Tijaniyah terdiri dari syarat-syarat dan tatakrama
terhadap guru, sesama islam, dan terhadap dirinya sendiri.
Thoriqoh Tijaniyah masuk ke Indonesia tidak di ketahui secara pasti, tapi ada dua
fenomena yang menunjukkan gerakan awal thoriqoh Tijaniyah, yaitu kehadiran Syaikh Ali bin
Abdullah ath-Thoyyib dan adanya pengajaran thoriqoh Tijaniyah di pesantren Buntet, Cirebon.
Dewasa ini, thoriqoh Tijaniyah tersebar diseluruh Indonesia, namun yang paling banyak
berada didaerah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa timur. Basis jamaah thoriqoh Tijaniyah ada di
tiap-tiap daerah. Cirebon dan Garut sebagai basis wilayah jawa Barat, Brebes dab Pekalongan
sebagai basis wilayah Jawa Tengah, sementara Surabaya, Probolinggo dan Madura sebagai basis
wilayah Jawa Timur.
Ali ibn Abi Thalib >Husein ibn Ali> Zainal Abidin ibn Husain> Muhammad al-Baqir >Ja’far
Shodiq >Musa al-Kazim. Abi Hasan Ali Rida> Ma’ruf al-Karkhi> Sari as-Saqathi> Abi Qasim
Junaid> Abu Bakar as-Sibli> Abdul Wahid at-Tamimi> Abi Faraj at-Turtusi> Abi Hasan Hakari>
Abi Said al-Mahzumi> Abdul Qodir Jaelani >Abdul Aziz> Muhammad al-Hattak> Syamsuddin>
Syarifuddin> Nuruddin > Waliyuddin > Hisamuddin> Yahya> Abi Bakar > Abdurrahman>
Usman> Abdul Fatah> Muhammad Muradi > Syamsuddin > Ahmad Khatib Sambas > Abdul
Karim Abdurrahman / Ibrahim > Muslih ibn Abdurrahman > Durri Nawawi
SYATTARIYYAH
Ali ibn Abi Thalib > Husain ibn Ali > Zainal Abidin ibn Husain> Muhammad al-Baqir>Ja’far
Shodiq> Ibnu Yazid > Hidayatullah Sarmasi> Qadi Syatar> Abdullah Syatari> Muhammad Arif
>Muhamammad as-Sani> Muhammad Qali> Ibnu Ahsan Ahzanan> Abal Muzafarilah Kay >
Syazid as-Sai> Muhammad al-Madruf> Haji Husur> Muhammad Gaus> Wujuddin al-Alawi>
Sibgatullah> Muhammad Sanawi >Qusyasi> Mala Ibrahim> Muhammad Tahir> Ibrahim Tahir>
Muhammad Said Taharuddin> Muhammad Said> Haji Asy’ari> Muhammad Anwaruddin
>Muhammad Saleh ibn Muslim> Muslim ibn Ahmad> Haji Abdullah> Abdul Wahab> Ahmad
Wira’i> Muhammad Qoyim
KHALIDIYYAH
Abu Bakar as-Siddiq> Salman al-Farisi> Qosim ibn Muhammad> Ja’far Shodiq >Abu Yazid
Bustami> Abi Hasan Ali >Abi Ali al-Fadl >Yusuf Hamadani> Abdul Khaliq al-Gadjuwani> Arif
ar-Riwikari> Mahmud Anjirfagnawi> Ali ar-Rumaitini> Muhammad Baba Samasi> Amir Kulai>
Bahauddin an-Naqsabandi> Muhammad Alauddin Attar> Ya’qub al-Jarhi> Abdullah al-Ahrar>
Muhammad Zaid> Darwis Muhammad >Muhammad Khawajiki> Muhammad Baqi Billah>
Ahmad al-Faruk> Muhammad Ma’sum Syaifuddin
> Nur Muhammad al-Badwani> Habibillah> Abdullah Dahlawi> Kholid Baghdadi >Sulaiman
Kurani >Ismail al-Barus >Sulaiman Zuhdi> Muhammad Hadi Girikusumo> Mansur> Arwani
Syaziliyyah
Ali ibn Abi Thalib >Hasan ibn Ali> Abi Muhammad Jabir >Muhammad al-Ghazwani>
Muhammad Fatah as-Su’ud> Said> Said >Abi Qasim Ahmad Marwani> Zainuddin ibn Ishak>
Syamsuddin> Tajuddin> Nuruddin> Fahruddin> Taqiyuddin al-Fakiri >Abdurrahman al-Madani>
Abdussalam Masyisy >Abil Hasan As-Syadzali >Abil Abbas al-Marasi> Abil Fatah al-Maidum>
Taqiyuddin Wasati> Al-Hafid Qalqasyandi >Nur Qarfi> Ali al-Ajuri> Muhammad Azarqani>
Muhammad Qasim Saqandari> Yusuf az-Zairi>Muhammad al-Muhaiti> Ahmad Manatullah al-
Azhari >Ali ibn Thair Madani> Salim al-Mufti al-Hanafi> Ahmad Nahrawi> Muhammad Abdul
Malik ibn Ilyas --->MAULANA MUHAMMAD LUTFI BIN ALI BIN YAHYA (Mufid,2006).