Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

ISU DAN TREND PENDIDIKAN MASA KINI

Diajukan untuk memenuhi mata kuliah Etika dan Profesi Pendidikan

DOSEN PENGAMPU
Dr. Susi Vivin Astuti., S.Pd., M.Sn.

DISUSUN OLEH
Aprianto (186710261)
Fitri Sri Lestari (186710566)
Mayang Sari (186710113)
M. Ikhsan Fernanda (186710314)
Wulandari (186710919)
Nurul Ulfa Aprilia

KELAS 5 C
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENDRATASIK
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya  sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini kami susun
sebagai tugas dari mata kuliah Etika Profesi dengan judul “Isu dan Trend Pendidikan Masa
Kini”.

Terima kasih saya sampaikan kepada Dr. Susi Vivin Astuti., S.Pd., M.Sn., selaku dosen
mata kuliah Etika dan Profesi Pendidikan yang telah membimbing dan memberikan kuliah
demi lancarnya terselesaikan tugas makalah ini.

Demikianlah tugas ini kami susun semoga bermanfaat dan dapat memenuhi tugas mata
kuliah Telaah Kurikulum dan Perencanaan Pengembangan Pembelajaran dan saya berharap
semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan khususnya untuk pembaca. Tak ada gading
yang tak retak, begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran
dan kritik yang konstruktif dan membangun sangat kami harapkan dari para pembaca guna
peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Pekanbaru, 08 Desember 2020

Kelompok I

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................................i

Daftar Isi....................................................................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.............................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................................2

1.3. Tujuan Penulisan.........................................................................................................2

BAB II. PEMBAHASAN

2.1. Isu dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Disuatu Lembaga Pendidikan................3

2.1.1. Sumber Daya Manusia.........................................................................................3

2.2. Isu Pendidikan Aktual.................................................................................................6

2.2.1. Isu pada Pendidikan Karakter..............................................................................6

2.2.2. Isu Penyelenggarakan Ujian Nasional.................................................................7

2.2.3. Isu Kurikulum......................................................................................................8

2.2.4. Isu Terkait Pengelolaan Pendidikan.....................................................................9

2.3. Isu Seputar Pendidikan Moral Dan Budi Pekerti......................................................10

2.4. Kurikulum Pendidikan...............................................................................................11

2.5. Pengaruh Media Terhadap Anak...............................................................................12

2.6. Kebijakan Tentang Kualitas Dan Kwantitas Guru....................................................13

2.7. Permasalahan Eksternal Pendidikan Masa Kini........................................................14

2.7.1. Permasalahan Globalisasi...................................................................................14

2.7.2. Permasalahan perubahan sosial..........................................................................15

2.8. Permasalahan Internal Pendidikan Masa Kini...........................................................16

2.8.1. Permasalahan Sistem Kelembagaan Pendidikan................................................16

2.8.2. Permasalahan Profesionalisme Guru..................................................................17

ii
2.8.3. Permasalahan Strategi Pembelajaran.................................................................17

2.9. Isu Pendidikan Pada Masa Pandemi..........................................................................18

2.9.1. Sarana Pendidikan yang Belum Siap.................................................................18

2.9.2. Materi yang Tidak Dipahami dan Tugas yang Terlalu Banyak.........................18

2.9.3.      Keseriusan Anak dalam Belajar.........................................................................19

2.9.4. Kegagapan Pendidikan Daring...........................................................................19

2.9.5. Gegar Teknologi Digital Untuk Pembelajaran Daring.......................................20

2.9.6. Hambatan-Hambatan Pendidikan Daring..........................................................20

2.10. Trend Pendidikan Masa Kini.................................................................................21

2.10.1. Sistem Pembelajaran Terintegrasi......................................................................21

2.10.2. Menggunakan Metode STEAM.........................................................................21

2.10.3. Smart Board atau Komputer Tablet...................................................................21

2.10.4. Online Digital.....................................................................................................22

2.11. Trend Teknologi Informasi Terhadap Pendidikan.................................................22

BAB III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan................................................................................................................27

3.2. Saran..........................................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................28

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pendidikan masa kini lebih berorientasi pada peningkatan kemampuan peserta didik
agar dapat menghasilkan peserta didik sebagai sumber daya manusia yang berkualitas dalam
mendukung pertumbuhan nasional dan daerah. Proses pendidikan diharapkan dapat
mengembangkan kehidupan peserta didik dalam beragama, seni, kreativitas, berkomunikasi,
nilai dan berbagai intelegensi yang sesuai dengan diri seorang peserta didik dan diperlukan
masyarakat, bangsa dan ummat sebagaimana tuntutan dari tujuan pendidikan pada kurikulum
2013. Tujuan pendidikan pada kurikulum 2013 menurut Permendiknas no 69 tahun 2013
tentang Kompetensi Dasar dan Struktur Kurikulum adalah untuk mempersiapkan manusia
Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman,
produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkonstribusi pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.

Covid-19 telah membuat wajah dan masa depan pendidikan kita semakin tak
menentu. Sekolah mulai dari TK/PAUD, SD, SMP, SMA sampai kampus Perguruan Tinggi
tutup. Namun di sisi lain, hal baik yang terus dilakukan adalah tetap melaksanakan
aktivitas/proses belajar mengajar dengan segala keterbatasan falisitas dan keberagaman
kompetensi personal yang dimiliki dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai pulau
Rote. Fakta ini menunjukkan, bahwa nampaknya Pemerintah khususnya Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) memang tidak siap dengan situasi pandemic ini.
Padahal sudah sejak lama melalui ruang-ruang kelas sekolah formal dan forum-forum
workshop juga seminar memperkenalkan dan mengajarkan tentang E-Learning.

Hingga saat ini, pendidikan selalu dihadapakan dengan tantangan penigkatan layanan
dan mutu pendidikan. Tantangan inilah yang akhirnya memunculkan masalah isu-isu aktual
dalam masyarakat. Tuntutan akan peningkatan layanan atau mutu pendidikan adalah
meruapakan dampak keberhasilan pembangunan dalam perubahan sosial, antara lain
meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap pendidikan.

Untuk itu, mengingat banyaknya isu-isu dan trend yang bertebaran di sekitar kita,
terkait dengan isu pendidikan nasional, kami pemakalah akan merangkum beberapa
pembahasan mengenai isu dan trend pendidikan masa kini di dalam dalam makalah ini.

1
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa saja yang menjadi isu dalam pendidikan?

1.2.2. Apa saja yang menjadi trend pendidikan?

1.3. Tujuan Penulisan


1.3.1. Mengetahui dan memahami isu dalam pendidikan.

1.3.2. Mengetahui dan memahami trend pendidikan.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Isu dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Disuatu Lembaga Pendidikan
2.1.1. Sumber Daya Manusia
Rendahnya kualitas sumber daya manusia di Indonesia merupakan salah satu
penyebab terjadinya krisis yang terjadi. Kondisi inipun merupakan hal yang sangat tidak
menguntungkan dengan sudah dimulainya perdagangan AFTA (Asean Free Trade Area)
tahun 2003 yang menuntut kemampuan berkompetisi dalam segala bidang terutama dalam
bidang sumberdaya manusia. Adapun yang dapat menjadi problem rendahnya sumberdaya
manusia kita adalah:
a) Pendidik
Banyak guru-guru di sekolah yang masih belum memenuhi syarat. Hal ini
mengakibatkan terhambatnya proses belajar mengajar, apalagi guru yang mengajar
bukan pada bidangnya. Para guru juga harus mengintegrasikan IMTAQ dan IPTEK,
hal ini berlaku untuk semua guru baik itu guru bidang agama maupun umum. Selain
dihadapkan dengan berbagai persoalan internal, misalnya persoalan kurangnya tingkat
kesejahteraan guru, rendahnya etos kerja dan komitmen guru, dan lain-lain. Guru juga
mendapat dua tantangan eksternal, yaitu pertama, krisis etika dan moral anak bangsa,
dan kedua, tantangan masyarakat global.
Berdasarkan hasil penyelidikan dari seseorang ahli, bahwa guru dalam
menunaikan tugasnya, pada umumnya akan menghadapi bermacam-macam kesulitan,
lebih-lebih bagi guru yang baru menunaikan tugasnya. Kesulitan kesulitan tersebut
adalah:
 Kesulitan dalam menghadapi adanya perbedaan individual, baik itu perbedaan
IQ, watak, dan juga perbedaan background.
 Kesulitan dalam memilih metode yang tepat.
 Kesulitan dalam mengadakan evaluasi dan kesulitan dalam melaksanakan
rencana yang telah ditentukan, karena kadangkadang kelebihan waktu atau
kekurangan waktu.1
 Banyak sekali guru yang mempunyai penghasilan tambahan, misalnya
berdagang, bahkan “ngojek”. Akibat dari kegiatan tambahan ini, sukar

1
Zuhairini dan Abdul Ghofir. 2009. Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Malang:Universitas
Malang)

3
diharapkan dari seorang guru untuk sepenuhnya memusatkan perhatian pada
terlaksanaya tanggung jawab sebagai pendidik.
 Sekolah sering berganti-ganti guru disebabkan mereka mengajar sebagai
pekerjaan sambilan/sekedar waktu penantian untuk pengangkatan sebagai
pegawai negeri, menanti nikah, dan ada juga yang memang pegawai negeri.
 Ketidaksesuaian antara keahlian dan mata pelajaran yang diajarkan, oleh
karena itu, sering terjadi mata pelajaran agama ditugasi untuk mengajar mata
pelajaran umum.
b) Peserta Didik
Pendidikan kita selama ini dirasa membelenggu, akibatnya kedudukan siswa
sebagai objek. Mereka ditempatkan sebagai tong kosong yang dapat diisi apa saja
dalam diri siswa melalui pendidikan. Kebutuhan siswa tidak pernah menjadi faktor
pertimbangan dalam penyelenggaraan pendidikan. Pendidikan dirasakan sebagi
kewajiban dan bukan kebutuhan. Pendidikan yang membebaskan dapat diwujudkan
dengan aktualisasi para siswa dalam proses belajarnya. Mereka dapat melakukan
berbagai kegiatan, tetapi tetap ada kontrol dari para guru/pendidik. Banyak dari para
peserta didik yang merasakan bosan dan jenuh mengikuti pelajaran di kelas
dikarenakan metode pengajaranya hanya memberlakukan mereka sebagai pendengar
setia. Kita lihat betapa mereka gembiranya ketika mendengar bel istirahat/bel pulang
telah berdering, mereka seakan-akan terbebas dari sebuah penjara. Hal ini hendaklah
disadari oleh semua pendidik. Kita juga tidak bisa menyalahkan mereka jika hasil
studi mereka tidak memuaskan.
Dengan demikian perbedaan yang ada pada setiap peserta didik, seperti
perbedaan IQ, back ground, maupun watak dapat menjadi problem jika gurunya juga
tidak memperhatikan hal tersebut. Maka dari itu seorang pendidik haruslah benar-
benar faham akan kebutuhan dan keinginan peserta didik.
c) Kepala Sekolah
Banyak sekali kekurangan-kekurangan yang ada di sekolah, seperti kurang
lengkapnya sarana prasarana, tenaga pengajar yang tidak professional, kesejahteraan
guru yang masih rendah, dan lain-lain. Kita mungkin dihadapkan pada suatu
pertanyaan bahwa siapakah yang paling bertanggungjawab terhadap kondisi sekolah
tersebut? Semua faktor tersebut lebih merupakan akibat semata atau disebut dengan
dependent variable (variabel bergantung). Sedangkan yang menjadi faktor penyebab

4
atau independent variable (varibel bebas) justru para pengelola madarasah. Jika para
pengelola tersebut memiliki kemampuan dan keahlian dalam mengatur, maka semua
persoalan di atas dapat di atasi dengan baik. Dengan demikian bagus tidaknya atau
maju mundurnya suatu sekolah atau sekolah akan sangat bergantung pada bagus
tidaknya kualitas kepalanya.
Maka dari itu, jika manajer dalam sekolah dijabat oleh orang-orang yang tidak
memiliki keahlian mengatur dan tidak memiliki visi yang jelas tentu akan
menghambat upaya pengembangan dan peningkatan mutu pendidikanya. Banyak
bukti yang bisa ditunjukan dengan keberadaan kepala sekolah yang tidak memiliki
persyaratan menyebabkan sekolah berjalan di tempat, bahkan berjalan mundur.
d) Partisipasi Masyarakat
Di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia, banyak warganya yang
belum paham akan pentingnya partisipasi mereka dalam dunia pendidikan (lembaga
pendidikan), lebih-lebih bila kondisi ekonomi mereka yang rendah. Pusat perhatian
mereka adalah pada kebutuhan dasar sehari-hari mereka. Berbeda dengan apa yang
terjadi di negara-negara maju, partisipasi warga masyarakat sudah besar, baik dalam
perencanaan, pelaksanaan, maupun dalam melakukan kontrol. Mengapa mereka
bertindak seperti itu? Sebab mereka yakin sekali bahwa pendidikan adalah modal
utama bagi peningkatan kehidupan keluarga, masyarakat dan bangsa mereka.2
Perlu kita ketahui juga bahwa kecenderungan yang terjadi di negara maju
sekarang ini adalah kriteria sekolah yang baik ialah sekolah yang memiliki hubungan
baik dengan orang tua siswa, tidak terbatas pada hubungan penyandang dana saja
akan tetapi kebersamaannya terhadap keberhasilan pendidikan anaknya.
Kecenderungan ini dapat dikatakan sebagai tanda-tanda bahwa sekolah sebagai
institusi pendidikan semakin tidak terisolasi dari masyarakat.
e) Sarana prasarana
Sarana prasarana pendidikan adalah merupakan hal yang sangat penting,
sebagai penunjang proses pendidikan. Kelengkapan sarana prasarana akan dapat
menciptakan suasana yang dapat memudahkan tercapainya tujuan pendidikan. Tetapi
kenyataan yang sering dihadapi oleh lembaga pendidikan, apalagi sekolah swasta
adalah mengenai kurang lengkapnya sarana prasarana pendidikan. Padahal hal
tersebut sangat penting sekali dalam proses belajar mengajar. Banyak sekali sarana

2
Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia (Jakarta: Bina Aksara, 1988), hlm. 198

5
prasarana yang dimiliki oleh sekolah sudah tidak layak pakai lagi sehingga hal
tersebut secara tidak langsung dapat menghambat proses belajar mengajar.
2.2. Isu Pendidikan Aktual
2.2.1. Isu pada Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter merupakan program baru yang diprioritaskan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Sebagai program baru masih menghadapi banyak kendala.
Kendalakendala tersebut, menurut Handoyo (2012), antara lain sebagai berikut.
 Nilai-nilai karakter yang dikembangkan di sekolah belum terjabarkan dalam indikator
yang representatif. Indikator yang tidak representatif dan baik tersebut menyebabkan
kesulitan dalam mengukur ketercapaiannya.
 Sekolah belum dapat memilih nilai-nilai karakter yang sesuai dengan visinya. Jumlah
nilai-nilai karakter demikian banyak, baik yang diberikan oleh Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, maupun dari sumber-sumber lain. Umumnya sekolah
menghadapi kesulitan memilih nilai karakter mana yang sesuai dengan visi
sekolahnya. Hal itu berdampak pada gerakan membangun karakter di sekolah 10
menjadi kurang terarah dan fokus, sehingga tidak jelas pula monitoring dan
penilaiannya.
 Pemahaman guru tentang konsep pendidikan karakter yang masih belum menyeluruh.
Jumlah guru di Indonesia yang lebih 2 juta merupakan sasaran program yang sangat
besar. Program pendidikan karakter belum dapat disosialisasikan pada semua guru
dengan baik sehingga mereka belum memahaminya.
 Guru belum dapat memilih nilai-nilai karakter yang sesuai dengan mata pelajaran
yang diampunya. Selain nilai-nilai karakter umum, dalam mata pelajaran juga terdapat
nilainilai karakter yang perlu dikembangkan guru pengampu. Nilai-nilai karakter mata
pelajaran tersebut belum dapat digali dengan baik untuk dikembangkan dalam proses
pembelajaran.
 Guru belum memiliki kompetensi yang memadai untuk mengintegrasikan nilai-niai
karakter pada mata pelajaran yang diampunya. Program sudah dijalankan, sementara
pelatihan masih sangat terbatas diikuti guru menyebabkan keterbatasan mereka dalam
mengintegrasikan nilai karakter pada mata pelajaran yang diampunya.
 Guru belum dapat menjadi teladan atas nilai-nilai karakter yang dipilihnya.
Permasalahan yang paling berat adalah peran guru untuk menjadi teladan dalam

6
mewujudkan nilai-nilai karakter secara khusus sesuai dengan nilai 11 karakter mata
pelajaran dan nilai-nilai karakter umum di sekolah.3
2.2.2. Isu Penyelenggarakan Ujian Nasional

Bagaimanapun penyelenggaraan UN di Indonesia menimbulkan dampak negatif dan


positif (Ghoeskoka, 2010). Sisi negatif penyelenggaraan UN yaitu:
 Membuat siswa menghalalkan segala cara untuk lulus UN, dan bahkan sarat dengan
pengaduan nasib (beruntung dan tidak beruntung) karena adakalanya siswa yang
pintar di kelas dan sering mendapat juara akan tidak lulus UN dan sebaliknya,
 Sepintar apapun anak, jika mental sedang tidak kuat ketika mengikuti UN, anak
tersebut tidak akan lulus,
 Mata pelajaran yang tidak ikut dalam UN dianaktirikan, dalam arti UN juga
berpotensi menyempitkan kurikulum sekolah (curriculum narrowing) dan
mendegradasi arti penting mata pelajaran tertentu karena UN selama ini hanya
menguji mata pelajaran tertentu,
 Dalam pendidikan sekarang ini menyangkut 3 aspek yaitu (kognitif, afektif, dan
psikomotorik), sedangkan dalam UN hanya menyangkut aspek kognitif saja bahkan
prestasi dan kelulusan anak dipertaruhkan hanya beberapa jam saja,
 Selama ini hasil UN dijadikan sebagai penentu kelulusan siswa,
 Untuk mempersiapkan para siswanya menghadapi dan mengerjakan soal-soal UN,
para guru biasanya menggunakan metode pembelajaran drill, di mana para siswa 18
dilatih untuk mengerjakan sejumlah soal yang diduga akan keluar dalam ujian.
Tren dalam Menghadapi UN
UN hendak didesain sebagai starting point peningkatan mutu pendidikan sehingga
harus dilakukan perubahan mendasar tentang sistem dan mekanismenya (Ghoeskoka, 2010;
Mattindas, 2012).
 Pertama, dalam penentuan kelulusan diserahkan sepenuhnya kepada sekolah dengan
menggunakan rambu-rambu dan standar kelulusan secara nasional. Untuk itu, harus
dilakukan pemantauan sistemik terhadap proses penilaian kompetensi siswa secara
jujur, fair, dan objektif sehingga tak memungkinkan sekolah untuk melakukan
manipulasi penilaian.

3
Prasetya, Agus, & Rivashinta, Emusti. 2011. Konsep Urgensi dan Implementasi Pendidikan Karakter di
Sekolah. Dalam Kompasiana, (http://edukasi.kompasiana.com/2020/12/08)

7
 Kedua, dalam pembuatan soal, kualitas soal UN harus benar-benar valid sehingga
mampu membedakan siswa yang pandai dan siswa yang tidak pandai. Jangan sampai
anak-anak cerdas justru menjadi korban pendidikan akibat soal UN yang diragukan
mutunya. Sebaliknya, siswa yang kehilangan etos belajar dan bermental pemalas
justru termanjakan dengan mendapatkan hasil UN yang bagus dan memuaskan.
 Ketiga, harus dilakukan sinkronisasi antara kurikulum yang teraplikasikan dalam
kegiatan 20 pembelajaran dan sistem UN yang dilaksanakan. Selama ini, UN terkesan
menjadi sebuah entitas yang terlepas dari kurikulum. Menjelang UN, siswa tidak
pernah mendapatkan layanan pendidikan yang inovatif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan karena mereka hanya dilatih untuk menjadi penghafal pelajaran di
kelas.
2.2.3. Isu Kurikulum

2.2.3.1. Kurikulum Diubah Karena Desakan Masyarakat


Evaluasi dan perombakan kurikulum pendidikan nasional setidaknya didasari oleh
dua hal, yakni untuk menyelaraskan arah dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) yang mengamanatkan kurikulum pendidikan harus ditinjau ulang untuk
penataan sekaligus penyempurnaannya serta untuk menjawab desakan dari masyarakat yang
meminta kurikulum pendidikan harus dievaluasi. Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan (Kabalitbang) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud)
Chairil Anwar Notodiputro mengatakan, pihaknya terus meninjau kurikulum yang dipakai
sejak tahun 2006 ini dan menyimpulkan kurikulum tersebut belum sempurna. Oleh karena
itu, kementerian menilai sudah waktunya kurikulum dievaluasi untuk menyesuaikan dengan
kondisi saat ini "Desakan dari masyarakat cukup kencang bahkan cenderung menyalahkan
kurikulum sebelumnya. Ada tawuran dan korupsi yang disalahkan kurikulumnya," kata
Chairil saat ditemui. Evaluasi itu, lanjutnya, dilakukan secara menyeluruh yang sedikitnya
mempertimbangkan empat standar pendidikan didalamnya, yaitu standar kompetensi
kelulusan, standar isi, standar proses, dan standar evaluasi.4

2.2.3.2. Kurikulum Baru Harus Diimbangi Guru yang Inspiratif


Kurikulum pendidikan harus mengimbangi perkembangan ilmu pengetahuan. Namun,
peran guru sebagai penyampai pesan juga harus mengimbangi keduanya. Guru tak hanya
sebagai perantara penyampai materi, tetapi juga harus mampu menginspirasi para peserta
didiknya. Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud) Bidang Kebudayaan
4
Anonim. 2012. Kurikulum Diubah Karena Desakan Masyarakat. Dalam Kompas
http://edukasi.kompas.com/read/2012/- 09/28

8
Wiendu Nuryanti mengatakan, dalam proses pembangunan pendidikan, peran guru yang
kompeten sebagai ujung tombak dan eksekutor penyampai materi tak kalah pentingnya dari
kurikulum pendidikan. "Intinya kurikulum itu penting tetapi guru lebih penting sehingga guru
jangan hanya mengajar, tetapi harus mampu menjadi inspirator," kata Wiendu, di Gedung
Kemdikbud. Saat ini, lanjutnya, kurikulum pendidikan nasional tengah dirombak total
bersama tim dari Kemdikbud dan pakar-pakar pendidikan. Dengan mengusung konsep
tematik, kurikulum baru diharapkan mampu memberi ruang gerak yang lebih luas untuk 31
menjadi ladang ekspresi masyarakat sekolah sehingga potensi seluruh peserta didik dapat
semakin mencuat. "Dengan bahan ajar dan cara yang benar, peran inspirator dari guru akan
muncul sehingga akan ada lompatan dalam pendidikan kita," ujarnya. Sebelumnya,
Wamendikbud Bidang Pendidikan Musliar Kasim menyatakan hal senada. Baginya, sebaik
dan sesempurna apa pun kurikulum pendidikan tak akan memberi dampak signifikan tanpa
diimbangi dengan guru yang kompeten. "Enggak akan ada arti jika guru tak diperbaiki. Itulah
mengapa kita perbaiki dan petakan kompetensi guru melalui Uji Kompetensi Guru (UKG).
Ini sangat relevan antara pemetaan dan akan ada pelatihan kurikulum," pungkasnya
(Akuntoro, Kompas 28 September 2012).5

2.2.4. Isu Terkait Pengelolaan Pendidikan


Berbagai isu yang biasanya muncul terkait pengelolaan pendidikan adalah sebagai
berikut.
 Adanya regulasi pengelolaan lembaga pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas layanan pendidikan, tetapi dalam implementasinya justru malah mengkotak-
kotak keberadaan layanan pendidikan dalam praktik pengelolaan pendidikan dan
persepsi masyarakat ilmu (regulasi sekolah internasional).
 Belum terjangkaunya pengelolaan biaya pendidikan untuk kalangan ekonomi lemah.
Kondisi ini bertentangan dengan regulasi tentang pendidikan gratis dan pendidikan
murah yang ternyata belum dapat dinikmati bahkan belum dipahami prosedur
perolehannya oleh masyarakat luas.
 Rendahnya kemampuan dan kurang profesionalnya sumber daya manusia pengelola
lembaga pendidikan yang tersedia. Kondisi ini berdampak pada rendahnya kualitas
praktik pengelolaan layanan pendidikan.

5
Akuntoro, Indra. 2012. Kurikulum Baru Harus Diimbangi Guru yang Inspiratif. Dalam Kompas, 28 September
2012.

9
 Belum dipahaminya standar kualitas pengelolaan pendidikan oleh pelaku pengelola
pendidikan. Hal ini berdampak pada terjadinya pengelolaan pendidikan yang terkesan
seadanya dan kurang jelas tolok ukur pencapaian standarnya.
 Terjadinya benturan dalam tataran regulasi pengelolaan pendidikan, antara standar isi,
standar proses dan capaian belajar (learning outcomes), dan regulasi tagihan belajar.
Standar isi sangat berorientasi pada bidang keilmuan, sedangkan capaian belajar harus
mencakup kematangan seluruh aspek atau potensi individu baik kecakapan akademik,
soft skills, maupun pengembangan karakter. Namun, regulasi tagihan hasil belajar
berupa ujian nasional dengan model ujian mengukur aspek kemampuan kognitif. Hal
ini berdampak pada terjadinya carut marut pengelolaan proses pendidikan dan target
capaian hasil.
 Pengelolaan implementasi kurikulum yang belum berkualitas. Hal ini disebabkan
karena berbagai faktor, antara lain: (1) muatan kurikulum terutama untuk pendidikan
dasar dan menengah terlalu berbasis keilmuan, meskipun seharusnya masih berbasis
pengembangan potensi; (2) kemampuan SDM pelaksana kurikulum kurang memiliki
kemampuan mengambil keputusan secara kreatif untuk menyesuaikan dengan
kebutuhan belajar.6
2.3. Isu Seputar Pendidikan Moral Dan Budi Pekerti
Sebenarnya tujuan pendidikan yang terdapat di dalam sistem pendidikan nasional kita
sudah sangat lengkap untuk membentuk anak didik menjadi pribadi yang berlandaskan pada
budi pekerti yang luhur. Namun seperti yang kita saksikan saat ini, para anak didik Indonesia
seakan-akan sudah mengalami krisis budi pekerti. Bahkan berita tentang criminal, bocah-
bocah nakal, seakan-akan sudah menjadi santapan sehari-hari.
Untuk itu, akan lebih baik bila sekolah juga menerapkan pendidikan karakter pada
murid-murid didiknya. Pendidikan karakter ini merupakan penanaman nilai-nilai karakter
kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran, tidakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap tuhan, diri sendiri sesama, lingkungan
maupun kebangsaan hingga menjadi insan kamil. Seseorang akan dikatakan berkarakter jika
telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan
sebagai kekuatan moral dalam hidupnya.
Ada banyak penyebab yang menghadang kita sebagai pendidik, dalam upaya memberikan
bekal akhlak yang baik kepada anak didik kita. Antara lain adalah:

6
Tasdik, Komaudin. 2011. Pengelolaan Pendidikan. Dalam http://komarudintasdik.wordpress.com/2011/02/15.

10
 Arus globalisasi yang memiliki perkembangan teknologi yang sangat pesat. Ini
menjadi tantangan tersendiri bagi kita, karena dunia pun bahkan sekarang hanya
seukuran ujung jari. Saat itu, kita bisa mengkses banyak informasi yang negative
maupun positif  dimana-mana. Bila anak didik tidak memiliki agama yang kuat, hal
itu bisa menyebabkan dampak negative yang besar bagi kita, keluarga dan bangsa.
 Pola hidup yang telah bergeser. Moral para pejabat yang amat melekat dengan kata-
kata korupsi, curang, tidak peduli ada kesusahan orang lain, karena bila mengeluarkan
pendapat, sangat diragukan ketulusannya dan keseriusannya.
 Moral para artis yang rupa-rupanya menjadi panutan para anak didik.
 Kurikulum sekolah mengenai dimasukkannya materi moral dan budi pekerti ke dalam
setiap mata pelajaran juga cukup sulit.
 Ekonomi Indonesia yang tidak dapat diabaikan keberadaannya begitu saja. Karena
bagaimanapun itu sebuah kebijakan, pasti akan memerlukan dana yang besar agar
kebijakan tersebut bisa berjalan dengan baik.
2.4. Kurikulum Pendidikan
Secara etimologi, kurikulum berasal dari bahasa yunani, yaitu curir yang berarti
pelari, dan currere yang berarti berlari cepat, maju dengan cepat. Secara istilah, kurikulum
berarti sejumlah pengetahuan atau kemampuan yang harus diselesaikan atau harus ditempuh
seorang siswa guna mencapai tingkatan tertentu secara formal dan dapat dipertanggung
jawabkan. Kurikulum merupakan salah satu alat untuk mencapai satu tujuan pendidikan serta
menjadi pedoman dalam pelaksanaan proses belajar mengajar pada berebagai jenis dan
tingkat sekolah. Namun seiring berkembangnya zaman, pengertian kurikulum terus
mengalami perubahan makna. Dan lama kelamaan, tugas pendidikan yang pada awalnya
harus diemban oleh dua pihak, antara kelusrga dan sekolah menjadi tidak berimbang.
Selama ini, kurikulum dianggap sebagai penentu keberhasilan pendidikan. Karena itu,
perhatian para guru, dosen, hingga praktisi pendidikan terkonsentrasi pada kurikulum.
Padahal kurikulum bukanlah penetu utama dari keberhasilan suatu pendidikan. Sekalipun
kurikulum juga sebagai penentu kesuksesan, tapi kasus yang terjadi di negri kita ini adalah
kesadadaran. Kesadaran untuk berprestasi, kesadaran untuk sukses, kesadaran untuk
meningkatkan SDM, dan kesadaran untuk menghilangkan kebodohan.
Hingga saat ini, Indonesia sudah mengalami banyak perubahan kurikulum
pendidikan. Mulai kurikulum KBK, KTSP, hingga yang terbaru saat ini adalah K-13 yang
masih menimbulkan pro kontra dan bahkan banyak sekolah yang pada akhirnya kembali lagi

11
pada KTSP, karena bahkan guru pun banyak yang tidak sanggup untuk mejalankan program
ini.
Sebenarnya kurikulum yang memiliki posisi sentral dalam pendidikan ini
menunjukkan bahwa kependidikan yang utama adalah proses interaksi akademik antara
peserta didik, pendidik, sumber dan lingkungan. Dan jika seseorang ingin mengetahui apa
yang dihasilkan, atau pengalaman belajar yang didapatkan, maka dia harus mengkaji dan
mempelajari kurikulum lembaga pendidikan tersebut. 
Secara singkat, posisi kurikulum bisa dibagi menjadi tiga yaitu: Construct yang
dibangun untuk mentransfer apa yang sudah terjadi pada masa lalu kepada generasi
berikutnya untuk dilestarikan, diteruskan, atau dikembangkan. Sebagai jawaban untuk
menyelesaikan berbagai masalah sosial yang berkenaan dengan pendidikan. Untuk
membangun masa depan, dengan berbagai rencana pengembangan dan pembangunan bangsa
melalui masa lalu dan masa sekarang sebagai dasar untuk mengembangkan masa depan.
2.5. Pengaruh Media Terhadap Anak
Saat ini kita tengah memasuki abad kejayaan teknologi, yang di situ kita akan
dihadapkan dengan kenyataan bahwa dunia ini telah dipenuhi dengan berbagai informasi
yang keluar masuk dengan bebasnya tanpa adanya sekat. Kecenderungan global dalam
informasi ini menyebabkan interaksi dan interelasi menjadi sedemikian pendek. Baik itu
hubungan antar manusia maupun antar Negara. Arus informasi yang tersalurkan melalui
berbagai media ini dapat diperoleh dengan sangat cepat sekali, dan cukup dengan sentuhan
ujung jari. antara manusia menjadi semakin pendek.
Ada banyak manfaat yang dihasilkan dari media cetak maupun media elektronik.
Salah satunya adalah, bahwa media tersebut sangat efektif dijadikan sebagai sarana dalam
dunia pendidikan. Media dapat menambah pengetahuan, membentuk perkembangan
kemampuan serta ketrampilan anak. Bagi anak remaja, media elektronik merupakan sumber
informasi penting untuk mengetahui dunia sekeliling mereka. Jumlah informasi yang mereka
peroleh akan dapat meningkatkan wawasan serta membuat pola pikir mereka lebih maju.
Terlebih lagi mengingat model pendidikan saat ini adalah dengan memberikan kesempatan
pada para peserta didik untuk mengembangkan kemampuan, pola pikir mereka sebebas-
bebasnya.
Namun dibalik semua kelebihan yang dihasilkan dari pekembangan teknologi saat ini,
rupanya ada banyak sisi negative dengan perkembangan teknologi yang rupanya semakin
lama semakin tidak ketulungan ini Terlebih pendidikan saat ini menerapkan pada anak didik
untuk bisa berkembang sendiri dengan mengandalkan tugas-tugas yang kebanyakan
12
bentuknya berupa mengandalkan diri melalui browsing dan yang lainnya. Seperti internet
baik mahasiswa maupun pelajar pada umumnya akan lebih mengandalkan internet dalam
memnuhi tugas mereka. Mereka tidak ingin repot dengan pergi ke perpustakaan, mencari
satu-persatu buku yang dibutuhkan. Hal itu sangat tidak baik, karena dengan ketergantungan
pada internet, akhirnya akan mempengaruhi pola pikir mereka.
Selain internet, ada juga televise. Dengan adanya televisi, anak-anak maupun remaja
akan tumbuh menjadi orang yang tidak kreatif karena hidup mereka akan banyak dihabiskan
di depan televisi. Itu akan menghabiskan banyak waktu dan masa produktif mereka. Dalam
psikologi misalnya, mereka akan menjadi pribadi yang tidak peka, mengabaikan keadaan
sekitar, bahkan kasus yang parah adalah, mereka akan meniru apa yang mereka liaht melalui
televisi. Dari semua pembahasan tentang media, maka media elektroniklah yang saat ini
memiliki peran besar dalam membentuk karakter anak. Kita bahkan lebih mempercayakan
anak-anak didik kita pada media elektronik timbang pada diri kita sendiri, sebagai seorang
guru. Untuk itu, perlu adanya kerjasama antara keluarga dan sekolah dalam membatasi
hubungan anak dengan media elektronik, karena media itu cukup menghambat guru dan
keluarga dalam proses pembentukan karakter pada anak.
2.6. Kebijakan Tentang Kualitas Dan Kwantitas Guru
Penyertaan pendidikan dalam usaha pembangunan di semua bidang sangatlah
diperlukan. Hal ini bertujuan agar orang yang bersangkutan bisa memberikan hasil yang
memuaskan di dalam mengatasi berbagai macam persoalan dan hajat hidup orang banyak.
Sehingga dalam hal ini, pendidikan haruslah mendapatkan perhatian khusus, termasuk
prioritas pengembangannya.
Jika mencermati sudut pandang pemerintah, pemerintah saat ini juga sudah berupaya
untuk terus memperbaiki kualitas pendidikan yang ada. Salah satunya adalah dengan
mengubah-ubah kurikulum agar tetap relevan dengan zaman yang ada. Seperti K-13 yang
hingga saat ini masih menuai banyak permasalahan. Namun perlu kita ingat, bahwa ujung
tombak dari setiap kebijakan dan pendidikan pada akhirnya berpulang pada makhluk yang
bernama guru. Gurulah yang akan melaksanakan segala bentuk pola,gerak, dan geliatnya
perubahan kurikulum. Seperti saat ini, saat berbagai macam model pembelajaran yang
berrkaitan dengan K-13 diuji cobakan, maka gurulah yang sangat berperan dalam
melaksanakannya. Masukan dari guru akan menjadi perbaikan, terutama pada model unsur

13
pembelajaran itu sendiri, juga pada komponen-komponen/unsur-unsur kurikulum lainnya
yang terkait dengan uji coba tersebut.7
2.7. Permasalahan Eksternal Pendidikan Masa Kini
Permasalahan eksternal pendidikan di Indonesia dewasa ini sesungguhnya sangat
komplek. Hal ini dikarenakan oleh kenyataan kompleksnya dimensi-dimensei eksternal
pendidikan itu sendiri. Dimensi-dimensi eksternal pendidikan meliputi dimensi sosial, politik,
ekonomi, budaya, dan bahkan juga dimensi global. Dari berbagai permasalahan pada dimensi
eksternal pendidikan di Indonesia dewasa ini, makalah ini hanya akan menyoroti dua
permasalahan, yaitu permasalahan globalisasi dan permasalahan perubahan sosial.
2.7.1. Permasalahan Globalisasi
Globalisasi mengandung arti terintegrasinya kehidupan nasional ke dalam kehidupan
global. Dalam bidang ekonomi, misalnya, globalisasi ekonomi berarti terintegrasinya
ekonomi nasional ke dalam ekonomi dunia atau global (Fakih, 2003: 182). Bila dikaitkan
dalam bidang pendidikan, globalisasi pendidikan berarti terintegrasinya pendidikan nasional
ke dalam pendidikan dunia. Sebegitu jauh, globalisasi memang belum merupakan
kecenderungan umum dalam bidang pendidikan. Namun gejala kearah itu sudah mulai
Nampak. Sejumlah SMK dan SMA di beberapa kota di Indonesia sudah menerapkan sistem
Manajemen Mutu (Quality Management Sistem) yang berlaku secara internasional dalam
pengelolaan manajemen sekolah mereka, yaitu SMM ISO 9001:2000; dan banyak
diantaranya yang sudah menerima sertifikat ISO.
Oleh karena itu, dewasa ini globalisasi sudah mulai menjadi permasalahan actual
pendidikan. Permasalahan globalisasi dalam bidang pendidikan terutama menyangkut output
pendidikan. Seperti diketahui, di era globalisasi dewasa ini telah terjadi pergeseran paradigma
tentang keunggulan suatu Negara, dari keunggulan komparatif (Comperative adventage)
kepada keunggulan kompetitif (competitive advantage). Keunggulam komparatif bertumpu
pada kekayaan sumber daya alam, sementara keunggulan kompetitif bertumpu pada
pemilikan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas (Kuntowijoyo, 2001: 122).
Dalam konteks pergeseran paradigma keunggulan tersebut, pendidikan nasional akan
menghadapi situasi kompetitif yang sangat tinggi, karena harus berhadapan dengan kekuatan
pendidikan global. Hal ini berkaitan erat dengan kenyataan bahwa globalisasi justru
melahirkan semangat cosmopolitantisme dimana anak-anak bangsa boleh jadi akan memilih
sekolah-sekolah di luar negeri sebagai tempat pendidikan mereka, terutama jika kondisi
7
Aan Komariah dan Engkoswara. 2011. Administrasi Pendidikan, Bandung:Alfabeta.
Sam M.Chan dan Tuti T. Sam, 2005. Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, Jakarta: Raja Grafindo
Persada

14
sekolah-sekolah di dalam negeri secara kompetitif under-quality (berkualitas rendah).
Kecenderungan ini sudah mulai terlihat pada tingkat perguruan tinggi dan bukan mustahil
akan merambah pada tingkat sekolah menengah.
Bila persoalannya hanya sebatas tantangan kompetitif, maka masalahnya tidak
menjadi sangat krusial (gawat). Tetapi salah satu ciri globalisasi ialah adanya “regulasi-
regulasi”. Dalam bidang pendidikan hal itu tampak pada batasan-batasan atau ketentuan-
ketentuan tentang sekolah berstandar internasional. Pada jajaran SMK regulasi sekolah
berstandar internasional tersebut sudah lama disosialisasikan. Bila regulasi berstandar
internasional ini kemudian ditetapkan sebagai prasyarat bagi output pendidikan untuk
memperolah untuk memperoleh akses ke bursa tenaga kerja global, maka hal ini pasti akan
menjadi permasalah serius bagi pendidikan nasional.
Globalisasi memang membuka peluang bagi pendidikan nasional, tetapi pada waktu
yang sama ia juga mengahadirkan tantangan dan permasalahan pada pendidikan nasional.
Karena pendidikan pada prinsipnya mengemban etika masa depan, maka dunia pendidikan
harus mau menerima dan menghadapi dinamika globalisasi sebagai bagian dari permasalahan
pendidikan masa kini.
2.7.2. Permasalahan perubahan sosial
Ada sebuah adegium yang menyatakan bahwa di dunia ini tidak ada yang abadi,
semuanya berubah; satu-satunya yang abadi adalah perubahan itu sendiri. Itu artinya,
perubahan sosial merupakan peristiwa yang tidak bisa dielakkan, meskipun ada perubahan
sosial yang berjalan lambat dan ada pula yang berjalan cepat. Bahkan salah satu fungsi
pendidikan, sebagaimana dikemukakan di atas, adalah melakukan inovasi-inovasi sosial,
yang maksudnya tidak lain adalah mendorong perubahan sosial. Fungsi pendidikan sebagai
agen perubahan sosial tersebut, dewasa ini ternyata justru melahirkan paradoks.
Kenyataan menunjukkan bahwa, sebagai konsekuansi dari perkembangan ilmu
perkembangan dan teknologi yang demikian pesat dewasa ini, perubahan sosial berjalan jauh
lebih cepat dibandingkan upaya pembaruan dan laju perubahan pendidikan. Sebagai
akibatnya, fungsi pendidikan sebagai konservasi budaya menjadi lebih menonjol, tetapi tidak
mampu mengantisipasi perubahan sosial secara akurat (Karim, 1991: 28). Dalam kaitan
dengan paradoks dalam hubungan timbal balik antar pendidikan dan perubahan sosial seperti
dikemukakan di atas, patut kiranya dicatat peringatan Sudjatmoko (1991:30) yang
menyatakan bahwa Negara-negara yang tidak mampu mengikuti revolusi industri mutakhir
akan ketinggalan dan berangsur-angsur kehilangan kemampuan untuk mempertahankan
kedudukannya sebagai Negara merdeka. Dengan kata lain, ketidakmampuan mengelola dan
15
mengikuti dinamika perubahan sosial sama artinya dengan menyiapkan keterbelakangan.
Permasalahan perubahan sosial, dengan demikian harus menjadi agenda penting dalam
pemikiran dan praksis pendidikan nasional.
2.8. Permasalahan Internal Pendidikan Masa Kini
Seperti halnya permasalahan eksternal, permasalahan internal pendidikan di Indonesia
masa kini adalah sangat kompleks. Daoed Joefoef (2001: 210-225) misalnya, mencatat
permasalahan internal pendidikan meliputi permasalahan-permasalahan yang berhubungan
dengan strategi pembelajaran, peran guru, dan kurikulum. Selain ketiga permasalahan
tersebut sebenarnya masih ada jumlah permasalahan lain, seperti permasalahan yang
berhubungan dengan sistem kelembagaan, sarana dan prasarana, manajemen, anggaran
operasional, dan peserta didik. Dari berbagai permasalahan internal pendidikan dimaksud,
makalah ini hanya akan membahas tiga permasalahan internal yang di pandang cukup
menonjol, yaitu permasalahan sistem kelembagaan, profesionalisme guru, dan strategi
pembelajaran.
2.8.1. Permasalahan Sistem Kelembagaan Pendidikan
Permasalahan sistem kelembagaan pendidikan yang dimaksud dengan uraian ini ialah
mengenai adanya dualisme atau bahkan dikotomi antar pendidikan umum dan pendidikan
agama. Dualisme atau dikotomi antara pendidikan umum dan pendidikan agama ini agaknya
merupakan warisan dari pemikiran Islam klasik yang memilah antara ilmu umum dan ilmu
agama atau ilmu ghairuh syariah dan ilmu syariah, seperti yang terlihat dalam konsepsi al-
Ghazali (Otman, 1981: 182). Dualisme dikotomi sistem kelembagaan pendidikan yang
berlaku di negeri ini kita anggap sebagai permasalahan serius, bukan saja karena hal itu
belum bisa ditemukan solusinya hingga sekarang, melainkan juga karena ia, menurut Ahmad
Syafii Maarif (1987:3) hanya mampu melahirkan sosok manusia yang “pincang”. Jenis
pendidikan yang pertama melahirkan sosok manusia yang berpandangan sekuler, yang
melihat agama hanya sebagai urusan pribadi.
Sedangkan sistem pendidikan yang kedua melahirkan sosok manusia yang taat, tetapi
miskim wawasan. Dengan kata lain, adanya dualisme dikotomi sistem kelembagaan
pendidikan tersebut merupakan kendala untuk dapat melahirkan sosok manusia Indonesia
“seutuhnya”. Oleh karena itu, Ahmad Syafii Maarif (1996: 10-12) menyarankan perlunya
modal pendidikan yang integrative, suatu gagasan yang berada di luar ruang lingkup
pembahasan makalah ini.

16
2.8.2. Permasalahan Profesionalisme Guru
Salah satu komponen penting dalam kegiatan pendidikan dan proses pembelajaran
adalah pendidik atau guru. Betapapun kemajuan taknologi telah menyediakan berbagai ragam
alat bantu untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran, namun posisi guru tidak
sepenuhnya dapat tergantikan. Itu artinya guru merupakan variable penting bagi keberhasilan
pendidikan. Menurut Suyanto (2006: 1), “guru memiliki peluang yang amat besar untuk
mengubah kondisi seorang anak dari gelap gulita aksara menjadi seorang yang pintar dan
lancar baca tulis alfabetikal maupun fungsional yang kemudian akhirnya ia bisa menjadi
tokoh kebanggaan komunitas dan bangsanya”. Tetapi segera ditambahkan: “guru yang
demikian tentu bukan guru sembarang guru. Ia pasti memiliki profesionalisme yang tinggi,
sehingga bisa “digugu lan ditiru”.
Lebih jauh Suyanto (2006: 28) menjelaskan bahwa guru yang profesional harus
memiliki kualifikasi dan ciri-ciri tertentu. Kualifikasi dan ciri-ciri dimaksud adalah: (a) harus
memiliki landasan pengetahuan yang kuat, (b) harus berdasarkan atas kompetensi individual,
(c) memiliki sistem seleksi dan sertifikasi, (d) ada kerja sama dan kompetisi yang sehat antar
sejawat, (e) adanya kesadaran profesional yang tinggi, (f) meliki prinsip-prinsip etik (kide
etik), (g) memiliki sistem seleksi profesi, (h) adanya militansi individual, dan (i) memiliki
organisasi profesi.

2.8.3. Permasalahan Strategi Pembelajaran


Menurut Suyanto (2006: 15-16) era globalisasi dewasa ini mempunyai pengaruh yang
sangat signifikan terhadap pola pembelajaran yang mampu memberdayakan para peserta
didik. Tuntutan global telah mengubah paradigma pembelajaran dari paradigma pembelajaran
tradisional ke paradigma pembelajaran baru. Suyanto menggambarkan paradigma
pembelajaran sebagai berpusat pada guru, menggunakan media tunggal, berlangsung secara
terisolasi, interaksi guru-murid berupa pemberian informasi dan pengajaran berbasis factual
atau pengetahuan.
Paulo Freire (2002: 51-52) menyebut strategi pembelajaran tradisional ini sebagai
strategi pelajaran dalam “gaya bank” (banking concept). Di pihak lain strategi pembelajaran
baru digambarkan oleh Suyanto sebagai berikut: berpusat pada murid, menggunakan banyak
media, berlangsung dalam bentuk kerja sama atau secara kolaboratif, interaksi guru-murid
berupa pertukaran informasi dan menekankan pada pemikiran kritis serta pembuatan
keputusan yang didukung dengan informasi yang kaya. Model pembelajaran baru ini disebut
oleh Paulo Freire (2000: 61) sebagai strategi pembelajaran “hadap masalah” (problem

17
posing). Meskipun dalam aspirasinya, sebagaimana dikemukakan di atas, dewasa ini terdapat
tuntutan pergeseran paradigma pembelajaran dari model tradisional ke arah model baru,
namun kenyataannya menunjukkan praktek pembelajaran lebih banyak menerapkan strategi
pembelajaran tradisional dari pembelajaran baru (Idrus, 1997: 79). Hal ini agaknya berkaitan
erat dengan rendahnya professionalisme guru.
2.9. Isu Pendidikan Pada Masa Pandemi
Di masa pandemi Covid-19 sekarang memang banyak hal berbeda yang terjadi dalam
kehidupan ini. Salah satu perubahan tersebut terjadi di dunia pendidikan di mana kegiatan
pembelajaran harus dilakukan secara daring atau online. Indonesia sendiri yang juga
terjangkit wabah virus corona mau tak mau juga harus menjalankan pendidikan secara daring.
Sayangnya dalam pembelajaran secara online ini ditemui banyak kendala atau masalah.
2.9.1. Sarana Pendidikan yang Belum Siap
Permasalahan pendidikan pertama yang terjadi di Indonesia selama masa pandemi
adalah sarana pendidikan yang belum siap. Mungkin anak-anak di perkotaan masih bisa
menjalankan pendidikan secara daring atau online tanpa hambatan. Tapi hal ini tidak berlaku
di daerah atau pedesaan yang memang tidak memiliki jaringan internet sebagus di kota. Tidak
hanya soal jaringan internet, tapi untuk melakukan pembelajaran online ini juga dibutuhkan
sarana perangkat berupa laptop atau smartphone. Nah dari sinilah muncul juga permasalahan
karena tidak semua anak di Indonesia, terutama di daerah yang memiliki perangkat ini.
Permasalahan lain yang muncul dari metode pembelajaran online ini adalah masalah kuota.
Pembelajaran daring ini memang membutuhkan kuota yang harus dibeli dengan sejumlah
rupiah. Dari sinilah kemudian banyak orangtua dari kalangan menengah ke bawah yang
kesulitan untuk membeli kuota.
2.9.2. Materi yang Tidak Dipahami dan Tugas yang Terlalu Banyak
Dalam proses pembelajaran daring sendiri muncul juga permasalahan cukup serius.
Pembelajaran online yang tidak membuat anak-anak bertemu langsung di kelas memang
membuat penjelasan guru menjadi kurang maksimal. Hasilnya tidak sedikit siswa yang tidak
bisa memahami materi yang disampaikan. Mungkin bagi siswa yang punya guru privat bisa
saja memperdalam materinya hingga kemudian mampu memahaminya. Tapi kenyataannya
tidak semua siswa di Indonesia memiliki guru privat. Belum lagi bila membicarakan soal
anak-anak berkebutuhan khusus atau disabilitas, maka pembelajaran online ini akan semakin
menambah permasalahan yang ada.

18
2.9.3.      Keseriusan Anak dalam Belajar
Permasalahan yang bisa dijumpai pada pembelajaran online di Indonesia selama masa
pandemi yaitu mental dan keseriusan anak dalam belajar. Dalam pembelajaran daring ini
memang banyak anak yang menyepelekan. Alih-alih serius dalam belajar, mereka banyak
yang menganggap belajar online ini sebagai kegiatan mengisi waktu saat liburan. Ditambah
lagi dengan kondisi di mana banyak guru yang banyak memberikan tugas, menjadikan anak
semakin kurang serius dalam belajar. Mereka menganggap bahwa belajar online ini hanya
berisi kegiatan mengerjakan tugas.8
2.9.4. Kegagapan Pendidikan Daring
Arena sekolah, sebagai ruang belajar mengajar antara murid dengan guru, mahasiswa
dengan dosen pun pada akhirnya dilarang dilakukan. Sebagai gantinya yakni pembelajaran
secara daring. Perubahan sangat cepat ini tanpa diiringi persiapan yang memadai sebelumnya,
akibatnya banyak kegagapan menghadapinya. Hal ini pun diakui oleh Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Nadiem Makarim. Nadiem berpendapat, "kita harus jujur proses adaptasi ke
online learning juga sangat sulit. Paling tidak masih ada pembelajaran terjadi daripada sama
sekali tidak ada pembelajaran”. Statemen pelipur lara, ketimbang langkah cepat menyiapkan
infrastruktur. Sayangnya hingga memasuki tahun ajaran baru ini pun belum nampak gerak
revolusioner dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan maupun jajaran kementeriannya
dalam menyiapkan sarana-prasarana pembelajaran daring. Pemberian kuota internet, ini yang
penulis dengar dari sekolah-sekolah, itupun yang di kota-kota besar. Sementara jika
melongok ke daerah, masih jauh panggang dari api. Pembelajaran yang dipaksakan, demikian
sepintas terlihat. Pilihan sulit di tengah situasi yang tidak menentu pula. Covid-19 sebagai
makhluk hidup yang berupa mikroorganisme ini harus diputus mata rantainya, akibat
penularannya yang dilakukan melalui perjumpaan antarmanusia. Maka perlu dilakukan
langkah-langkah strategis taktis dalam menghadapinya. Pembelajaran daring yang belum
dipersiapkan secara matang ini tentu berdampak terhadap metode pembelajaran yang
dilakukan oleh para tenaga pendidik.
Demikian pula penerimaan atas pembelajaran dari para peserta didik pun sangat
beragam, seringkali tidak memahami materi maupun penyampaian dari guru. Terlebih orang
tua atau wali muridnya. Lagi-lagi mengalami gegar pembelajaran yang luar biasa. Orang tua
yang sibuk bekerja dengan terpaksa harus mendampingi anak-anak mereka pada saat jam
pembelajaran daring. Anak-anak yang biasanya di sekolah, berubah seketika untuk
melakukan aktifitas pembelajaran di rumah. Untuk level SMP, SMA, hingga perguruan tinggi
8
https://artikel.bibit.id/news-1/selama-pandemi-inilah-masalah-pendidikan-yang-terjadi-di-indonesia

19
barangkali tidak terlalu mengkhawatirkan. Namun untuk level SD bahkan SMP, tidak sedikit
orang tua siswa yang mengeluh akibat pembelajaran daring ini. Sekurang-kurangnya keluhan
ini yang dialami oleh teman-teman penulis. Tidak sedikit guru yang sekadar memberikan
tugas kepada para muridnya, melalui aplikasi pesan grup daring yakniaplikasi whatsapp.
Guru membuat grup dengan para orang tua/wali murid untuk update apa saja yang perlu
dilakukan tiap harinya selama proses pembelajaran. Lalu pada sore hari guru akan
mengoreksi dan mengabsen siapa murid yang tidak atau belum mengumpulkan tugas yang
diberikan oleh guru.
2.9.5. Gegar Teknologi Digital Untuk Pembelajaran Daring
Apakah salah menggunakan aplikasi pesan daring tersebut? Memang bukan benar
salah, namun tepatkah penggunaan aplikasi pesan daring ini sebagai medium pembelajaran di
saat krisis Covid-19. Untuk sesekali digunakan barangkali tidak masalah, namun jika
digunakan setiap hari dari Senin-Jumat selama berbulan-bulan maka akan berdampak tidak
sehat bagi pembelajaran itu sendiri. Cerita dari ponakan penulis sendiri yang sekolah di SMP
dan SMA negeri terfavorit di kota gudeg, ternyata hanya hitungan jari saja yang gurunya
memiliki kemampuan beradaptasi dengan pendidikan daring ini. Adapun para guru yang
dapat diandalkan yaitu mereka yang berada di usia milenial, kelahiran di atas tahun 1981-an.
Kelompok guru ini sangat adaptif dan cepat mengikuti perubahan dan semangat
pembelajaran daring di masa adaptasi kebiasaan baru ini. Aplikasi pesan daring
sesungguhnya adalah medium yang sangat privat, untuk saling bertukar informasi satu
dengan yang lainnya. Apapun bidangnya. Bukan didesain sebagai tools untuk aktifitas
pembelajaran yang masif antara guru dengan para muridnya. Belakangan ramai digunakan
aplikasi untuk mendukung pembelajaran dengan menggunakan zoom yang paling populer,
selain juga google classroom. Dapat dilakukan secara interaktif hingga ratusan bahkan ribuan
orang dalam sekali aktifitas. Problemnya adalah tidak semua orang tua siswa kita memiliki
kemampuan untuk memiliki perangkat laptop atau smartphone yang mendukung untuk
menginstall aplikasi zoom ke piranti mereka.
2.9.6. Hambatan-Hambatan Pendidikan Daring
Ada sekian kendala: baik kendala ekonomi, kendala koneksi internet yang tidak stabil,
ditambah dengan metode pembelajaran daring seefektif apa. Inilah beberapa permasalahan
yang dihadapi oleh dunia pendidikan kita di tengah Covid-19. Aktifitas pendidikan bukan
semata-mata guru memberikan soal-soal lalu para murid diminta menjawab, lantas diberi
nilai matematis. Bukan itu poinnya. Ini yang terjadi berdasarkan amatan penulis di masa
Covid-19. Pemahaman para guru masih banyak yang berhenti pada pembelajaran sekadar
20
dimaknai memberikan soal-soal dari guru kepada murid. Hal ini tentu saja menunjukkan
pekerjaan rumah luar biasa berat bagi kita semua memperbaiki sistem pendidikan.9

2.10. Trend Pendidikan Masa Kini


Teknologi semakin berkembang hampir tiap tahunnya. Di segala bidang pun, tidak
pernah lepas dari teknologi. Bahkan dalam pendidikan pun teknologi pun masuk di dalamnya
untuk memudahkan para pendidik serta pelajar menerima materi ilmu.
Maka, antara para pengajar dan pelajar harus selaras untuk meningkatkan kualitas pendidikan
di Indonesia. Yang juga mampu membuat perubahan dan membawa manfaat bagi bangsa
Indonesia. Dengan canggihnya beberapa teknologi saat ini masih menjadi tren untuk tahun
2020 dalam dunia pendidikan. Berikut beberapa prediksi tren pendidikan di tahun 2020.
2.10.1. Sistem Pembelajaran Terintegrasi
pembelajaran yang terintegrasi ini disebut dengan Learning Management System
(LMS) atau Virtual Learning Environment (VLE). Seorang pengajar dapat berbagi materi
belajar, lembar tugas untuk dikerjakan pelajar, yang diberikan penilaian di dalamnya. Sistem
ini dapat terhubung dengan orang tua sehingga mereka dengan mudah memantau
perkembangan belajar anak-anaknya.
2.10.2. Menggunakan Metode STEAM
Metode Science, Technology, Engineering, Art, Mathematic (STEAM) merupakan
suatu kurikulum pembelajaran interdisipliner yang baru. Melalui pendekatan metode ini
dalam dunia pendidikan memberikan pembelajaran bagi para pelajar untuk memecahkan
suatu masalah, meningkatkan kemampuan berpikir kreatif, dan mendorong untuk
menghasilkan suatu inovasi. Dengan menggunakan metode STEAM, para pelajar dapat
bereksplorasi dengan konsep-konsep yang terkait dengan STEAM yang bisa diterapkan
dalam kehidupan.
2.10.3. Smart Board atau Komputer Tablet
Dengan belajar menggunakan smart board atau komputer tablet membuat belajar di
sekolah jadi hal yang menyenangkan. Para pengajar pun juga akan dimudahkan untuk
memberikan materi pengajaran yang interaktif dan berbasis multimedia. Para pengajar akan
mudah menyerap ilmu secara lebih maksimal.
2.10.4. Online Digital
Hadirnya perangkat online digital seperti video, ebook, audio, dan sebagainya
merupakan solusi belajar online yang menyenangkan bagi para pelajar. Selain itu, para
9
https://www.kompas.com/edu/read/2020/08/12/112834471/pendidikan-daring-di-masa-covid-19?page=all
diakses pada 09 Desember 2020

21
pengajar pun dapat dengan mudah memberikan materi untuk dipelajari para pelajar di sekolah
maupun di rumah. Tren dalam dunia pendidikan tersebut di atas diharapkan mampu
meningkatkan kualitas pendidikan. Membuat para pelajar bisa membawa manfaat untuk
bangsa Indonesia. Dengan begitu, dunia Indonesia akan menjadi lebih maju. 10

2.11. Trend Teknologi Informasi Terhadap Pendidikan


Menurut Education Week, (2011), kecenderungan perubahan teknologi terhadap
teknologi pendidikan memiliki pengaruh terhadap dunia pendidikan utamanya dalam proses
pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik sekaligus
dapat memberikan variasi pembelajaran yang dapat meningkatkan minat belajar dan
pengalaman belajar peserta didik. 11
Tren yang menjadi isu tersebut adalah sebagai berikut:
 Tuntutan Peningkatan Sarana Teknologi: Perkembangan teknologi elektronika
menuntut lembaga pendidikan untuk bersaing meningkatkan sarana-prasarana teknologi
mereka. Tuntutan pengadaan infrastruktur tersebut pada mulanya dilakukan untuk melakukan
pekerjaan dalam bidang administrasi, baik oleh pengelola maupun bagi guru. Dalam
perkembangan selanjutnya tuntutan itu sendiri telah berubah selama dekade terakhir, dari
fokus pada hanya memfasilitasi tugas-tugas administrasi menjadi kebutuhan/alat dalam
memfasilitasi pembelajaran. Dibeberapa lembaga opendidikan bahkan telah mengusahakan
perluasan konektivitas untuk mencari bandwidth yang cukup untuk menjalankan aplikasi
yang lebih kompleks di kelas, seperti audio – video streaming.12
 E-Learning: merupakan singkatan dari Elektronic Learning, sebagai proses belajar
mengajar yang menggunakan media elektronik khususnya internet sebagai sistem
pembelajarannya. E-learning merupakan dasar dan konsekuensi logis dari perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi. Beberapa ahli mencoba menguraikan pengertian e-
learning menurut versinya masing-masing, diantaranya Hartley menyatakan: e-Learning
merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke
siswa dengan menggunakan media Internet, Intranet atau media jaringan komputer lain. 13
LearnFrame.Com dalam Glossary of eLearning Terms menyatakan suatu definisi yang lebih
luas bahwa: e-learning adalah sistem pendidikan yang menggunakan aplikasi elektronik

10
https://faseberita.id/saintek/ini-yang-jadi-tren-pendidikan-di-tahun-2020 diakses pada 09 Desember 2020
11
http://www.edweek.org/ew/issues/technology-in-education/
12
Jones, R. Fox, C., and Levin, D. 2011. Transforming Education to Ensure All Students Are Successful in the
21st Century, State Technology Leadership Essential for 21st Century Learning, Annual report SETDA.
13
Hartley, Darin E., Selling e-Learning, American Society for Training and Development, 2001

22
untuk mendukung belajar mengajar dengan media Internet, jaringan komputer,maupun
komputer stand alone.14
 E-learning dalam arti luas bisa mencakup pembelajaran yang dilakukan di media
elektronik (internet) baik secara formal maupun informal. E-learning secara formal misalnya
adalah pembelajaran dengan kurikulum, silabus, mata pelajaran dan tes yang telah diatur dan
disusun berdasarkan jadwal yang telah disepakati pihak-pihak terkait (pengelola e-learning
dan pembelajar sendiri). Pembelajaran seperti ini biasanya tingkat interaksinya tinggi dan
diwajibkan oleh perusahaan pada karyawannya atau pembelajaran jarak jauh yang dikelola
oleh universitas dan perusahaan-perusahaan (biasanya perusahaan konsultan) yang memang
bergerak dibidang penyediaan jasa e-learning untuk umum.
 Blended Learning: Blended learning adalah metode pembelajaran yang memadukan
pertemuan tatap muka dengan materi online secara harmonis. Perpaduan antara training
konvensional di mana trainer dan trainee bertemu langsung dengan training online yang bisa
diakses kapan saja dan di mana saja. Adapun bentuk lain dari blended learning adalah
pertemuan virtual antara trainer dengan trainee. Mereka mungkin saja berada di dua tempat
berbeda, namun bisa saling memberi feedback, bertanya, atau menjawab. Semuanya
dilakukan secara real time. Sebagian menyebutnya dengan long distance instructed learning,
yang lain menyebutnya virtual instructor led training yang dipandu oleh instruktur betulan
secara virtual karena antara peserta dan instruktur berada di tempat yang berbeda. Apapun
namanya, model pembelajaran ini memanfaatkan teknologi IT lewat media video conference,
phone conference, atau chatting online. Menurut Jared A. Carman (2005),15 ada lima kunci
untuk melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan blended learning:
Live Event. Pembelajaran langsung atau tatap muka (instructor-led instruction) secara
sinkronous dalam waktu dan tempat yang sama (classroom) ataupun waktu sama tapi tempat
berbeda (seperti virtual classroom).
Self-Paced Learning. Yaitu mengkombinasikan dengan pembelajaran mandiri (self-paced
learning) yang memungkinkan peserta belajar belajar kapan saja, dimana saja dengan
menggunakan berbagai konten (bahan belajar) yang dirancang khusus untuk belajar mandiri
baik yang bersifat text-based maupun multimedia-based (video, animasi, simulasi, gambar,
audio, atau kombinasi dari kesemuanya).

14
Glossary of e-Learning Terms, LearnFrame.Com, 2001
15
Jared A. Carman, (2005), “Blended Learning Design: Five Key Ingredients”,
http://www.agilantlearning.com/pdf/Blended Learning Design.pdf

23
Collaboration. Mengkombinasikan kolaborasi, baik kolaborasi pengajar, maupun kolaborasi
antar peserta belajar yang kedua-duanya bisa lintas sekolah/kampus. Dengan demikian,
perancang blended learning harus meramu bentuk-bentuk kolaborasi, baik kolaborasi anatar
teman sejawat atau kolaborasi antar peserta belajar dan pengajar melalui tool-tool komunikasi
yang memungkinkan seperti chatroom, forum diskusi, email, website/webblog, listserv,
mobile phone.
Assessment. Dalam blended learning, perancang harus mampu meramu kombinasi jenis
assessment baik yang bersifat tes maupun non-tes, atau tes yang lebih bersifat otentik
(authentic assessment/portfolio) dalam bentuk project, produk dll.
Performance Support Materials. Jika kita ingin mengkombinasikan antara pembelajaran
tatap muka dalam kelas dan tatap muka virtual, patikan sumber daya untuk mendukung hal
tersebut siap atau tidak, ada atau tidak. Bahan belajar disiapkan dalam bentuk digital, apakah
bahan belajar tersebut dapat diakses oleh peserta belajar baik secara offline (dalam bentuk
CD, MP3, DVD, dll) maupun secara online . Atau, jika pembelajaran online dibantu dengan
suatu Learning/Content Management System (LCMS), pastikan juga bahwa aplikasi sistem
ini telah terinstal dengan baik, mudah diakses, dan lain sebagainya.
 Distance Learning: berbeda dengan blanded learning, distance learning adalah
pembelajaran yang dilakukan pada banyak lokasi dengan pusat instruksi dari satu tempat.
Distance learning dapat berupa pembelajaran dengan pengiriman pelajaran melalui satelit ke
banyak lokasi, sedangkan blanded learning merupakan gabungan dari pembelajaran tatap-
muka di kelas, dan banyak lokasi pada waktu yang sama dan berbeda, maupun lokasi di mana
saja dan waktu kapan saja. Dengan tren kemajuan teknologi, pembelajaran jarak jauh menjadi
lebih diakui untuk potensialnya dalam memberikan perhatian individual dan komunikasi
dengan peserta didik yang banyak.
 Mobile Learning: adalah suatu pendekatan pembelajaran yang melibatkan device
bergerak seperti telepon genggam, PDA, Laptop dan tablet PC, dimana pembelajar dapat
mengakses materi, arahan dan aplikasi yang berkaitan dengan pelajaran tanpa dibatasi oleh
ruang dan waktu, dimanapun dan kapanpun mereka berada.
Mobile learning didefinisikan oleh Clark Quinn (Quinn 2000) sebagai model pembelajaran
yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Mobile learning mengacu kepada
penggunaan perangkat/divais teknologi informasi (TI) genggam dan bergerak, seperti PDA,
telepon genggam, laptop dan tablet PC, dalam pengajaran dan pembelajaran.16 M-learning

16
Clark N., Quinn, 2011, Designing mLearning: Tapping into the Mobile Revolution for Organizational
Performance 1 edition, Pfeiffer, San Fransisco.

24
merupakan bagian dari electronic learning (e-learning), sehingga dengan sendirinya juga
merupakan bagian dari distance learning (d-learning) .Pada konsep pembelajaran tersebut
mobile learning membawa manfaat ketersediaan materi ajar yang dapat di akses setiap saat
dan visualisasi materi yang menarik.
 Social Media Learning: adalah sebuah kumpulan alat berbasis web yang
memfasilitasi kemampuan individu untuk membuat dan menyajikan konten, berbagi
pengetahuan dan berkolaborasi dengan orang lain melalui web. 17 Beberapa media social yang
dapat dijamanfaatkan sebagai alat pembelajaran adalah: Facebook, Twitter, Youtube, dan
lainnya.
 Cloud computing: adalah gabungan dari pemanfaatan teknologi (komputasi) dan
pengembangan berbasis internet (awan). Cloud computing merupakan sebuah metode
komputasi dimana kemampuan TI disediakan sebagai layanan berbasis internet. Cloud
computing mempunyai 3 tingkatan layanan yang diberikan kepada pengguna, yaitu: (1)
Infrastructure as service, hal ini meliputi Grid untuk virtualized server, storage & network.
Contohnya seperti Amazon Elastic Compute Cloud dan Simple Storage Service. (2) Platform
as a service, hal ini memfokuskan pada aplikasi dimana dalam hal ini seorang developer tidak
perlu memikirkan hardware dan tetap fokus pada pembuatan aplikasi tanpa harus
mengkhawatirkan sistem operasi, infrastructure scaling, load balancing dan lain-lain.
Contohnya yang sudah mengimplementasikan ini adalah Force.com dan Microsoft Azure
investment. (3) Software as a service: Hal ini memfokuskan pada aplikasi dengan Web-based
interface yang diakses melalui Web Service dan Web 2.0. Contohnya adalah Google Apps,
SalesForce.com dan aplikasi jejaring sosial seperti FaceBook.
 Ubiquitous Learning: adalah model interaksi antar komputer dengan manusia di
mana pemrosesan komputer telah diintegrasikan sepenuhnya ke dalam kegiatan sehari-hari,
dan juga diintegrasikan ke dalam obyek yang secara interaksi telah dilakukan. Sebuah
Lingkungan Belajar Ubiquitous memungkinkan belajar setiap saat, di setiap tempat.
Ubiquitous learning dapat dianggap sebagai hype baru dalam dunia informasi dan
komunikasi. Hal ini biasanya terkait dengan sejumlah besar perangkat elektronik kecil
(komputer kecil) yang memiliki perhitungan dan kemampuan komunikasi seperti smart
phone, contactless smart card, terminal genggam, dan peralatan komunikasi elektronik
lainnya yang digunakan dalam kehidupan kita sehari-hari (Sakamura & Koshizuka, 2005).18
17
Reiser, Robert A., Ten Trends in Instructional Design and Technology, Disampaikan pada Kuliah Umum
dan Diskusi Ilmiah dalam rangka Ides Natalis Universitas Terbuka ke-29, Jakarta, 10 Juni 2013.
18
The definition and characteristics of ubiquitous learning: A discussion; International Journal of Education
and Development using Information and Communication Technology (IJEDICT), 2010, Vol. 6, Issue 1, pp.

25
 Gaming yang memiliki content pendidikan lebih dikenal dengan istilah game edukasi.
Game berjenis edukasi bertujuan untuk memancing minat belajar anak terhadap materi
pelajaran sambil ber-"game", sehingga dengan perasaan senang diharapkan siswa bisa lebih
mudah memahami materi pelajaran yang disajikan. Jenis ini sebenarnya lebih mengacu
kepada isi dan tujuan game, bukan jenis yang sesungguhnya. Menurut Edward (2009) game
merupakan sebuah tools yang efektif untuk mengajar karena mengandung prinsip-prinsip
pembelajaran dan teknik instruksional yang efektif digunakan dalam penguatan pada level-
level yang sulit.19 Dalam konteks pembelajaran bermakna, penggunaan game edukasi dalam
pembelajaran matematika merupakan hal yang positif.

117-127.
19
Edward, S. L. (2009). Learning Process and Violent Video Games. Hand Book of Research on Effective
Electronic Game in Education. Florida: University of Florida.

26
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Bila berbicara tentang mutu, berarti bisa berbicara tentang jasa atau barang. Barang
yang bermutu adalah barang yang sangat bernilai bagi seseorang. Barang tersebut bisa
dikatakan memiliki fisik yang bagus, indah, elegant, mewah, antic, tidak ada cacat, awet, dan
ukuran-ukuran lainnya yang biasanya berhubungan dengan kebaikan (goodness), keindahan
(beauty), kebenaran (truth), dan idealitas. Begitu juga dengan jasa, jasa yang bermutu adalah
pelayanan yang diberikan seseorang atau organisasi yang sangat memuaskan. Tidak ada
keluhan dan bahkan orang lain tidak akan segan-segan memberikan pujian atau acungan
jempol.
Begitu juga dengan diri kita sebagai seorang guru yang merupakan ujung tombak
sebuah pendidikan.  Kita tidak perlu muluk-muluk meminta banyak sarana dan prasarana
dalam pengajaran, selama itu tidak ada. Cukup kita abdikan diri kita pada anak didik kita
dengan segenap kemampuan yang kita miliki. Karena kelak, kita pasti akan merasakan hasil
jerih payah kita, walau itu dalam jangka lama. Karena sebuah pengakuan, sebuah
penghargaan, tidak akan dihasilkan kecuali dengan kerja keras.
Sebagai guru pula, kita perlu sebuah sistem pembelajaran, sitem pengajran, serta
perangkat lain agar mutu kita bisa lebih baik lagi. Mengingat ada banyak isu pendidikan yang
kita dapatkan saat ini, akan lebih baik bila kita memperbaikinya dari diri kita sendiri. Seperti
halnya, kekerasan yang terjadi di sekolahan, kwalitas guru yang dipertanyakan, maka itu bisa
kita perbaiki mulai dari diri kita pribadi. Karena kita adalah bagian dari para generasi penerus
bangsa yang nantinya juga akan melahirkan penerus generasi bangsa selanjutnya.
3.2. Saran
Sebagai generasi penerus dan calon pendidik, tentunya kita harus memahami apa,
bagaimana isu dan trend dalam pendidikan. Setidaknya, kita turut andil dan berpartsipasi
mensukseskan program pemerintah demi terwujudnya pendidikan Indonesia yang lebih baik
lagi.

27
DAFTAR PUSTAKA
Zuhairini dan Abdul Ghofir. 2009. Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Malang:Universitas Malang.

Made Pidarta. 1988. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bina Aksara.

Prasetya, Agus, & Rivashinta, Emusti. 2011. Konsep Urgensi dan Implementasi Pendidikan
Karakter di Sekolah. Dalam Kompasiana,
(http://edukasi.kompasiana.com/2020/12/08) Diakses pada 07 Desember 2020.

Anonim. 2012. Kurikulum Diubah Karena Desakan Masyarakat. Dalam Kompas


http://edukasi.kompas.com/read/2012/-09/28 Diakses pada 07 Desember 2020.

Akuntoro, Indra. 2012. Kurikulum Baru Harus Diimbangi Guru yang Inspiratif. Dalam
Kompas Diakses pada 07 Desember 2020.

Tasdik, Komaudin. 2011. Pengelolaan Pendidikan. Dalam


http://komarudintasdik.wordpress.com/2011/02/15. Diakses pada 07 Desember 2020.

Aan Komariah dan Engkoswara. 2011. Administrasi Pendidikan, Bandung:Alfabeta.


Sam M.Chan dan Tuti T. Sam, 2005. Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.

https://artikel.bibit.id/news-1/selama-pandemi-inilah-masalah-pendidikan-yang-terjadi-di
indonesia. Diakses pada 07 Desember 2020.

https://www.kompas.com/edu/read/2020/08/12/112834471/pendidikan-daring-di-masa-covid-
19?page=all Diakses pada 09 Desember 2020

https://faseberita.id/saintek/ini-yang-jadi-tren-pendidikan-di-tahun-2020 diakses pada 09


Desember 2020
http://www.edweek.org/ew/issues/technology-in-education/ Diakses pada 07 Desember 2020.
Jones, R. Fox, C., and Levin, D. 2011. Transforming Education to Ensure All Students Are
Successful in the 21st Century, State Technology Leadership Essential for 21st
Century Learning. Annual report SETDA.

Jared A. Carman. 2005. “Blended Learning Design: Five Key Ingredients”,


http://www.agilantlearning.com/pdf/Blended Learning Design.pdf. Diakses pada 07
Desember 2020.

28
Clark N., Quinn. 2011. Designing mLearning: Tapping into the Mobile Revolution for
Organizational Performance 1 edition. Pfeiffer: San Fransisco.
Reiser, Robert A., Ten Trends in Instructional Design and Technology, Disampaikan pada
Kuliah Umum dan Diskusi Ilmiah dalam rangka Ides Natalis Universitas Terbuka ke-
29. Jakarta. Diakses pada 07 Desember 2020.

The definition and characteristics of ubiquitous learning: A discussion; International Journal


of Education and Development using Information and Communication Technology
(IJEDICT), 2010, Vol. 6, Issue 1, pp. 117-127. Diakses pada 07 Desember 2020.
Edward, S. L. 2009. Learning Process and Violent Video Games. Hand Book of Research on
Effective Electronic Game in Education. Florida: University of Florida.

29

Anda mungkin juga menyukai